Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN TUTORIAL PERDARAHAN KONTAK

(Tutor : dr. Randy)

OLEH : KELOMPOK VII

Riski Purnama Yusuf Putri Aprianti

Sitti Hartina Riton Mutiara

Sitti Marwah Sara Bitu I Putu Wira Putra


Suherman

Sri Wahyunnisa Budiman Candra Ayu Adha

Waode Amrina Wulan Saputri Muhammad Faisal Sarif

Wa Ode Nurul Rezki Yuliani Rahayu

Wardina Fitria La Sara Eni Jianti

Winda Meinarti Tumin

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO


KENDARI

2015

MODUL 3 PERDARAHAN KONTAK


Skenario

Wanita, 45 tahun, datang dengan keluar darah dari jalan lahir


sedikit-sedikit yang dialami terutama setelah berhubungan dengan
suami, sebelumnya penderita sering mengalami keputihan yang
berbau.
A. Kata/kalimat kunci

 Wanita 45 tahun
 Keluar darah dari jaln lahir sedikit-sedikit
 Setelah berhubungan
 Riwayat keputihan berbau
B. Pertanyaan

1. Jelaskan anatomi, fisiologi dan histology dari organ


terkait ?
2. Sebutkan kelainan yang dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan kontak ?
3. Jelaskan factor resiko pada kasus (DS) ?
4. Jelaskan patomekanisme setiap gejala ?
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis ?
6. Jelaskan Differential Diagnosis (DD) dan Diagosis
Sementara (DS) pada kasus ?
7. Jelaskan prinsip tatalaksana DS ?
8. Jelaskan pencegahan dan deteksi dini pada kasus ?
9. Jelaskan prognosis dan komplikasi pada kasus ?
C. Jawaban
1. Penjelasan Anatomi, Fisiologi dan Histologi :
A. ANATOMI
Organ genitalia pada wanita terdiri atas organ eksternal
dan internal, sebagian besar terletak dalam rongga
panggul. Eksternal (sampai vagina) memiliki fungsi
kopulasi, sedangkan internal memiliki fungsi ovulasi,
fertilisasi ovum, transportasi blastocyst, implantasi,
pertumbuhan fetus, kelahiran.
a) Anatomi Organ Genitalia Interna
Gambar 1 Anatomi uterus
1) Uterus
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir,
dilapisi peritoneum (serosa).
Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat
implatansi, retensi dan nutrisi konseptus. Terdiri dari
corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks uteri.
2) Serviks uteri
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis
(berbatasan / menembus dinding dalam vagina) dan
pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama:
otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan
glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga
vagina yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan
lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina)
dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan
ostium uteri internum (dalam, arah cavum). Sebelum
melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium
externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat
melahirkan (primipara/ multigravida) berbentuk garis
melintang. Posisi serviks mengarah ke kaudal-posterior,
setinggi spina ischiadica. Kelenjar mukosa serviks
menghasilkan lendir getah serviks yang mengandung
glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan
berbagai garam, peptida dan air. Ketebalan mukosa
dan viskositas lendir serviks dipengaruhi siklus haid.
3) Corpus uteri
Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang
melekat pada ligamentum latum uteri di intraabdomen,
tengah lapisan muskular/miometrium berupa otot polos
tiga lapis (dari luar ke dalam arah serabut otot
longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam
lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum
uteri, menebal dan runtuh sesuai siklus haid akibat
pengaruh hormon-hormon ovarium. Posisi corpus
intraabdomen mendatar dengan fleksi ke anterior,
fundus uteri berada di atas vesica urinaria.
Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks
uterus bervariasi selama pertumbuhan dan
perkembangan wanita.
4) Ligamenta penyangga uterus
Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri,
ligamentum cardinale, ligamentum ovarii, ligamentum
sacrouterina propium, ligamentum infundibulopelvicum,
ligamentum vesicouterina, ligamentum rectouterina.
5) Vaskularisasi uterus
Terutama dari arteri uterina cabang arteri
hypogastrica/illiaca interna, serta arteri ovarica cabang
aorta abdominalis.
6) Salping / Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri.
Sepasang tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi
sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai
cavum uteri. Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa,
muskular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa
dengan epitel bersilia.
Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars
ampularis, serta pars infundibulum dengan fimbria,
dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding yang
berbeda-beda pada setiap bagiannya.
o Pars isthmica (proksimal/isthmus)
Merupakan bagian dengan lumen tersempit,
terdapat sfingter uterotuba pengendali transfer
gamet.
o Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah
ampula / infundibulum, dan pada hamil ektopik
(patologik) sering juga terjadi implantasi di dinding
tuba bagian ini.
o Pars infundibulum (distal)
Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae
abdominale pada ujungnya, melekat dengan
permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi
“menangkap” ovum yang keluar saat ovulasi dari
permukaan ovarium, dan membawanya ke dalam
tuba.
7) Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya
mesenterium pada usus).
8) Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam
rongga peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisi
mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh
darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula.
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan
pematangan folikel menjadi ovum (dari sel epitel
germinal primordial di lapisan terluar epital ovarium di
korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan
sekresi hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka
interna folikel, progesteron oleh korpus luteum
pascaovulasi). Berhubungan dengan pars infundibulum
tuba Falopii melalui perlekatan fimbriae. Fimbriae
“menangkap” ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi.
Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium,
ligamentum infundibulopelvicum dan jaringan ikat
mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta
abdominalis inferior terhadap arteri renalis.
b) Anatomi Organ Genitalia Eksterna

Gambar 2 Anatomi genitalia feminine externa


1) Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi
perineum), terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia
minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethrae
externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.
2) Mons pubis / mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis.
Pada masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut
pubis.
3) Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan
belakang, banyak mengandung pleksus vena. Homolog
embriologik dengan skrotum pada pria. Ligamentum
rotundum uteri berakhir pada batas atas labia mayora.
Di bagian bawah perineum, labia mayora menyatu
(pada commisura posterior).
4) Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak
mempunyai folikel rambut. Banyak terdapat pembuluh
darah, otot polos dan ujung serabut saraf.
5) Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian
superior vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di
dalam dinding anterior vagina.
Homolog embriologik dengan penis pada pria. Terdapat
juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh
darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.
6) Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah
fourchet, batas lateral labia minora. Berasal dari sinus
urogenital. Terdapat 6 lubang/orificium, yaitu orificium
urethrae externum, introitus vaginae, ductus glandulae
Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri.
Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.
7) Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo)
tertutup lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara /
hymen, utuh tanpa robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah
menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval,
cribiformis, septum atau fimbriae. Akibat coitus atau
trauma lain, hymen dapat robek dan bentuk lubang
menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya
berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut
parous. Corrunculae myrtiformis adalah sisa-sisa
selaput dara yang robek yang tampak pada wanita
pernah melahirkan / para.
Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak
berlubang (hymen imperforata) menutup total lubang
vagina, dapat menyebabkan darah menstruasi
terkumpul di rongga genitalia interna.
8) Vagina
muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi
cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di
bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut
fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix
posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina
memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang
elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah
mengikuti siklus haid.
Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus
pada haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi
(persetubuhan).
Bagian atas vagina terbentuk dari duktus Mulleri,
bawah dari sinus urogenitalis. Batas dalam secara klinis
yaitu fornices anterior, posterior dan lateralis di sekitar
cervix uteri.
Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik daerah
sensorik di sekitar 1/3 anterior dinding vagina, sangat
sensitif terhadap stimulasi orgasmus vaginal.
9) Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan
anus. Batas otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani,
m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis (m.perinealis
transversus profunda, m.constrictor urethra). Perineal
body adalah raphe median m.levator ani, antara anus
dan vagina. Perineum meregang pada persalinan,
kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar
jalan lahir dan mencegah ruptur. (1)
B. HISTOLOGI
 Ovarium
Permukaan ovarium ditutupi oleh epitel selapis gepeng
atau selapis kuboid, yaitu epitel germinativum. Di bawah
epitel germinativum terdapat selapis jaringan ikat padat,
yakni tunika albiginea, yang menyebabkan warna ovarium
menjadi keputihan. Dibawah tunika albuginea terdapat
daerah korteks, yang terutama ditempati folikel ovarium
dengan oositnya. Folikel ini terbenam dalam jaringan ikat
(stroma) di daerah korteks. Stroma ini terdiri atas fibroblast.
Bagian terdalam ovarium adalah daerah medulla, dengan
anyaman vascular luas di dalam jaringan ikat longgar. Tidak
ada batas yang tegas antara korteks dan medulla.
 Tuba Uterina
Ampulla adalah bagian terpanjang tuba dan biasanya
merupakan tempat fertilisasi. Mukosa ampulla
memperlihatkan plica mucosae yang paling banyak. Plica ini
menyebabkan lumen di tuba uterine tidak rata sehingga
berbentuk alur-alur yang dalam diantara plica. Plica ini
semakin mengecil ketika tuba uterinamendekati uterus.
Mukosa tuba uterine terdiri dari epitel selapis silindris bersilia
dan tidak bersilia yang terletak di atas jaringan ikat longgar
lamina propria. Tunika muskularis terdiri dari dua lapisan otot
polos, lapisan sirkular dalam dan lapisan longitudinal luar.
Diantara lapisan otot terdapat banyak jaringan ikat
interstisiel, dan akibatnya lapisan otot polos terutama lapisan
luar tidak jelas terlihat. Banyak venula dan arteriol terlihat di
jaringan ikat interstisial. Serosa peritoneum visceral
membentuk lapisan terluar tuba uterine yang berhubungan
dengan lig. Mesosalpinx di tepi superior lig. Latum.

