Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MATERNITAS
PREEKLAMSI

OLEH
RIA GITA UTAMI
NPM : 21149011121

DOSEN PEMBIMBING
Ns.YOFA ANGGRAINI, S.Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA
TAHUN AJARAN
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

PREEKLAMSI

A. Konsep Penyakit

1. Defenisi

Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria


yang timbul karena kehamilan.Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3
kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatosa. Preeclampsia
adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah
persalinan. (Manjoer Arif, 2000).
Pra-eklampsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan, terjadi setelah
minggu ke-20 gestasi, ditandai dengan hipertensi dan proteinuria.Edema juga dapat terjadi.
(Safe Motherhood:2000).
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya muncul selama
kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu (Helen Varney, 2007).
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menunjukkan tanda-
tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul
setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Rustam Muctar, 1998).

II. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1 Alat Reproduksi Genetalia Eksternal


A. Genitalia Eksternal
a) Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri dari mons
pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethrae
externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.
b) Mons pubis / mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis.Pada masa pubertas daerah ini
mulai ditumbuhi rambut pubis.

c) Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang, banyak
mengandung pleksus vena.Homolog embriologik dengan skrotum pada
pria.Ligamentum rotundum uteri berakhir pada batas atas labia mayora.Di bagian
bawah perineum, labia mayora menyatu (pada commisura posterior).
d) Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel rambut.
Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut saraf.
e) Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior vulva, dan corpus
clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior vagina.Homolog embriologik
dengan penis pada pria.Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak
pembuluh darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.
f) Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral labia minora.
Berasal dari sinus urogenital.Terdapat 6 lubang/orificium, yaitu orificium urethrae
externum, introitus vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus
Skene kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.
g) Introitus/orificiumvagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis
bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan.Hymen normal terdapat
lubang kecil untuk aliran darah menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat,
oval, cribiformis, septum atau fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen
dapat robek dan bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya
berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous. Corrunculae
myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang robek yang tampak pada wanita pernah
melahirkan / para. Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak berlubang
(hymen imperforata) menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan darah
menstruasi terkumpul di rongga genitalia interna.
h) Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri di
bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar
cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior,
dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding
dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus
haid. Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk jalan
lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan).Bagian atas vagina terbentuk dari duktus
Mulleri, bawah dari sinus urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu fornices
anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri. Titik Grayenbergh (G-spot),
merupakan titik daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior dinding vagina, sangat
sensitif terhadap stimulasi orgasmus vaginal.

i) Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot diafragma
pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis (m.perinealis
transverses profunda, m.constrictor urethra). Perineal body adalah raphe median
m.levator ani, antara anus dan vagina. Perineum meregang pada persalinan, kadang
perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.

B. Genetalia Intenal
Gambar 2.2 Alat Reproduksi Genetalia Internal
1. Uterus
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum (serosa).
Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat implatansi, retensi dan nutrisi konseptus.
Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks
uterus, isi konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks
uteri.
2. Serviks uteri
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan / menembus dinding
dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan
jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina
yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan lubang ostium uteri externum (luar, arah
vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum
(dalam, arah cavum). Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium
externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan (primipara/ multigravida)
berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina
ischiadica. Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang mengandung
glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai garam, peptida dan air.
Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks dipengaruhi siklus haid.
3. Corpus uteri
Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada ligamentum
latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan muskular/miometrium berupa otot polos tiga
lapis (dari luar ke dalam arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam
lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan runtuh sesuai
siklus haid akibat pengaruh hormon-hormon ovarium. Posisi corpus intraabdomen mendatar
dengan fleksi ke anterior, fundus uteri berada di atas vesica urinaria.Proporsi ukuran
corpus terhadap isthmus dan serviks uterus bervariasi selama pertumbuhan dan
perkembangan wanita (gambar).
4. Ligamenta penyangga uterus
Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum cardinale,
ligamentum ovarii, ligamentum sacrouterina propium, ligamentum infundibulopelvicum,
ligamentum vesicouterina, ligamentum rectouterina.
5. Vaskularisasi uterus
Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca interna, serta arteri
ovarica cabang aorta abdominalis.
6. Salping / Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang tuba kiri-kanan,
panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai
cavum uteri. Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular (longitudinal dan sirkular)
serta mukosa dengan epitel bersilia. Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars
ampularis, serta pars infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan
ketebalan dinding yang berbeda-beda pada setiap bagiannya.
7. Pars isthmica (proksimal/isthmus)
Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter uterotuba pengendali
transfer gamet.
8. Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula / infundibulum, dan pada
hamil ektopik (patologik) sering juga terjadi implantasi di dinding tuba bagian ini.
Pars infundibulum (distal) Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale
pada ujungnya, melekat dengan permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi “menangkap”
ovum yang keluar saat ovulasi dari permukaan ovarium, dan membawanya ke dalam
tuba.
9. Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada usus).
10. Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum, sepasang kiri-
kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri
dari korteks dan medula.Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan
folikel menjadi ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar epital ovarium di
korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon steroid
(estrogen oleh teka interna folikel, progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi).
Berhubungan dengan pars infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan fimbriae.
Fimbriae “menangkap” ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi.
Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium, ligamentum infundibulopelvicum
dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis inferior
terhadap arteri renalis.
III. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum
diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-sebab penyakit
terebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang
dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:
1) Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravidaritas, kehamilan ganda, hidramnion,
dan mola hidatidosa.
2) Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
3) Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
4) Sebab jarang terjadinya eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
5) Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.

