Anda di halaman 1dari 21

Hubungan Tingkat Stress Dengan Kejadian Dyspepsia Fungsional

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

Proposal penelitian

Di Ajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana(S1)

Pada Program Studi Pendidikan Dokter

OLEH:

Siti Hariyati Nur Amalia


K1A1 15 115

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2018
2

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Tingkat Stress Dengan Kejadian Dyspepsia Fungsional


Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

Proposal penelitian

OLEH:

Siti Hariyati Nur Amalia


K1A1 15 115

Telah disetujui oleh pembimbing untuk tugas dalam blok Metodologi Penelitian
Semester Pendek

Kendari , 19 Agustus 2018

MENGETAHUI,
PEMBIMBING

Dr. Adius Kusnam, S.Kep. M.Kes


3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi
merupakan gangguan mental umum yang dikarakteristikkan dengan perasaan
tertekan, kehilangan minat terhadap sesuatu, tidak ada energi, perasaan bersalah,
adanya gangguan pada tidur atau selera makan serta konsentrasi yang buruk
(World Health organization, 2012).
Pengertian stres menurut Haber dan Runyon (1984) yang dikutip oleh Siti
Maryam (2016), adalah konflik yang berupa tekanan eksternal dan internal serta
permasalahan lainnya dalam kehidupan. Lazarus dan Folkman (1984)
memberikan pengertian stres adalah keadaan atau situasi yang rumit dan dinilai
sebagai keadaan yang menekan dan membahayakan individu serta telah melampui
sumber daya yang dimiliki individu untuk mengatasinya (Siti Maryam, 2016).
Kejadian stres masih tinggi dan sangat bervariasi pada berbagai kelompok
di Indonesia. Hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan
bahwa 11,6% penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan
mental emosional. Pada Riskesdas tahun 2013, angka tersebut menunjukkan
penurunan menjadi 6%. Hasil penelitian pada anggota majelis taklim di Jakarta
Selatan menunjukkan bahwa prevalensi stres mencapai 13,3%. Hasil penelitian
stres pada kelompok pekerja lebih tinggi daripada populasi umum, contohnya di
Jakarta pada eksekutif muda kejadian stres mencapai 25%. Sedangkan pada
penderita penyakit kronis, kejadian stres lebih tinggi lagi, contohnya kejadian
stress pada penderita stroke di Semarang mencapai 79% (Besral, 2015).
Menurut Kohn dan Frazer (1986) menemukan lima penyebab stres yang
paling signifikan yang dialami mahasiswa yaitu nilai akhir, tugas yang berlebihan,
paper, ujian dan belajar untuk ujian. Menurut Misra dan Castillo (2004) stres
akademis diakibatkan oleh frustasi, konflik, tekanan-tekanan, perubahan-
perubahan, dan beban yang dilimpahkan pada diri sendiri. Penyebab lain dari stres
diantaranya adalah tatanan konsep pendidikan yang baru, beradaptasi terhadap
4

tatanan sosial yang baru dan jumlah tugas-tugas yang sangat banyak (Mac
George, Samter, & Gillihan, 2005), kondisi ruangan kelas yang tidak kondusif,
tidak adanya interaksi yang sehat antara dosen dan mahasiswa, disiplin yang tidak
rasional, hukuman fisik, tugas yang berlebihan dan tidak seimbang, metode
mengajar, sikap dosen yang berbeda-beda (Jeanny Rantung, 2015).
Menurut National Safety Council (2004), Efek negatif stres yang dapat
terjadi adalah Efek Stres Secara Emosional, biasanya diekspresikan dalam bentuk
rasa marah atau takut. Apabila dibiarkan, emosi tersebut dapat menimbulkan
keletihan, sikap menutup diri, depresi, dan harga diri rendah. Sedangkan Efek
Stres Secara Fisik seseorang seperti sakit kepala karena tegang, sakit kepala
migrain, temporomandibular joint dysfunction(TMJ), ulkus dan kolitis, irratable
bowel syndrome. Dispepsia, insomnia, asma bronkial, alergi dan artitis rematoid,
pilek dan influenza (National Safety Council, 2004).
Menurut Badan Litbangkes, (2001) sejalan dengan perubahan gaya hidup
seperti merokok, konsumsi alkohol, perubahan diet dan pola makan seperti
mengkonsumsi buah-buahan, asinan, makanan berlemak, berbumbu pedas atau
asam merupakan faktor resiko terjadinya berbagai macam penyakit salah satunya
dispepsia dan merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek
sehari-hari dimana diperkirakan 30% kasus praktek umum dan 60% pada praktek
gastroenterologis (DepKes,2007).
Dispepsia fungsional adalah sindrom yang mencakup salah satu atau lebih
gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau
rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir,
dengan awal gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis (Murdani
Abdullah, dkk. 2012).
Prevalensi dispepsia di Amerika serikat sebesar 23-25,8 %, di India 30,4
%, New Zealand 34,2%, Hongkong 18,4%, dan Inggris 38-41%. Diperkirakan
bahwa hampir 30 % kasus pada praktek umum dan 60 % pada praktek
gastroenterologist merupakan kasus dispepsia. Menurut data Profil Kesehatan
Indonesia 2007, dispepsia menempati peringkat ke-10 untuk kategori penyakit
5

terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006 dengan jumlah pasien
34.029 atau sekitar 1,59% (Rizky Nanda Putri, 2015).
Menurut Ade Tedi Irawan (2015) berdasarkan penelitian pada populasi
umum di dapatkan 15-30% orang dewasa pernah mengalami dispepsia dengan
gejala nyeri atau rasa tidak nyaman di daerah epigastrium, mual, muntah,
kembung, cepat kenyang, sendawa (Ade Tedi Irawan, 2015).
Remaja Juga adalah salah satu kelompok yang berisiko untuk terkena
sindrom dispepsia. Pada mahasiswa khususnya mahasiswa perempuan,
pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada bentuk tubuh yang dimiliki
oleh mahasiswa serta kesadaran diri dalam menjaga penampilannya membuat
mahasiswa memiliki gambaran tentang diri (body image) yang salah. Selain hal
tersebut di atas, kegiatan mahasiswa dalam mengerjakan berbagai macam tugas
kuliah sangat menyita waktu, hal tersebut akan berdampak pada waktu atau jam
makan sehingga walaupun sudah sampai pada saatnya waktu makan, mahasiswa
sering menunda dan bahkan lupa untuk makan (Sabrine Dwigint, 2015).
Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melakukan penelitian Hubungan
Tingkat Stress Dengan Kejadian Dyspepsia Fungsional Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Halu Oleo.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh stress dengan kejadian dyspepsia fungsional Pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo?
2. Apakah ada hubungan stress dengan kejadian dyspepsia fungsional
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui pengaruh stress dengan kejadian dyspepsia fungsional
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.
b. Mengetahui hubungan stress dengan kejadian dyspepsia Fungsional
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengaruh stress dengan kejadian dyspepsia.
6

b. Mengetahui hubungan stress dengan kejadian dyspepsia.


D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharpkan dapat menjadi salah satu sumber
informasi bagi pembaca dan sebagai bahan ajar untuk penelitian
berikutnya.
2. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan tentang kejadian dysepsia dan stress
juga dapat memberikan masukan untuk penelitian selanjutnya serta
dapat menjadi sarana untuk mengimplementasikan pengetahuan
tentang penelitian
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui informasi mengenai dyspepsia dan
stress yang sangat umum dialami oleh masyarakat.
4. Bagi Peneliti Berikutnya
Dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk penelitian
berikutnya.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Stress

