Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

THR (TOTAL HIP REPLACEMENT)

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal


Bedah Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
Annida Hasanah, S.Kep
11194692010059

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : Total Hip Replacement (THR)


NAMA MAHASISWA : Annida Hasanah, S. Kep
NIM : 11194692010059

Banjarmasin, Februari 2021

Menyetujui,

Program Studi Profesi Ners RSUD Ulin Banjarmasin


Preseptor Akademik Preseptor Klinik

M. Riduansyah, Ns., M.Kep Mahyudi, S.Kep., Ns


NIK.1166072017105 NIP. 196707281988021001
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Total Hip Replacement (THR)


NAMA MAHASISWA : Annida Hasanah, S. Kep
NIM : 11194692010059

Banjarmasin, Februari 2021

Menyetujui,

Program Studi Profesi Ners RSUD Ulin Banjarmasin


Preseptor Akademik Preseptor Klinik

M. Riduansyah, Ns., M.Kep Mahyudi, S.Kep., Ns


NIK.1166072017105 NIP. 196707281988021001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Program Studi Profesi Ners

Mohammad Basit, S. Kep., Ns., MM


NIK. 1166102012053
LAPORAN PENDAHULUAN THR
(TOTAL HIP REPLACEMENT)

A. Anatomi Fisiologi

Berjalan merupakan sebuah aktifitas berpindah atau bergerak untuk


menempuh suatu jarak. Aktifitas ini dilakukan setiap harinya untuk
membantu setiap manusia dalam melakukan segala kegiatan harian mereka
mulai dari bekerja, sekolah dan melakukan kegiatan di lingkungan sekitar.
Gerakan berjalan merupakan gerakan yang memerlukan koordinasi yang
tinggi, dikontrol oleh susunan saraf pusat dan melibatkan sistem yang sangat
kompleks. Kekuatan dari anggota gerak bawah menjadi kunci dalam
melakukan kegiatan berjalan. Membutuhkan kombinasi dari tiga kekuatan,
yaitu: (1) kekuatan otot, (2) gaya berat, (3) kekuatan momentum.
Hip Joint atau sendi pinggul merupakan salah satu komponen atau
penunjang terjadinya proses berjalan dikenal juga dengan sebutan Ball-and-
Socket Joint. Sendi yang dibentuk oleh Acettabulum yang merupakan bagian
dari tulang pelvic dan ujung teratas dari tulang femur yaitu Caput of Femur
atau kepala femur. Sendi ini akan menimbulkan gerakan menekuk paha saat
terjadinya proses berjalan. Besarnya peranan dan aktifitas sendi yang
sangat besar mengakibatkan beberapa gangguan timbul pada sendi hip
yang bersifat degeneratif maupun tidak, seperti Ostheoatritis, Reumatoid
Atrithis, post-traumatic Hip dan avascular necrosis, yang akan menimbulkan
nyeri dan ketidakstabilan sendi yang berkepanjangan dan mengakibatkan
terganggunya aktifitas seseorang.
B. Definisi
Total hip replacement  adalah penggantian panggul yang rusak
berat dengan sendi buatan (Smeltzer & Bare, 2009). Sendi buatan ini
terdiri dari 3 bagian yaitu mangkuk (acetabular), caput dan batang
(stem) (Sulaiman, 2011). Bagian luar acetabular terbuat dari logam
sementara bagian luar terbuat dari plastik. 
Total hip replacement merupakan penggantian kaput femur dan
astebulum, keduanya disemen ke dalam tulang. Total hip
replacement adalah penggantian sendi total dengan prostesis
untuk memberikan stabilitas dan gerakan yang dilakukan pada
penderita penyakit atau trauma sendi (Tucker, 1998).
Berdasarkan berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
total hip replacement atau artroplasti hip adalah penggantian panggul
yang rusak berat dengan sendi buatan untuk memberikan stabilitas
dan gerakan yang dilakukan pada penderita penyakit atau trauma
sendi.
Pasien yang dilakukan THR umumnya berusia lebih dari 60
tahun dengan nyeri yang tak tertahankan atau kerusakan sendi
pinggul yang ireversibel. Pasien muda dengan kerusakan panggul
berat yang sangat nyeri dapat menjalani penggantian total panggul
(Smeltzer & Brunner, 2009).