Etiologi pre-eklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.Banyak teori
teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh
karena itu disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang memberikan jawaban yang
memuaskan.Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab pre-eklampsia adalah teori
“iskemia plasenta”.Namun teori belum dapat menerangkan semuahal yang berkaitan
dengan penyakit ini (Rustam, 1998).
Adapun teori-teori tersebut adalah :
a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada pre-eklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga sekresi vasodilator prostasiklin oleh sel-sel sendotelial plasenta berkurang,
sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat.Sekresi tromboksan oleh
trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi
aldosterone menurun.Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi
plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volumeplasma (Y, Joko, 2002).
b. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan pertama
terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna.Pada pre-eklampsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi
komplemen.Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
c. Peran Faktor Genetik
Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.pre-eklampsia meningkat pada anak dari
ibu yang menderita pre-eklampsia.
d. Iskemik dari Uterus
Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus
e. Defisiensi Kalsium
Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi dari
pembuluh darah (Joane, 2006).

d. Disfungsi dan aktivasi dari endothelial


Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam
pathogenesis terjadinya pre-eklampsia.Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel yang
mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil
dengan pre-eklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester
pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan
kehamilan (Drajat Koerniawan).

IV. Manifestasi Klinis


Menurut Trijatmo (2005), gejala subjektif pada preeklamsia yaitu :
1. Sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia.
2. Penglihatan kabur.
3. Nyeri di daerah epigastrium.
4. Mual atau muntah-muntah.
5. Tekanan darah akan meningkat lebih tinggi.
6. Edema dan proteinuria bertambah meningkat.
Selain gejala subjektif preeklamsia di atas, tanda dan gejala preeklamsia ringan
diantaranya:
1. Kenaikan tekanan darah sistolik 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastolik
90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg.
2. Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni).
3. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan.
Sedangkan tanda dan gejala pada preeklamsia berat diantaranya :
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg.
2. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning).
4. Trombosit < 100.000/mm3.
5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml/24 jam).
6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g/L).
7. Nyeri ulu hati.
8. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat.
9. Perdarahan di retina (bagian mata).
10. Edema (penimbunan cairan) pada paru.
11. Koma.

