Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN

INTERNAL BLEEDING
Dosen Mata Kuliah : Kristina Pae S.,Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh :
Refikadini Yanta 91030150
Nurul Hidayah 9103015026
Septi Yulnita 91030150
Patricia Mega 910303150

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam
rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga medis
maupun non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang cepat
dan tepat akan menyebabkan pasien/ korban dapat tetap bertahan hidup untuk
mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut. Adapun yang disebut sebagai penderita
gawat darurat adalah penderita yang memerlukan pertolongan segera karena berada
dalam keadaan yang mengancam nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan yang
cepat, tepat, cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan
dalam pemberian pertolongan korban harus diklasifikasikan termasuk dalam kasus gawat
darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan meninggal. Salah satu kasus
gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien berada dalam ancaman
kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah trauma abdomen di mana secara
anatomi organ-organ yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ pencernaan.
Selain trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan salah
satunya perdarahan saluran cerna baik saluran cerna bagian atas ataupun saluran cerna
bagian bawah bila hal ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi korban atau pasien
bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu memahami penanganan
kegawatdaruratan pada system pencernaan secara cepat, cermat dan tepat sehingga hal-
hal tersebut dapat kita hindari. Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun.
Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.
Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal. Evaluasi awal sangat
bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area
lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma
tajam. Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya
menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering
menimbulkan kerusakan organ multipel.
Perforasi adalah kemungkinan yang bisa terjadi pada trauma abdomen. Gejala
perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau
mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka terjadi
perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis hebat.
Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala karena
mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak. Baru setelah 24 jam
timbul gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum. Mengingat kolon
tempat bakteri dan hasil akhirnya adalah faeses, maka jika kolon terluka dan mengalami
perforasi perlu segera dilakukan pembedahan. Jika tidak segera dilakukan pembedahan,
peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri dan faeses. Hal ini dapat menimbulkan
peritonitis yang berakibat lebih berat. Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen
menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya
timbul mendadak dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
penanggulangan segera yang sering beru tindakan beda, misalnya pada obstruksi,
perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat
menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran
cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan beda harus segara diambil karena setiap
kelambatan akan menyebabkan penyulit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan
melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1.2. Tujuan Umum
Mengetahui lebih lanjut tentang perawatan luka yang dimungkinkan karena

trauma, luka insisi bedah, kerusakan integritas jaringan.


1.3 Tujuan Khusus

a. Mengetahui Pengertian Trauma Abdomen.


b. Mengetahui Etiologi Trauma Abdomen.
c. Mengetahui Patofisiologi Trauma Abdomen.
d. Mengetahui Manifestasi Klinis Trauma Abdomen.
e. Mengetahui Penatalaksanaan Trauma Abdomen
f. Mengetahui Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Definisi

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat
kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi, (FKUI, 1995).
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan/ benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat
(hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh–
pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen, (Temuh Ilmiah Perawat
Bedah Indonesia, 13 Juli 2000).

2.2 Etiologi

Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :


1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh :
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh :
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut

d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

2.3 Patofisiologis
Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada
trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan
satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ
multipel, seperti organ padat ( hepar, lien, ginjal ) dari pada organ-organ berongga. (Sorensen,
1987)

Yang mungkin terjadi pada trauma abdomen adalah :

a. Perdarahan

Setiap trauma abdomen (trauma tumpul, trauma tajam, dan tembak) dapat menimbulkan
perdarahan. Yang paling banyak terkena robekan pada trauma adalah alat-alat parenkim,
mesenterium, dan ligamenta; sedangkan alat-alat traktus digestivus pada trauma tumpul biasanya
terhindar. Diagnostik perdarahan pada trauma tumpul lebih sulit dibandingkan dengan trauma
tajam, lebih-lebih pada taraf permulaan. Penting sekali untuk menentukan secepatnya, apakah
ada perdarahan dan tindakan segera harus dilakukan untuk menghentikan perdarahan tersebut.

Sebagai contoh adalah trauma tumpul yang menimbulkan perdarahan dari limpa. Dalam taraf
pertama darah akan berkumpul dalam sakus lienalis, sehingga tanda-tanda umum perangsangan
peritoneal belum ada sama sekali. Dalam hal ini sebagai pedoman untuk menentukan limpa
robek (ruptur lienalis) adalah :

a. Adanya bekas (jejas) trauma di daerah limpa


b. Gerakkan pernapasan di daerah epigastrium kiri berkurang
c. Nyeri tekan yang hebat di ruang interkostalis 9 - 10 garis aksiler depan kiri.

