Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN

DI RUANG PERAWATAN ICU RSUD ULIN BANJARMASIN

DISUSUN OLEH :

ANNIDA HASANAH
11194561920038

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA BANJARMASIN
2020

i
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : Trauma Abdomen

TEMPAT PENGAMBILAN KASUS : Ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin

NAMA : Annida Hasanah

Banjarmasin, Februari 2020

Menyetujui,

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Sarjana Keperawatan

Preseptor Klinik (PK) Universitas Sari Mulia

Preseptor Akademik (PA)

NIK NIK

2
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Trauma Abdomen

TEMPAT PENGAMBILAN KASUS : Ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin

NAMA : Annida Hasanah

Banjarmasin, Februari 2020

Menyetujui,

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Sarjana Keperawatan

Preseptor Klinik (PK) Universitas Sari Mulia

Preseptor Akademik (PA)

NIK NIK

3
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii
DAFTAR ISI....................................................................................................... vi
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................
A. Anatomi Fisiologi............................................................................ 2
B. Konsep Teori.................................................................................... 3
DAFTAR PUSTAKA

4
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA ABDOMEN

A. ANATOMI DAN FISOLOGI

Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas
dari atas diafragma sampai pelvis dibawah.  Rongga abdomen dilukiskan
menjadi dua bagian abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas
dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan kecil.
Batasan – batasan abdomen adalah di atas,  diafragma, di bawah, pintu
masuk panggul dari panggul besar, di depan dan kedua sisi, otot – otot
abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang,
tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi abdomen adalah sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu
lambung, usus halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak
di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus.
Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang
lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar
suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui
abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum
khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga
dijumpai dalam rongga ini.

B. KONSEP TEORI

5
1. Definisi
Trauma adalah penyebab kematian ketiga di Amerika serikat
setelah aterosklerosis dan kanker. Trauma adalah cedera fisik dan
psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera. Ada banyak sekali
macam trauma sesuai dengan dengan jenis yang terjadi pada tubuh kita.
Salah satu trauma adalah trauma abdomen.
Trauma abdomen adalah trauma/cedera yang mengenai daerah
abdomen yang menyebabkan/timbulnya gangguan/kerusakan pada
organ yang ada di dalamnya.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai
organ (Yudhautama, 2013).

2. Klasifikasi
Trauma abdomen ada dua macam, yaitu: penetrasi dan non penetrasi.
a. Trauma tumpul (non penetrasi)
Trauma tumpul abdomen adalah suatu trauma pada abdomen
oleh karena benda tumpul yang didasarkan hasil autoanamnesa atau
alloanamnesa baik adanya jejas maupun tanpa jejas, tetapi
didapatkan adanya tanda tanda klinis berupa rasa ketidaknyamanan
sampai rasa nyeri dibagian abdomen oleh karena perlukaan atau
kerusakan organ bagian dalam.
b. Trauma tembus (penetrasi)
Trauma tembus abdomen (luka tembak, luka tusuk) bersifat serius
dan biasanya memerlukan pembedahan. Pada cedera tembus, factor
yang paling penting adalah kecepatan peluru masuk ke dalam tubuh.
Peluru kecepatan tinggi membuat kerusakan jaringan yang sangat
luas. Hampir semua luka tembak memerlukan bedah eksplorasi.
Luka tusuk mungkin lebih ditangani secara konservatif. Trauma
tembus abdominal menimbulkan insiden yang tinggi dari luka
terhadap organ beruang, terutama usus halus. Hati adalah organ
padat yang paling sering cedera (Brunner & Suddarth, 2001).

Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi :

6
a. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi.
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam
jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
b. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
rongga abdomen harus dieksplorasi. Atau terjadi karena trauma
penetrasi.