V. Patofisiologi
Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensitifitas vaskuler terhadap
angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan kerusakan vaskuler,
akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah
ke semua organ, fungsi fungsi organ seperti plasenta, ginjal, hati dan otak menurun
sampai 40-60 %. Gangguan plasenta menimbulkan degenerasi pada plasenta dan
kemungkinan terjadi IUGR dan IUFD pada fetus. Aktivitas uterus dan sensitivitas
terhadap oksitosin meningkat.
Penurunan perfusi ginjal menurunkan GFR dan menimbulkan perubahan
glomerolus, protein keluar melalui urin, asam urat menurun, garam dan air di tahan,
tekanan osmotik plasma menurun, cairan keluar dari intravaskuler, menyebabkan
hemokonsentrasi. Peningkatan viskositas darah dan edema jaringan berat dan peningkatan
hematokrit. Pada preeklamsia berat terjadi penurunan volume darah, edema berat dan
berat badan naik dengan cepat.
Penurunan perfusi hati menimbulkan gangguan fungsi hati, edema hepar dan
hemoragik sub-kapsular menyebabkan ibu hamil mengalami nyeri epigastrium atau nyeri
pada kuadran atas. Ruptur hepar jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang hebat
dari PIH, enzim enzim hati seperti SGOT dan SGPT meningkat. Vasospasme arteriola dan
penurunan aliran darah ke retina menimbulkan symptom visual seperti skotoma (blind
spot) dan pandangan kabur.
Patologi yang sama menimbulkan edema cerebral dan hemoragik serta peningkatan
iritabilitas susunan saraf pusat (sakit kepala, hiperfleksia, klonus pergelangan kaki dan
kejang serta perubahan efek). Pulmonari edema dihubungkan dengan edema umum yang
berat, komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasi kordis kiri.

VII. Patoflow

VIII. Pemeriksaan Penunjang


1. Uji diagnostik dasar.
a. Pengukuran tekanan darah.
b. Analisi protein dalam urine.
c. Pemeriksaan edema.
d. Pengukuran tinggi fundus uteri.
e. Pemeriksaan funduskopik
2. Uji laboratorium.
a. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada
sediaan darah tepi).
b. Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotranferase).
c. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
3. Uji untuk meramalkan hipertensi.
a. Roll-over test.
b. Pemberian infus angiotensin II.

IX. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas pengobatan medik dan
penanganan obstetrik. Pengobatan pre-eklampsia yang tepat ialah pengakhiran
kehamilan, karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah
terjadinya eklampsia. dengan bayi yang masih prematur penundaan pengakhiran
kehamilan mungkin dapat menyebabkan eklampsia atau kematian janin.
Pada janin dengan berat badan kemungkinan hidup pada pre-eklampsia berat
lebih baik di luar dari di dalam uterus. Cara pengakhiran dapat dilakukan dengan
induksi persalinan atau seksio sesarea menurut keadaan. Pada umumnya indikasi untuk
pengakhiran kehamilan ialah :
1. Pre-eklampsia ringan dengan kehamilan lebih dari cukup bulan.
2. Pre-eklampsia dengan hipertensi dan/atau proteinuria menetap selama 10-14 hari,
dan janin sudah cukup matur.
3. Pre-eklampsia berat
4. Eklampsia.

1. Penanganan pre-eklampsia ringan


Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk penanganan
pre- eklampsia. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
pengaliran darah ke plasenta meningkat, aliran darah ke ginjal juga lebih banyak,
tekanan vena pada ekstrimitas bawah turun dan resorbsi cairan dari daerah tersebut
bertambah. Selain itu, juga mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar.
Oleh sebab itu, dengan istirahat biasanya tekanan darah turun dan edema
berkurang.
Pemberian fenobarbital 3 x 30 mg sehari akan menenangkan penderita dan
dapat juga menurunkan tekanan darah. Apakah restriksi garam berpengaruh nyata
terhadap pre-eklampsia, masih belum ada persesuaian faham. Ada yang
menyatakan bahwa jumlah garam pada makanan sehari-hari tidak berpengaruh
banyak terhadap keadaan pre-eklampsia, penulis lain sebaliknya menganjurkan
garam dalam diet penderita.
Pada umumnya pemberian diuretika dan antihipertensiva pada pre-
eklampsia ringan tidak dianjurkan karena obat-obat tersebut tidak menghentikan
proses penyakit dan juga tidak memperbaiki prognosis janin. Selain itu, pemakaian
obat obat tersebut dapat menutupi tanda dan gejala pre-eklampsia berat. Biasanya
dengan tindakan yang sederhana ini tekanan darah turun, berat badan dan edema
turun, proteinuria tidak atau mengurang. Setelah keadaan menjadi normal
kembali penderita dibolehkan pulang, akan tetapi harus diperiksa lebih sering
daripada biasa. Karena biasanya hamil sudah tua, persalinan tidak lama lagi
berlangsung. Bila hipertensi menetap biarpun tidak tinggi, penderita tetap tinggal
di rumah sakit. Dalam hal ini perlu diamati keadaan janin dengan pemeriksaan
kadar dalam air kencing berulang kali, pemeriksaan ultrasonik, amnioskopi, dan
lain-lain. Perlu diperhatikan bahwa induksi persalinan yang dilakukan terlalu dini
akan merugikan karena bahaya prematuritas, sebaliknya induksi yang terlambat
dengan adanya insufisiensi plasenta akan menyebabkan kematian intrauterin janin.
Bila keadaan janin mengizinkan, ditunggu dengan melakukan induksi persalinan,
sampai kehamilan cukup atau lebih dari 37 minggu.
Beberapa pre-eklampsia ringan tidak membaik dengan penanganan
konservatif. Tekanan darah meningkat, retensi cairan dan proteinuria bertambah,
walaupun penderita istirahat dengan pengobatan medik. Dalam hal ini
pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur.