 Uterus
Dinding terdiri dari perimetrium di sebelah luar,
miometrium di tengah, dan endometrium di sebelah dalam.
Endometrium terbagi menjadi stratum functionale dan
stratum basale. Selama daur haid bulanan, stratum
functionale terlepas menjadi darah haid. Morfologi
endometrium berespon terhadap estrogen dan progesterone
serta fungsi ovarium.fase proliferative berawal dari akhir fase
haid setelah pelepasan estrogen. Estrogen ovarium
menyebabkan pertumbuhan endometrium dan pembentukan
stratum functionale yang baru. Fase sekretori dimulai setelah
ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Fase menstruasi
dimulai ketika oosit yang berovulasi tidak dibuahi dan tidak
terjadi implantasi. Stratum basale tetap utuh saat menstruasi
dan membantu regenerasi stratum functionale yang baru.

 Serviks
Endoserviks atau kanalis servikalis dilapisi oleh epitel
kolumner tinggi penghasil mucus yang berbeda dari epitel
uterus, yang bersambung dengannya. Epitel serviks juga
dilapisi oleh kelenjar serviks tubular bercabang meluas yang
membentuk sudut terhadap kanalis servikalis kedalam lamina
propria. Sebagian kelenjar serviks mungkin tersumbat dan
berkembang menjadi kista glandular kecil. Jaringan ikat di
lamina propria serviks lebih fibrosa daripada di uterus.
Pembuluh darah, saraf dan kadang kala nodulus limfoid
mungkin terlihat.

Ujung bawah serviks, ostium serviks menonjol kedalam


lumen kanalis vaginalis. Epitel silindris kanalis servikalis
berubah mendadak menjadi epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk untuk melapisi bagian vagina di serviks yaitu
portio vagina dan permukaan luar forniks vagina. Di dasar
forniks, epitel serviks vaginalis berubah menjadi epitel vagina
di dinding vagina. Otot polos di tunika muskularis memanjang
kedalam serviks tetapi tidak sepadat otot di korpus uterus.

 Vagina
Epitel permukaan adalah epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk. Kebanyakan sel superficial di epitel vagina
tampak kosong karena banyaknya timbunan glikogen dalam
sitoplasmanya. Selama pembuatan sediaan histologik,
glikogen diekstraksi oleh zat kimiawi. Lamina propria
mengandung jaringan ikat padat tidak teratur. Lamina propria
tidak memiliki kelenjar tetapi mengandung banyak pembuluh
darah dan limfosit. (2, 3)
C. FISIOLOGI
 Sistem hormon wanita
Fungsi reproduksi pada wanita diatur oleh
interaksi berbagai hormon dari hipotalamus, hipofisis
anterior, dan ovarium. Beberapa hormone ditemukan
baik pada pria maupun wanita.
 Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) adalah
faktor pembebas dari hipotalamus yang merangsang
sekresi follicle-stimullating hormone (FSH) dan
luteinizing hrmone (LH) dari hipofisis anterior.
Pelepasan GnRH dihambat oleh estrogen dan
progesterone.
 LH disekresikan oleh sel basofilik kelenjar hipofisis
anterior dan merangsang perkembangan korpus
luteum diovarium.
 FSH disekresikan dari sel basofilik kelenjar hipofisis
anterior sebagai respons terhadap GnRH dan
merangsang perkembangan folikel di ovarium.
 Estrogen dan progesterone adalah hormon steroid
yang disekresikan oleh folikel dan korpus luteum
ovarium.
Periode 28 hari pada siklus seksual wanita ditemukan oleh
waktu yang diperlukan untuk membentuk folikel dan korpus
luteum setelah haid dan efek umpan-balik hormon-hormon
yang disekresikan keduanya pada hipotalamus.

 Siklus Ovarium Bulanan

Pada setiap siklus bulanan, satu ovum matang


dibebaskan dari ovarium, dan endometrium uterus
dipersiapkan untuk implantasi ovum yang telah dibuahi pada
waktu yang tepat. Untuk mencapai hal ini, semua hormone
pada system reproduksi wanita harus berinteraksi. Perubahan
konsentrasi dalam darah sebagian besar hormon penting
pada sistem ini siklus 28 hari.

 Perkembangan Folikel

Setelah pubertas dimulai, ovarium secara terus-


menerus mengalami dua fase secara bergantian: fase
folikular, yang didominasi oleh keberadaan folikel matang;
dan fase luteal,yang ditandai oleh adanya korpus luteum
(akan segera diuraikan).Dalam keadaan normal siklus ini
hanya terinterupsi jika terjadi kehamilan dan akhirnya
berakhir pada menopause.Siklus ovarium rerata berlangsung
28 hari, tetapi hal ini bervariasi di antara wanita dan di antara
siklus pada wanita yang sama. Folikel bekerja pada paruh
pertama siklus untuk menghasilkan telur matang yang siap
untuk berovulasi pada pertengahan siklus. Korpus luteum
mengambil alih selama paruh terakhir siklus untuk
mempersiapkan saluran reproduksi wanita untuk kehamilan
jika terjadi pembuahan telur yang dibebaskan tersebut.
 Fase Folikular ditandai dengan pembentukan folikel
matang
Setiap saat selama siklus, sebagian dari folikel-folikel
primermulai berkembang. Namun, hanya folikel yang
melakukannyaselama fase folikular, saat lingkungan
hormonal tepatuntuk mendorong pematang nnya, yang
berlanjut melewatitahap-tahap awal perkembangan. Folikel
yang lain, karenatidak mendapat bantuan hormon,
mengalami atresia. Selamapembentukan folikel, seiring
dengan pembentukan dan penyimpanan bahan oleh oosit
primer untuk digunakan jikadibuahi, terjadi perubahan-
perubahan penting di sel-sel yangmengelilingi oosit dalam
persiapan untuk pembebasan seltelur dari ovarium.

PROLIFERASI SEL GRANULOSA DAN PEMBENTUKAN


ZONA PELUSIDA
Pertama, satu lapisan sel granulosa pada folikel primer
berproliferasiuntuk membentuk beberapa lapisan yang
mengelilingioosit. Sel-sel granulosa ini mengeluarkan "kulit"
kentalmirip gel yang membungkus oosit dan memisahkannya
darisel granulosa sekitar. Membran penyekat ini dikenal
sebagaizona pelusida.Para ilmuwan baru-baru ini menemukan
adanya tautcelah yang menembus zona pelusida dan
terbentang antaraoosit dan sel-sel granulosa sekitar di folikel
yang sedangberkembang. Ion dan molekul kecil dapat
melewati saluranpenghubung ini. Ingatlah bahwa taut celah
antara sel-selpeka rangsang memungkinkan penyebaran
potensial aksidari satu sel ke sel berikutnya sewaktu ion-ion
mengalirmelalui saluran-saluran penghubung ini. Sel-seldi
folikel yang sedang berkembang bukan sel peka
rangsangsehingga taut celah di sini memiliki fungsi di luar
penyaluraktivitas listrik. Glukosa, asam amino, dan molekul
pentinglain disampaikan ke oosit dari sel granulosa melalui
saluran-saluranini, memungkinkan sel telur menumpuk
bahan,bahan nutrien penting ini. Molekul-molekul
pembawasinyal juga dapat melewati saluran ini dalam kedua
arahnyasehingga perubahan-perubahan yang terjadi di oosit
dan selselsekitar dapat dikoordinasikan selagi keduanya
mengalamipematangan dan bersiap untuk ovulasi.

PROLIFERASI SEL TEKA; SEKRESI ESTROGEN


Pada saat yang sama ketika oosit sedang membesar
dan sel-selgranulosa berproliferasi, sel-sel jaringan ikat
ovarium khususyang berkontak dengan sel granulosa
berproliferasi dan berdiferensiasi membentuk suatu lapisan
luar sel teka. Selteka dan sel granulosa, yang secara kolektif
dinamai selfolikel, berfungsi sebagai satu kesatuan untuk
mengeluarkan estrogen. Dari tiga estrogen yang penting
secara faafi-estradiol,esnon, dan estriol-estradiol adalah
estrogen ovariumutama.
PEMBENTUKAN ANTRUM
Lingkungan hormon pada fase folikular mendorong
terjadinyapembesaran dan pengembangan kemampuan
sekresi sel-selfolikel, mengubah folikel primer menjadi folikel
sekunder,atau folikel zrntrum, yang mampu
mengeluarkanestrogen. Selama tahap perkembangan folikel
ini, terbentuksuatu rongga berisi cairan, antrum, di bagian
tengah sel-sel granulosa. Cairan folikel sebagianberasal dari
transudasi (mengalir melalui pori kapiler)plasma dan
sebagian dari sekresi sel folikel. Sewaktu sel folikelmulai
mengeluarkan estrogen, sebagian dari hormon
inidisekresikan ke dalam darah untuk disebarkan ke
seluruhtubuh. Namun, sebagian dari estrogen ini terkumpul
dicairan antrum yang kaya hormon.Oosit telah mencapai
ukuran penuh saat antrum mulaiterbentuk. Perubahan ke
folikel antrum ini memicu suatuperiode pertumbuhan folikel
yang cepat. Selama periode ini,garis tengah folikel
meningkat, kurang dari I mm menjadi l2sampai 16 mm sesaat
sebelum ovulasi. Sebagian dari pertumbuhanfolikel ini
disebabkan oleh proliferasi berkelanjutansel granulosa dan
sel teka, tetapi sebagian besar disebabkanoleh pembesaran
dramatik antrum. Seiring dengantumbuhnya folikel, produksi
estrogen juga meningkat.