C. Tujuan
Tujuan dari operasi penggantian panggul adalah untuk meningkatkan
mobilitas dengan menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki fungsi dari
sendi piggul.

D. Indikasi dan Kontraindikasi


1. Indikasi
Nyeri kronis hebat yang progresif disertai dengan buruknya fungsi
harian yang termasuk berjalan, menaiki tangga-tangga, dan bahkan
bangun dari posisi duduk, akhirnya menjadi sebab untuk
mempertimbangkan penggantian total pinggul. Karena sendi-sendi
pinggul yang diganti dapat gagal seiring dengan waktu, apakah dan
kapan untuk melakukan penggantian total pinggul adalah keputusan-
keputusan yang tidak mudah, terutama pada pasien-pasien yang lebih
muda. Penggantian umumnya dipertimbangkan setelah nyeri menjadi
begitu parah sehingga ia menghalangi fungsi yang normal meskipun
dengan penggunaan obat-obat anti peradangan dan/atau nyeri.
Penggantian total sendi pinggul adalah prosedur memilih, yang berarti
bahwa ia adalah pilihan yang dipilih di antara alternatif-alternatif lain.
Penggantian panggul total adalah keputusan yang dibuat berdasarkan
pemahaman resiko dan manfaat-manfaat yang menguntungkan.
Mengetahui keduanya adalah hal penting sebelum mengambil
keputusan.
Pergantian panggul total akan lebih bermanfaat apabila dilakukan
kepada klien atau pasien yang mengalami hal sebagai berikut :
a. Panggul sakit terus sambil istirahat, baik siang atau malam hari.
b. Kekakuan dalam panggul membatasi kemampuan klien untuk
memindahkan atau mengangkat kaki klien.
c. Klien telah menggunakan pereda nyeri sedikit dari obat anti-
inflamasi atau glukosamin sulfat.
d. Klien memiliki efek samping yang berbahaya atau tidak
menyenangkan dari obat pinggul Klien
e. Perawatan lainnya seperti terapi fisik atau menggunakan alat bantu
kiprah seperti tongkat tidak menghilangkan rasa sakit pinggul.
f. Sendi panggul sudah aus dan robek akibat proses penuaan alami,
trauma atau penyakit rematik.
g. Fraktur atau nekrosis iskemik
h. Pascaoperasi prosedur operasi sebelumnya, misalnya: rekonstruksi
bersama (osteotomy), arthrodesis, segmental atau total
penggantian pinggul (THR).
2. Kontraindikasi : pasien yang ada pus di daerah persendian panngul,
pasien dengan nanah dipersendian panggul, lansia yang menderita
osteoporosis.

E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang mengindikasikan patah tulang pinggul meliputi:
1. Rasa sakit tidak tertahankan pada bagian pinggul atau selangkangan.
2. Tidak bisa berdiri atau bertumpu pada kaki di bagian pinggul yang
cedera.
3. Tidak bisa mengangkat, menggerakkan, atau memutar kaki.
4. Kaki pada bagian pinggul yang cedera menjadi lebih pendek atau
melenceng ke arah luar.
5. Lebam serta pembengkakan pada pinggul dan sekitarnya.

F. Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium atau diagnostik sangat penting
dilakukan untuk membantu menentukan diagnosa, memantau perjalanan
penyakit serta menentukan prognosa. Informasi yang bermanfaat tentang
pasien ortopedi dapat diperoroleh dari berbagai prosedur diagnostik. Masing-
masing prosedur mungkin tidak diindikasikan untuk semua pasien. Akan
tetapi, secara umum pemeriksaan yang spesifik menunjukkan data yang
paling penting mengenai kondisi pasien. Pembagian pemeriksaan diagnostik
dibagi menjadi pemeriksaan diagnosik noninvasif dan invasif.
1. Pemeriksaan diagnostik noninvasif antara lain rontgen, MRI, dan CT.
2. Pemeriksaan diagnostik invasif antara lain antrogram
3. Mielogram
4. Skan tulang
5. Aspirasi sendi
6. Biopsi
7. Artroskopi
8. Elektromiografi
9. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan darah rutin, seperti hitung
darah lengkap, kadar elektrolit serum, dan pemeriksaan pembekuan
darah, sering diperlukan untuk pasien ortopedi. Pemeriksaan diagnostik
khusus akan dilakukan sesuai dengan kondisi medis pasien dan
diagnosis yang spesifik.