3. Etiologi
Penyebab trauma abdomen berdasarkan klasifikasinya:
a. Penyebab trauma tumpul abdomen:
1) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
2) Hancur (tertabrak mobil)
3) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
4) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
Pasien dengan trauma tumpul adalah suatu tantangan karena
adanya potensi cedera yang tersembunyi yang mungkin sulit
dideteksi. Insiden komplikasi berkaitan dengan trauma yang
penanganannya terlambat lebih besar dari insiden yang
berhubungan dari luka tusuk. Khususnya cedera tumpul yang
mengenai hati, limpa, ginjal, atau pembuluh darah, yang dapat
menimbulkan kehilangan darah substansial kedalam organ
perineum (Brunner & Suddarth, 2001).
b. Penyebab truma tembus abdomen:
1) Luka akibat terkena tembakan
2) Luka akibat tikaman benda tajam
3) Luka akibat tusukan

4. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia
(akibat kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan
terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari
interaksi antara faktor – faktor fisik  dari kekuatan tersebut dengan
jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan  dengan
kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada

7
tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan  dari jaringan
tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan  yang menghentikan tubuh juga penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan
tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada
keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan
untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh
menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya
trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada
akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan  dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif
terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ
intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat
oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk
pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan
terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior
dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat
menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.

5. MANIFESTASI KLINIS
a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium)
1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2) Respon stres simpatis
3) Perdarahan dan pembekuan darah
4) Kontaminasi bakteri
5) Kematian sel
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium)
1) Kehilangan darah.
2) Memar/jejas pada dinding perut.
3) Kerusakan organ-organ.

8
4) Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity)
dinding perut
5) Iritasi cairan usus

6. KOMPLIKASI
a. Trombosis Vena
b. Emboli Pulmonar
c. Stress Ulserasi dan perdarahan
d. Pneumonia
e. Tekanan ulserasi
f. Atelektasis
g. Sepsis
h. Pankreas : Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-
duodenal, dan perdarahan.
i. Limfa : perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin,
diaphoresis, dan syok.
j. Usus : obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.
k. Ginjal : Gagal ginjal akut (GGA)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
b. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan
hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa
terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi
usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan
trauma pada hepar.
c. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara
bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan
perubahan gambaran usus.

9
d. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya
trauma pada saluran urogenital.
e. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada
persangkaan trauma pada ginjal.
f. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus
dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini
hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold
standard).
Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
2) Trauma pada bagian bawah dari dada
3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,
alkohol, cedera otak)
5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum
tulang belakang)
6) Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
1) Hamil
2) Pernah operasi abdominal
3) Operator tidak berpengalaman
4) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
g. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum
dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan
retroperitoneum.

8. PENATALAKSANAAN
a. Penanganan awal
1) Trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a) Stop makanan dan minuman

10
b) Imobilisasi
c) Kirim kerumah sakit.
2) Penetrasi (trauma tajam)
a) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda
tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya
tim medis
b) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan
melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau
untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ
tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam
tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut
dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d) Imobilisasi pasien
e) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekan.
g) Kirim ke rumah sakit
b. Penanganan di rumah sakit
1) Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan
secepatnya. Jika penderita dalam keadaan syok tidak boleh
dilakukan tindakan selain pemberantasan syok (operasi)
2) Lakukan prosedur ABCDE.
3) Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan
mencegah aspirasi.
4) Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan
menilai urin yang keluar (perdarahan).
5) Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma
tumpul jika terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus
tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah
dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ;
lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut)
6) Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas
yang menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan

11
peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration)
harus segera dilakukan pembedahan
7) Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara
non-operative berdasarkan status klinik dan derajat luka yang
terlihat di CT
8) Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
9) Pemberian O2 sesuai indikasi
10) Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
11) Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung
kedalaman penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal
12) Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah
kondisi steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika
peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan
13) Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan
pembedahan
14) Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan
dengan pembedahan
c. Penatalaksanaan Kedaruratan
1) Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas,
pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.
a) Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ;
gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada
pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi
masif.
b) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan
pernapasan serta sistem saraf.
c) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher
didapatkan.
d) Gunting baju dari luka.
e) Hitung jumlah luka.
f) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
2) Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai
cedera abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
3) Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai
pembedahan dilakukan.