World Health Organization (WHO), menyatakan bahwa masalah


gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat
serius. WHO (2007), memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Stres merupakan suatu gangguan jiwa yang
sering ditemui oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari dan dapat dialami
dalam berbagai situasi yang berbeda. Sekitar 35% kasus depresi pada karyawan
setiap harinya berhubungan dengan masalah kesehatan mental (WHO, 2007).
Setiap permasalahan kehidupan yang menimpa pada diri seseorang
(stressor psikososial) dapat mengakibatkan gangguan fungsi/faal organ tubuh,
sehingga Stres akut dapat mempengaruhi gastrointestinal dan mencetuskan
keluhan pada orang sehat (Armi, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Dita Nelvita Sari (2014) mengatakan
bahwa, Gangguan psikologis yang sering dikaitkan menimbulkan gangguan
gastrointestinal adalah ansietas atau depresi, dimana berdasarkan penelitian
menggunakan kuesioner Hospital Anxiety and Depression Index (HADS) yang
dilakukan di Norwegia didapatkan bahwa ansietas dan depresi berhubungan
dengan gangguan gastrointestinal dimana hubungan ansietas dan depresi ini
dengan gangguan gastrointestinal ini bukan hanya merupakan konsekuensi akibat
mengalami penyakit gastrointestinal tapi merupakan bagian dari penyakit itu
sendiri, dimana ansietas berhubungan kuat dengan gejala nausea, dan juga selain
itu berhubungan dengan nyeri dada, diare, dan konstipasi meskipun tidak sekuat
nausea. Sedangkan depresi sendiri juga berhubungan dengan timbulnya gejala
gastrointestinal meskipun tidak sekuat ansietas. Selain itu penelitian lain
mengenai ansietas juga didapatkan bahwa ansietas berhubungan dengan keluhan
post prandial distress syndrome pada dispepsia fungsional, yang kemungkinan
8

didasari oleh mekanisme gangguan akomodasi fundus dan hipersensitivitas viseral


(Dita Nelvita Sari, dkk,2014).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Nuzulul Rahmi (2013) Fakultas
kedokteran Universitas Islam Indonesia angkatan 2008 mengadakan penelitian
pada 133 mahasiswa dengan hasil Stres ringan dialami oleh 82 (61,7%)
responden, dengan 20 (58,4%),sedangkan stres sedang dialami oleh 51 (38,3%)
responden, dengan 13 (41,2%) responden. Namun, tidak ada satupun responden
yang mengalami stres berat. Hasil penelitian lainnya dari Universitas Sumatera
Utara tahun 2010 dengan jumlah sampel 90 mahasiswa kedokteran
USUmenunjukkan persentase stres ringan, sedang, dan berat adalah 26,7%,
22,2%, dan 22,2%. Sekitar 28,9% mahasiswa kedokteran tidak mengalami stress
(Nuzulul Rahmi 2013).
Penyebab timbulnya stress yang dialami oleh seseorang memiliki berbagai
macam penyebab beberapa diantaranya pada mahhasiswa stress timbul akibat
pemilihan cara belajar, pengaturan cara belajar, pengaturan waktu belajar,
mengikuti kuliah yang cocok, mempelajari buku-buku, mengkaji teori dan
penelitian, membuat laporan tertulis dan sebagainya (Nuzulul Rahmi 2013).
2. Dispepsia

Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab
terjadinya gangguan saluran pencernaan. Dispepsia merupakan salah satu
gangguan pencernaan yang paling banyak diderita. Dispepsia merupakan istilah
yang menunjukkan rasa nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas perut
(Almatsier, 2004). Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“pencernaan yang jelek”. Dispepsia adalah ketidaknyamanan bahkan hingga nyeri
pada saluran pencernaan terutama bagian atas (Joko Setyono dkk, 2006).
DEFINISI
Dispepsia fungsional didefinisikan sebagai sindrom yang mencakup satu
atau lebih dari gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat
kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3
9

bulan terakhir, dengan awal mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum
diagnosis (Robby Pardiansyah, dkk. 2016).
EPIDEMIOLOGI
Dispepsia fungsional, pada tahun 2010, dilaporkan memiliki tingkat
prevalensi tinggi, yakni 5% dari seluruh kunjungan ke sarana layanan kesehatan
primer. Bahkan, sebuah studi tahun 2011 di Denmark mengungkapkan bahwa 1
dari 5 pasien yang datang dengan dispepsia ternyata telah terinfeksi H. Pylori
yang terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan. Dispepsia fungsional
dibagi menjadi 2 kelompok, Yakni postprandial distress syndrome dan epigastric
pain syndrome. Postprandial distress syndrome mewakili kelompok dengan
perasaan “begah” Setelah makan dan perasaan cepat kenyang, sedangkan
epigastric pain syndrome merupakan rasa nyeri yang lebih konstan dirasakan dan
tidak begitu terkait dengan makan seperti halnya postprandial distress syndrome
(Robby Pardiansyah, dkk. 2016).
FAKTOR RISIKO
Individu dengan karakteristik berikut ini lebih berisik o mengalami dispepsia:
konsumsi kafein berlebihan, minum minuman beralkohol, merokok, konsumsi
steroid dan OAINS, serta berdomisili di daerah dengan prevalensi H. Pylori tinggi
(Dita Nelvita Sari, Dkk. 2017).
 Diet dan faktor lingkungan, Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering
terjadi pada kasus dispepsia fungsional dibanding kasus kontrol Dita
Nelvita Sari, Dkk. 2017).
 Psikologis, Adanya stres akut dapat memengaruhi fungsi gastrointestinal
dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktilitas lambung yang mendahului Keluhan mual setelah pemberian
stimulus berupa stres. Kontroversi masih banyak ditemukan pada upaya
menghubungkan faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan
motilitas. Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk
kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dalam sebuah studi
dipaparkan adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia,
10