G. Penatalaksanaan/ Jenis Tindakan


Hingga saat ini para ilmuwan dan ahli bedah telah berusaha keras untuk
mendapatkan desain dan fixation terbaik antara femur dan artificial hip joint.
Sampai sekarang, ada dua metode yang digunakan untuk memasang
artificial hip joint, metode ini adalah cemented (dengan semen tulang) dan
cementless (tanpa semen tulang) total hip replacement (THR).
1. Cemented Total Hip Replacement
Pada metode pemasangan ini, semen tulang digunakan untuk
merekatkan artificial hip joint ke dalam tulang femur. Semen tulang tidak
berfungsi seperti lem, melainkan sebagai material pengisi. Hingga saat
ini material dari semen tulang yang banyak digunakan adalah
polymethylmethacrylate (PMMA), dimana diperkenalkan oleh Sir John
Chanrley pada awal tahun 1960.

Cement THR
2. Cementless Total Hip Replacement
Cementless THR, juga disebut dengan uncemented THR
diperkenalkan pada awal 1980. Metode THR ini berkembang karena
pada cemented THR memiliki kekurangan. Pertama, pengisian semen
tulang kedalam tulang femur selama operasi dapat menyebabkan
gangguan pada sirkulasi dan dapat menghalangi aliran darah. Kedua,
semen tulang membutuhkan rata-rata 10 menit untuk mengeras. Dalam
waktu ini, ada kemungkinan artificial hip joint berubah posisi. Ketiga,
semen tulang bisa retak dan menyebabkan pergeseran dari implan.
Untuk cementless artificial hip joint, permukaan dari sistem artificial hip
joint dibuat kasar. Hal ini untuk menghasilkan gesekan yang baik antara
artificial hp joint dan kortikal sehingga lebih dapat terpasang dengan
stabil. Pada metode ini juga terdapat kekurangan. Pertama, ketika
artificial hip joint terpasang pada tulang, substansi tulang akan terdorong
sampai sistem sirkulasi darah dan menghalangi sirkulasi darah. Femur
dapat patah selama operasi karena beban yang besar.
Cementless THR

3. Hybrid Total Hip Replacement


Pada metode ini, menggabungkan antara metode cementeless
dan cemented THR. Kombinasi ini menghasilkan cementless acetabular
cup dengan femoral stem dipasang dengan menggunakan semen.
Metode dapatmengurangi kerusakan atau kegagalan stem dari 30-40%
sampai 3-4%

H. Teknik Operasi
Komponen THR yang umum diberikan:
1. Unipolar endoprosthesis
Disebut juga endoprosthesis Moore atau Austin-Moore. Merupakan
komponen logam campuran tunggal bermesin (single, machined metal
alloy) yang terdiri atas bagian femoral stem (batang), leher, dan kepala.
Kepala implan diartikulasi dengan kartilago asetabulum asal.
Prosthesis ini umumnya digunakan pada pasien usia lanjut dengan
mobilitas minimal, yang mengalami fraktur collum femur intrakapsular
(subkapital) yang mengalami pergeseran (displaced).