PEMBENTUKAN FOLIKEL MATANG


Salah satu folikel biasanya tumbuh lebih cepat daripada
yanglain, berkembang menjadi folikel matang (praovulasi,
tersier,atau Graafl dalam waktu sekitar 14 hari setelah
dimulainyapembentukan folikel. Pada folikel matang,
antrumrnenempati sebagian besar ruang. Oosit, yang
dikelilingi oleh zona pelusida dan satu lapisan sel granulosa,
tergeser asimetris ke salah satu sisi folikel, dalam suatu
gundukan kecil yang menonjol ke dalam antrum.

OVULASI
Folikel matang yang telah sangat membesar ini
menonjoldari permukaan ovarium, menciptakan suatu daerah
tipis yang kemudian pecah untuk membebaskan oosit saat
ovulasi.Pecahnya folikel ditandai oleh pelepasan enzim-
enzimdari sel folikel untuk mencerna jaringan ikat di
dindingfolikel. Karena itu dinding yang menonjol tersebut
melemahsehingga semakin menonjol hingga ke tahap di
mana dindingtersebut tidak lagi mampu menahan isi folikel
yang cepat membesar.
Tepat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan
pembelahanmeiotik pertamanya. Ovum (oosit sekunder),
masih dikelilingioleh zona pelusida yang lekat dan sel-sel
granulosa (kini dinamai korona radiata, yang berarti
"mahkota memancar"),tersapu keluar folikel yang pecah ke
dalam rongga abdomenoleh cairan antrum yang bocor .
Ovumyang dibebaskan ini cepat tertarik ke dalam tuba
uterina,tempat fertilisasi dapat terjadi.Folikel-folikel lain yang
sedang berkembang namun gagalmencapai kematangan dan
berovulasi kemudian mengalamidegenerasi dan tidak pernah
menjadi aktif kembali.Kadang-kadang dua (atau mungkin
lebih) folikel mencapaikematangan dan berovulasi hampir
secara bersamaan. Jikakeduanya dibuahi maka dihasilkan
kembar saudara (fraternal twins). Karena kembar saudara
berasal dari ovum yangberbeda dan dibuahi oleh sperma
yang berbeda maka merekasama seperti saudara kandung
namun dengan tanggal lahiryang sama. Kembar identik,
sebaliknya, berasal dari satu ovum yang dibuahi yang
membelah sempurna pada awalmasa perkembangannya
menjadi dua mudigah yang secaragenetis identik.Pecahnya
folikel saat ovulasi menandakan berakhirnyafase folikular dan
dimulainva fase luteal.
 Fase luteal ditandai dengan pembentukan korpus
luteum
Folikel yang pecah yang rertinggal di ovarium setelah
mengeluarkan ovum segera mengalami perubahan. Sel-sel
granulose dan sel teka yang tertinggal di sisa folikel mula-
mula kolapske dalam ruang antrum yang kosong dan telah
terisi sebagianoleh bekuan darah.

PEMBENTUKAN KORPUS LUTEUM: SEKRESI ESTROGEN


DAN PROGESTERON
Sel-sel folikel lama ini segera mengalami transformasi
structural drastis untuk membentuk korpus luteum, suaru
prosesyang dinamai luteinisasi . Sel-selfolikel yang berubah
menjadi sel luteal ini membesar danberubah menjadi jaringan
yang sangat aktif menghasilkanhormon steroid. Banyaknya
simpanan kolesterol, molekulprekursor steroid, dalam butir-
butir lemak di dalam korpusluteum menyebabkan jaringan ini
tampak kekuningan sehinggadinamai demikian (korpus
artinya "badan'; luteumartinya "kuning").Korpus luteum
mengalami vaskularisasi hebat seiringdengan masuknya
pembuluh-pembuluh darah dari daerahteka ke daerah
granulosa yang mengalami luteinisasi. Perubahan-perubahan
ini sesuai untuk fungsi korpus luteum:mengeluarkan banyak
progesteron dan sedikit estrogen kedalam darah, Sekresi
esrrogen pada fase folikular diikuti olehsekresi progesteron
pada fase luteal penring untuk mempersiapkan
uterus untuk implantasi ovum yang dibuahi. Korpusluteum
berfungsi penuh dalam empat hari setelah ovulasi,tetapi
struktur ini terus membesar selama empat sampai limahari
berikutnya.

DEGENERASI KORPUS LUTEUM


Jika ovum yang dibebaskan tidak dibuahi dan tidak
terjadiimpiantasi maka korpus luteum akan berdegenerasi
dalamwaktu sekitar 14 hari setelah pembentukannya Sel-sel
luteal berdegenerasi dan difagositosis,
vaskularisasiberkurang, dan jaringan ikat segera masuk untuk
membentukmassa jaringan fibrosa yang dikenal sebagai
korpusalbikans ("badan putih'). Fase luteal kini usai, dan satu
siklusovarium telah selesai. Suatu gelombang baru
pembentukanfolikel, yang dimulai ketika degenerasi korpus
luteumselesai, menandai dimulainya fase folikular baru.

FASE HAID
Fase haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh
pengeluaran darah dan sisa endometrium dari vagina.
Berdasarkan perjanjian hari pertama haid dianggap sebagai
permulaan siklus baru. Saat ini bersamaan dengan
pengakhiran fase fluteal ovarium dan dimulainya fase
folikuler. Sewaktu corpus luteum bergenerasi karena tidak
terjadi fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan
selama siklus sebelumnya, kadar progesterone dan estrogrn
darah turun tajam. Karena efek akhir progesterone dan
estrogen adalah mempersiapkan endometrium untuk
implantasi ovum yang dibuahi maka terhentinya sekresi
kedua hormone ini menyebabkan lapisan dalam uterus yang
kaya vaskuler ini menyebabkan kehilangan hormone-
hormonpenunjangnya.
Turunnya kadar hormom ovarium juga merangsang
pembebasan suatu prostaglandin uterus yang menyebabkan
vasokontriksi pembuluh-pembuluh endometrium,
menghambat aliran darah ke endometrium. Penurunan
penyaluran O2 yang terjadi kemudian menyebabkan
kematian endometrium, termasuk pembuluh darahnya.
Pendarahan yang terjadi melalui kerusakan pembuluh darah
ini membilas jaringan endometrium yang mati ke dalam
lumen uterus. Sebagian besar lapisan dalam uterus terlepas
selama haid kecuali sebuah lapisan dalam yang tipis berupa
sel epitel dan kelenjar, yang menjadi asal regenerasi
endometrium. Prostaglandin uterus yang sama juga
merangsang kontraksi ritmik ringan myometrium uterus.
Kontraksi ini membantu mengeluarkan daran dan sisa
endometrium dari rongga uterus keluar melalui vagina
sebagai darah haid. Kontraksi uterus yang terlalu kuat
akibat produksi berlebihan prostaglandin menyebabkan kram
hadi (dismenore) yang dialami oleh sebagian wanita.

FASE PROLIFERATIF
Kemudian, darah haid terhenti, dan fase proliferative
siklus uterus dimulai bersamaan dengan bagian terakhir fase
folikuler ovarium ketika endometrium mulai memperbaiki diri
dan berproliferasi di bawah pengaruh estrogen dari folikel-
folikel yang baru berkembang. Saat aliran darah haid
terhenti, yang tersisa adalah lapisan endometrium tipis
dengan ketebalan kurang dari 1mm. Estrogen merangsan
proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah
endometrium, meningkatkan ketebalan lapisan ini menjadi 3-
5 mm. Fase proliferatif yang didominasi oleh estrogen ini
berlangsung dari akhir haid hingga ovulasi. Kadar puncak
estrogen memicu lonjakan LH yang menjadi penyebab ovulasi
.

FASE SEKRETORIK ATAU PROGESTASIONAL


Setelah ovulasi, ketika terbentuk korpus luteum baru,
uterus masuk ke fase sekretorik, atau progestasional, yang
bersamaan dengan fase luteal ovarium. Korpus luteum
mengeluarkan sejumlah besar progesterone dan estrogen.
Progesterone mengubah endometrium tebal yang telah
dipersiakan estrogen menjadi jaringan kaya vaskuler dan
glikogen. Periode ini disebut fase sekretorik,karena kelenjar
endometrium akan mengeluarkan glikogen , atau fase
progestasional (“sebelum kehamilan”), merujuk kepada
lapisan subur endometrium yang mampu menopang
kehidupan mudigah. Jika pembuahan dan implantasi tidak
terjadi maka korpus luteum berdegenerasi dan fase folikular
dan fase haid baru dimulai kembali.