12
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan
bendungan luka dada.
b) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan
cepat dan memperbaiki dinamika sirkulasi.
c) Perhatikan kejadian syok setelah respons awal terjadi
terhadap transfusi ; ini sering merupakan tanda adanya
perdarahan internal.
d) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk
mengidentifikasi tempat perdarahan.
4) Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini
membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi
terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru
karena aspirasi.
5) Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril,
balutan salin basah untuk mencegah nkekeringan visera.
a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah
meningkatnya peristaltik dan muntah.
6) Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian
adanya hematuria dan pantau haluaran urine.
7) Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital,
haluaran urine, pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila
diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
8) Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika
terdapat ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
9) Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi
peritonium pada kasus luka tusuk.
a) Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x
menunjukkan apakah penetrasi peritonium telah dilakukan.
10) Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
11) Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi.
trauma dapat menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan
barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu

13
cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi
nosokomial).
12) Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya
syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah
diafragma, eviserasi, atau hematuria.

14
9. PATHWAY TRAUMA ABDOMEN

15
10. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Dalam pengkajian pada trauma  abdomen harus berdasarkan
prinsip-prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang
mempunyai skala prioritas A (Airway), B (Breathing), C (Circulation).
Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari
multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada
abdomennya saja.
1) Anamnesa
a) Biodata
 Keluhan Utama
 Keluhan yang dirasakan sakit.
 Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
b) Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
 Penyebab dari traumanya  dikarenakan benda tumpul
atau peluru.
 Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan
bagaimana posisinya saat jatuh.
 Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
 Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri,
bagaimana sifatnya pada quadran mana yang
dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
c) Riwayat Penyakit yang lalu
 Kemungkinan pasien sebelumnya  pernah menderita
gangguan jiwa.
 Apakah pasien menderita penyakit asthma atau
diabetesmellitus dan gangguan faal hemostasis.
d) Riwayat psikososial spiritual
 Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
 Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan
mental.
 Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-
suicide).

16
2) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Pernapasan (B1 = Breath)
 Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan
adakah jejas pada dada serta jalan napasnya.
 Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru
ekspansi dan pernapasan tertinggal.
 Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
 Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing
dan ronchi.
b) Sistem cardiovaskuler (B2 = blood)
 Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang
keluar dari daerah abdominal dan adakah anemis.
 Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah
akral dan bagaimana suara detak jantung menjauh
atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.
c) Sistem Neurologis (B3 = Brain)
 Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan
adakah jejas di kepala.
 Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi
pada anggota gerak.
 Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
d) Sistem Gatrointestinal (B4 = bowel)
 Pada inspeksi :
- Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang
luar.
- Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya
perdarahan dalam cavum abdomen.
- Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau
tidak.
- Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada
quadran berapa, kemungkinan adanya abdomen
iritasi.

17
 Pada palpasi :
- Adakah spasme / defance mascular dan
abdomen.
- Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
- Kalau ada  vulnus sebatas mana kedalamannya.
 Pada perkusi :
- Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
- Kemungkinan-kemungkinan adanya cairan/udara
bebas dalam cavum abdomen.
 Pada Auskultasi :
Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan
dari bising usus atau menghilang.
 Pada rectal toucher :
- Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung
tangan.
- Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot
rectum.
e) Sistem Urologi (B5 = bladder)
 Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis
dan adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta
bagaimana produksi urine dan warnanya.
 Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica
urinaria dan adanya distensi.
 Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica
urinaria.
f) Sistem Muskuloskeletal (B6 = Bone)
 Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk
extremitas terutama daerah pelvis.
 Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang
pinggul atau pelvis.
3) Pemeriksaan Penunjang :
a) Radiologi :
 Foto BOF (Buick Oversic Foto)
 Bila perlu thoraks foto.
 USG (Ultrasonografi)

18
b) Laboratorium :
 Darah lengkap dan sample darah (untuk transfusi)
 Disini terpenting Hb serial ½ jam sekali sebanyak 3
kali.
 Urine lengkap (terutama ery dalam urine)
c) Elektro Kardiogram
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia lebih 40
tahun.
4) Diagnosa keperawatan
a) Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
perdarahan
b) Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau
luka penetrasi abdomen.
c) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan,
tidak adekuatnya pertahanan tubuh
d) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
fisik
5) Intervensi

No Diagnosa SLKI SIKI


.