2. Bipolar endoprosthesis
Endoprosthesis bipolar terdiri atas komponen asetabulum dengan
bahan logam campuran bersaput (polished metal alloy), yang secara
anatomis disamakan dengan asetabulum agar dapat memberikan
pembebanan permukaan (surface bearing). Kepala komponen ini
berbentuk sferikal serta berukuran besar. Di dalam komponen terdapat
pelapis polyethylene (polyethylene liner), sehingga padanya dapat
dipasang komponen femoral.
Struktur ini menyebabkan terjadinya pembebanan luar (outer
bearing interface) antara permukaan implan dan asetabulum asal; serta
pembebanan dalam (inner bearing interface) antara lapisan polyethylene
dan komponen femoral. Desain seperti ini secara teori mengurangi
gerakan pada asetabulum asal (pertemuan kartilago-metal), dengan
cara meningkatkan pergerakan pada bagian prosthetik yang bebas
bergerak (moveable); dan dengannya mengurangi pembebanan
(stress), aus (wear), atau erosi. Penggunaan endoprosthesis bipolar
sama dengan unipolar, atau dapat pula digunakan pada arthroplasti
revisi (revision arthroplasty).
3. True total hip components (komponen femoral & asetabular terpisah)
Komponen THA terdiri atas femoral stem (dalam berbagia ukuran
dan bentuk), leher femoral (dalam berbagai sudut dan panjang), serta
mangkuk (cup) asetabular dengan pelapis polyethylene dalam berbagai
ukuran dan inklinasi. Komposisi ini memungkinkan dilakukannya
pelapisan ulang (resurfacing) kedua sisi pada sendi panggul, serta
memungkinkan pencetakan individual dalam ketepatan tertinggi.
Dibanding endoprosthesis lainnya, komponen THA merupakan
alat yang paling kompleks untuk dipasang secara benar, namun
merupakan teknik yang paling sering digunakan.

I. Jenis Implan Pada THR


1. Metal

Metal memiliki cakupan yang luas dalam aplikasiannya, diantaranya


fixasi patah tulang, penggantian tulang, external spints, braces dan
traction apparatus. Modulus elastis dantitik luluh digabungkan dengan
keuletan metal membuat material jenis ini cocok untukmenopang beban
tanpa mengakibatkan deformasi. Tiga material yang biasa digunakan
adalah Titanium, Stainless Steel dan Paduan Cobalt-Chromium. Titanium
dan paduanTitanium memiliki kelebihan yaitu modulus elastisitas rendah
dan resistansi korosi tinggi,selain itu juga adanya lapisan oksida pada
Titanium memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap
pengintegrasian metal ini pada jaringan tulang.
2. Polimer

Polimer adalah rangkaian panjang dari material dengan berat


molekul tinggi yang terdiridari pengulangan unit monomer. Polimer
memiliki sifat fisik yang mendekati jaringanhalus, oleh karena itu polimer
banyak digunakan untuk menggantikan kulit, tendon,tulang rawan,
pembuluh darah dll. Polimer mengalami degradasi pada lingkungan
tubuhdikarenakan faktor biokimia dan mekanik. Hal ini menyebabkan
adanya serangan ion,pembentukan ion hidroksil dan terlarutnya oksigen
sehingga terjadi iritasi pada jaringandan menurunnya properti mekanik.
3. Keramik