pelecehan seksual, atau gangguan jiwa pada kasus dispepsia fungsional


(Dita Nelvita Sari, Dkk. 2017).
 Faktor genetik, Potensi kontribusi faktor genetik juga mulai
dipertimbangkan, seiring dengan terdapatnya bukti-bukti penelitian yang
menemukan adanya interaksi antara polimorfi sme gengen terkait respons
imun dengan infeksi Helicobacter Pylori pada pasien dengan dispepsia
fungsional (dita nelvita sari, dkk. 2017).

DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik Roma III untuk dyspepsia fungsional, Dispepsia
fungsional Kriteria diagnostik terpenuhi* bila 2 poin di bawah ini seluruhnya
terpenuhi:
1. Salah satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu
b. Perasaan cepat kenyang
c. Nyeri ulu hati
d. Rasa terbakar di daerah ulu hati/epigastrium

2. Tidak ditemukan bukti adanya kelainan struktural yang menyebabkan


timbulnya gejala (termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran cerna
bagian atas [SCBA])
* Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3
bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum
diagnosis.
PENANGANAN
Pola hidup tidak baik pada pasien ini terjadi akibat
faktor perilaku/kebiasaan pasien yang makan tidak pada waktunya
dan kebiasaan tidak melakukan olah raga, serta aktivitas fisik yang kurang.
Penatalaksanaan ispepsia yang diberikan kepada pasien dan keluarganya
mencakup edukasi dan terapi medikamentosa. Keluarga dan pasien
diedukasi mengenai pengertian, faktor resiko, cara pengelolaan (terapi
farmakologis dan nonfarmakologis), tujuan dari pengelolaan, dan komplikasi
11

penyakit dispepsia, serta anjuran untuk tetap rutin kontrol ke


pelayanan kesehatan. Edukasi pasien dapat mempengaruhi perilaku,
mengubah pengetahuan, sikap, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan (Robby Pardiansyah, 2016).

B. Kerangka Teori

C. Kerangka Konsep
12

Keterangan :

= Variabel yang akan diteliti

= Variabel yang tidak akan diteliti

D. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara atau jawaban sementara dan masih

harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis dalam penelitian ini sebagai

berikut:

Ha : Terdapat hubungan antara stress dengan kejadian dyspepsia

Fungsional Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Halu Oleo.

Ho : Tidak Terdapat hubungan antara stress dengan kejadian dyspepsia

Fungsional Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Halu Oleo.
13

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan rancangan

Penelitian Analitik Observasional, dimana penelitian ini dilakukan satu waktu dan

satu kali, tidak dilakukan follow up. Desain penelitian ini digunakan untuk

mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Setember – November

2018 di Fakultas Kedokteran Unversitas Halu Oleo.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa

Fakultas Kesokteran Universitas Halu Oleo yang masih aktif

perkuliahan.

2. Sampel

Sampel pada dasarnya mewakili sebagian atau seluruh populasi yang

akan diteliti. Penetapan sampel yang digunakan dalam metode

penelitian ini menggunakan jenis metode random sampling, dimana

subjek-subjek dalam populasi dianggap sama. Untuk mencari sampel

yang sesuai maka diberi kuisioner pada semua populasi. Ukuran

sampel yang didapat berdasarkan rumus:

𝑍𝛼 2 𝑃𝑄
𝑛=
𝐷2
14

n = jumlah sampel minimal yang dipelukan

Z = Derajat kepercayaan

P = proporsi mahasiswa FK UHO yang menderita dispepsia

Q = 1-p (mahasiswa FK UHO yang tidak menderita dispepsia)

D = limit dari error atau presisi absolut

𝑍𝛼 2 𝑃𝑄
𝑛=
𝐷2

1,962 . 0,125. 0,875


𝑛=
0.052

𝑛 = 168

Jadi, jumlah sampel yang di butuhkan pada penelitian ini adalah 168

orang.