2. Penanganan pre-eklampsia berat


Pada penderita yang masuk rumah sakit sudah dengan tanda-tanda dan
gejala-gejala pre-eklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk
mencegah rimbulnya kejang-kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut
dapat diatasi, dapat difikirkan cara yang terbaik untuk menghentikan kehamilan.
Tindakan ini perlu untuk mencegah seterusnya bahaya eklampsia. Sebagai
pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan: (1) larutan
sulfas magnesikus 40% sebanyak 10ml (4 gram) disuntikkan intramuskulus
bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap 6
jam menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresis
baik refleks patella positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 per menit.
Obat tersebut, selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan diuresis; (2) Klorpromazin 50mg intramuskulus; (3) Diazepam
20mg intrmuskulus.

3. Penanggulangan pre-eklampsia dalam persalinan


Rangsangan untuk menimbulkan kejangan dapat berasal dari luar atau dari
penderita sendiri, dan his persalinan merupakan rangsangan yang kuat. Maka dari
itu, pre-eklampsia berat lebih mudah menjadi eklampsia pada waktu persalinan.
Tidak boleh dilupakan bahwa kadang – kadang hipertensi timbul untuk
pertama kali dalam persalinan dan dapat menjadi eklampsia, walaupun pada
pemeriksaan antenatal tidak ditemukan tanda – tanda pre-eklampsia. Dengan
demikian, pada persalinan normal pun tekanan darah perlu diperiksa berulang –
ulang dan air kencing perlu diperiksa terhadap protein.
Untuk penderita pre-eklampsia diperlukan analgetika dan sedativa lebih
banyak dalam persalinan. Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya
perdarahan dalam otak lebih besar, sehingga apabila syarat – syarat telah dipenuhi,
hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau ekstraktor vakum dengan
memberikan narkosis umum untuk menghindari rangsangan pada susunan saraf
pusat. Anastesia lokal dapat diberikan bila tekanan darah tidak terlalu tinggi dan
penderita masih somnolen karena pengaruh obat.
Ergometrin menyebabkan konstriksi pembuluh darah dan dapat
meningkatkan tekanan darah. Oleh karena itu, pemberian ergometrin secara rutin
pada kala III tidak dianjurkan, kecuali jika ada perdarahan postpartum karena
atonia uteri. Pemberian obat penenang diteruskan sampai 48 jam postpartum,
karena ada kemungkinan setelah persalinan berakhir, tekanan darah naik dan
eklampsia timbul. Selanjutan obat tersebut obat tersebut dikurangi secara tertahap
dalam 3 – 4 hari.
Telah diketahui bahwa pada pre-eklampsia janin diancam bahaya hipoksia,
dan pada persalinan bahaya ini makin besar. Pada gawat-janin, dalam kala I,
dilakukan sebera seksio-sesarea; pada kala II dilakukan ekstaksi dengan cunam
atau ekstraktor vakum. Postpartum bayi sering menunjukkan tanda asfiksia
neonatorum karena hipoksia intrauterin, pengaruh obat penenang, atau narkosis
umum, sehingga diperlukan resusitasi. Maka dari itu, semua peralatan untuk
keperluan tersebut perlu disediakan. (Prawirohardjo, Sarwono, 1991).
4. Eklampsia
Tujuan utama pengobatan eklampsia ialah menghentikan berulangnya
serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan
ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan
timbulnya kejang.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan
mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan dieresis.Dalam pada itu, pertolongan
yang perlu diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan
bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar
penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan
lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa
obat, misalnya:
 Sodium pentothal sangat berguna untuk menghentikan kejangan dengan segera
bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang
tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit
dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk
intubasi dan resusitasi. Dosis inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 – 0,3 g dan
disuntikkan perlahan-lahan.
 Sulfat magnesicus yang mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan
neuromuskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini
menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatan diuresis,
dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8 g
dalam larutan 40% secara intramuskulus; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan
syarat bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit,
dieresis harus secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4 g 40%
Mg SO4 dalam larutan 10 ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8 g IM
dan selalu disediakan kalsium glukonas 1 g dalam 10 ml sebagai antidotum.
 Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpomazin 100 mg, dan
prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara
infus intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi
penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu
setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat
dijarangkan menurut keadaan penderita. (Prawirohardjo, Sarwono).