Keramik adalah senyawa inorganik yang dalam biomaterial


diklasifikasikan menjadi 5kategori berdasarkan karakter makroskopis
permukaan ataupun stabilitas kimia padalingkungan tubuh yaitu: karbon,
alumina, zirconia, keramik gelas dan kalsium fosfat.Keterbatasan dari
keramik adalah kekuatan tarik dan ketangguhan akan patah yangrendah
sehingga aplikasinya terbatas. Hasil dari tes ex-vivo mengindikasikan
bahwakeramik gagal berikatan karena lemahnya jaringan yang terbantuk
pada system.
J. Rehabilitasi
1. Tujuan rehabilitasi meliputi:
a. Tatalaksana nyeri pasca operasi secara memuaskan
b. Mempertahankan stabilitas medis.
c. Mencapai penyembuhan insisi yang memuaskan.
d. Menjaga agar tidak terjadi dislokasi implan.
e. Mencegah bahaya tirah baring (mis: trombo-flebitis, emboli paru,
dekubitus, pneumonia).
f. Mencapai lingkup gerak sendi (LGS) yang bebas nyeri, dalam
batasan yang diizinkan.
g. Memperkuat otot-otot panggul dan lutut.
h. Mecapai kekuatan fungsional.
i. Mempelajari metode transfer dan ambulasi dengan menggunakan
alat bantu.
j. Mencapai kemajuan yang memuaskan dalam kondisi kehidupan
sehari-hari sebelumnya.
2. Proses Rehabilitasi
Secara umum protokol rehabilitasi THR memakan waktu 9 – 10
hari. Latihan terapetik untuk meningkatkan mobilitas dan kekuatan
panggul dan lutut dimulai pada hari pertama program dan seterusnya
dilanjutkan setiap hari. Pada hari ketiga pasca operasi, pasien sudah
harus dapat mentoleransi latihan 2 – 3 jam per hari, kecuali bila terdapat
masalah medis lain. Latihan LGS aktif-asistif dan latihan kekuatan
diberikan secara bertahap, dan ditingkatkan sesuai toleransi.
Latihan penguatan abduktor merupakan latihan yang penting,
namun perlu berhati-hati, khususnya bila dilakukan osteotomi trokanter.
Latihan lain meliputi: ankle pumps, heel slides, quad sets, gluteal
squeezes, SLR.
Ambulasi dini dengan proteksi perlu dilakukan segera, sesuai
dengan toleransi pasien. Alat bantu weight-bearing (mis: crutches, arm
rest) harus digunakan selama manuver duduk-ke-berdiri dan pada saat
naik tangga, khususnya pada hari-hari pertama pasca operasi. Latihan
mobilitas ditingkatkan bertahap sesuai toleransi pasien, respon latihan,
dan penilaian restriksi weight-bearing.
K. Komplikasi
1. Risiko Dislokasi
Dislokasi merupakan risiko tertinggi yang dapat terjadi pada
minggu pertama, khhususnya mereka yang pernah memiliki jaringan
periartikular yang lemah, tindakan pembedahan revisi, atau riwayat
dislokasi sebelumnya. Karena itu tindakan pencegahan dan edukasi
pasien memegang peranan yang sangat penting.Kebanyakan ahli bedah
melakukan pendekatan posterolateral pada sendi panggul, dan
mendislokasi sendi tersebut dengan hiperfleksi, adduksi, dan rotasi
internal. Setelah dilakukan hip replacement, kombinasi ketiga gerakan di
atas dapat berisiko menyebabkan re-dislokasi. Karena itu “bantal-
abduksi” atau baji (wedge) harus diletakkan di antara kedua kaki untuk
mempertahankan kedudukan (alignment) yang aman. Pasien diajarkan
untuk tidak melakukan fleksi panggul saat melakukan gerakan meraih /
menjangkau benda. Selain itu perlu disediakan alat-bantu adaptif untuk
melakukan perawatan anggota tubuh segmen bawah. Selanjutnya
dudukan toilet dan/atau bathub perlu ditinggikan untuk mencegah fleksi
panggul di atas 90 derajat.
Pengawasan ketat untuk mencegah dislokasi harus dilakukan
sedikitnya selama 6 minggu. Pada beberapa kondisi, dapat diberikan
abduction hip brace untuk mencegah redislokasi panggul. Namun hal ini
dapat menyebabkan keterbatasan gerak yang berat, keterbatasan untuk
melakukan aktivitas di kamar mandi (toiletting, bathing, etc.) dan juga
hambatan mobilitas.
2. Leg-Length Discrepancy (LLD)
Tidak jarang pasien merasakan adanya LLD pasca THR. Karena
itu pada tahap awal perlu disingkirkan kemungkinan dislokasi. LLD
didiagnosis bila terdapat perbedaan sedikitnya ¾ inchi atau lebih. Pada
LLD yang besar, sementara dapat diberikan peninggian alas kaki (lifts).
Namun perlu dilihat pula penyebabnya, apakah dapat diperbaiki dengan
berjalannya terapi.
Beberapa kasus LLD terjadi sebagai konsekuensi adanya ketidak-
seimbangan pada pelvic obliquity yang terjadi dari imbalans otot atau
kontraktur panggul (mis: adductor tightness).
3. Risiko Deep Vein Thrombosis
DVT dapat terjadi setiap saat pada waktu operasi, atau dalam 6
minggu pertama pasca operasi. Insidens DVT pada THR tanpa
profilaksis adalah 40% - 70%. Insidens proximal clot (trombosis pada
vena popliteal atau bagian yang lebih proksimal) adalah 10% - 20%.
Risiko emboli paru fatal adalah 0,5% - 5%.
Profilaksi ideal adalah dengan pemberian warfarin, dan
mempertahankan INR dalam nilai 2 – 3. Namun kebanyakan ahli
orthopedi merasa khawatir dengan risiko perdarahan, dan memilih untuk
mempertahankan INR dalam nilai 1,8 – 2.
Pilihan profilaksis lain yaitu enoxaparin, dapat diberikan 30 mg
subkutan per 12 jam. Bekuan tungkai bawah (calf clots) yang menjalar
dapat diatasi dengan pemberian antikoagulan selama 6 minggu – 3
bulan. Sedangkan DVT yang nyata diberikan antikoagulan selama 3-6
bulan.

