Anda di halaman 1dari 55

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Gambaran Umum Anatomi Fisiologi Alat Reprokduksi Wanita

Anatomi fisiologi alat reprokduksi wanita menurut sukarni dan wahyu (2013):

1. Anatomi alat reprokduksi

Terdiri alat/organ eksternal dan internal, sebagian besar terletak dalam rongga

panggul. Eksternal (sampai vagina) : fungsi kopulasi internal : fungsi ovulasi, fertilisasi

ovum, transportasi blastocyst, implantasi, pertumbuhan fetus, kelahiran. Fungsi system

reprokduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh hormon-hormon gonadotropin /

steroid dari poros hormonal thalamus-hypothalamus-hipofisis-adrenal-ovarium. Selain

itu terdapat organ / system ekstragonaad/ekstragenital yang juga dipengaruhi oleh

siklus reproduksi : payudara, kulit daerah tertentu, pigmen dan sebagainya.

a. Alat Reproduksi luar (genetalia eksternal)

1) Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri

dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum,

orificum urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.

2) Monspubis / monsveneris

Lapisan lemak dibagian anterior symphysis os pubis. Pada masa pubertas

daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.


3) Labia mayora

Lapisan lemak lanjutan mons pubis kearah bawah dan belakang banyak

mengandung plekus vena. Homolog embriologik dengan skrotum pada

pria. Ligamentum rotundum uteri berakhir paada atas labia mayora.

Dibagian bawah perineum, labia mayora menyatu (pada commisura

posterior)

4) Labia minora

Lipatan jaringan tipis dibalik labia mayora, tidak mempunyai folikel

rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut

saraf.

5) Clitoris

Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak dibagian superior vulva,

dan corpus slitoridis yang tertanam didalam dinding anterior vagina.

Homolog embriologik dengan penis pada pria. Terdapat juga reseptor

androgen pada clitoris. Banyak pembuluh darah dan ujung seravut saraf,

sangat sensitif.

6) Vestibulum

Daerah dengana batas atas clitoris, batas bawah fourchette, batas lateral

labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6 lubang orificum,

yaitu orificum urethrae externum, intoritis vagine, ductus glandulae

bartholinii kanan-kiri, dan ductus skene kanan-kiri. Antara fourchette dan

vagina terdapat fossa hymen yang abnormal, misalnya primer tidak

berlubang (hymen imperforate) menutup total lubang vagina, dapat

menyebabkan darah menstruasi terkumpul dirongga genetalia interna.

7) Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tulang mulai dari tepi cervix

uteri dibagian cranial dan dorsal sampai ke vulva dibagian kaudal ventral.

Daerah disekitar servix disebut fornix. Dibagi dalam kuadran : fornix

posterior, fornix anterior, dan fornix lateral kanan-kiri. Vagina memiliki

dinding ventral dan dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis,

berubah mengikuti siklus haid. Fungsi vagina : untuk mengeluarkan

ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi

(persetubuhan). Bagian atas vagina terbentuk dari ductus malleri, bawah

dari sinus urogenetalis. Batas dalam secara klinis yaitu fornicer anterior,

posterior dan lateralis disekitar servix uteri. Titik grrayenbergh (G-spot),

meerupakan titik daerah sensori disekitar 1/3 anterior dinding vagina,

sangat sensitive terdapat stimulasi orgamus vaginal.

8) Perineum

Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi bawah anus. Batas otot-otot

diagfragma pelvis (m. levator ani, m.coccygeus) dan digafragma

urogenetalis (m.perinealis transverses profunda, m.constrictor urethra).

Perinal body adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan vagina.

Perineum merenggang pada persalinan, kadang perlu dipotong

(episiotomy) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah rupture.


Gambar.2.1 : genetalia eksterna Wanita/potongan melintang pelvis
(https://www.informasibidan.com/2015/10/genetalia-eksterna-
wanita.html)

Gambar.2.2 : genetalia eksterna Wanita / dilihat dari depan Posisi dorsal recumbent
(https://www.informasibidan.com/2015/10/genetalia-eksterna-wanita.html)

b. Alat reprokduksi dalam (genetalia interna)

1) Uterus

Suatu muscular berbentuk seperti buah pir. Dilapisi peritonium (serosa).

Selama kehamilan berfungsi sebagai implantasi, retensi dan nutrisi konseptus.

Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan

serviks uterus, isikonsepsi dikeluarkan. Terdiri dari corpus,fundus,cornu,

isthmus dan serviks uteri.


2) Serviks uteri

Bagian terbawah uterus, terdiri dari pans vaginalis (berbatasan/menembus

dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen

utama : otot polos, jaloinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin.

Bagian luar dalam ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi lapisan

epitel skuamokolummar mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam,

arah vacuum). Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium

externum bulat kecil, setelah pernah / Riwayat melahirkan

(primipara/multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah

ke kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica. Kelenjar mukosa serviks

menghasilkan lender getah serviks yang mengandung glikoprotein kaya

karbohidrat (musin) dan larutan berbagai garam,epitida dan air. Ketebalan

mukosa dan viskositas lender serviks dipengaruhi siklus haid.

3) Corpus Uteri

Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada

ligamentum letum uteri diintraabdomen, tengah lapisan muscular/

miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke dalam arah serabut otot

longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan sesuai siklus haid

akibat pengaruh hormon-hormon ovarium. Posisi corpus intraabdomen

mendatar dengan fleksi ke anterior, fundus uteri berada diatas vesika urinaria.

Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus bervariasi

selama pertumbuhan dan perkembangan wanita (gambar).

4) Ligamenta penyangga uterus


Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundus uteri, ligamentum cardinal,

ligamentum ovarii, ligamentum sacrouterina propium, ligamentum

infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina, ligamentum rectouterina.

5) Vaskularisasi Uterus

Terutama dari uteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca interna, serta

arteri ovarica cabang aorta abdominalis.

6) Salping/tuba falopii

Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus mulleri. Sepasang tuba

kiri-kanan, panjang 8-14 cm,berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari

ovarium sampai cavum uteri.

Dinding tuba terdiri dari lapisan : serosa, muscular (longitudinal dan

sirkular) serta mukosa dengan epitelbersilia.

Terdiri dari pans interstitialis,pars isthmica, pars ampularis, serta pars

infundubulum dengan fimbria, dengan karakteristik silisa dan ketebalan

dinding yang berbeda-beda pada setiap bagiannya.

7) Pars isthmica (proksimal/isthmus)

Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat stingter uterotuba

pengendali transfer gamet

8) Pars ampularis (medial/ampula)

Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula/infundibulum,

dan pada hamil ektopik (patologik) sering juga terjadi implantasi di dinding

tuba bagian ini.

9) Pars infundibulum (distal)

Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale pada ujungnya,

melekat dengan permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi “menangkap”ovum


yang keluar saat ovulasi dari permukaan ovarium dan membawanya ke dalam

tuba.