2. kelainan yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan


kontak adalah
 Berdasarkan etiologi terjadinya perdarahan:
1. Infeksi
- Riwayat infeksi
- Radang akut
- Radang kronis
2. Trauma
- Riwayat trauma
- Perilaku seksual tertentu
- Pemakaian alat tertentu
- Pemakaian AKDR
- Riwayat tindakan ginekologis (PAP Smear, operasi)
3. Neoplasma
- Displasia
- Keganasan
4. Dan lain-lain
- Darah berasal dari pasangan
o Darah dalam semen
o Trauma pada penis
- Riwayat penyakit lain
o Gangguan pembekuan darah
o Obat-obatan
 Berdasarkan lokasi terjadinya perdarahan:
1. Uterus
- Polip endometrium
- Fibroid dengan tangkai
- Malposisi AKDR
2. Serviks
- Erosi serviks
- Polip serviks
- Ca serviks
3. Vagina
- Tumor vagina
- Trauma pada vagina
3. Factor resiko pada kasus (DS) adalah :

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko


terjadinya kanker serviks, antara lain:
a. Umur
Di Indonesia, telah dilakukan penelitian pada tahun 2002
mengenai puncak insidensi kanker serviks yaitu pada
kelompok usia 45-54 tahun. Menurut benson KL, 2%
dariwanita yang berusia 40 tahun akan menderita kanker
serviks dalam hidupnya. Hal ini dimungkinkan karena
perjalanan penyakit ini memerlukan waktu 7 sampai 10
tahun utnuk terjadinya atau diketahuinya setelah berusia
lanjut.
b. Berhubungan seks pada usia muda
Pada umur 20-40 tahun disebut sebagai usia reproduktif.
Usia menurut Rotkin, Chistoperson dan Parker Barron dan
Richari jelas berpengaruh. Rotkin menghubungkan
terjadinya karsinoma serviks cenderung timbul bilasaat
mulai aktif berhubungan seksualpada usia kurang dari 17
tahun. Lebih dijelaskan bahwa usia 15-20 tahun
merupakan periode rentan. Periode rentan ini
berhubungan dengan kiatnya proses metaplasia tersebut
misalnya infekksi akan memudahkan beralihnya proses
menjadi displasia yang lebih berpotensi untuk menjadi
keganasan dan juga pada usia remaja epitel cerviks rentan
terhadap bahan-bahan karsinogenik yang ditularkan
melalui hubungan seksual dibanding epitel serviks wanita
dewasa.

c. Infeksi HPV
Infeksi HPV yang tidak sembuh bisa menyebabkan kanker
serviks pada beberapa perempuan. HPV adalah penyebab
dari hampir semua kanker serviks. Infeksi HPV sebenarnya
hal yang biasa terjadi. Virus ini ditularkan dari satu orang
ke orang lain melalui kontak seksual. Kebanyakan orang
dewasa telah terinfeksi HPV pada suatu saat dalam
kehidupan mereka, tetapi kebanyakan infeksi sembuh
dengan sendirinya. Beberapa jenis HPV dapat
menyebabkan perubahan sel di leher rahim. Jika
perubahan ini ditemukan lebih awal, kanker serviks dapat
dicegah dengan mengangkat atau membunuh sel-sel yang
berubah sebelum mereka bisa menjadi sel-sel kanker
d. Jumlah paritas lebih banyak lebih beresiko mengalami
kanker
Jumlah paritas yang tinggi merupakan salah vsatu factor
risiko terkena kanker serviks. Golongan wanita yang
bersalin 6 kali atau lebih mempunyai resiko menderita
kanker servik 1,9 kali lebih besar dari pada golongan
wanita yang bersalin antara 1-5 kali. Kehamilan dan
eprsalinan yang melebihi 3 orang dan jarak kehamilan
yang terlalu dekat akan meningkatkan kejadian kanker
serviks.
e. Penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang (lebih dari 5
tahun)
Pil KB yang dipakai dalam jangka waktu lama dapat
meningkatkan resiko terkena kanker serviks.Dari beberapa
penelitian menemukan bahwa resiko kanker serviks
meningkat berkaitan dengan semakin lama wanita
tersebut menggunakan pil KB, dan cenderung akan
menurun pada saat pil tersebut dihentikan(Bosch
et.al,1992). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa
pemakaian pil KB akan menyebabkan wanita lebih
sensitive terhadap HPV sehingga makin meningkatkan
resiko terkena kanker serviks.
f. Riwayat kanker serviks pada keluarga
Bials eorang wanita membunyai saudara kandung atau ibu
yang mempunyai kanker serviks, maka ia mempunyai
kemungkina 2-3 kali lebih besar untuk juga mempunyai
kanker serviks dibandingkan dengan orang normal.
g. Berganti-ganti pasaangan seksual
Perilaku seksual berupa berganti pasangan seks akan
menigkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang
ditularkan seperti infeksi Human Papilloma Virus(HPV)
telah terbukti dapat menigkatkan timbunya kanker
serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks
menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner
seksual 6 orang atau lebih.

h. Merokok
Wanita eorokok memiliki 2 kali lebih besar terkena kanker
serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.
Penelitian menunjukkan, lender serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya aygnada
rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya
tahanserviks disamping merupakan ko-karsinogen infeksi
virus.
i. Defisiensi zat gizi
Defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya
dysplasia ringan dan sedang, serta mungkin juga
menignkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita
yang makanannya redah beta karotan dan retinol (vitamin
A).
4. Patomekanisme setiap gejala adalah :
a. Peran HPV
Terjadinya keganasan akibat infeksi dari HPV harus
memahami terlebih dahulu tentang genom dari HPV.
Bangun HPV terdiri atas 3 sebagian yaitu:
a) URR (Upstein Regulatory Region)
b) ER (Early Region)
c) LR (Late Region)

URR adalah bagian nonkode yang berperan penting


pada pengaturan pembentukan dan transkrip pada
rangkaian ER. ER dan LR mengandung cetakan bacaan
yang terbuka ( Open Reading Frame = ORFs) yaitu bagian
genom yang punya kemampuan untuk membaca jenis
protein. ER terbentuk pertama kali pada siklus hidup virus
dan mengkode protein yang sangat berperan pada
pembentukan virus, sedangkan LR dibentuk kemudian
untuk mengkode struktur protein virus.

URR juga adalah bagian regulator yang sangat


kompleks dimana peranan dan fungsi yang pasti dalam
siklus hidup virus belum diketahui dengan jelas. Bagian ini
mengandung tempat ikatan berbagai faktor transkrip
seperti protein activator, faktor transkrip keratinositik
spesifik, dan faktor transkrip lainnya. Ikatan-ikatan ini
diatur oleh Early Region ORFs. Early Region ORFs
mengkode protein yang diperlukan pada proses kerja dari
protein yang diperlukan pada proses kerja dari protein E1,
E2, E3, E4, E5. E6 dan E7. E1 dan E2 mengkode protein
DNA dan mengatur proses transkripsi. E4 mengkode
rangkaian protein yang penting pada proses pematangan
dan pembentukan virus. E5 mengkode protein dan punya
daya transformasi pada HPV.

Peranan E6 dan E7 ORFs sangat penting dalam proses


transformasi gen. hal ini dapat dibuktikan dengan
penemuan E6 dan E7 HPV tipe onkogenik tinggi seperti 16
dan 18 pada kultur jaringan sel yang telah mengalami
proses transformasi invitro. E6 dan E7 diperlukan untuk
proses pembentukan kanker. Bila control E6 dan E7 yang
sangat berperan dalam proses pembentukan kanker.

Infeksi primer dari HPV terjadi pada sel lapisan basal


dan parabasal. Setelah terjadi penetrasi dari virus maka
partikel virus yang terdiri dari L1 dan L2 berinteraksi
dengan molekul dipermukaan sel target sehingga
mempermudah masuknya DNA virus ke sel target. E1 dan
E2 masing-masing mengkode DNA binding protein yang
berfungsi untuk menjaga stabilitas virus.

Protein E1 berperan dalam proses inisiasi den elongasi


dari pembentukan DNA, sedangkan E2 berperan dalam
regulasi positif dan negative dari ekspresi gen melalui
interaksi dengan early promoter. Protein E6 dan E7
berperan dalam proliferasi melalui mekanisme yang
mengganggu sistem control siklus sel target dan aktivasi
sintesis DNA.

Zona peralihan pada kanker serviks merupakan tempat


utama dari infeksi HPV. Setelah terjadi infeksi HPV virus
akan menuju ke sel basal dari epitel serviks dan
mengadakan pembentukan di sitoplsma sel basal serta
mengekspresikan protein virus E1, E2, E3, E4, E5. E6 dan
E7. Sel basal yang terinfeksi ini berdiferensiasi dan
melakukan migrasi ke permukaan dan mulai
mengekspresikan protein L! dan L2. Pada sel-sel epitel
yang terinfeksi HPV tersebut, virus akan terintegrasi pada
kromosom penjamu dan mengekspresikan protein E6 dan
E7 yang akan mengikat protein p53 dan Rb.

Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang


berperan banyak adalah E6 dan E7. Mekanisme utama
protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan
kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein
p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p53
yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel
kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis.
Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga
merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel
kehilangan sistem untuk control proliferasi sel itu sendiri.
Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi
mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan
protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong
resiko rendah.

b. patomekanisme dari keputihan pada skenario


Keputihan ada 2 macam yaitu yang fi siologi s dan
patologis. Keduanya dapat  dibedakan  berdasarkan  atas
kandungannya.  Keputihan yang fisiologis terdiri atas
cairan yang kadang-kadang berupa mucus yang
mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang,
sedangkan pada keputihan yang patologik terdapat
banyak leukosit.
Pemeriksaan Fisiologis Patologis
Warna Bening Kuning hingga
hijau
Kerjenihan Jernih Agak keruh
Bau Tidak berbau Berbau
Leukosit Tidak ada/sedikit Ada/banyak (tanda
infeksi)

Secara fisiologis, keluarnya getah yang berlebih dari


vulva (biasanya lendir) dapat dijumpai pada:

1. Ovulasi
2. Menjelang & setelah haid
3. Rangsangan seksual
4. Kehamilan

Sekret berasal dari antara lain :

 Kelenjar Bartholini yang terletak di bawah


labiummajus dan bermuara di bawah otot
konstriktor vagina, kadang-kadang tertutup
sebagian oleh bulbus vestibuli. Kelenjar ini
mengeluarkan sekret mukoid pada saat gairah seks
meningkat.
 Duktus  Skene  (parauretralis)  yang  bermuara  di
meatus  uretrae  eksternum.  Kelenjar  ini
mensekresikan  sekret  yang  mukoid.  
 Serviks  uteri,  memiliki  banyak  kelenjar  yang
mengeluarkan sekret yang berbeda-beda
sesuai dengan siklus haid.
 Uterus yang t e r l e t a k   banyak kelenjar dari
endometrium sampai ke miometrium pada
umumnya. Kelenjar-kelenjar ini mensekresi cairan
alkali yang encer.

Etiologi keputihan patologis :

1. Infeksi
a. Jamur
Keputihan yang disebabkan oleh infeksi jamur
Candida albicans umumnya dipicu oleh faktor dari
dalam maupun luar tubuh seperti :
 Kehamilan
 Obesitas / kegemukan
 Pemakaian pil KB
 Obat-obatan tertentu seperti steroid, antibiotic
 Riwayat diabetes / penyakit kencing manis
 Daya tahan tubuh rendah
 Iklim, panas, kelembaban
Sekret yang keluar biasanya berwarna putih
kekuningan, seperti kepala susu (cottage cheese),
berbau khas dan menyebabkan rasa gatal yang
hebat pada daerah intim-vulva dan sekitarnya
sehingga disebut vulvovaginitis. Rasa gatal sering
merupakan keluhan yang dominan dirasakan.
b. Bakteri
Pada vagina terdapat flora normal yang terdiri
dari bakteri ”baik” yang berfungsi dalam
keseimbangan ekosistem sekaligus menjaga
keasaman / pH yang normal serta beberapa
bakteri lain dalam jumlah kecil seperti Gardnerella
vaginalis , mobiluncus, bacteroides dan
Mycoplasma hominis.
Beberapa keadaan seperti kehamilan,
penggunaan spiral / IUD (intra uterine device),
hubungan seksual, promiskuitas dapat memicu
ketidakseimbangan flora normal vagina dimana
pertumbuhan bakteri ”jahat” menjadi berlebihan.
Keputihan yang disebabkan oleh bakteri
Gardnerella dsb disebut sebagai bacterial
vaginosis / BV. Sebanyak 50% dari wanita dengan
bacterial vaginosis bersifat asimtomatik yaitu
tidak memberikan gejala yang berarti.
Keputihan biasanya encer, berwarna putih keabu-
abuan dan berbau amis (fishy odor). Bau tercium
lebih menusuk setelah melakukan hubungan
seksual dan menyebabkan darah menstruasi
berbau tidak enak. Jika ditemukan iritasi daerah
vagina seperti gatal biasanya bersifat lebih ringan
daripada keputihan yang disebabkan oleh
Candida albicans atau Trichomonas vaginalis.
c. Parasit
Infeksi parasit Trichomonas vaginalis termasuk
dalam golongan penyakit menular seksual (PMS)
karena penularan terutama terjadi melalui
hubungan seksual namun juga dapat melalui
kontak dengan perlengkapan mandi, bibir kloset
yang telah terkontaminasi.Keputihan berupa
sekret berwarna kuning-hijau, kental, berbusa dan
berbau tidak enak (malodorous). Kadang
keputihan yang terjadi menimbulkan rasa gatal
dan iritasi pada daerah intim.
2. Non-Infeksi
Biasa disebakan iritasi akibat alat kontrasepsi dan
cairan antiseptik (mengandung bahan kimia).
3. Neoplasma
Mitosis berlebihan akibat sel normal yang tidak
matur.
c. Patomekanisme perdarahan kontak

Mekanisme perdarahan kontak berhubungan dengan


faktor penyebabnya.Umumnya sangat berhubungan
dengan sifat epitel dari jalan lahir.Seperti adanya erosi
pada ca cerviks yang menyebabkan dinidng dari serviks
menjadi lebih tipis sehingga jika koitus terjadi dapat
menyebabkan perlukaan menyebabkan perdarahan.

Perdarahan kontak dapat terjadi dalam keadaan


tertentu yang berhubungan dengan gangguan dari
struktur pada jalan lahir :

1.Cedera pada vulva atau vagina

2.Penganiayaaan seksual

3.Peradangan vagina

4.Infeksi rahim

5.Kelainan darah yang menyebabkan pembekuan


abnormal

6.Tumor jinak maupun tumor ganas

5. Langkah-langkah diagnosis adalah :


I. ANAMNESIS
a. Identitas
b. Keluhan utama
c. Keluhan penyerta
d. Riwayat : pengobatan, keluarga, haid, social, kebiasaan
II. PEMERIKSAAN FISIK
a. Rambut
Rontok karena kemoterapi
b. Konjungtiva
Anemis
c. Wajah
Pucat
d. Abdomen
Distensi abdomen
e. Vagina
Kental,berbau,warna merah
f. Serviks
Ada nodul
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
HB menurun,leukosit meningkat,trombosit meningkat
b. Patologi anatomi
Untuk memeriksa keganasan
c. Pemeriksaan diagnostik
Pap smear,kalposkopi,biopsi kerucut,MRI,CT Scan abdomen
dan pelvis
1) Pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel
kanker lebih awal pada pasien yang tidak memberikan
keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang
diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai
dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah
melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga
kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali
sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi
sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan
dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka
kematian akibat kanker leher rahim pun menurun
sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif
secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara
teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali
berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang
normal, maka pemeriksaan pap smear
2) Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-
sama dengan Pap’s smear untuk wanita dengan usia di
atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar
mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA
HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3
sebanyak hampir 100%.
Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk
wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi
infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV
pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya
31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada
usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini
sangat sering pada wanita muda yang aktif secara
seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan
waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang
ditentukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang
persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan
usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko
kanker serviks
3) Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak
suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika
hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu
abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk
melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa
dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan
anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan
anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan
yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah
bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas
apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor
saja
4) Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa
pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena
proses metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien
dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi
memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis
dalam mengetes darah yang abnormal
5) Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan
yodium. Pada serviks normal akan membentuk
bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena
adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks
yang mengandung kanker akan menunjukkan warna
yang tidak berubah karena tidak ada glikogen
6) Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan
adanya gangguan pada saluran pelvik atau
peroartik limfe
b) peroartik limfe.mn
Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan
pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat
menunjukkan adanya obstruksi pada ureter
terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan
untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum
yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP),
enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen /
pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal
dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa
regional
6. Differential Diadnosis dan Diagnosis Sementara dari kasus
adalah
I. KARSINOMA SERVIK

Definisi

Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal


dari sel epitel skuamosa. Kanker serviks merupakan kanker
yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah
pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk
ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang
senggama atau vagina. Sebanyak 90% dari kanker serviks
berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10%
sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran
servikal yang menuju ke rahim.