1. Nyeri Akut Standar Luaran : Manajemen Nyeri (1.08238)


Tingkat Nyeri (L.08066) Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi,
keperawatan diharapkan karakteristrik, durasi,
tingkat nyeri klien menurun frekuensi, kualiats dan
dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri dari skala 2. Identitas skala nyeri
3 (sedang) ke skala 5 3. Identifikasi respons nyeri
(menurun) non verbal
2. Meringis dari skala 3 4. Identifikasi faktor yang
(sedang) menjadi 5 memperberat dan
(menurun) memperingan nyeri
Terapeutik
1. Berikan tehnik non

19
farmakologis dalam
menangani nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan strategi
mengurangi nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
3. Ajarkan tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaboratif pemberian
analgetik sesuai order
2. Hipovolemia Standar Luaran Manajemen Hipovolemia
Status Cairan (L.03028) (I.031.16)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan diharapkan 1. Periksa tanda dan gejala
tingkat status cairan hipovolemia
meningkat dengan kriteria 2. Monitor intake dan
hasil : output cairan
1. Keluhan haus dari skala 3 Terapeutik
(sedang) ke 5 (menurun) 1. Hitung kebutuhan cairan
2. Membran mukosa dari 2. Berikan asupan cairan
skala 3 (sedang) ke 5 oral
(membaik) Edukasi
1. Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
2. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian

20
cairan IV
2. Kolaborasi pemberian
produk darah

3. Gangguan Standar Luaran : Dukungan mobilisasi


mobilitas fisik Mobilitas Fisik (L.05042) (1.05173)
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan diharapkan 1. Identifikasi adanya nyeri
tingkat mobilitas klien atau keluhan fisik lainnya
meningkat dengan kriteria 2. Monitor frekuensi jantung
hasil : dan tekanan darah
1. Kekuatan otot dari skala sebelum memulai
3 ke 5 mobilisasi
2. Kelemahan fisik dari Terapeutik
skala 4 (cukup menurun) 1. Fasilitasi klien dalam
menjadi 5 (menurun) melakukan mobilisasi
2. Libatkan keluarga dalam
membantu mobilisasi
klien
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Ajarkan mobilisasi
sederhanan yang harus
dilakukan (mis; duduk
ditempat tidur )

21
4. Risiko Infeksi Infection Severity Infection Control
Setelah diberikan asuhan 1. Instruksikan pengunjung
keperawatan selama untuk mencuci tangan
diharapkan klien tidak saat berkunjung dan
mengalami infeksi, dengan setelah berkunjung
kriteria hasil : 2. Gunakan sabun anti
1. Tidak terjadi kemerahan mikroba untuk cuci
2. Tidak ada nanah tangan
3. Suhu tubuh normal 3. Cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan
4. Gunakan universal
precaution dan gunakan
sarung tangan selama
kontak dengan kulit yang
tidak utuh
5. Kolaborasi terapi
antibiotik bila perlu
6. Observasi dan laporkan
tanda dan gejala infeksi
seperti kemerahan,
panas, nyeri, tumor
7. Monitor tanda-tanda
infeksi
8. Berikan penjelasan
kepada klien dan
keluarga mengenai tanda
dan gejala dari infeksi

22
DAFTAR PUSTAKA

Doenges. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 9. Jakarta: EGC

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Sjamsuhidayat. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth  


Ed.8 Vol.3. : Jakarta: EGC.

Suddarth & Brunner. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume
2. Jakarta : EGC

Sander, M.A. 2013. Kasus Serial Ruptur Lien Akibat Trauma Abdomen:Bagaimana
Pendekatan Diagnosis dan Penatalaksanaanya: Jurnal Keperawatan.
Volume 4. No. 1

23

Anda mungkin juga menyukai