L. Gambar

FOTO X-Ray setelah menjalani operasi Total Hips Replacement (THR)


pada sendi tulang pinggulnya. Foto kanan adalah kondisi pinggul kiri yang
dioperasi (implan) menggunakan implan berbahan metal, standar JKA.
Sementara foto kiri adalah gambar hasil operasi serupa, pada pinggul kanan
menggunakan bahan keramik, yang diklaim lebih tahan 20 tahun dari yang
berbahan metal. Kondisi pasien tersebut saat ini mengalami cacat pada kaki
kirinya akibat operasi yang teledor, sehingga ia harus menggunakan alat
bantu (ankle foot orthosis) untuk menopang tubuhnya total pinggul prothesa ,
semi hip penggantian , articulatio coxae operasi implan instrum
M. Pathway
N. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Umum
a. Identitas Klien : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai,status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register,tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama : rasa nyeri, nyeri tersebut bisa akut atau kronik
tergantung dan lamanya serangan
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
penggantianpanggul total, yang nantinya membantu dalam
membuat rencana tindakan terhadapklien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisaditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu,dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaanyang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu,penyakit diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akutmaupun kronik dan
juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satufaktor predisposisi terjadinya fraktur sehingga diperlukan
penggantian panggul total,seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dankanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran kliendalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupansehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
g. Pola- Pola Fungsi Kesehatan :
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat-
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
3) Pola Eliminasi-
4) Pola Tidur dan Istirahat-
5) Pola Aktivitas-
6) Pola Hubungan dan Peran-
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri-
8) Pola Sensori dan Kognitif -
9) Pola Reproduksi Seksual-
10) Pola Penanggulangan Stress-
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
h. Pemeriksaan fisik
i. Pemeriksaan Radiologi : sinar rontgen (x-ray), Tomografi,
Myelografi,Arthrografi dan Computed Tomografi-Scanning
j. Pemeriksaan Laboratorium