D. Kriteria Sampel

1. Kriteria Inklusi :

a. Mahasiswa yang aktif kuliah (preklinik) di Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo

2. Kriteria Ekslusi :

a. Mahasiswa aktif kuliah (klinik) di Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo

b. Dosen dan Staff di Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo


E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Stress
a. Definisi Operasional : Mahasiswa (Preklinik) Fakultas

Kedokteran Universitas Halu Oleo yang mengalami stress dari

berbagai tingkatan (ringan - sangat berat).


15

b. Kriteria Objektik

1) Stress : Mahasiswa (Preklinik) Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo yang diukur tingkat stress nya

menggunakan DASS 42 dan dari hasil pengukuran masuk

kriteria Stress.

2) Bukan Stress: Mahasiswa (Preklinik) Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo yang diukur tingkat stress nya

menggunakan DASS 42 dan dari hasil pengukuran tidak

masuk dalam kriteria Stress

3) Skala Pengukuran : nominal

2. Dispepsia

Definisi Operasional : Mahasiswa (Preklinik) Fakultas

Kedokteran Universitas Halu Oleo yang mengalami gejala dispepsia

diketahui dengan melakukan tanya jawab.

F. Alat Dan Bahan Penelitian


Penelitian ini menggunakan alat ukur DASS 42 (Depresion Anxiety Stress

Scale 42) yang berfungsi untuk menilai tingkat stress yang dialami oleh

seseorang, dengan hasil parameter yaitu berat ringannya. Pada penelitian

ini tidak menggunakan bahan penelitian.

G. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang akan diambil pada pelaksanaan penelitian adalah

a. Pengumpulan data
16

Pada tahap pengumpulan data, dilakukan pengambilan Data Primer

yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti yang berhubungan

dengan penelitian yang sedang dilaksanakan. Data primer diperoleh

dengan studi lapangan, wawancara dan kuisioner.

1) Studi lapangan

Pelenili melakukan serangkaian studi dan investigasi di lapangan

tentang keadaan dispepsia yang biasa dialami oleh beberapa

mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

2) Wawancara

Dengan melakukan wawan cara pada mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Halu Oleo, peneliti mendapatkan data yaitu

kejadian dispepsia yang biasa di alami oleh mahasiswa

3) Kuisioner

Data kuisioner dibuat untuk mendapatkan mahasiswa yang

mengalami stress yang akan menjadi populasi sampel dan diukur

tingkatannya menggunakan kuisioner DASS 42.

b. Etika Penelitian

Etika penelitian terdiri dari informed consent, anonymity dan

confidentiality. a) informed consent; merupakan suatu lembar

persetujuan untuk menjadi subjek. Lembar ini diberikan kepada subjek

yang memenuhi criteria inklusi penelitian. Peneliti tidak memaksa jika

subjek menolak, b) anonymity (tanpa nama); tidak mencantumkan

nama subjek, hanya member kode agar kerahasiaannya tetap terjaga, c)


17

confidentiality (kerahasian); peneliti menjamin seluruh informasi

subjek dan hanya informasi tertentu yang akan dilaporkan dalam

penelitian.

H. Alur Penelitian

I. Teknik Anlisis Data dan Pengumpulan Data

1. Metode Pengolahan Data

a. Editing

Data yang diperoleh kemudian diperiksa kelengkapannya

b. Coding

Memberi kode nomor jawaban yang diisi oleh responden

yang ada dalam daftar pertanyaan. Hal ini untuk memudahkan

proses tabulasi data/entry data.

c. Entry Data
18

Data selanjutnya di input kedalam lembar kerja untuk

masing-masing variabel.

d. Cleaning Data

Cleaning dilakukan proses pembersihan data untuk

mengidentifikasi dan menghindari kesalahan sebelum data di

analisa. Data missing dibersihkan dengan menginput data yang

benar.

2. Analisa Data

a. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan variable dependen

dan independen untuk memperoleh gambaran karakteristik sampel

menggunakan table distribusi frekuensi.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antar variable

dependen dan independen dengan menggunakan uji Odds Ratio.