Epdemiologi
Kanker serviks atau karsinoma serviks uteri merupakan
salah satu penyebab utama kematian wanita yang
berhubungan dengan kanker. Di Indonesia insidens kanker
serviks di perkirakan 40.000 kasus per tahun dan merupakan
kanker wanita tersering. Dari jumlah itu, 50% kematian
terjadi di Negara-negara berkembang. Hal itu karena pasien
datang dengan stadium lanjut.
Menurut data Department Kesehatan RI, penyakit
kanker leher rahim saat ini menempu urutan pertama daftar
kanker yang didertita kaum wanita. Selama kurun waktu 5
tahun, usia penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara
45-50 tahun. Peridoe laten dari fase prainvasif untuk menjadi
invasive memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari
wanita usia <35 tahun menunjukkkan kanker serviks
yanginvasif pada saat di diagnosis, sedangkan 53% dari KIS
(kanker in situ) terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun

Etiologi
Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan
salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan atau
multi step, dimulai dari karsinogenesis awal sampai
terjadinya perubahan morfologi sehingga terjadi kanker
invasif studi epidemiologi menunjukan lebih dari 90% kangker
serviks dihubungkan degan jenis human papiloma virus
(HPV)> Beberapa bukti menunjukan kangker dengan HPV
negative ditemukan pada wanita yang lebih tua dan di
kaitkan dengan proknosis yang buruk. HPV merupakan factor
inisiator kangker serfiks. Onkop protein E6 dan E7 yang
berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi
keganasan. Onkop Protein E6 akan mengikat p53 sehingga
TSG (tumor suppressor gene) p53 akan kehilanggan
fungsinya. Sedangkan ankop protein E7 akan menggikat TSG
Rb,ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan
factor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa control.
Patogenesis dan Patofisiologi
Karsinoma serviks biasanya timbul didaerah yang
disebut squamo – columnar junction (SCJ), yaitu batasan
antara epitel yang melapisi ektosefiks (porsio) dan edosefiks
kanalis serfiks, dimana secara histologik terjadi perubahan
dari epitel ektoseviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan
epitel endoserviks yaitu epitel kuboit / kolumnar pendek
selapis bersilia. Letak SCJ di pengaruhi oleh faktor usia,
aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita mudah SCJ berada
diluar ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita
berusia diatas 35 tahun SCJ berada didalam analis serfiks.
Oleh karena itu pada wanita mudah, SCJ yang berada diluar
ostium uteri eksternum, ini rentang terhadap faktor luar
berupa mutagen yang akan memicu displasia dari SCJ
tersebut. Pada wanita dengan aktifitas seksual tinggi, SCJ
terletak diostium eksternum karena trauma atau retrasi otot
oleh prostaglandin

Pada massa kehidupan wanita terjadi perubahan


fisiologis pada epitel serviks , epitel kolumnar akan
digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari
cadangan epitel kolumnar. Proes pergantian epitel kolumnar
menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan
terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas
metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada massa pubertas.
Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik
terdapat dua SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi
tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan
epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut
daerah transformasi.

Penelitian akhir akhir ini lebih mengfokuskan virus


sebagai salah satu factor penyebab yang penting, teruma
virus DNA. Pada proses karsinogenesis asap nukleat virus
tersebut dapat bersatu kedalam gen dan DNA sel tuan rumah
sehingga menyebabkan terjdinya mutasi sel. Sel yang
mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel
displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut
dysplasia. Dimulai dari Displasia ringgan,sedang, berat, dan
karsinoma in- situ dan kemudian berkembang menjadi
karsinoma invasive. Tingkat dysplasia dan kaersinoma in- situ
dikenal sebagai tingkat pra-prakanker.

Displasia mencakup pengertian berbagai gangguan


maturasi epitel skuamosa yang secara sitologik dan
histollogik berbeda dengan epitel normal, tetapi tidak
memenuhi persyaratan sel karsinima. Perbedaan derajat
displasia didasarkan atas tebal epitel yang mengalami
kelainan dan berat ringannya kelinan pada sel. Sedangkan
karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa
yang meyerupai karsinoma invasive tetapi membrane basalis
masih utuh.

Klasifikasi terbaru menggunakan istilah neoplasia intra


epitel sefiks (NIS) untuk kedua bentuk displasia dan
karsinoma in- situ NIS terdiri dari : 1) NIS 1, untuk dispalasia
ringgan., 2) NIS 2, untuk displasia sedang., 3)NIS 3, untuk
dysplasia berat dan karsinoma in – situ.
Patogenesis NIS dapat diaggap sebagi suatu spektrum
penyakit yang dimulai dari displasia ringgan (NIS 1), dispalsia
sedang (NIS 2), dispalasia berat dan karsinoma in- situ (NIS 3)
untuk kemudian berkembang menjadi karsinoma invasive.
Beberap peneliti menemikan bahwa 30 -35 % NIS
menggalami regresif, yang terbanyak berasal dari NIS 1 / NIS
2. Karena tidak dapat ditentukkna lesi mana yang akan
berkembang menjadi progesif dan mana yang tidak, maka
semua tingkat NIS dianggap potensial menjadi ganas
sehingga harus di tatalaksanai sebagai mana mestinya.