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi atau
mengenali masalah-masalah yang dialami klien, kebutuhan kesehatan dan keperawatan
klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Pengkajian ini merupakan tahap awal
proses keperawatan dan dasar utama di dalam memberikan asuhan keperawatan.
Pengkajian menggunakan 13 Domain menurut Nanda :
1. Helth Promotion  (Peningkatan Kesehatan)
Kesadaran akan kesehatan atau normalitas fungsi dan strategi-strategi yang diterapkan
untuk mempertahankan control dan meningkatkan kesehatan atau normalitas fungsi
tersebut.
 Health Awareness (Kesadaran Kesehatan) : Pengenalan akan fungsi normal dan
kesehatan (Status Obstetrik)
 Health Management (Manajemen Kesehatan) : Mengidentifikasi, mengontrol,
memperlihatkan dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan untuk mempertahankan
kesehatan

2. Nutrition (Nutrisi)
Kegiatan memperoleh, mengasimilasi, dan menggunakan kandungan gizi untuk tujuan
mempertahankan jaringan, perbaikan jaringan, dan produksi tenaga
 Ingestion (Proses masuk nya makanan) : Memasukkan makanan atau kandungan
gizi ke dalam tubuh
 Digestion (Pencernaan) : Kegiatan fisik dan kimiawi yang mengubah kandungan
makanan ke dalam zat-zat yang sesuai untuk penyerapan dan asimilasi
 Absorption (Penyerapan) : tahapan penyerapan kandungan gizi melalui jaringan-
jaringan tubuh
 Metabolism (metabolisme) : Proses kimiawi dan fisik yang terjadi di dalam
organisme dan sel-sel hidup bagi pengembangan dan kegunaan protoplasma,
produksi kotoran dan tenaga dengan pelepasan tenaga untuk seluruh proses vital
 Hydration (Minum) : Perolehan dan penyerapan cairan dan larutan-larutan
3. Elimination (Pembuangan)
Keluarnya produk-produk kotoran dari tubuh
 Urinary system (Sistem Urinaria) : proses keluarnya urine
 Gastrointestinal system ( Sistem gastrointestinal) : Pengeluaran dan pengenyahan
produk-produk kotoran dari isi perut
 Integumentary system ( Sistem Integumen) : Proses keluarnya melalui kulit
 Pulmonary system ( Sistem Paru-paru) : Pembersihan produk-produk metabolis
secara ikutan, pengeluaran dan benda-benda asing dari paru-paru atau dua saluran
bronkus.