2.4 Manifestasi Klinis


1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritoneum)
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b. Respon stress simpatis
c. Perdarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum)
a. Kehilangan darah
b. Memar/jejas pada dinding perut
c. Kerusakan organ-organ
d. Nyeri tekan, nyeri lepas dan kekakuan dinding perut
e. Iritasi cairan usus
2.5 Dampak Masalah Terhadap Klien
Setiap musibah yang dihadapi seseorang akan selalu menimbulkan dampak masalah baik bio -
psiko- social-spiritual yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perubahan pola kehidupan. Dampak dari
pre operasi :

a. Dampak Pada Fisik :


1. Pola Pernapasan :
Keadaan ventilasi pernapasan terganggu jika terdapat gangguan / instabilitasi
cardiovaskuler, respirasi dan kelainan – kelainan neurologis akibat multiple trauma.

Penyebab yang lain adalah perdarahan didalam rongga abdominal yang menyebabkan
distended sehingga menekan diafragma yang akan mempengaruhi ekspansi rongga thoraks.

2. Pada sirkulasi
Perdarahan dalam rongga abdomen karena cidera dari oragan – organ abdominal yang
padat maupun berongga atau terputusnya pembuluh darah, sehingga tubuh kehilangan
darah dalam waktu singkat yang mengakibatkan shock hipovolemik dimana sisa darah tidak
cukup mengisi rongga pembuluh darah.

3. Perubahan perfusi jaringan


Penurunan perfusi jaringan disebabkan karena suplai darah yang dipompakan jantung ke
seluruh tubuh berkurang / tidak mencukupi kesesuaian kebutuhan akibat dari shock
hipovolemic.

4. Penurunan Volume cairan tubuh.


Perdarahan akut akan mempengaruhi keseimbangan cairan di dalam tubuh, dimana cairan
intra celluler (ICF), Extracelluler (ECF) diantaranya adalah cairan yang berada di dalam
pembuluh darah (IV) dan cairan yang berada di dalam jaringan di antara sel - sel (ISF) akan
mengalami defisit atau hipovolemia.

5. Kerusakan Integritas kulit.


Trauma benda tumpul dan tajam akan menimbulkan kerusakan dan terputusnya jaringan
kulit atau yang dibagian dalamnya diantaranya pembuluh darah, persyarafan dan otot
didaerah trauma.

b. Dampak Psikologis :
Perasaan cemas dan takut akan menyelimuti diri pasien, hal ini disebabkan karena musibah yang
dialaminya dan kurangnya informasi tentang tindakan pengobatan dengan jalan pembedahan /
operasi.
c. Dampak Sosial :
Mengingat dana yang dibutuhkan untuk tindakan pembedahan tidak sedikit dan harga obat –
obatan yang cukup tinggi, hal ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan membutuhkan waktu
yang amat segera (sempit)

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


a. Test Laboratorium

Secara rutin, diperiksa hematokrit, hitung jenis leukosit, dan urinalisis, sedangkan test
lainnya dilakukan bila diperlukan. Nilai-nilai amilase urine, dan serum dapat membantu
untuk menentukan adanya perlukaan pankreas atau perforasi usus.

b. Rontgen
1. Film polos abdomen dapat menunjukkan adanya udara bebas intraperitoneal, obliterasi
bayangan psoas, dan penemuan-penemuan lainnya yang pada umunya tak khas. Fraktur
prosesus transversalis menunjukan adanya trauma hebat, dan harus mengingatkan kita
pada kemungkinan adanya perlukaan viseral yang hebat.
2. Film dada dapat menunjukkan adanya fraktur iga, hematotorak, pnemotorak, atau lainnya
yang berhubungan dengan perlukaan thorak
3. Penderita dengan tauma tumpul sering memerlukan foto thorak sinar X tengkorak, pelvis,
dan anggota gerak lainnya.
4. Studi kontras pada saluran kemih diperlukan bila terdapat hematuria.
5. Foto sinar X dengan kontras pada saluran pencernaan atas dan bawah, diperlukan pada
kasus tertentu.
6. C.T Scan abdomen sangat membantu pada beberapa kasus, tetapi inibelim banyak
dilakukan.
7. Angiografi dapat memecahkan teka-teki tantang perlukaan pada limpa, hati, dan pakreas.
Pada kenyataanya, angiografi abdominal jarang dilakukan.

c. Test Khusus

Lavase peritoneal berguna untuk mengetahui adanya perdarahan intraabdomen pada suatu
trauma tumpul, bila dengan pemeriksaan fisik dan radilogik, diagnosa masih diragukan.
Test ini tak boleh dilakukan pada penderita yang tak kooperatif, melawan dan yang
memerlukan operasi abdomen segera. Kandung kemih harus dikosongkan terlebih
dahulu. Posisi panderita terlentang, kulit bagian bawah disiapkan dengan jodium tingtur
dan infiltrasi anestesi lokal di garis tengah, diantara umbilikus dan pubis. Kemudian
dibuat insisi kecil, kateter dialisa peritoneal dimasukkan ke dalam rongga peritoneal. Ini
dapat dibantu/dipermudah oleh otot-otot abdomen penderita sendiri, dengan jalan
meikan kepala penderita. Kateter ini harus dipegang dengan kedua tangan, untuk
mencegah tercebur secara acak ke dalam rongga abdomen.