Gejala klinik

- Keputihan
Pada permulaan penyakit yaitu pada stadium praklinik
(karsinoma insitu dan mikro invasif) belum dijumpai
gejala-gejala yang spesifik bahkan sering tidak dijumpai
gejala. Awalnya, keluar cairan mukus yang encer,
keputihan seperti krem tidak gatal,kemudian menjadi
merah muda lalu kecoklatan dan sangat berbau bahkan
sampai dapat tercium oleh seisi rumah penderita. Bau ini
timbul karena ada jaringan nekrosis
(Aziz,M.F.,Saifuddin,A.B., 2006)
- Perdarahan Pervaginam
Awal stadium invasif, keluhan yang timbul adalah
perdarahan di luar siklus haid, yang dimulai sedikit-sedikit
yang makin lama makin banyak atau perdarahan terjadi di
antara 2 masa haid.Perdarahan terjadi akibat terbukanya
pembuluh darah disertai dengan pengeluaran sekret
berbau busuk,bila perdarahan berlanjut lama dan semakin
sering akan mnyebabkan penderita menjadi sangat
anemis dan dan dapat terjadi shock, dijumpai pada
penderita kanker serviks stadium lanjut (Aziz,M.F. dan
Saifuddin,A.B., 2006).
- Perdarahan Kontak
Keluhan ini sering dijumpai pada awal stadium invasif,
biasanya timbul perdarahan setelah bersenggama. Hal ini
terjadi akibat trauma pada permukaan serviks yang telah
mengalami lesi (Rasjidi Imam, 2008).
- Nyeri
Rasa nyeri ini dirasakan di bawah perut bagian bawah
sekitar panggul yang biasanya unilateral yang terasa
menjalar ke paha dan ke seluruh panggul. Nyeri bersifat
progresif sering dimulai dengan “Low Back Pain” di daerah
lumbal, menjalar ke pelvis dan tungkai bawah, gangguan
miksi dan berat badan semakin lama semakin menurun
khususnya pada penderita stadium lanjut.
- Konstipasi
Apabila tumor meluas sampai pada dinding rektum,
kemudian terjadi keluhan konstipasi dan fistula
rectoingional (Thomas, R.,2002).
- Inkontinensia Urin
Gejala ini sering dijumpai pada stadium lanjut yang
merupakan komplikasi akibat terbentuknya fistula dari
kandung kemih ke vagina ataupun fistula dari rektum ke
vagina karena proses lanjutan metastase kanker serviks
(Thomas, R., 2002)
- Gejala-gejala lain
Semakin lanjut dan bertambah parahnya penyakit,
penderita akan menjadi kurus, anemis karena perdarahan
terus-menerus, malaise, nafsu makan hilang, syok dan
dapat sampai meninggal dunia (Rahmat, Y, 2001).
II. KARSINOMA ENDOMETRIUM
a. Pengertian
Karsinoma endometrium berasal dari endometrium
karena berasal dari korpus uteri, juga disebut karsinoma
korpus uteri. Karsinoma endometrium menempati 20-30%,
bersama karsinoma servik uteri, karsinoma ovarium
merupakan 3 jenis keganasan ginekologi yang paling
sering ditemukan.
Karena kekhususan lokasi anatominya, kavum uteri dan
vagina berhubungan dengan dunia luar, gejala awal
karsinoma endometrium seperti perdarahan pervaginam
dapat cepat menarik perhatian dokter maupun pasien,
mudah ditemukan dini. Umumnya kasus ditegakkan
diagnosis lesi masih terbatas pada uteru, selain itu
terdapat lapisan otot cukup tebal menyelimuti
endometrium sehingga tidak mudah menyebar, metastasis
relative baik, survival 5 tahun total antara 60-70%.
b. Epidemilogi
Karsinoma endometrium merupakan keganasan yang
paling sering ditemukan dan menempati urutan ke-2 atau
ke-3 dari karsinoma servik uteri atau karsinoma ovarium.
Di seluruh dunia kasus baru karsinoma endometrium
setiap tahun berjumlah 150.000. perbandingan insiden di
dunia, Amerika Utara, Eropa Utara, memiliki insiden
tertinggi dan kawasan Asia lebih rendah.
Meskipun kanker endometrium dapat timbul pada
semua usia, tapi pada dasarnya merupakan penyakit
wanita lansia, usia rata-rata kejadian adalah sekitar 55
tahun, 10 tahun lebih lanjut disbanding karsinoma servik
uteri. RS Kanker Univ. Zhongshan menghimpun data dari
688 kasus, rata-rata usia timbul penyakit 52,7 tahun. Yang
berusia 50-59 tahun adalah 52,5%.
Dalam 20 tahun terakhir kejadian karsinoma
endometrium di laporkan cenderung meningkat, ratio
insiden karsinoma endometrium terhadap karsinoma
servik uteri dari 1:5-10 di tahun 1950-an naik menjadi 1:1-
3. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor yakni
peningkatan taraf hidup rakyat, usia harapan hidup rakyat,
usia harapan hidup manusia terus memanjang, lebih
banyak wanita yang memasuki usia resiko tinggi
karsinoma endometrium, upaya besar-besaran penapisan
kanker servik uteri dan keluarga berebcana menyebabkan
insiden kankerservik uteri menurun sedangkan karsinoma
endometrium relative meningkat, penggunaan meluas
hormone estrogen eksogen menambah resiko timbulnya
karsinoma endometrium. Namun perlu dikemukakan
bahwa hubungan penggunaan estrogen dan resiko
timbulnya karsinoma endometrium berkaitan dengan
factor dosis dan cara penggunaan, rasionalitas, lama
penggunaan, kandungan reseptor di dalam sitoplasma
individual, dll.
c. Etiologi
Penyebab karsinoma endometrium masih belum jelas.
Melalui survey epidemiologi dan eksperimen serta
penelitian klinik dianggap etiologinya mungkin berkaitan
dengan factor berikut :
1. Stimulasi berlebihan jangka panjang hormone estrogen
Endometrium di bawah pengaruh berlebihan hormon
estrogen dalam jangka panjang dapat timbul
hyperplasia, termasuk hyperplasia sederhana,
hyperplasia kompleks, hingga hyperplasia atipikal yaitu
lesi neoplastik intraepitel endometrium, akhirnya
berubah menjadi keganasan. Ratio perubahan
keganasan dari hyperplasia atipik ringan, sedang, berat
endometrium adalah 15%, 24%, dan 45%.
2. Factor nutrisi
Kelebihan masukan protein hewani, lemak dan hidrat
arang berbanding langsung dengan kejadian karsinoma
endometrium, overnutrisi dapat menyebabkan obesitas,
sedangkan lemak berdaya storasi dan sintesis estrogen
mejadi meningkat, sehingga menginduksi timbulnya
karsinoma endometrium . tapi mekanisme penagruh ini
bersifat kompleks.
3. Factor lainnya
Defek imunitas herediter, karsinomatosis, riwayat,
iradiasi kavum pelvis dll. Dianggap sebagai berkaitan
dengan timbulnya karsinoma endometrium.
d. Manifestasi klinik
 Gejala Klinik
Pasien karsinoma endometrium stadium dini dapat tak
memiliki gejala khas. Sejalan denga progresif penyakit,
dapat timbul gejala berikut :
1. Perdarahan abnormal pervaginam
Ini adalah gejala paling utama dari karsinoma
endometrium, insiden mencapai 100%, yang dating
dengan keluhan utama ini mencapai 80%.
Manifestasi dapat berupa perdarahan pervaginam
pasca menopause, kekacauan siklus haid pada
wanita usia reproduksi, masa haid memanjang,
menoragi bahkan peradarahan massif dll.
2. Seksresi abnormal pervaginam
Manifestasi berupa sekresi sanguineus atau seperti
air, ini disebabkan lelehan atau perdarahan dari
tumor, bila disertai dengan infeksi dapat timbul
secret purulan dan berbau busuk. Gejala ini itmbul
lebih awal dari perdarahan pervaginam, umumnya
pada pasien pasca menopause sedangkan pada
pasien premenopause gejala ini jarang ditemukan.
3. Nyeri
Pasien stadium dini tak nyeri atau ringan atau
terabaikan dengan progresif penyakit, dapat timbul
nyeri tegang abdomen bawah atau nyeri intermitten
umunya berkaitan dengan retesi darah atau pus
dalam kavum uteri atau infeksi sekunder. Juga
dapat dikarenakan pertumbuhan tumor, uterus
membesar jelas, atau beradhesi dan terfiksasi
dengan organ pelvis, mendesak pleksus saraf sacral,
hingga timbul nyeri tungkai bawah atau
lumbosakral. Yang belakangan biasanya timbul
stadium lanjut.
 Tanda fisik
Karsinoma endometrium stadium dini tanpa
tanda fisik yang jelas. Tanda fisik yang utama
adalah pembesaran uterus, sering berupa uterus
membesar ringan sampai sedang. Data dari RS
Kanker Univ. Zhongshan menunjukkan ukuran
uterus normal menempati 38,8%, ukuran uterus
agak membesar tapi lebih kecil dari gravid 8
minggu menempati 10,3%. Maka pada waktu
pemeriksaan fisik pasien karsinoma endometrium
bila menemukan uterus membesar abnormal,
harus menggabungkan riwayat penyakit,
konsistensi uterus, mobilitas dan kondisi lain
dalam analisis terpadu , perlu di pikirkan apakah
disertai miom, adenomioma uterus. Tumor
stadium lanjut dapat menembus tunika serosa
uterus, di permukaan uterus membentuk massa
atau menginvasi parametrium atau adneksa
e. Gambaran histopatologi
Pada tahun 1988 ISGP (International Society of
Ginecological Pathologist) mengemukakan klasifikasi
patologi keganasan endometrium menurut tipe histology
tumor menjadi :
1. Adenokarsinoma endometrium: jenis ini paling sering
ditemukan diantara karsinoma endometrium sekitar
80%, seringkali terkait dengan pemakaian berlebihan
jangka panjang estrogen, obesitas dan hyperplasia
endometrium. Pada adenokarsinoma endometrium,
sering tampak metaplasia epitel skuamous, jika di
dalam adenokarsinoma tampak metaplasia jinak epitel
skuamous disebut sebagai adenokarsinoma keratinisasi
atau adenokantokarsinoma, bila menemukan epitel
skuamous ganas maka merupakan
adenoskuamouskarsinoma, prognosis keduanya
berbeda jauh.
2. Adenokarsinoma serosa papillar. Kejadian tidak terkait
dengan estrogen dan merupakan tipe keganasan
tertinggi dari karsinoma endometrium,sangat mudah
terjadi invasi di otot lapisan uteri dan vascular,
penyebaran intraperitoneal dan metastasis ke kelenjar
limfe juga tak sensitive dengan terapi progestin.
3. Karsinoma sel jernih : secara histologist mirip
karsinoma sel jernih ovarii, prognosis buruk, survival 5
tahun 33-42%.
4. Adenokarsinoma musinosa: secara histo mirip
adenokarsinoma musinosa servik uteri, komponen
utama terdiri atas struktur glandular berdiferensiasi
baik, prognosis relative baik.
5. Karsinoma sel skuamosa : sumbernya mungkin terkait
dengan metaplasia skuamous kelenjar endometrium,
mungin juga langsung berasal dari sel reservasi, dalam
diagnosis harus memperhatikan dua hal :
menyingkirkan karsinoma skuamos servik uteri,
adenoskuamokarsinoma endometrium. Penyakit ini
umumnya pada wanita lansia, prognosisnya sangat
buruk sekali.
6. Karsinoma tak berdiferensiasi : secara histology
menyerupai karsinoma tak berdiferensiasi dari organ
lain, pada diagnosis harus di bedakan dengan limfoma,
sarcoma atau kariokarsinoma, tumor ini sangat jarang
di temukan, prognosis sangat buruk.

Karsinoma Vulva
 Definisi
Kanker vulva adalah tumor ganas di dalam vulva. Vulva
merupakan bagian luar dari sistem reproduksi wanita,
yang meliputi labia, lubang uretra dan klitoris.
 Epidemiologi
80-85% terdapat pada wanita pascamenopause
,terutama dalam decade ke-7 sebagai puncak
insidensi, mengenai 30% pada wanita berusia 50-70
tahun, dan merupakan 3-4% dari semua keganasan
ginekologik.
Karsinoma vulva jarang di temukan pada golongan
umur kurang dari 45 tahun dan jauh lebih jarang lagi
pada wanita hamil. Umumnya di temukan pada
golongan social ekonomi rendah dengan hegiene
seksual yang kurang mendapat perhatian, obesitas
dan hipertensi (kurang dari 50%) . paritas suku dan
ras tidak mempunyai peran. Iritasi menahun seperti
pada limfogranuloma inguinale, kondiloma
akuminata, kondilomalata, kondisi distrophia kulit
vulva seperti pada lichen sclerosus et atrophicus,
leukoplakia, dan kraurosis diduga sebagai pemicu
timbulnya karsinoma vulva (lesi pra neoplastik).
 Etiologi
Belum di ketahui diduga mengenai factor etiologi jenis
tumor ganas ini, meskipun di sebut tentang lambatnya
menarce (15-17 tahun) dan awalnya menopause (40
tahun) dalam riwayat penyakitnya. Factor etnik tak
berpengaruh meskipun lesi granulomatosa sering di
temukan pada suku negro.
 Patologi
Lesi primer sering berupa ulkus dengan tepi induratif
(ulcero granulating) atau sebagai tumbuhan eksotifik
(wart/kutil) dengan tempat predileksi terutama di labia
mayora, labia minora, klitoris, dan komisura posterior.
Dapat lesi bilateral, bahkan dapat simetris karena
(kissing). Histologik lebih dari 80% adalah epidermoid
dengan diferensiasi baik, sedang sisanya yang 10%
karsinoma basoselulare, adenokarsinoma,
fibrosarkoma, atau miosarkoma, tumor campuran
(silndroma dan melanoblastoma) yang merupakan 1-
2% dari karsinoma vulva.
 Manifestasi Klinis dan Diagnosis
(*) Keluhan utama:
- Pruritus
- Timbul benjolan di vulva
- Rasa nyeri
- Perdarahan
- Disuria
- Keputihan
- Ulkus.
(*) Keluhan lainnya :
- Nyeri ketika melakukan hubungan seksual

Diagnosis dipastikan dengan biopsi pada lesi yang


mencurigakan, termasuk ulkus, benjolan, area kulit
yang hiperpigmentasi.