4. Activity/Rest (Aktifitas /Istirahat)
Produksi, konservasi, pengeluaran atau keseimbangan sumber-sumber tenaga
 Sleep / Rest (Tidur/istirahat) : tidur, istirahat, ketenagaan atau tidak beraktifitas
 Activity / Exercise (Aktifitas/berolahraga) : Menggerakkan bagian-bagian tubuh
(mobilitas), melakukan pekerjaan atau sering melakukan kegiatan-kegiatan (tetapi
tidak selalu) untuk meningkatkan daya tahan tubuh (resisitensi)
 Energy Balance (Keseimbangan Energi) : Kondisi dinamis keharmonisan antara
proses masuk dan keluarnya sumber-sumber tenaga
 Cardiovascular-pulmonary Responses (respon jantung-paru-paru) : Mekanisme
jantung-paru-paru yang mendukung aktifitas/istirahat
5. Perception/Cognition (Cara Pandang/ Kesadaran)
Sistem pemrosesan informasi manusia, termasuk perhatian, orientasi (tujuan), sensasi,
cara pandang, kesadaran, dan komunikasi
 Attention( Perhatian) : Kesiapan mental untuk memperhatikan atau mengamati
 Orientation (Tujuan) : Kesadaran akan waktu, tempat dan orang
 Sensation/Perception (Sensasi/Cara Pandang) : Menerima informasi melalui
sentuhan, rasa, bau, penglihatan, pendengaran, dan kinestesi (gerakan otot) dan
pemahaman akan data rasa hasil dari penamaan, mengasosiasikan dan atau
pengenalan pola
 Cognition (Kesadaran) :  Kegunaan memori, belajar, berfikir, penyelesaian
masalah, abstraksi, penilaian, pengetahuan, kapasitas intelektual, kalkulasi dan
bahasa.
 Communication (Komunikasi) : Mengirim dan menerima informasi verbal
(memakai kata-kata) dan non verbal (memakai gerakan anggota badan yang
mengandung arti)
6. Self Perseption (Persepsi Diri)
Kesadaran Akan diri sendiri
 Self-Concept (Konsep Diri) : persepsi tentang diri sendiri secara menyeluruh
 Self-Esteem (Penghargaan diri) : Penilaian akan pekerjaan sendiri, kapabilitas,
kepentingan, dan keberhasilan
 Body Image (Citra Tubuh) : Citra mental akan tubuh diri sendiri
7. Role Relationship (Hubungan Peran)
Hubungan atau asosiasi positif  dan negative antar individu atau kelompok-kelompok
individu dan sarananya. Hubungan-hubungan tersebut ditunjukkan oleh sarana tersebut.
 Caregiving Roles (Peran-peran yang memberi perhatian) : Pola perilaku yang
diharapkan secara social oleh individu-individu yang menyediakan perawatan dan
bukan para professional perawatan kesehatan
 Family Relationships (Hubungan keluarga) : Asosiasi orang-orang yang secara
biologis saling berkaitan
 Role Performance (Kinerja Peran) : Kualitas memfungsikan didalam pola-pola
perilaku yang diharapkan secara sosial
8. Sexuality /Seksualitas
Identitas seksual, fungsi seksual dan reproduksi
 WS`d14 Sexual Identity (Identitas Seksual) : Kondisi menjadi seseorang yang
khusus dalam hal seksualitas dan atau gender
 Sexual Function (Fungsi Seksual) : Kapasitas atau kemampuan untuk berpartisipasi
didalam aktifitas seksual
 Reproduction (Reproduksi) : Segala proses yang melahirkan individu-individu baru
9. Coping/ Stess Tolerance
Berkaitan dengan kejadian-kejadian  atau proses-proses kehidupan
 Post-Trauma Responses (Respon paska trauma) Reaksi-reaksi yang terjadi setelah
trauma fisik atau psikologis
 Coping Responses (Respon-respon penanggulangan) : Proses mengendalikan
tekanan lingkungan
 Neuro-behavioral Responses (Respon-respon perilaku syaraf) Respon perilaku
yang mencerminkan fungsi saraf dan otak
10. Life Principles (Prinsip-prinsip hidup)
Prinsip-prinsip yang mendasari  perilaku, pikiran dan perilaku tentang langkah-
langkah, adat istiadat, atau lembaga yang dipandang benar atau memiliki pekerjaan
intrinsik
 Values: (Nilai-nilai) : Identifikasi dan pemeringkatan tentang bagaimana akhirnya
bertindak yang disukai
 Beliefs: (Kepercayaan) : Pendapat, harapan atau penilaian atas tindakan, adapt
istiadat, atau lembaga yang dianggap benar atau memiliki pekerjaan instrinsik
 Value/Belief/Action Congruence: (Nilai, Kepercayaan, kesesuaian tindakan) :
korespondensi atau keseimbangan yang dicapai antara nilai-nilai, kepercayaan dan
tindakan
11. Safety/Protektion (Keselamatan/Perlindungan)
Aman dari mara bahaya, luka fisik atau kerusakan system kekebalan, penjagaan akan
kehilangan dan perlindungan keselamatan dan keamanan
 Infection: (Infeksi)  : Respon-respon setempat setelah invasi patogenik