Mengetahui besar nilai OR, memungkinkan untuk mengestimasi

pengaruh factor risiko dengan menggunakan rumus OR.

𝑎𝑥𝑑
𝑂𝑅 =
𝑏𝑥𝑐

Tabel 1. Tabel analisis 2 x 2

Kategori tidak dispepsia dispepsia total

Tidak stress a b a+b

stress c d c+d
19

total a+c b+d t

Keterangan :

a = tidak dispepsia dan tidak stress

b = dispepsia dan tidak stress

c = stress dan tidak dispepsia

d = stress dan dispepsia

t = total keseluruhan

Untuk menghitung nilai batas bawah dan nilai batas atas tersebut pada

analisis tingkat kebermaknaan hubungan, maka apabila nilai keduanya di

bawah nilai 1 maupun keduanya di atas nilai 1 berarti hasil analisis

dinyatakan ada hubungan yang bermakna. Sebaliknya bila jarak antara

nilai batas atas dengan batas bawah melalui nilai 1 artinya bila nilai bawah

atas < 1 sedangkan nilai batas atas > 1 maka hasil analisis dinyatakan tidak

ada hubungan secara bermakna (Noor, 2008).


20

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M., Gunawan, J. 2012. Dyspesia. CDK-197, Vol.39, No.9, Hal.647-651


. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Armi. 2014. Hubungan Stres Dengan Kejadian Dispepsia Pada Karyawan Perum
Peruri Di Karawang Barat 2014. Jakarta
Besral,. Widiantini. 2015. Determinan Stres pada Pegawai Kementerian
Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol.9 No.3.
Hal.222-228.
Dwigint, S. 2015. The Relation Of Diet Pattern To Dyspepsia Syndrom In College
Students. Jurnal Majority. Vol.4, No.1, hal. 73-80. Faculty of Medicine,
Lampung University.
Irawan, A., T. 2015. Faktor Resiko Terhadap Kejadian Dispepsia Di Instalasi
Rawat INAP RSUD Cideres Kabupaten Majalengka Tahun 2015.jurnal
keperawatan dan kesehatan MEDISINA AKPER Majalengka Vol. 1 No.
2.hal. 1-10.
Maryam, S. 2016. Stress Keluarga : Model Dan Pengukurannya. Jurnal
Psikoislamedia. Vol.1, No.2 Hal. 335-343. Fakultas Kedokteran
Universitas Malikussaleh.
Pardiansyah, R. Yusran, M. 2016. Upaya Pengelolaan Dispepsia dengan
Pendekatan Pelayanan Dokter Keluarga. J Medula Unila. Vol. 5, No. 2.
Hal. 86-90.
Puri, A., Suyanto. 2012. Hubungan Faktor Stres Dengan Kejadian Gastritis Pada
Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang. Vol.8, No.1, Hal.66-
71.
Putri, R.,N., Ernalia,Y., Bebasari, E.2015. Gambaran Sindroma Dispepsia
Fungsional Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Angkatan 2014. JOM FK Vol 2 No. 2 Hal. 3-18. Fakultas Kedokteran
Universitas Riau.
Rahmi, N. 2013. Hubungan Tingkat Stres Dengan Prestasi Belajar Mahasiswa
Tingkat Ii Prodi D-Iii Kebidanan Banda Aceh Jurusan Kebidanan
21

Poltekkes Kemenkes Nad Ta. 2011/2012. JURNAL Ilmiah STIKes


U’Budiyah. Vol.2, No.1. hal. 66- 76. Aceh.
Rantung, J., Yetti, K., Herawati, T. 2015.Gejala Stres Akademis Mahasiswa
Keperawatan Akibat Sistem Belajar Blok Di Fakultas Ilmu
Keperawatan. Bandung. Vol.1, No.1, Hal.29-37.
Sari, D., N. Murni, A., W. Edison. 2014. Hubungan Ansietas dan Depresi dengan
Derajat Dispepsia Fungsional di RSUP Dr M Djamil Padang Periode
Agustus 2013 hingga Januari 2014. Jurnal Kesehatan Andalas. Hal. 114-
122. Padang
World Health Organization. 2012. World Health Statistics 2012. WHO Library
Cataloguing. France.
World Health Organization. 2007. World Health Statistics 2012. WHO Library
Cataloguing. France.

Anda mungkin juga menyukai