 Histopatologi
- Karsinoma sel skuamosa (86%).
- Melanoma malignum (4,8%).
- Sisanya, adenokarsinoma yang bersamaan dengan
penyakit paget dari vulva, karsinoma verukosa,
karsinoma kelenjar bartholini, karsinoma sel basal
dan sarkoma
 Penanganan
Penanganan dilakukan berdasarkan tingkat klinik atau
stadium klinik penyakit.
7. Prinsip tatalaksana diagnosis sementara adalah :
a. Terapi untuk karsinoma intraepitel (CIN)
Terdiri atas terapi konservatif, konisasi dan
histerektomi total.
1. CIN I : menurut data statistik hanya 15% pasien CIN I
mengalami progresivitas lesi, 20% lesi menetap , 65% lesi
lenyap spontan. Maka dapat dipilih terapi fisika atau
observasi dan tindak lanjut.

2. CIN II : dapat dengan terapi konservatif ataupun


konisasi, seperti laser, krioterapi, elektrokoagulasi,
konisasai pisau dingin, LEEP.

3. CIN III : terdapat hiperplasia atipik berat dan karsinoma


in situ, perlu konisasi, untuk pasien berusia lebih tinggi
atau tak memerlukan reproduksi lagi dapat dilakukan
histerektomi total, masih kontroversial apakah perlu
mengangkatdinding segmen atas vagina, tapi dewasa ini
umumnya membuang 0,5-1 cm vaagina, LEEP hanya
sesuai untuk pasien hiperplasia atipik berat.

b. Terapi Karsinoma serviks uteri invasif

1. Terapi Operasi

IA1 : dengan histerektomi total, bila perlu konservasi


fungsi reproduksi, dapat dengan konisasi.

IA2 : dengan histerektomi radikal modifikasi ditambah


pembersihan kelenjar limfe kavum pelvis bilateral.
IB1-IIA : dengan histerektomi radikal modifikasi atau
histerektomi radikal ditambah pembersihan kelenjar
limfe kavum pelvis bilateral; pasien usia muda dapat
mempeertahankan ovari.

2. Radioterapi

1) Radioterapi radikal
Dapat digunakan untuk terapi karsinoma serviks
stadium I-IV , khususnya sesuai untuk karsinoma
serviks uteri stadium IIB – IV. Tujuannya adalah agar
lesi primer serviks uteri dan lesi sekunder yang
mungkin timbul semuanya mendapat dosis radiasi
maksimal, tapi tidak melebihi dosis toleransi radiasi
organ dalam abdomen dan pelvis. Formula
radioterapi baku adalah iradiasi eksternal kavum
pelvis ditambah radioterapi intrakavital jarak dekat,
dosis titik A 80-85Gy , titib B 50-55Gy ( titik A
terletak 2cm di atas forniks lateral, titik potong
dengan aksis tengah uteru ke lateral 2cm, titik B
terletak pada satu bidang dengan titik A, 3cm di
lateral A).
2) Radioteraapi praoperasi
Digunakan untuk stadium IB2/IIA dengan lesi serviks
uteri >4cm, atau tumor serviks tipe tumbuh
kedalam, kanalis servikaslis sangat jelas membesar.
Radioterapi membuat lesi mengecil, meningkatkan
keberhasilan operasi, menurunkan vitalitas sel
kanker dan penyebaran intraoperatif, sehingga
mengurangi risiko timbulnya rekurensi sentral.
3) Radioterapi pasca operasi
Untuk pasien yang secara patologik terbukti
terdapat meastasis di kelenjar limfe kavum pelvis,
kelenjar limfe para-aorta abdominal,jaringan
parametrium, tumor menginvasi lapisan otot dalam
serviks uteri, tampak tumor residif di vaginal
residual.

3. Kemoterapi

Dewasa ini kemoterapi terutama digunakan untuk


terapi kasus stadiun sedang dan lanjut pra-operasi atau
kasus rekuren, metastasis. Untuk tumor berukuran
besar, relatif sulit diangkat secara operasi, kemoterapi
dapat mengecilkan tumor, meningkatkan keberhasilan
operasi; terhadap pasien radioterapi, tambahan
kemoterapi yang sesuai dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap radiasi; sedangkan bagi pasien
stadium lanjut yang tidak sesuai untuk operasi atau
radioterapi, kemoterapi dapat membawa efek paliatif.
Kemoterapi yang sering digunakan secara klinis adalah
DDP, karboplatin, CTX, 5FU, ADR, BLM, IFO, taksan,
CPT-11, dll. Dewasa ini, rejimen kombinasi dengan
golongan platinum hasilnya lebih baik, keberhasilan
mencapai 80%, rejimen kombinasi yang sering
digunakan adalah CTX + BLM + DDP, MMC+ VCR +
DDP dan CTX + ADR + DDP, taksan + IFO + DDP, CPT-
11 + DDP, dll. Selain kemoterapi lewat kateterisasi
intraarteri, belakangan ini dapat dilakukan kateterisasi
arteri femoral perkutan menginjeksikan kemoterapi
intraarteri iliaka interna bilateral juga membawa
efektifitas serupa.
8. Pencegahan dan deteksi dini pada kasus adalah :
a. Pencegahan Kanker Serviks
 Primer:
- Edukasi factor risiko; berkaitan dengan konsumsi
rokok sebgai faktor risiko kanker serviks,
pendidikan seksual, penggunaan kondom,
sirkumsisi
- Melakukan vaksinasi HPV untuk anak yang
berusia 9-13 tahun, 3 kali selama 6 bulan.
 Sekunder
- Melakukan skirining atau penapisan untuk semua
perempuan yang telah melakukan hubngan
seksual aktif yg berusia 30-50 tahun
- Tes skrining yang tersedia: PAP Smear, IVA
(inspeksi visual asam asetat), tes HPV untuk yang
berisiko tinggi (type 16, 18)
 Tersier
- Terapi kanker invasive dengan: operasi,
radioterapi, chemoterapi (WHO 2014).
b. Deteksi dini :
Pada Karsinoma Servic dapat dilakukan deteksi dini
dengan :
o PAP SMEAR
o IVA

9. Prognosis dan komplikasi pada kasus adalah :


a. Prognosis kanker serviks
Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis
yang buruk tersebut dihubungkan dengan 85-90 %
kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif,
stadium lanjut, bahkan stadium terminal (Suwiyoga,
2000; Nugroho, 2000). Selama ini, beberapa cara
dipakai menentukan faktor prognosis adalah
berdasarkan klinis dan histopatologis seperti keadaan
umum, stadium, besar tumor primer, jenis sel, derajat
diferensiasi Broders. Prognosis kanker serviks
tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years
survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk
stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan
untuk stadium IV kurang dari 30% (Geene,1998;
Kenneth,2000).
1. Stadium 0 100 % penderita dalam stadium ini akan
sembuh.
2. Stadium 1 Kanker serviks stadium I sering dibagi
menjadi IA dan IB. Dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years
survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years
survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak
termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi
mereka.
3. Stadium 2 Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi
2, 2A dan 2B. Dari semua wanita yang terdiagnosis
pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate
sebesar 70-90%. Untuk stadium 2B 5-years survival
rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya
sebesar 30-50%.
5. Stadium 4 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya
sebesar 20-30%.
6. Stadium 5 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya
sebesar 5-10%.
b. Komplikasi
Pada penyakit karsinoma servik yang tidak di
tangani dengan cepat akan mengalami banyak
komplikasi, bahkan dapat menyebabkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wan Desen. Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta:
FKUI, 2013.
2. Victor P. Eroschenko. Atlas Histologi diFiore dengan
Korelasi Fungsional. Jakarta: EGC, 2010.
3. Luiz Carlos Junqueira. Histologi Dasar. Jakarta: EGC, 2007.
4. F. M. Aziz. Kanker, Antioksidan dan Terapi Komplementer.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2005.
5. Wiknjosastro Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Edisi
Ketiga. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2011.
6. Nugroho Kampono. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Jakarta:
PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011. pp 314.
7. Llewellyn Jones D. Malignancy of the Female Genital Tract
in Fundamentals of Obstetric & Gynaecology. Edisi 6.
1999.
8. Arif Rahman. Jurnal Universitas Sumatera Utara. 2011.
9. WHO. Comprehensive Cervical Cancer Control. Geneva:
2014. pp 366-378.

Anda mungkin juga menyukai