2. Pengkajian Klien Total Hip Replacement :


a. Sementara penggantian pinggul dapat menawarkan bantuan lengkap
darisemua rasa sakit dan ketidaknyamanan, seseorang harus
menyadari bahwa itu adalahoperasi besar. Oleh karena itu, ada pasti
akan masalah pasca-operasi dan seseorangharus siap
b. Implan kegagalan
Ini adalah karena keausan sendi panggul dan mungkin menjadi
longgar. Sebagian besar operasi pinggul 20 tahun terakhir pada rata-
rata,tapi beberapa selama 10 tahun terakhir saja. Untuk anak-anak
ini akan menjadi masalah. Mereka akan harus pergi untuk operasi
penggantian lain.
c. Hip dislokasi
Hal ini terjadi terutama karena orang membuat pinggul lebihkecil
dibanding normal. Karena ini bola dapat keluar dari soket. Hal ini
biasanyaterjadi hanya pada posisi tertentu seperti menarik lutut ke
dada. Kadang-kadangdapat disebabkan oleh reaksi tubuh kepada
orang yang dibuat bersama. Hal ini dapatmenimbulkan
pembengkakan. Sel-sel tubuh juga bisa makan jauh
menyebabkansebagian bersama untuk menjadi longgar. Hal
ini mungkin juga memerlukan operasilebih lanjut untuk penggantian
sendi.
d. Gumpalan darah
Darah gumpalan di pembuluh darah besar dari kaki danpanggul yang
sangat umum. Untuk mengurus masalah ini, pasien diletakkan pada
thinning darah akan dilanjutkan selama beberapa minggu setelah
operasipenggantian pinggul. Pasien ini dibuat untuk memakai stoking
kompresi untuk mempertahankan sirkulasi darah di kaki. Jika
gumpalan darah berkembang, ia dapat bergerak ke paru-paru di
mana dapat berakibat fatal.
e. Infeksi
Infeksi pada penggantian panggul dapat menyebabkan komplikasi
dan bahkan mungkin penghapusan memerlukan implan. Untuk
mengurangi risiko infeksi, pasien disarankan untuk minum antibiotik
setiap kali ia menjalani prosedurinvasif seperti perawatan gigi atau
colonoscopies.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan prosedur penggantian panggul
total
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
integritas struktur tulang
b. Intra operasi
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
yang tertahan
2) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3) Risiko perdarahan dibuktikan dengan factor risiko tindakan
pembedahan
c. Post Operasi
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan
2) Risiko hipotermia perioperative dibuktikan dengan faktor risiko
prosedur pembedahan
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan SLKI SIKI
1 Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas (I.09314)
(L.09093) Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi saat tingkat
tindakan keperawatan 1 x ansietas berubah
24 jam diharapkan tingkat 2. Identifikasi kemampuan
ansietas menurun dengan mengambil keputusan
kriteria hasil: 3. Monitor tanda- tanda
1. Verbalisasi ansietas
kebingungan
menurun Terapeutik
2. Verbalisasi khawatir 1. Ciptakan suasana
akibat kondisi yang terapeutik untuk
dihadapi menurun menumbuhkan
3. Perilaku gelisah kepercayaan
menurun 2. Temani pasien untuk
4. Perilaku tegang mengurangi kecemasan
menurun 3. Pahami situasi yang
5. Keluhan pusing membuat ansietas
menurun 4. Dengarkan dengan penuh
6. Pucat menurun perhatian
7. Pola tidur membaik 5. Gunakan pendekatan
tenang dan meyakinkan

Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
4. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
5. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
6. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
2. Nyeri akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1 x 1. Identifikasi lokasi,
24 jam tingkat nyeri dapat karakteristrik, durasi,
menurun dengan kriteria frekuensi, kualiats dan
hasil : intensitas nyeri
1. Kemampuan 2. Identitas skala nyeri
menuntaskan aktivitas 3. Identifikasi faktor yang
meningkat memperberat nyeri
2. Keluhan nyeri
menurun Terapeutik
3. Meringis menurun 1. Berikan tehnik non
4. Gelisah menurun farmakologis dalam
5. Kesulitan tidur menangani nyeri
menurun 2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
1. Jelaskan strategi
mengurangi nyeri
2. Ajarkan tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Gangguan Mobilitas Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi
Fisik (D.0054) Setelah dilakukan (I.05173)
tindakan keperawatan 1 x Observasi
24 jam diharapkan 1. Identifikasi adanya nyeri
mobilitas fisik dapat atau keluhan fisik lainnya
meningkat dengan kriteria 2. Identifikasi toleransi fisik
hasil : melakukan pergerakan
1. Pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung
ekstremitas meningkat dan tekanan darah
2. Kekuatan otot sebelum memulai
meningkat mobilisasi
3. Rentang gerak (ROM) 4. Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan
4. Nyeri menurun mobilisasi
5. Kecemasan menurun
6. Kaku sendi menurun Terapeutik
7. Gerakan terbatas 1. Fasilitasi aktivitas
menurun mobilisasi dengan alat
8. Kelemahan fisik bantu\fasilitasi melakukan
menurun pergerakan
2. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pasien
dalam meningkatkan
pergerakan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
4. Bersihan Jalan Napas Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
Tidak Efektif (D.0001) (L.01001) (I.01011)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1. Monitor pola napas
selama 1 x 24 2. Monitor bunyi napas
diharapkan bersihan jalan 3. Monitor sputum
napas klien meningkat
dengan kriteria hasil : Terapeutik
1. Produksi sputum 1. Pertahankan kepatenan
menurun jalan napas
2. Mengi menurun 2. Lakukan penghisapan
3. Wheezing menurun lendir kurang dari 15 detik
4. Dispnea menurun 3. Berikan oksigen
5. Batuk efektif
meningkat Edukasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik
5. Hipovolemia (D.0023) Status Cairan (L.03028) Manajemen Syok
Setelah dilakukan Hipovolemik (I.02050)
tindakan keperawatan Observasi
selama 1 x 24 1. Monitor status
diharapkan status cairan kardiopulmonal
klien membaik dengan 2. Monitor status oksigenasi
kriteria hasil : 3. Monitor status cairan
1. Turgor kulit meningkat 4. Periksa tingkat kesadaran
2. Perasaan lemah dan respon pupil
menurun
3. Membran mukosa Terapeutik
membaik 1. Pertahankan jalan napas
4. Frekuensi nadi paten
membaik 2. Berikan oksigen untuk
5. Tekanan darah mempertahankan saturasi
membaik oksigen >94 %
6. Kadar HB membaik 3. Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis
4. Lakukan penekanan
langsung pada perdarahan
eksternal
5. Berikan posisi syok
6. Pasang jalur IV berukuran
besar
7. Pasang kateter urin untuk
menilai produksi urin
8. Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 1-2 L pada
dewasa
2. Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu
6. Risiko Perdarahan Tingkat Perdarahan Pencegahan Syok (I.02068)
(D.0012) (L.02017) Observasi
Setelah dilakukan 1. Monitor status
tindakan keperawatan 1 x kardiopulmonal
24 jam diharapkan tingkat 2. Monitor status oksigenasi
perdarahan klien menurun 3. Monitor status cairan
dengan kriteria hasil : 4. Periksa tingkat kesadaran
1. Kelembaban dan respon pupil
membrane mukosa
meningkat Terapeutik
2. Kelembabpan kulit 1. Berikan oksigen untuk
meningkat mempertahankan saturasi
3. Perdarahan pasca oksigen >94 %
operasi menurun 2. Persiapkan intubasi dan
4. Hemoglobin membaik ventilasi mekanis
5. Hematocrit membaik 3. Lakukan penekanan
6. Tekanan darah langsung pada perdarahan
membaik eksternal
7. Suhu tubuh membaik 4. Pasang jalur IV berukuran
besar
5. Pasang kateter urin untuk
menilai produksi urin

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV
2. Kolaborasi pemberian
transfusi
7. Risiko Hipotermia Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipotermia
Perioperatif (D.0141) Setelah dilakukan (I.14507)
tindakan keperawatan 1 x Observasi
24 jam diharapkan 1. Monitor suhu tubuh
termoregulasi dapat 2. Identifikasi penyebab
membaik dengan kriteria hipotermia
hasil : 3. Monitor tanda dan gejala
1. Menggigil menurun akibat hipotermia
2. Kulit merah menurun
3. Kejang menurun Terapeutik
4. Pucat menurun 1. Sediakan lingkungan yang
5. Dasar kuku sianosis hangat
menurun 2. Ganti pakaian atau linen
6. Suhu tubuh membaik yang basah
7. Suhu kulit membaik 3. Lakukan penghangatan
8. Tekanan darah pasif
membaik 4. Lakukan penghangatan
aktif

DAFTAR PUSTAKA
Eden, Greg. 2011. Total Hip Replacement. YPO. New Zealand.

Nealon, Thomas F. 2015. Ketrampilan Pokok Ilmu Bedah ED.4. EGC. Jakarta

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator

Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan

Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Smeltzer, Suzanne C. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth, Edisi 8, Volume 3. Jakarta : EGC

Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:

EGC.

Anda mungkin juga menyukai