10) Mesosalping

Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada usus)

11) Ovarium

Organ endokrin berbentuk oval, terletak didalam rongga peritoneum,

sepasang kiri-kanan,dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan

pembuluh darah dan saraf . terdiri dari korteks dan medula.

Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pemtangan folikel menjadi ovum

(dari sel epitel germinal primordial dilapisan terluar epitel ovarium dikorteks),

ovulasi 9pengeluaran ovum),sintesis dan sekresi hormone-hormon steroid

(estrogen oleh teka interna folikel, progerterone oleh korpus luteum

pascaovulasi). Berhubungan pars infundibulum tuba falopii melalui pelekatan

fimbriae. Fimriae“menangkap" ovum yang dilepas pada saat ovulasi.

Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovari proprium, ligamentum

infundibilopelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang

aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.

Gambar.2.3 : genetalia Wanita interna (https://www.informasibidan.com/2015/10/genetalia-


eksterna-wanita.html)
B. Gambaran Umum Sectio Caesarea

1. Pengertian sectio caesarea

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka

dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan

janin dari dalam rahim (Padila, 2015)

Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada

dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk

melahirkan janin dari dalam rahim (mochtar, 2012).

2. Etiologi

Menurut Padila (2015), indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar

sectio caesarea adalah

a. Ruptur uteri imminen adalah bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut

dan persalinan,selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan

darah.

b. Fetal distress adalah gawat janin yang bisa terjadi saat suplai oksigen bayi tertahan

di utero dan dapat membahayakan janin karena janin tidak mendapatkan suplai

oksigen yang maksimal.

c. Janin besar melebihi 4000 gr adalah janin yang ada dalam rahim mempunyai berat

badan lebih dari normal yang bisa dikatan besar karena melebihi 4000 gr dari bayi

lahir normal yang biasa terjadi.

d. Perdarahan anterpartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22

minggu.
3. Jenis-Jenis Operasi Sectio Caesarea

Berikut jenis-jenis operasi Sectio Caesarea menurut Padila (2015):

a. Abdomen (section caesarea abdominalis)

1) Sectio caesarea transperitonealis

Sectio Caesarea klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada

corpusuteri) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus

uteri kira-kira 10 cm.

Kelebihan:

a) Mengeluarkan janin dengan cepat

b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik

c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan:

Infeksi mudar menyebar secara intra abdominal karena tidak ada

reperitonealis yang baik. Untuk persalinan yang berikutnya lebih

sering terjadi ruptur uteri spontan

2) Sectio Caesarea iskemia atau profundal (low servical dengan insisi

pada segmen bawah rahim) dilakukan dengan melakukan sayatan

melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal)

kira-kira 10 cm.

Kelebihan:

a) Penjahitan luka lebih mudah

b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan

penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum


d) Perdarahan tidak begitu banyak

e) Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil

Kekurangan:

a) Luka dapat melebar kekiri,kanan, dan bawah sehingga dapat

menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan

perdarahan banyak

b) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.

3) Sectio Caesarea ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum

parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal

a) Vagina (section caesarea vaginalis)

Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan

sebagai berikut:

1) Sayatan memanjang(longitudinal)

2) Sayatan melintang (transfersal)

3) Sayatan huruf T (T insision)

4. Patofisiologi

Sectio Caesarea merupakan tindakan sayatan pada dinding uterus untuk melahirkan

bayi atas indikasi tertentu yang tidak mungkin dilakukan oleh ibu untuk melakukan

kelahiran secara normal. Indikasi dilakukan tindakan ini yaiu distorsia jaringan lunak,

plasenta previa, panggul sempit, dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat

janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan Sectio Caesarea ibu akan

mengalami adaptasipost partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.

Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak

adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sediki,luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan

perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah satu utama karena insisis yang

mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan

umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janinmaupun ibu

anestei janin sehingga kadang -kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat

diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruh anestesi bagi ibu

sendiri yaitu terhadap atonia uteri sehingga banyak darah yang keluar. Untuk pengaruh

terhadap nafas yaitu jalan yang tidak efektif akibat sekret yang berlebihan karena kerja

otot nafas sillia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan

dengan menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi

prosespenghancuran dengan bantuan peristaltik usus.Kemudian diserap untuk

metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun

maka peristaltik juga menurun.Makanan yang dilambung akan menumpuk dan karena

reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien akan sangat beresiko terhadap aspirasi

sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga

berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (saifuddin, mansjoer &

prawirohardjo,2011)

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Nurarif dan Kusuma (2015) yaitu:

a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)

Perlengkapan plasenta atau ari-ari yang berada pada bagian bawah rahim

sehingga berpotensi menutupi jalan lahir.


b. Panggul sempit

Panggul sempit apabila ukuran dari sonjugata vera lebih kecil dibandingkan

dengan ukuran tranversa sehingga dapat menimbulkan kesulitan sonjugata vera

dilalui oleg tranversa.

c. Distorsi sefatopik yaitu : ketidakseimbangan antara ukuran bayi dan ukuran

panggul

d. Ruptur uteri

Merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut dan

persalinan.

e. Partus lama

Merupakan fase laten lebih dari 8 jam atau macet.

f. Partus tak maju

Suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak menunjukkan adanya

kemajuan pada pembukaan serviks.

g. Distorsia serviks

Terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan oleh kelainan serviks uteri.

h. Pre-eklamsi dan hipertensi

Adanya perdarahan berulang dan mengalami tekanan dara yang tinggi.

i. Malpresentasi janin
1) Letak lintang

2) Letak bokong

3) Presentasi dahi dan muka

6. Indikasi

Menurut Padila (2015) Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal

mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan

hal - hal yang perlu tindakan Sectio Caesarea proses persalinan normal lama / kegagalan

proses persalinan normal (Dystasia)

a. Fetal distress

Adalah kondisi yang terjadi saat suplai oksigen bayi tertahan diutero akibat

beberapa faktor seperti rusaknya plasenta, kompresi ari-ari,infeksi janin, atau hanya

sang ibu dalam posisi dirinya menekan pembuluh darah utama, yang pada akhirnya

akan menahan oksigen bayi.

b. His lemah / melemah atau ketidak adekuatan untuk melakukan pembukaan serviks

yang dapat menimbulkan bahaya pada ibu dan janin.

c. Janin dalam posisi sungsang atau melintang

d. Bayi besar (BBL>4.2kg)

e. Plasenta previa yaitu perlengkapan plasenta atau ari-ari yang berada pada bagian

bawah rahim sehingga berpotensi menutupi jalan lahir.

f. Kelainan letak yaitu terjadi kehamilan dan perkembangan janin dalam rahim ibu

yang tidak sesuai dengan tempat yang seharusnya sehingga dapat membayakan

janin.

g. Disproporsi cevalo - pelvk (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul)


h. Rupture uteri mengancam yaitu merupakan salah satu bentuk perdarahan yang

terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan secara terus menerus sehingga

mengancam keselamatan ibu dan bayi.

i. Hydrocephalus adalah kelainan pada janin akibat penumpukan cairan pada daerah

kepala sehingga terjadi pembesaran yang terus bertambah pada daerah kepala.

j. Primi muda atau tua kehamilan yang terjadi pada saat ibu masih berumur terlalu

muda atau terlalu tua

k. Partus dengan komplikasi yaitu terjadi keguguran atau kelahiran pada janin akibat

dari komplikasi penyakit yang diderita oleh ibu.

l. Panggul sempit apabila ukuran dari sonjugata vera lebih kecil dibandingkan dengan

ukuran tranversa sehingga dapat menimbulkan kesulitan sonjugata vera dilalui oleg

tranversa.

7. Komplikasi

Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi menurut Padila (2015)

antara lain:

a. Infeksi puerperal (nifas)

1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari

2) Sedang , suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit

kembung

3) Berat,peritonealis,sepsis dan usus paralitik

b. Perdarahan

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

2) Perdarahan pada plasenta bed

c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

peritoneallisasi terlalu tinggi


d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan berikutnya

8. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang menurut Padila (2015):

a. USG:untuk mengetahui usia kehamilan, derajat maturitas plasenta

b. Kardiotokografi :untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin

c. Amniocentesis : pemeriksaan sitologi air ketuban

d. Amnioskopi:melihat keluruhan air ketuban

e. Uji Oksitisin : untuk menilai reaksi janin terhadap kontraksi uterus

f. Pemeriksaan kadar estriol dalam urine

g. Pemeriksaan sitologi vagina

9. Penatalaksanaan sectio caesarea

Menurut Padila (2015), penatalaksanaan sectio caesarea adalah:

a. Periksa dan catat tanda--tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit

pada 4 jam kemudian.

b. Perdarahan dan urine harus dipantau secara ketat.

c. Pemberian transfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.

d. Pemberian antibiotika

Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar efektif dapat dipersoalkan, namun

pada umumnya pemberiannya dianjurkan.

e. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : miring kanan dan kiri dapat dimulai

sejak 6 - 10 jam setelah operasi, latihn pernafasan dapat dilakukan penderita sambil

tiduran terlentang sedini mungkin setelah sadar, hari kedua post operasi pasien dapat

duduk selama 5 menit dan dimint untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya,
kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk,

selanjutnya selama berturut-turut pasien dianjurkan untuk belajar berjalan sendiri

pada hari ke 3 dan seterusnya.

f. Pemulangan

Jika tidak terdapat komplikasi pada bedah sectio caesarea penderita dapat

dipulangkan pada hari ketiga setelah operasi (Mochtar Rustam,2012).

C. Gambaran umum tentang Letak Lintang

1. Definisi letak Lintang

Letak Lintang ialah jika letak anak di dalam rahim sedemikian rupa hingga paksi tubuh

anak melintang terhadap paksi rahim. Sesungguhnya letak lintang sejati (paksi tubuh

anak tegak lurus pada paksi rahim dan menjadikan sudut 90o) jarang sekali terjadi. (Eni

Nur Rahmawati, 2011, Hal. 182)

Pada letak Lintang, bahu biasanya berada diatas pintu atas panggul sedangkan kepala

terletak pada salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain. Pada keadaan

ini, janin biasa berada pada presentase bahu/ akromion. (Icesmi Sukarni, 2013)

Karena biasanya yang paling rendah adalah bahu, maka dalam hal ini disebut

juga shoulder presentation.

a) Menurut Letak Lintang kepala terbagi atas

1) Lli I : kepala di kiri

2) Lli II : Kepala di kanan


b) Menurut posisi punggung terbagi atas :

1) Dorso anterior (di depan)

2) Dorso posterior (di belakang)

3) Dorso superior (di atas)

4) Dorso Inferior (di bawah). (Amru sofian, 2013, hal. 251)

2. Etiologi letak Lintang

Penyebab letak Lintang adalah :

a. Dinding abdomen teregang secara berlebihan disebabkan oleh kehamilan multiparitas.

Pada ibu hamil dengan paritas 4 atau lebih terjadi insiden hampir sepuluh kali lipat

dibanding ibu hamil nullipara. Relaksasi dinding abdomen pada perut yang

menggantung akibat multipara dapat menyebabkan uterus beralih kedepan.

b. Janin prematur. Pada janin prematur letak janin belum menetap, perputaran janin

sehingga menyebabkan letak memanjang.

c. Plasenta previa atau tumor pada jalan lahir. Dengan adanya plasenta atau tumor di jalan

lahir, maka sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir.

d. Abnormalitas uterus. Bentuk dari uterus yang tidak normal menyebabkan janin tidak

dapat engagement sehingga sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir.

e. Panggul sempit. Bentuk panggul yang sempit mengakibatkan bagian presentasi tidak

dapat masuk ke dalam panggul (engagement) sehingga dapat mengakibatkan sumbu

panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir. (Sumarah, 2008, Hal. 142)
3. Diagnosis letak Lintang

a. Pemeriksaan abdominal

1) Terlihat abdomen tidak simetris

2) Sumbu memanjang janin melintang terhadap perut ibu

3) Fundus uteri lebih rendah dari yang diharapkan sesuai dengan umur

kehamilan. Dikatakan uterus jongkok. Batas atasnya dekat pusat dan lebih

lebar dari biasa.

4) Di kutub atas dan bawah uterus tidak teraba kepala maupun bokong

5) Kepala dapat di raba di salah satu sisi ibu

6) Bokong teraba di sisi lain.

b. Denyut jantung janin

Denyut jantung janin terdengar paling jelas dibawah pusat dan mempunyai arti

diagnostik dalam penentuan letak.

c. Pemeriksaan vaginal

Yang paling penting adalah hasil negatif, tidak teraba kepala maupun bokong. Bagian

terendah janin tinggi diatas PAP. Kadang-kadang dapat di raba bahu, tangan, iga, atau

punggung anak. Oleh karena bagian terendah tidak dengan baik menutup panggul,

mungkin ketuban menonjol ke dalam vagina.

d. Pemeriksaan sinar – X

Pemeriksaan sinar – X berguna untuk memastikan diagnosis dan untuk mengetahui

adanya kelainan janin atau panggul ibu. (Harry oxorn, 2010, Hal. 234)

4. Mekanisme persalinan
Anak normal yang cukup bulan tidak mungkin lahir secara spontan dalam Letak

Lintang. Janin hanya dapat lahir spontan, bila kecil (prematur), sudah mati dan menjadi

lembek, atau bila panggul luas. (Amru sofian, 2013, Hal. 252)

kelahiran spontan dari neonatus yang sepenuhnya telah berkembang tidak mungkin

terjadi dengan posisi melintang yang persisten. Setelah membran ruptur, jika persalinan

berlanjut, bahu janin di dorong ke dalam panggul, dan lengan yang berhubungan sering

kali menonjol. Setelah beberapa penurunan, bahu tertahan oleh tepi pintu atas panggul,

dengan kepala pada salah satu fossa iliaca dan bokong pada fossa lainnya. Seiring

berlanjutnya persalinan, bahu tertahan dengan kuat di bagian atas panggul. Kemudian

uterus berkontraksi dengan kuat pada usaha yang tidak berhasil untuk mengatasi

halangan. (Gary cunningham, 2013, Hal. 498)

Jika janin kecil biasanya kurang dari 800 gram dan panggul luas, pelahiran spontan

mungkin terjadi walaupun dengan posisi yang abnormal. Janin tertekan oleh kepala

yang mendorong abdomennya. Bagian dinding toraks di bawah bahu akan menjadi

bagian yang paling menggantung, terlihat pada vulva. Kepala dan toraks kemudian

melewati rongga panggul pada waktu yang sama. Janin, yang seperti terlipat dan karena

itu terkadang disebut conduplicato corpore, keluar. (Gary cunningham, 2013, Hal. 498)

5. Komplikasi letak Lintang

Oleh karena bagian terendah tidak menutup PAP, ketuban cenderung pecah dini dan

dapat disertai menumbungnya tangan janin atau tali pusat, kematian janin, dan rupture

uteri. (Icesmi sukarni, 2013)

6. Prognosis

Prognosis tergantung pada penanganannya. Bila diagnosis dibuat awal dan

dilakukan penanganan yang memadai maka hasilnya akan baik. Letak Lintang yang
kasep mengakibatkan kematian semua bayi dan banyak diantaranya ibunya yang juga

meninggal. (Harry Oxorn, 2010 Hal. 236 )

Letak Lintang merupakan letak yang tidak mungkin lahir spontan dan berbahaya

untuk ibu maupun anak. Biarpun bisa lahir spontan anaknya akan lahir mati. Dalam

keadaan tertentu, bila umur kehamilan <30 minggu dan atau berat anak <1400 gram

boleh di coba persalinan per vagina.

Resiko kematian maternal dan Neonatal meningkat pada presentasi bahu.

Kebanyakan kematian maternal disebabkan oleh ruptur uteri spontan atau ruptur uteri

termasuk akibat versi dan ekstraksi.

Penyebab kematian bayi ialah prolapsus funikuli dan asfiksia karena kontraksi

rahim terlalu kuat. Juga tekukan leher yang terlalu kuat dapat menyebabkan kematian.

Prognosis bayi sangat bergantung pada saat pecahnya ketuban. Selama ketuban masih

utuh, bahaya bagi anak dan ibu relatif kecil. Oleh karena itu, kita harus berusaha

supaya ketuban selama mungkin utuh, misalnya :

a) Melarang pasien mengejan

b) Pasien dengan anak yang melintang tidak dibenarkan berjalan-jalan

c) Tidak diberi obat augmentasi his

d) Pemeriksaan dalam dilakukan harus hati-hati jangan sampai memecahkan

ketuban bahkan di luar rumah sakit sedapat-dapatnya jangan di lakukan

pemeriksaan dalam.

7. Penatalaksanaan Letak Lintang

Jika letak janin tetap lintang saat ibu memasuki persalinan, pelahiran pervagina

mustahil di lakukan. Ini merupakan situasi ketika ibu harus benar – benar diingatkan

bahwa tindakan sectio caesarea harus dilakukan, sebab jika tidak, baik ibu maupun
janin beresiko tinggi mengalami morbiditas dan mortalitas. Satu- satunya pengecualian

untuk kasus ini adalah untuk janin yang berukuran kecil atau prematur, yang

memungkinkan janin di lahirkan pervaginam tanpa memperhatikan letak maupun

presentasi janin. (Debbie Holmes, 2011, Hal. 115)

Persalinan aktif pada perempuan dengan janin posisi melintang biasanya

merupakan indikasi untuk pelahiran caesar. Sebelum persalinan atau pada awal

persalinan, dengan membran yang intak, usaha versi eksternal bermanfaat jika tidak ada

komplikasi lain. Jika kepala janin dapat dimanuver melalui manipulasi abdomen ke

dalam pelvis, kepala harus tetap harus berada di sana selama beberapa kontraksi

selanjutnya dalam usaha untuk memperbaiki kepala dalam panggul. (Gary cuningham,

2013, Hal. 498)

Dengan pelahiran caesar, karena baik kaki maupun kepala janin tidak berada pada

segmen bawah uterus, insisi melintang rendah ke dalam janin tidak berada pada segmen

bawah uterus, insisi melintang rendah ke dalam uterus dapat menyebabkan ekstraksi

janin yang sulit. Hal ini sangat benar pada presentasi dorsoanterior. Dengan demikian,

biasanya insisi vertikal di indikasikan. (Gary Cunningham, 2013, Hal. 498).

Sectio caesaria dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

a) Bila ada keadaan yang tidak memungkinkan persalinan pervaginam dengan

selamat

b) Pada semua primigravida

c) Pada multipara dengan riwayat obstetri jelek seperti persalinan yang sukar,

trauma pada bayi, atau lahir mati.

d) Pada multipara dengan cervix yang tebal dan masih tertutup

e) Pada pasien dengan riwayat sterilisasi. (Harry Oxorn, 2010, Hal. 237)
D. Gambaran Umun tentang Gestasional Hipertensi

1. Definisi hipertensi pada kehamilan


Hipertensi pada kehamilan merupakan penyakit tidak menular penyebab

kematian maternal. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang

tidak ditularkan dari orang ke orang. PTM diantaranya adalah hipertensi, diabetes,

penyakit jantung, stroke, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). PTM

merupakan penyebab kematian hampir 70% di dunia. Menurut hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013, tampak kecenderungan peningkatan

prevalensi PTM seperti hipertensi, diabetes, stroke, dan penyakit sendi/rematik/encok.

Fenomena ini diprediksi akan terus berlanjut1 (Kemenkes RI, 2018).

Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia dengan jumlah

penderita lebih satu milyar orang. Data World Health Organization (WHO) tahun 2013

menunjukkan bahwa sekitar satu milyar orang penduduk dunia menderita hipertensi

dan angka tersebut akan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Prevalensi

hipertensi meningkat di negara- negara Afrika sebesar 46% dan lebih rendah di negara

maju sebesar 35%2 . Di Amerika Serikat prevalensi hipertensi 31%, laki-laki lebih

tinggi dibanding perempuan (39% dan 23%). Insidensi hipertensi meningkat 10% pada

umur 30 tahun dan meningkat 30% pada umur 60 tahun.

Kondisi ini memerlukan strategi manajemen khusus agar hasilnya lebih bagus.

Hipertensi pada kehamilan mempengaruhi ibu dan janin, dan dapat menyebabkan

morbiditas dan mortalitas ibu dan janin jika tidak dikelola dengan baik.

2. Komplikasi Hipertensi Pada Kehamilan

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penting pada penyakit

kardiovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer, stroke dan

penyakit ginjal. Untuk menghindari komplikasi tersebut diupayakan pengendalian


tekanan darah dalam batas normal baik secara farmakologis maupun non farmakologis.

Lima penyebab kematian ibu terbesar di Indonesia diantaranya adalah karena

hipertensi dalam kehamilan.

a) Jangka pendek Ibu : eklampsia, hemoragik, isemik stroke, kerusakan hati (HELL

sindrom, gagal hati, disfungsi ginjal, persalinan cesar, persalinan dini, dan

abruptio plasenta. Janin : kelahiran preterm, induksi kelahiran, gangguan

pertumbuhan janin, sindrom pernapasan, kematian janin.

b) Jangka panjang Wanita yang mengalami hipertensi saat hamil memiliki risiko

kembali mengalami hipertensi pada kehamilan berikutnya, juga dapat

menimbulkan komplikasi kardiovaskular, penyakit ginjal dan timbulnya kanker.

3. Klasifikasi hipertensi pada kehamilan

Hipertensi pada kehamilan apabila tekanan darahnya ≥140/90 mmHg. Dibagi

menjadi ringan- sedang (140 – 159 / 90 – 109 mmHg) dan berat (≥160/110 mmHg).

Pada semua wanita hamil, pengukuran tekanan darah harus dilakukan dalam posisi

duduk, karena posisi telentang dapat mengakibatkan tekanan darah lebih rendah

daripada yang dicatat dalam posisi duduk. Diagnosis hipertensi pada kehamilan

membutuhkan pengukuran tekanan darah dua kali terjadi hipertensi setidaknya dalam

6 jam.

Pada kehamilan, curah jantung meningkat sebesar 40%, dengan sebagian besar

peningkatan karena peningkatan stroke volume. Denyut jantung meningkat 10x/menit

selama trimester ketiga. Pada trimester kedua, resistensi vaskular sistemik menurun,

dan penurunan ini dikaitkan dengan penurunan tekanan darah .

Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi:

1) pre-eklampsia/ eklampsia,

2) hipertensi kronis pada kehamilan,


3) hipertensi kronis disertai pre-eklampsia,

4) hipertensi gestational

Tabel 2.1 Perbedaan Hipertensi kronis, hipertensi gastasional dan pre-


eklampsia/eklampsia pada kehamilan
Temuan Hipertensi kronis Hipertensi Pre-eklampsia

gestasional atau eklampsia

Waktu onset <20 minggu Pertengahan >20 minggu

kehamilan

proteinuria Tidak ada Tidak ada Ada

Hemokonsentasi Tidak ada Tidak ada Ada

Trombositopeni Tidak ada Tidak ada Ada

Disfungsi hati Tidak ada Tidak ada Ada

Kreatinin serum >1.2 Tidak ada Tidak ada Ada

mg/dl

Peningkatan asam urat Tidak ada Tidak ada Ada

serum

Gejala klinik Tidak ada Tidak ada Ada

4. Hipertensi gestasional

Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan

tanpa proteinuria. Angka kejadiannya sebesar 6%. Sebagian wanita (> 25%) berkembang

menjadi pre-eklampsia Hipertensi gestasional berat adalah kondisi peningkatan tekanan

darah > 160/110 mmHg. Tekanan darah baru menjadi normal pada post partum, biasanya

diagnosis hipertensi gestasional biasanya diketahui setelah melahirkan dalam sepuluh hari.

Pasien mungkin mengalami sakit kepala, penglihatan kabur, dan sakit perut dan tes

laboratorium abnormal, termasuk jumlah trombosit rendah dan tes fungsi hati abnormal.
Hipertensi gestasional terjadi setelah 20 minggu kehamilan tanpa adanya

proteinuria. Kelahiran dapat berjalan normal walaupun tekanan darahnya tinggi.

Penyebabnya belum jelas, tetapi merupakan indikasi terbentuknya hipertensi kronis di

masa depan sehingga perlu diawasi dan dilakukan tindakan pencegahan.

5. Waktu persalinan untuk hipertensi gestational

Tekanan darah < 160/110 mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi tidak

diperbolehkan melakukan persalinan sebelum 37 minggu kehamilan. Tekanan darah <

160/110 mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi setelah minggu ke-37 melakukan

konsultasi mengenai hari persalinan. Persalinan dapat dilakukan setelah kartikosteroids

selesai.

6. Pencegahan Hipertensi Gestasional

Hipertensi gestasional terjadi setelah 20 minggu kehamilan tanpa adanya proteinuria.

Kelahiran dapat berjalan normal walaupun tekanan darahnya tinggi. Penyebabnya belum

jelas, tetapi merupakan indikasi terbentuknya hipertensi kronis di masa depan sehingga

perlu diawasi dan dilakukan tindakan pencegahan.

E. Pathway modifikasi letak lintang dan post sc


F. Gambaran Umum Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah metode dimana atau konsep diterapkan dalam praktik

keperawatan, hal ini disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan

ilmu, teknik ketrampilan interpersonal serta ditujukan untuk mengetahui kebutuhan pasien

dan keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yaitu:

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan

mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai

permasalahan yang ada, pengkajian terdiri dari :

a. Pengumpulan data

Merupakan upaya yang dilakukan untuk mendapatkan data yang dapat digunakan

sebagai informasi tentang klien. Dalam pengumpulan data dapat dilakukan dengan

cara:

1) Wawancara yaitu melalui komunikasi untuk mendapatkan respon dari klien

dengan tatap muka.

2) Observasi dengan mengadakan pengamatan secara visual atau secara langsung

kepada klien.

3) Konsultasi dengan melakukan konsulasi kepada ahli atau spesialis bagian yang

mengalami gangguan.

4) Melalui pemeriksaan yaitu pemeriksaan fisik dengan metode inspeksi

dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada organ yang

diperiksa, palpasi dengan meraba organ yang diperiksa, perkusi dengan

melakukan pengetukan dengan menggunakan jari telunjuk atau hammer

pada pemeriksaan neurologis dan auskultasi dengan mendengarkan bunyi


bagian organ yang diperiksa, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan

rontgen .

b. Validasi data merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada data yang

dikumpulkan dengan melakukan perbndingan data subyektif dan obyektif yang

didapatkan dari berbagai sumber.

c. Identifikasi pola/masalah

Merupakan keguatan terakhir dari tahap pengkajian setelah validasi data dengan

mengidentifikasi pola atau masalah yang mengalami gangguan yang ada dimulai dari

pengkajian pola fungsi kesehatan.

2. Diagnosa Keperawatan

Merupakan keputusan klinik mengenai respon individu, keluarga atau masyarakat sebagai

akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Dignosa

keperawatan ini dapat menentukan dasar pemilihan intervensi untuk menjadikan tanggung

gugat perawat .

Ada beberapa tipe diagnosis keperawatan diantaranya:

a. Diagnosis keperawatan aktual

Yang menyajikan keadaan klinis yang telah divalidasikan melalui batasan karakteristik mayor

yang diidentifikasikan. Diagnosis keperawatan aktual penulisannya adalah adanya pertanyaan

masalah/problem,adanya penyebab/ etiologi,pernyataan tanda dan gejala/symptom.

1) Problem/masalah, dapat ditentukan dari data yang terkumpul yang telah divalidasi dan

diidentifikasi pola.

2) Etiologi / penyebab, dengan cara menghubungkan faktor yang berhubungan dengan

masalah keperawatan yang dapat mempengaruhi perubahan status kesehatan. Faktor

yang berhubungan atau dapat digunakan dalam etiologi terdiri dari empat komponen,
meliputi :patofisiologi (biologi atau fisik) tindakan yang berhubungan, situasional

(lingkungan dan personal), maturasional.

3) Sign / symptom (tanda dan gejala), dalam menentukan symtom yang merupakan tanda

dan gejala dari masalah keperawatan yang terjadi dapat diperoleh dari hasil

pengelompokan data yaitu data subyektif dengan memperhatikan batasan karakteristik

dari pernyataan masalah.

b. Diagnosis keperawatan resiko atau resiko tinggi

Yaitu keputusan klinis tentang individu, keluarga atau komunitas sangat rentan untuk

mengalami masalah dibanding yang lain pada situasi yang sama atau hampir sama.

Validasi untuk menunjang diagnosis resiko tinggi adalah faktor resiko yang

memperhatikan keadaan dimana kerentanan meningkat terhadap klien atau kelompok dan

untuk menggunakan batasan karakteristik.

c. Diagnosis keperawatan kemungkinan

Adalah pertanyaan tentang masalah yang diduga masih memerlukan data

tambahan,dengan harapan masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala

utama faktor resiko.

d. Diagnosis keperawatan sehat sejahtera

Adalah keputusan klinis mengenai individu, kelompok atau masyarakat dalam transisi

dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat yang lebih baik. Cara pembuatannya dengan

menghubungkan pernyataan fungsi positif dalam masing - masing pola kesehatan

fungsional sebagai alat pengkajian yang disahkan.

e. Diagnosis keperawatan sindrom

Adalah diagnosis keperawatan yang terdiri dari sekelompok diagnosis keperawatan aktual

atau resiko tinggi yang diduga akan tampak karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
3.Perencanaan

Merupakan suatu proses penyususnan berbagai intervensi keperawatan yang

dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah- masalah klien.

Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan.

Pada tahap perencanaan dapat dilaksanakan dengan berbagai

kegiatan dengan:

a. Perencanaan prioritas

Dalam menentukan prioritas terdapat beberapa pendapat urutan prioritas diantaranya:

1) Berdasarkan tingkat kegawatannya (mengancam jiwa)

Penentukan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (kegawatan jiwa) yang

dilator belakang dari prinsip-prinsip pertolongan pertama yaitu dengan membagi

beberapa prioritas diantaranya:

a) Prioritas tinggi

Mencerminkan situasi yang mengancam kehidupan (nyawa

seseorang) sehingga perlu dilakukan tindakan terlebih dahulu.

b) Prioritas sedang

Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak

mengancam hidup seseorang.

c) Prioritas rendah

Prioritas rendah ini menggambarkan situasi yang tidak berhubungan

langsung dengan prognosis dari suatu penyakit yang secara spesifik.


2) Berdasarkan kebutuhan Maslow

Maslow menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan berdasarkan

kebutuhan diantaranya :

a) Kebutuhan fisiologis

Meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nyeri,cairan, perawatan kulit,

mobilisasi dan eliminasi.

b) Kebutuhan keamanan dan keselamatan

Meliputi masalah lingkungan, kondisi, tempat tinggal, perlindungan, pakaian,

bebas dari infeksi, dan rasa takut.

c) Kebutuhan mencintai dan dicintai

Meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi dalam kelompok,

hubungan antara manusia. Meliputi masalah respek dari keluarga, perasaan

menghargai diri sendiri.

d) Kebutuhan aktualisasi diri

Meliputi masalah keputusan terhadap lingkungan

b. Penentuan tujuan dan hasil

menentukan kriteria hasil harus berpedoman pada SMART yaitu:

S: Specific (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda).

M: measureabel (tujuan keperawatan harus dapat diukur, tentang perilaku klien,dapat dilihat,

didengar, diraba, dirasakan,dicium).

A : achieveable (tujuan harus dapat dicapai)


R : reasoneble (tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah)

T:time (ada batasan waktu yang ditentukan untuk mencapai tujuan).

c. Menentukan rencana tindakan

Langkah dalam tahap perencanaan ini dilaksanakan dengan menentukan rencana tindakan apa

yang akan dilakukan dalam mengatasi masalah klien.Tipe instruksi perawatan dalam rencana

tindakan :

1) Tipe diagnostik

Tipe ini menilai kemungkinan klien ke arah pencapaian kriteria hasil dengan observasi

secara langsung.

2) Tipe terapeutik

Menggambarkan tindakan yang dilakukan oleh perawat secara langsung untuk

mengurangi, memperbaiki, dan mencegah kemungkinan masalah.

3) Tipe penyuluhan

Digunakan untuk meningkatkan perawatan diri pasien dengan membantu klien untuk

memperoleh tingkah laku individu yang mempermudah pemecahan masalah.

4) Tipe rujukan

Menggambarkan peran perawat sebagai koordinator dan manager dalam perawatan

klien dalam anggota tim Kesehatan.

2. Pelaksanaan

Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan

berbagai setrategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam

rencana tindakan keperawatan. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis
tindakan yaitu tindakan mandiri atau dikenal dengan tindakan independent dan tindakan

kolaborasi atau dikenal dengan tindakan interdependent.

3. Evaluasi

Merupakan langkah akhir dariproses keperawatan dengan cara melakukan

identifikasi sejauh mana tujuan dan rencana keperawatan tercapai.Pada tahap evaluasi ini

terdiri dari dua kegiatan yaitu:

a. Evaluasi proses

Yaitu evaluasi yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses perawatan

berlangsung atau menilai dari respon klien.

b. Evaluasi hasil

Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu

tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan.Ada

beberapa tujuan dalam evaluasi hasil yaitu:

1) Tujuan tercapai

Tujuan ini dilakukan tercapai apabila klien telah menunjukkan perubahan dan

kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

2) Tujuan tercapai Sebagian

Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara

keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai penyebab atau masalahnya.

3) Tujuan tidak tercapai

Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukkan adanya perubahan kerah

kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan. Untuk memudahkan dalam

evaluasi keperawatan dapat digunakan format SOAPIER antara lain:


S:data subyektif sehubungan dengan masalah klien

O :data obyektif sehubungan dengan masalah klien

A :analisa masalah

P:perencanaan

I:implementasi

E:evaluasi

R:pengkajian ulang kebutuhan pasien dan rencana keperawatan

4. Dokumentasi keperawatan

Sebagai perawat dalam memberikan asuhan keperawatan maka harus bertanggung

gugat untuk semua asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien yaitu setelah

melakukan tindakan pada pasien harus didokumentasikan pada catatan harus

didokumentasikan pada catatan status pasien.

Dokumentasi keperawatan adalah catatan perkembangan yang berorientasi pada

masalah dan disusun oleh tim kesehatan,setiap anggota menulis setiap perkembangan

yang terjadi pada lembar SOAPIE.

S : Subyektif adalah informasi yang didapat dari pasien secara langsung misalnya keluhan

secara verbal.

O : Obyektif adalah informasi yang didapatkan oleh pengamatan dan pemeriksaan,seperti

hasil pemeriksaan fisik, hasil observasi dan hasil pemeriksaan penunjang.

A:Assesment adalah analisa masalah pasien. Berdasarkan data subyektif dan data obyektif

maka perawat melakukan analisa data tersebut. Berfungsi untuk merumuskan mengenai
perkembangan kondisi pasien. Menetapkan diagnosa baru (jika ada perubahan) dan

mengevaluasi keefektifan tindakan yang telah dilakukan.

P:Planning of action adalah rencanakan tindakan yang akan diambil.

I :Implementasi adalah pelaksanaan tindakan.

E:Evaluasi adalah penilaian dari pelaksanaan tindakan.

F. Tinjauan Asuhan Keperawatan pada pasien post sectio caesarea

1. Pengkajian

Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress

janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio

plasenta dan plasenta previa.

a. Identitas atau biodata klien Meliputi, nama, umur, agama,jenis kelamin, alamat, suku

bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor

register , dan diagnosa keperawatan

b. Keluhan utama

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu: Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti

jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.

2) Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka

cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti

tanda-tanda persalinan.

3) Riwayat kesehatan keluarga: Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti

jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit

tersebut diturunkan kepada klien.


d. Pola-pola fungsi kesehatan

5) pola persepsi dan tata leksana hidup sehat

karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara

pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan

tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya

6) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari

keinginan untuk menyusui bayinya.

7) pola aktifitas

Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,

terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah,

pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan

dan nyeri.

8) Pola eleminasi

Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering susah kencing

selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang

menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena

penderita takut untuk melakukan BAB.

9) Istirahat dan tidur

Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya

kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan

10) Pola hubungan dan peran

Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang

lain.
11) Pola penagulangan sters

Biasanya klien serig melamun dan merasa cemas

12) Pola sensori dan kognitif

Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri

perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi

kurangnya pengetahuan merawat bayinya

13) Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih

menjelangpersalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri

antara lain dan body image dan ideal diri

14) Pola reproduksi dan sosial Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam

hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya

proses persalinan dan nifas.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa yang muncul pada pasien post section caesarea menurut Nurarif & Kusuma

(2015):

a. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas

(mokus dalam jumlah berlebih), jalan nafas alergik (respon obat anestesi)

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan).

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan.

e. Gangguan eliminasi urin


f. Konstipasi.

g. Deficit perawatan diri mandi / kebersihan diri, makan, toileting

berhubungan dengan kelelahan post partum.

h. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi post partum.

i. Ketidakefektifan pemerian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan

ibu, terberhentinya proses menyusui.

j. Defisiensi pengetahuan : perawatan post partum berhubungan dengan

kurangnya informasi tentang penanganan post partum.

k. Resiko syok ( hipovolemik).

l. Resiko perdarahan

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan pada pasien post section caesarea menurut Nurarif & Kusuma (2015) adalah:

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas (mokus

dalam jumlah berlebih), jalan nafas alergik (respon obat anestesi).

Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan jalan

nafas bersih dengan kriteria hasil mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas

yang bersih tidak ada sianosis dan dyspnea,menunjukkan jalan nafas yang paten,

mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas.

Intervensi:

1) Auskultasi jalan nafas

2) Monitor status oksigen pasien

3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu

4) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara afas tambahan

5) Monitor resporasi dan status O2


6) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri

klien berkurang dengan kriteria hasil : klien mampu mengontrol nyeri, melaporkan

bahwa nyeri berkurang skala 3-2.

Intervensi:

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik,durasi, frekuensi,kualitas,dan factor presipitasi

2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan

3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri

pasien

4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

5) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan

control nyeri masa lampau

6) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

7) Control lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan,pencahayaan, dan kebisingan.

c. Resiko ifeksi berhubungan dengan prosedur invasive

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada

tanda dan gejala infeksi dengan kriteria hasil: tidak ada tanda-tanda infeksi, jumlah

leukosit dalam batas normal (4,50-11,0%)


Intervensi:

1) Batasi pengunjung bila perlu

2) Beri hygine yang baik

3) Monitor tanda gejala infeksi sistemik local

4) Pertahankan tehnik isolasi

5) Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum

6) Kolaborasi dokter bila ada tanda infeksi

7) Kolaborasi dengan dokter pemberia obat antibiotik


8) Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat

9) Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

10) Dorong pasien untu istirahat

11) Cuci tangan sebelum dan sesudah tidakan keperawatan

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan istirahat

pasien tercukupi dengan kriteria hasiljumlah jam tidur dalam batas normal 6-

8jam/hari,kualitas dalam batas normal, dan perasaan segar setelah istirahat.

Intervensi:

1) Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur

2) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat

3) Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur

4) Ciptakan lingkungan yang nyaman

5) Kolaborasi pemberian obat tidur

6) Instruksikan untuk memonitor tidur pasien

7) Monitor waktu makan dan minum dengan waktu tidur

8) Monitor /catat kebutuhan tidur pasien setiap hari/jam

e. Kostipasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien

dapat BAB dengan lancer dengan kriteria hasil: mempertahankan bentuk feses yang lunak

setiap 1-3 hari,bebaskan dari ketidaknyamanan dan konstipasi, feses lunak dan berbentuk.

Intervensi:

1) Monitor tanda dan gejala konstipasi

2) Monitor bising usus


3) Monitor feses,frekuensi,konsisten dan volume

4) Monitor tanda dan gejala rupture usus

5) Memantau bising usus

6) Pantau tanda dan gejala konstipasi

7) Pantau tanda dan gejala impaksi

8) Dukung intake cairan

9) Jelaskan etiologi masalah dan pemikiran tindakan untuk pasien

f. Gangguan eliminasi urin

Tujuan : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

tidak ada gangguan eliminasi urin dengan kriteria hasil:kandung kemih kosong secara

penuh, tidak ada residu urin > 100-200 cc,intake cairan dalam rentang normal, bebas dari

Infeksi Saluran Kemih, dan tidak ada spasme.

Intervens=i:

1) Lakukan penilaian yang komprehensif berfokus pada inkontenensia

2) Menyediakan penghapusan privasi

3) Merangsang reflex kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk perut, membelai

tinggi batin atau air

4) Memantau asupan dan keluaran

5) Masukan kateter kemih

6) Instruksikan cara - cara untuk menghindari konstipasi atau inspaksi tinja

7) Menerapkan kateterisasi interminen, sesuai.

g. Deficit perawatan diri : mandi / kebersihan diri, makan,toileting brhubungan dengan

kelelahan post partum


Tujuan:setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak

terjadi deficit perawatan diri dengan kriteria hasil:aktivitas kehidupan sehari - hari

(ADLs) mampu untuk melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri

atau dengan alat bantu, perawatan diri mandi : mampu membersihkan tubuh sendiri secara

mandiri dengan atau tanpa alat bantu, membersihkan dan mengeringkan tubuh,

mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan hygine oral.

Intervensi:

1) Menyediakan lingkkungan yang terapeutik dengan memastikan

hangat,pengalaman pribadi dan personal pribadi

2) Memfasilitasi diri mandi pasien

3) Menjaga kebersihan ritual

4) Memantau kebersihan kuku

5) Memantau integritas kulit pasien

6) Membersihkan bantuan pasien sepenuhnya sampai dapat mengasumsikan

perawatan diri.

h. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi post parrtu Tujuan:setelah dilakukan tindakan

asuhan keprawatan selama 3x24 jam diharapkan nutisi dapat terpenuhi dengan kriteria

hasil:adanya peningkatan berat badan, mampu mengidenifikasi kebutuhan nutrisi, tidak

ada tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.

Intervensi:

1) Kaji adanya alergi makanan

2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

dibutuuhkan pasien

3) Berikan informasi pada pasien tentang kebutuhan nutrisi


4) Berat badan pasien dalam batas normal

5) Monitor adanya penurunn berat badan

6) Monitor lingkungan selama makan

7) Monitor mual dan muntah

8) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutisi yang dibutuhkan

9) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva.

i. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan ibu,

terberhentinya proses menyusui

Tujuan:setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

pemberian ASI efektif dengan kriteria hasil:

kemantapan pemberian ASI bayi perletakan bayi yang sesuai dan proses menghisap dari

payudara ibu untuk memperoleh nutrisi selama 3 minggu pertama pemberian ASI,

kemantapan pemberian ASI ibu, kemantapan ibu untuk membuat bayi melekat dengan

tepat dan menyusu dari payudara ibu untuk memperoleh nutrisi selama 3 minggu pertama

setelah pemberian ASI, penyapihan pemberian ASI: diskontinuitas progresif pemberian

ASI, ibu mengenali isyarat dari bayi dengan segera, ibu mengindikasikan kepuasan

terhadap pemberian ASI

Intervensi:

1) Evaluasi menghisap/menelan bayi

2) Evaluasi pemahaman ibu tentang isyarat menyusui dari bayi

3) Kaji kemampuan bayi untuk latch on dan menghisap secara efektif

4) Pantau kemapuan untuk mengurangi kongesti payudara dengan benar.

Lactation suppression:
1) Sediakan informasi tentang laktasi dan tehnik memompa ASI (secara manual

atau dengan pompa elektrik)

2) Ajarkan orangtua mempersiapkan menyimpan,menghangatkan dan

kemungkinan pemberian susu formula

3) Sediakan informasi tentang keuntungan dan kerugian pemberian ASI

j. Defisiensi pengetahuan :perawatan post partum berhubungan dengan kurangnyainformasi

tentang penanganan post partum.

Tujuan :setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

tidak ada defisiensi pengetahuan dengan kriteria hasil : pasien dan keluarga menyatakan

pemahaman tentang penakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan, pasien dan

keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar,pasien dan

keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat /tim kesehatan

lainnya.

Intervensi:

1) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan

anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat.

2) Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat.

3) Hindari jaminan yang kosong.

4) Instruksikan pasien mengenai tanda- gejala untuk melaporkan pada pemberi

perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat. Gambarkan tanda dan gejala yang

biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat.

k. Resiko syok(hipovolemik)

Tujuan:setelah dialkukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak

erjadi syok dengan kriteria hasil : nadi dalam batas yang diharapkan, frekuensi nafas
dalam batas yang di harapkan, frekuensi nafas dalam batas normal, demam tidak

ditemukan, TD dalam batas normal.

Intervensi:

1) Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung,HR,dengan

ritme, nadi perifer,dan kapiler refill.

2) Monitor suhu dan pernafasan

3) Monitor input dan output

4) Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat

5) Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas

6) Monitor tanda awal syok

7) Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala syok

8) Monitor tekanan nadi

1. Resiko perdarahan

Tujuan:setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

tidak terjadi perdarahan dengan kriteria hasil : tidak terjadi hematuria dan

hermatemesis, kehilangan darah yang terlihat, tidak ada perdarahan pervagina, tidak

ada distensi abdominal, hemoglobin dan hematocrit dalam batas normal.

Intervensi:

1) Ajarkan pasien untuk meningkatkan intake makanan yang mengandung vitamin

2) Monitor status cairan yang meliputi intake dan output

3) Pertahankn patensi IV line bledding

4) Lakukan manual pressure (tekanan)pada area perdarahan

5) Gunakan ice pack pada area perdarahan


6) Tinggikan ekstremitas yang perdarahan

7) Kuragi factor stress

8) Pertahankan jalan nafas

9) Monitor status nutrisi pasien

10) Berikan cairan intravena

G. Pelaksanaan Keperawatan

implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang

spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan dirujukan

pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan akan dapat

dilaksanakan dengan baik,jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam

implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat terus melakukan

pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan

klien.

H. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang

keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap

evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap

pengkajian, analisa data, perencanaan,dan implementasi intervensi. Tahap dalam penilaian

atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis antara rencana tentang kesehatan pasien

dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lain. Dalam evaluasi ada beberapa kemungkinan

yang muncul yaitu :

1. Tujuan tercapai

2. Tujuan tercapai Sebagian

3. Tujuan tidak tercapai

4. Timbul masalah baru

I. Dokumentasi keperawatan

Sebagai perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus bertanggung gugat untuk

semua asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien yaitu setelah melakukan tindakan pada

pasien harus didokumentasikan pada catatan status pasien.

Dokumentasi keperawatan adalah catatan perkembangan yang berorientasi pada masalah dan

disusun oleh tim kesehatan, setiap anggota

S:Subyektif adalah informasi yang didapat dari pasin secara langsung misalnya keluhan secara

verbal.

O : obyektif adalah informasi yang didapat oleh pengamatan dan pemeriksaan,seperti hasil

pemeriksaan fisik,hasil observasi dan hasil pemeriksaan penunjang.

A :assessment adalah analisa masalah pasien. Berdasarkan data subyektif dan data obyektif

maka perawat melakukan analisa data tersebut. Berfungsi untuk merumuskan mengenai

perkembangan kondisi pasien, menetapkan diagnosis baru (jika ada perubahan) dan

mengevaluasi keefektifan tindakan yang telah dilakukan.

P :planning of action adalah rencana tindakan yang akan diambil.

I:implementasi adalah pelaksanaan tindakan.


E: evaluasi adalah penilaian dari pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan dan dilakukan

oleh perawat kepada pasien kelolaan.

Anda mungkin juga menyukai