Tehnik yang lebih aman adalah dengan membuat insisi sepanjang 1 cm pada fasia, dan
kateter di masukkan ke dalam rongga peritoneal dengan pengamatan secara langsung.
Pisau ditarik dan kateter dimasukkan secara hati-hati ke pelvis ke arah rongga sakrum.
Adanya aliran darah secara spontan pada kateter menandakan adanya perdarahan secara
positif. Tetapi ini jarang terjadi. Masukan 1000 cc larutan garam fisiologis ke dalam
rongga peritoneal (jangan larutan dextrose), biarkan cairan ini turun sesuai dengan gaya
grvitasi. Adanya perdarahan intraabdominal ditandai dengan warna merah seperti anggur
atau adanya hematokrit 1% atau lebih pada cairan tersebut (cairan itu keluar kembali).
Bila cairan tetap, bening atau hanya sedikit berubah merah tandanya negatif.

2.7 Penatalaksanaan

1. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika penderita


dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain pemberantasan syok (operasi)
2. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma tumpul bila ada
persangkaan perlukaan intestinal.
3. Luka tembus merupakan indikasi dilakukannya tindakan laparatomi eksplorasi bila
ternyata peritonium robek. Luka karena benda tajam yang dangkal hendaknya diekplorasi
dengan memakai anestesi lokal, bila rektus posterior tidak sobek, maka tidak diperlukan
laparatomi.
4. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat yang meragukan
kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan abdomen lainnya memerlukan
pembedahan.
5. Laparatomi
a. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung. Gumpalan kassa
dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah tertentu, tetapi yang lebih
penting adalah menemukan sumber perdarahan itu sendiri
b. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan bagian usus
yang terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin setelah perdarahan teratasi.
c. Melalui ekplorasi yang seksama amati dan teliti seluruh alat-alat di dalamnya. Korban
trauma tembus memerlukan pengamatan khusus terhadap adanya kemungkinan perlukaan
pada pankreas dan duodenum.
d. Hematoma retroperitoneal yang tidak meluas atau berpulsasi tidak boleh dibuka.
e. Perlukaan khusus perlu diterapi
f. Rongga peritoneal harus dicuci dengan larutan garam fisiologis sebelum ditutup
g. Kulit dan lemak subcutan dibiarkan terbuka bila ditemukan kontaminasi fekal, penutupan
primer yang terlambat akan terjadi dalam waktu 4 - 5 hari kemudian.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip–prinsip


Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A (Airway), B
(Breathing), C (Circulation). Seperti:
A : Airway : Tidak ada obstruksi jalan nafas
B : Breathing (pernapasan) : Ada dispneu, penggunaan otot bantu napas dan
napas cuping hidung.
C : Circulation (sirkulasi) : Hipertensi, perdarahan , tanda Cullen, tanda Grey-
Turner, tanda Coopernail, tanda balance.,takikardi,diaforesis
D : Disability (ketidakmampuan) : Nyeri, penurunan kesadaran

3.1.1 Anamnesa
1. Biodata
Identitas: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain.
2) Keluhan Utama
a) Keluhan yang dirasakan sakit.
b) Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
3) Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
a) Penderita trauma abdomen menampakkan gejala nyeri dan perdarahan.
b) Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
c) Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.
d) Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
e) Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada quadran
mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
4) Riwayat Penyakit yang lalu
a) Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
b) Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetes mellitus dan gangguan faal
hemostasis.
c) Pasien belum pernah mengalami penyakit trauma abdomen seperti yang diderita
pasien sekarang.
5) Riwayat psikososial spiritual
a) Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
b) Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
c) Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).

3.1.2 Pemeriksaan Fisik


1) Sistem Pernapasan
a) Pada inspeksi bagian frekuensi, irama, dan adakah jejas pada dada serta jalan
napasnya.
b) Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.
c) Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
d) Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.

2) Sistem kardiovaskuler (B2 = blood)


a) Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal
dan adakah anemis.
b) Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara
detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.

3) Sistem Neurologis (B3 = Brain)


a) Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
b) Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
c) Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS)

4) Sistem Gastrointestinal (B4 = bowel)


a) Pada inspeksi :
(1) Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
(2) Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen.
(3) Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
(4) Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya
abdomen iritasi.
b) Pada palpasi :
(1) Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
(2) Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
(3) Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
c) Pada perkusi :
(1) Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
(2) Kemungkinan–kemungkinan adanya cairan/ udara bebas dalam cavum abdomen.
d) Pada Auskultasi :
Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.
e) Pada rectal toucher :
(1) Kemungkinan adanya darah/ lendir pada sarung tangan.
(2) Adanya ketegangan tonus otot/ lesi pada otot rectum.
5) Sistem Urologi (B5 = bladder)
a) Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada
daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.
b) Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
c) Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.

6) Sistem Muskuloskeletal (B6 = Bone)


a) Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
b) Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.

Anda mungkin juga menyukai