 Physical Injury: (luka Fisik) : Luka tubuh yang membahayakan
 Violence: ( kekerasan ) penggunaan kekuatan atau tenaga yang berlebihan
sehingga menimbulkan luka atau siksaan
 Environmental Hazards: (tanda bahaya lingkungan ) sumber-sumber bahaya yang
ada dilinkungan sekitar kita
 Defensive Processes: ( proses mempertahankan diri ) proses  seseorang
mempertahankan diri dari luar
 Thermoregulation: proses fisiologis untuk mengatur panas dan energi di dalam
tubuh untuk tujuan melindingi organisms.
12. Comfort
Rasa kesehatan mental, fisik, atau social, atau ketentraman
 Physical Comfort : merasakan tentram dan nyaman
 Social Comfort : merasakan tentram dan nyaman dari situasi social seseorang
13. Growth/ Development
Bertambahnya usia yang sesuai dengan demensi fisik, system organ dan atau
tonggak perkembangan yang dicapai
 Growth: kenaikan demensi fisik atau kedewasaan system organ
 Development: apa yang dicapai, kurang tercapai, atau kehilangan tonggak
perkembanga.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas b/d dengan krisis situasi
2. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b/d hipertensi
3. Penurunan curah jantung b/d Perubahan preload
4. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme regulasi
5. Nyeri akut b/d dengan agen cidera fisik
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Ansietas b/d dengan krisis NOC (Kriteria Hasil): NIC :
1. Pasien mampu Penurunan kecemasan
situasi
mengidentifikasi dan 1. Identifikasi tingkat kecemasan
mengungkapkan gejala 2. Gunakan pendekatan yang
cemas menenangkan
2. Mengidentfikasi, 3. Nyatakan dengan jelas harapan
mengungkapkan dan terhadap perilaku pasien
menunjukan teknik untuk 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
mengontrol cemas 5. Jelaskan semua prosedur dan apa
3. Tanda-tanda vital dalam yang dirasakan selama prosedur
batas normal 6. Pahami prespektif pasien terhadap
4. Ekspresi wajah, bahasa situasi stress
tubuh dan tingkat aktivitas 7. Temani pasien untuk memberikan
menunjukan berkurangnnya keamanan dan mengurangi takut
kecemasan 8. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
9. Instruksikan klien menggunakan
teknik relaksasi
10. Berikan obat untuk mengurangi
kecemasan
2 Ketidak efektifan perfusi Noc Nic
1. Circulation status Peripheral sensation
jaringan perifer b/d
2. Tissue perfusion : management(manajemen sensasi
hipertensi cerebral perifer)
Kriteria hasil : 1. Monitor adanya daerah tertentu
Mendemotrasikan status yang hanya peka terhadap
sirkulasi yang ditandai panas/dingin/tajam/tumpu
dengan : 2. Intruksikan keluarga untuk
1. Tekanan systole dan mengobservasi kulit jika ada isi
diatole dalam rentang yang atau laserasi
diharapkan tekanan 3. Batasi gerakan pada kepala, leher
intracranial (tidak lebih 15 dan panggung
mmHg) 4. Monitor kemampuan BAB
Mendemonsrasikan 5. Kolaborasi pemberian analgetik
kemampuan kognitif yang 6. Diskusikan mengenai penyebab
ditandai dengan : perubahan sensasi
1. Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
2. Menunjukan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
3. Memproses informasi
4. Membuat keputusan
dengan benar
3 Penurunan curah jantung NOC (Kriteria Hasil): NIC :
Perawatan Jantung
b/d Perubahan preload
1. Menunjukan curah jantung 1. Evaluasi adanya nyeri dada
yang memuaskan dibuktikan (intensitas, lokasi, durasi)
dengan Efektivitas Pompa 2. Monitor adanya dyspnea, fatique
Jantung & takipnea.
2. Menunjukan tingkat 3. Catat adanya disritmia jantung
pengaliran darah yang tidak 4. Catat adanya tanda dan gejala
terhambat & satu arah. penurunan curah jantung
3. Tanda Vital dalam rentang 5. Monitor status kardiovaskuler
normal (tekanan darah, nadi, 6. Monitor status pernapasan yang
respirasi, suhu, dan nyeri) menandakan gagal jantung
Tidak ada penurunan kesadaran 7. Monitor adanya perubahan
tekanan darah
8. Monitor respon pasien terhadap
efek pengobatan antiaritmia
9. Atur periode latihan dan istirahat
utuk menghindari kelelahan
10. Posisikan pasien semi fowler
atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
11. Berikan diet jantung yang
sesuai (batasi asupan kafein
natrium, kolesterol dan makanan
tinggi lemak.

Memonitor Tanda Vital


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Monitor vital sign pada saat saat
pasien berbaring, duduk atau berdiri
3. Monitor TD, nadi , RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
4. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.

4 Kelebihan volume cairan NOC : NIC :


1. Electrolit and acid base Fluid management
b/d gangguan mekanisme
balance. 1. Timbang popok/pembalut jika
regulasi 2. Fluid balance diperlukan.
3. Hydration 2. Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat.
Kriteria Hasil: 3. Monitor hasil lAb yang sesuai
1. Terbebas dari edema, efusi, dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
anaskara. osmolalitas urin  ).
2. Bunyi nafas bersih, tidak ada 4. Monitor status hemodinamik
dyspneu/ortopneu. termasuk CVP, MAP, PAP, dan
3. Terbebas dari distensi vena PCWP.
jugularis, reflek hepatojugular 5. Monitor vital sign.
(+). 6. Monitor indikasi retensi / kelebihan
4. Memelihara tekanan vena cairan (cracles, CVP , edema, distensi
sentral, tekanan kapiler paru, vena leher, asites).
output jantung dan vital sign 7. Kaji lokasi dan luas edema.
dalam batas normal. 8. Monitor masukan makanan / cairan
5. Terbebas dari kelelahan, dan hitung intake kalori harian.
kecemasan atau kebingungan. 9. Monitor status nutrisi.
6. Menjelaskanindikator 10. Batasi masukan cairan pada
kelebihan cairan keadaan hiponatrermi dilusi dengan
serum Na < 130 mEq/l.
11. Berikan diuretik sesuai interuksi
12. Pasang urin kateter jika
diperlukan
13. Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe
intake cairan dan eliminasi.
2. Tentukan kemungkinan faktor
resiko dari ketidak seimbangan
cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll ).
3. Monitor berat badan.
4. Monitor serum dan elektrolit urine
5. Monitor serum dan osmilalitas urin.
6. Monitor BP, HR, dan RR
7. Monitor tekanan darah orthostatik
dan perubahan irama jantung.
8. Monitor parameter hemodinamik
infasif.
9. Catat secara akutar intake dan
output.
10. Monitor adanya distensi leher,
rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB.
11. Monitor tanda dan gejala dari
odema.
12. Beri obat yang dapat
meningkatkan output urin

5 Nyeri akut b/d dengan NOC : NIC :


1. Pain Level. Pain Management
agen cidera fisik
2. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
3. Comfort level secara komprehensif termasuk
Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi,
1. Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan faktor
nyeri (tahu penyebab nyeri, presipitasi.
mampu menggunakan 2. Observasi reaksi nonverbal
tehnik nonfarmakologi dari ketidaknyamanan.
untuk mengurangi nyeri, 3. Kaji tipe dan sumber nyeri
mencari bantuan). untuk menentukan intervensi.
2. Melaporkan bahwa nyeri 4. Kaji kultur yang
berkurang dengan mempengaruhi respon nyeri.
menggunakan manajemen 5. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri. masa lampau.
3. Mampu mengenali nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan
(skala, intensitas, frekuensi tim kesehatan lain tentang
dan tanda nyeri). ketidakefektifan kontrol nyeri
4. Menyatakan rasa masa lampau.
nyaman setelah nyeri 7. Monitor penerimaan pasien
berkurang. tentang manajemen nyeri
5. Tanda vital dalam 8.
rentang normal 9. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
10. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan menemukan
dukungan.
11. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan.
12. Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
13. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal).
14. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi.
15. Anjurkan Tingkatkan
istirahat.
16. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
17. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil.

DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, A, H & Kusuma, H, 2013, Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC jilid I,

Media Action Publishing, Yogyakarta

Mansjoer, Arief. 2002. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Manuaba, I.B. 2002. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta: EGC.

Mochtar, Rustam 1998, Sinopsi Obstetri, EGC, Jakarta.

Safe Motherhood. 2001. Modul Eklampsia ̶ Materi Pendidikan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. (1991). Ilmu Kebidanan.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai