Anda di halaman 1dari 17

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN KEJADIAN

SINDROM DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA MAHASISWA TINGKAT


AWAL FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNISSULA

Praktikum Metodologi Penelitian

Oleh :

SHOFIA RAHMA SYAFITRI

30902000249

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam lingkungan akademik universitas stress merupakan
pengalaman yang paling sering Dialami oleh para para mahasiswa. Hal
tersebut dikarenakan Banyaknya tuntutan akademik yang harus Dihadapi,
misalnya ujian, tugas-tugas, dan Lain sebagainya. Sejumlah peneliti telah
Menemukan bahwa mahasiswa yang mengalami Stres akan cenderung
menunjukkan kemampuan akademik yang menurun tentunya sebagai
seorang Mahasiswa pasti pernah mengalami stres yang disebabkan dari
berbagai sumber seperti masalah akademik, Penyelesaian dalam tugas-
tugas kuliah yang diberikan dosen, pencapaian prestasi Akademik yang
rendah, serta tekanan dalam menghadapi banyaknya ujian dan masalah
kesehatan. Tekanan yang diberikan internal maupun eksternal dari
kehidupan akademik kadang dapat melampaui batas kemampuan
mahasiswa. (Kedokteran Ibnu Nafis et al., 2019)

Mahasiswa di lingkungan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas


Islam Sultan Agung sering mengalami stres dari berbagai alasan seperti
masalah akademik, penyelesaian dalam mengerjakan tugas-tugas kuliah,
prestasi akademik yang rendah serta tekanan dalam menghadapi
banyaknya ujian dan masalah kesehatan.

Stres ialah dimana reaksi respon individu terhadap situasi, dan


situasi tersebut dapat menimbulkan tekanan yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan respon spesifik tubuh atau merupakan respon dari
stresor yang ada. Stres merupakan suatu reaksi dimana fisik dan Psikis
merespon setiap tuntutan yang menyebabkan ketegangan dan
mengganggu Stabilitas kehidupan sehari-hari. Stres juga bisa dipahami
sebagai tekanan, Ketegangan atau gangguan yang bersumber dari
Eksternal dan dirasakan tidak menyenangkan, (Baptis,stefania.,dkk,
2020). Respon tubuh terhadap stressor Psikososial (tekanan mental/beban
Kehidupan) disebut sebagai stress. Stres merupakan suatu stimulus atau
penyebab Adanya respons, definisi Saat ini stress adalah Sebuah atribut
kehidupan modern. Karena itu stress merupakan bagian hi

kjdup yang tidak bisa terelakkan. Baik di lingkungan sekolah,


kerja, keluarga, atau dimanapun, stres bisa dialami oleh seseorang. Stres
juga bisa menimpa siapapun termasuk anak-anak, remaja, dewasa, atau
yang sudah lanjut usia. Dengan kata lain, stres pasti terjadi pada siapapun
dan dimanapun. Yang menjadi masalah adalah apabila jumlah stres itu
begitu banyak dialami seseorang. Dampaknya adalah stres itu
membahayakan kondisi fisik dan mentalnya.

Sedangkan, Sindrom dispepsia merupakan sindrom gejala yang


sering ditemukan di kalangan masyarakat biasanya ditandai dengan
adanya rasa nyeri atau tidak nyaman pada bagian atas atau ulu hati.
Biasanya rasa nyeri tersebut muncul ketika setelah makan. Dispepsia
merupakan sindrom saluran pencernaan atas yang banyak dijumpai di
seluruh dunia. Banyak faktor yang diduga berkaitan seperti riwayat
penyakit, riwayat keluarga, pola hidup, makanan maupun faktor
psikologis. (Zakiyah et al., 2021)

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010


sindrom dispepsia di Indonesia menempati posisi ke-5 sebagai keluhan
pada pasien rawat inap terbanyak dan posisi ke-6 sebagai keluhan pada
pasien rawat jalan terbanyak di rumah sakit. (Khair et al.,2019) Menurut
WHO tahun 2014, setiap tahunnya kurang lebih 20% remaja di dunia
mengalami stres dan gangguan mental emosional. Prevalensi stres dan
gangguan mental emosional ringan di Indonesia. (Sari Putri, n.d, 2019)

Tuntutan akademik kuliah dimasa sekarang tidak jarang terlalu


banyak, dimana mahasiswa dituntut untuk bisa meraih target yang telah
ditentukan, baik itu dari pihak fakultas ataupun universitas maupun dari
mahasiswa itu sendiri. (Nurdwita Ashari & Sinta Murti, 2021) Banyaknya
aktivitas mahasiswa tersebut yang dapat menyebabkan stress dapat
memperngaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada
orang yang sehat salah satunya dispepsia. Hal ini disebabkan karena
asam lambung yang berlebihan dan adanya penurunan kontraktilitas
lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral.
Banyak faktor risiko yang dikaitkan dengan kejadian dispepsia. Diantara
faktor risiko tersebut antara lain yaitu usia, jenis kelamin, etnis, infeksi,
faktor makanan, dan faktor lingkungan yang termasuk didalamnya
seperti infeksiH. pylori, stres, peristiwa yang menuntut perubahan
terlalu dini, pemakaian antibiotik, perokok, dan konsumsi makanan
berlemak tinggi. (Nurdwita Ashari & Sinta Murti, 2021)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah dalam latar belakang diatas dapat
disimpulkan bahwa peneliti ingin melakukan penelitian dengan masalah
“Apakah Terdapat Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Kejadian
Sindrom Dispepsia Fungsional Pada Mahasiswa Tingkat Awal
Keperawatan Unissula?”

C. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres dengan kejadian
sindrom dispepsia fungsional pada mahasiswa tingkat awal
keperawatan unissula
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. mengidentifikasi karakteristik responden
2. mengidentifikasi tingkat stres mahasiswa tingkat awal
fakultas ilmu keperawatan
3. mengidentifikasi Sindrom dispepsia fungsional pada
mahasiswa tingkat awal fakultas ilmu keperawatan
4. menganalisis hubungan antara tingkat stres dengan kejadian
sindrom dispepsia fungsional pada mahasiswa tingkat awal
fakultas ilmu keperawatan Unissula
D. Manfaat Penulis
1. Manfaat teoris
Hasil dari penelitian ini dapat diharapkan bisa menambah ilmu untuk

para pembaca terkhususnya untuk departemen keperawatan jiwa serta

memberikan informasi ilmiah tentang tingkat stres dengan sindrom

dispepsia fungsional pada mahasiswa tingkat awal fakultas ilmu

keperawatan unissula.

2. Manfaat praktis

Dari hasil penelitian diharapkan mampu memberikan masukan

pemikiran untuk pihak yang berkepentingan terutama mahasiswa,

dosen, sehingga dapat menjadi masukan bagi optimalisasi pelaksanaan

pembelajaran.

3. Manfaat bagi masyarakat

Dimana dari hasil penelitian ini dilakukan, diharapkan bisa

memberikan informasi dikalangan masyarakat dalam rangka

meningkatkan kualitas asuhan keperawatan jiwa oleh tenaga kesehatan

khususnya perawat, dan memberikan masukan pada profesi

keperawatan untuk memperbanyak penelitian tentang stres dan

kejadian sindrom dispepsia fungsional pada mahasiswa tingkat awal

fakultas ilmu keperawatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori
1. Stres
a. Definisi stres
Stres adalah respons fisiologis terhadap stresor atau permintaan
apa pun yang dapat mengakibatkan homeostasis mereka
terganggu, serta bisa mengakibatkan berbagai perubahan
fisiologis, termasuk perubahan detak jantung, Tekanan darah
dan saluran pencernaan. Stress yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan efek negatif pada tubuh manusia(Evans &
Nizette, 2017)
stres merupakan kejadian yang dapat memicu perubahan
fisiologis dan adaptif individu respon psikologis. hal ini
memicu terjadinya perubahan pola hidup individu, Perubahan
itu bisa bersifat positif, seperti prestasi pribadi yang luar
biasa, atau negatif.(Townsend & Morgan, 2018)
Stress adalah suatu yang dapat mengakibatkan tekanan atau
sesuatu yang terasa menekan dalam diri individu. Hal ini dapat
terjadi dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara harapan
dan kenyataan yang dinginkan oleh individu, baik keinginan
yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah.(Sukadiyanto, 2019)
Stres merupakan salah satu keadaan yang dapat mempengaruhi
adanya ketidakseimbangan fungsi tubuh manusia dan sering
menimbulkan masalah pada organ pencernaan.(Ashari et al.,
2022)
Stres adalah suatu reaksi fisik dan psikis terhadap setiap
tuntutan yang menyebabkan ketegangan dan mengganggu
stabilitas kehidupan sehari-hari. Serta reaksi/respon tubuh
terhadap stressor psikososial pada indivdu (tekanan
mental/beban kehidupan).(Syahputra & Siregar, 2021)
b. Penyebab stres
(Ulfa & Fahzira, 2019) Faktor yang dapat menimbulkan stres
disebut dengan stresor. Stresor dibedakan menjadi tiga
golongan yaitu :
1. stresor fisikobiologis. Misalnya, penyakit yang sulit
disembuhkan, cacat fisik atau kurang berfungsi pada salah
satu anggota tubuh, dan postur tubuh yang dipersepsi tidak
ideal.
2. Stresor psikologis. Misalnya, berburuk sangka, frustasi
karena gagal dalam sesuatu yang diinginkan, hasud, sikap
permusuhan, perasaan cemburu, konflik pribadi, dan
keinginan di luar kemampuan
3. Stresor sosial. Misalnya, hubungan antar anggota keluarga
yang tidak harmonis, perceraian, pengangguran, kematian,
pemutusan hubungan pertemanan, dan lain-lain.
c. Tanda dan gejala
(Nur & Mugi, 2021) Stres dalam hidup mendorong kita untuk
menyesuaikan atau mengubah beberapa aspek perilaku yang
akan dilakukan. Ketika tidak berhasil melakukan penyesuaian
atau perubahan ini, kita sering menemukan diri kita mengalami
sejumlah efek samping atau tanda dan gejala yang tidak
menyenangkan. Tanda-tanda dan gejala-gejala ini semua
merupakan indikasi dari tingkat stres yang tidak sehat.
Ada beberapa tanda dan gejala stres antara lain yaitu :
1. Fisik
Nafsu makan berkurang, sesak pada area dada, jantung
berdebar kencang, Kaki Dingin dan Tangan Berkeringat,
merasa lelah, pencernaan terganggu, merasa gelisah,
kehilangan sebagian memori ingatan, nyeri pada area perut,
sulit bernafas, sakit kepala, penuaan dini, makan
berlebihan, sering melamun terlalu lama, meminum alkohol
atau menggunakan obat-obatan untuk mengubah suasana
hati.
2. Rasional
Isolasi, intoleransi, kebencian, meresa kesepian, cenderung
tertutup, pemukul, tidak percayadiri, seksual bermasalah,
lebih sedikit bergaul dengan teman, kurang bersosialisasi
3. Emosional
Frustasi, depresi, mood berantakan, mudah marah, selalu
bermimpi buruk, mudah putus asa, selalu merasa khawatir,
jarang bergembira, pelupa, gugup, membayangkan banyak
hal buruk, mudah sedih, mudah marah, merasa cemas.
4. Spiriual
Merasa kosong, kehilangan arti, merasa ragu, kehilangan
arah, tak kenal ampun.
5. Mental
Sulit memecahkan masalah, sulit untuk membuat
keputusan, sulit berkonsentrasi, kesulitan menghitung,
negatif self-talk,
Penyangkalan : bahwa tidak ada yang salah dengan dirinya,
selalu mengkritik dan mengeluh.
Penarikan : menghindari situasi, terlalu merasa curiga
d. Tingkat stres
(Rahmawati et al., 2019)Stres memiliki beberapa tingkatan,
antara lain yaitu :
1. Stres ringan
Stres ringan stresor yang dihadapi bisa saja berlangsung
beberapa menit atau jam, stres ringan sering terjadi pada
kehidupan sehari-hari, kondisi ini dapat membantu
seseorang menjadi waspada dan bagaimana mencegah
berbagai kemungkinan yang akan terjadi
2. Stres sedang
Stres sedang berlangsung dari beberapa jam hingga
beberapa hari. Stressor ini menimbulkan gejala yaitu mudah
merasa letih, mudah marah, sulit untuk beristirahat, mudah
tersinggung, gelisah.

3. Stres berat
Stres berat merupakan situasi kronis yang dapat terjadi
dalam beberapa minggu hingga bulan, persepsi individu
sangat menurun dan cenderung membutuhkan banyak
pengarahan dan motivasi untuk hidup.
e. Pengolongan stres
f. Respon stres
g. Dampak stres
stres sangat berdampak bagi beberapa aspek, antara lain yaitu :
1. Kondisi fisik
Merasa kelelahan dan lemas. Hal lain yang dirasakan yaitu
sakit kepala, pusing, atau migrain, serta gangguan makan,
nyeri, badan pegal dan tegang otot, mudah sakit atau
kesehatan tubuh menurun, gangguan tidur, dan gangguan
pencernaan atau sakit perut.
2. Emosional
Sebagian besar mahasiswa merasakan mudah marah ketika
merasakan stress. Hal yang dirasakan yaitu lebih mudah
menangis, suasana hati buruk, lebih sensitif mudah
tersinggung, tertekan, serta sedih, risih, khawatir, murung,
dan halusinasi karena keadaan.
3. Perilaku
Sebagian mahasiswa merasa bahwa hubungan dengan
teman, keluarga, dan orang lain memburuk.Hal lain yang
dirasakan yaitu adanya kecenderungan untuk menyendiri
dan malas berbicara, bertemu, atau berinteraksi dengan
orang lain, lebih pendiam, malas mengerjakan Tugas atau
hal lain, tidak peduli dengan orang lain dan lingkungan
sekitar, serta pemalu, tidak percaya diri, berteriak tanpa
alasan, dan mengerjakan tugas tidak maksimal.

4. Kognitf
Sebagian mahasiswa yang terkena dampak kognitif dari
stress merasakan sulit untuk konsentrasi atau fokus, baik
saat mengerjakan tugas atau saat berbicara dengan orang
lain. Hal lain yang dirasakan yaitu pikiran tidak tenang,
bingung, panik, sering termenung, serta berpikiran negatif,
mudah lupa, dan kurang teliti dalam segala hal.(A &
Musabiq, 2018)
h. Pengukuran stres
Pengukuran tingkat stres yang digunakan dalam penelitian
yaitu Depression Anxiety Stress Scale (DASS 42) (Ulfah,
2019; Healthfocus Clinical Psychology Services, n.d.), yang
Dikembangkan oleh Lovibond and Lovibond (1995).Kuesioner
pengukuran DASS ini terdiri atas 42 pernyataan yang berkaitan
dengan stres, kecemasan, dan depresi pada seseorang.
Adapun kisi-kisi kuisioner DASS 42 pada pengukuran stres
yaitu meliputi soal nomor 1,6,8,11,12,14,18,22,27,29,32,33,35,
39. Pengukuran ini menggunakan skala yang berbentuk ordinal.
Setiap pertanyaan/pernyataan ada 4 skor yaitu 0, 1, 2, dan 3.
Skor berdasarkan pengukuran DASS 42 yaitu :
0 : tidak sesuai
1 : kadang-kadang
2 : lumayan sering
3 : sering sekali
Adapun kategori stres pada kuisioner DASS 42 dibagi menjadi
beberapa yaitu :
Normal : 0-14
Ringan : 15-18
Sedang : 19-25
Berat : 26-33
Berat : 34+

2. Sindrom dispepsia fungsional


a. Definisi sindrom dispepsia
Dispepsia merupakan penyakit sindrom gejala yang sering
ditemukan pada kalangan masyarakat yang ditandai dengan
adanya rasa nyeri atau tidak nyaman pada bagian atas atau ulu
hati dan biasanya menyerang sistem pencernaan.(Zakiyah,
2021)
Dispepsia sudah sering dikemukakan pada akhir tahun 80-an,
yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom)
yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium,
mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh,
sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada atau
pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan gejala yang
mengarah pada penyakit atau gangguan saluran pencernaan atas
yang sering terjadi pada masyarakat. (Fernandes, 2014)
Sedangkan Dispepsia berasal sendiri dari bahasa Greek dimana
“dys” berarti buruk dan “pepsis” artinya pencernaan. dispepsia
mulai banyak digunakan sejak akhir tahun 1980, yang
menggambarkan berbagai macam keluhan atau kumpulan
gejala yang menjadi suatu sindrom. Gejala itu meliputi nyeri
dant nyaman di daerah epigastrium seperti kembung, mual dan
muntah, perut terasa penuh, dan sendawa.(Syahputra & Siregar,
2021)
Sindrom dispepsia merupakan masalah kesehatan yang
berhubungan dengan gangguan saluran pencernaan atau dapat
diartikan sebagai suatu kondisi medis yang ditandai dengan
adanya rasa nyeri atau tidak nyaman pada bagian atas perut
yang biasa disebut dengan ulu hati yang biasanya muncul
ketika kita selesai makan.(Putri, 2022)
b. Tanda dn gejala sndrom dispepsia
Dispepsia sendiri dibagi menjadi dua golongan yaitu dispepsia
organik atau yang sering disebut dengan dispepsia struktural
dan dispepsia non-organik yang sering disebut juga dengan
dispepsia fungsional. Dispepsia organik sendiri terjadi karena
adanya kelainan organik. Pada dispepsia organik dapat di lihat
jika kelainannya nyata pada endoskopi terhadap organ saluran
pencernaan seperti ulkus peptik atau yang dikenal dengan tukak
peptik, gastritis, stomach.
Dispepsia non organik atau yang di kenal dengan dispepsia
fungsional tidak ditemukan adanya kelainan saat dilakukan
pemeriksaan fisik dan endoskopi, hanya ditandai dengan
adanya nyeri atau rasa tidak Nyaman pada perut bagian atas
yang kronis atau berulang.Cancer, gastro esophageal reflux
disease (GERD), hiperasiditas.dyspepsia fungsional sendiri saat
ini dibagi menjadi dua yaitu Sindrom Nyeri Epigastrium (nyeri
epigastrium atau rasa terbakar) dan Sindrom Distress
Postprandial (rasa penuh pasca-makan dan cepat kenyang).
(Zakiyah, 2021)
c. Penyebab terjadinya sindrom dispepsia
(Zakiyah, 2021) Dispepsia fungsional dapat dipicu karena
adanya faktor psikologis dan faktor intoleran terhadap obat-
obatan dan jenis makanan tertentu. Adapun faktor-faktor yang
menyebabkan dispepsia adalah:
1. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal yang
berasal dari saluran pencernaan bagian atas (esofagus,
lambung dan usus halus bagian atas).
2. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan
makan salah (mengunyah dengan mulut terbuka atau
berbicara)
3. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu membuat
lambung terasa penuh atau bersendawa terus
4. Mengkonsumsi makanan/minuman Yang dapat memicu
timbulnya dispepsia, seperti minuman beralkohol, bersoda
(soft drink), kopi. Minuman jenis ini dapat mengiritasi dan
mengikis permukaan pada lambung
5. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory
Drugs (NSAID) misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven
(Rani & Mariappan, 2011).
6. Pola makan, pola makan yang tidak teratur ataupun makan
yang terburu-buru dapat menyebabkan terjadinya dispepsia.
d. Terapi untuk sindrom dispepsia
terapi pada sindrom dispepsia itu ada 2 yaitu terapi farmakologi
dan terapi non-farmakologi :
1. Terapi farmakologi
a. Antihiperasiditas
1. Antasida
Terapi ini tergolong yang mudah didapatkan dan
murah, Antasida akan Menetralisir sekresi asam
lambung. Antasida biasanya mengandung zat
yang tidak larut dalam air seperti natrium karena
berbentuk senyawa MgCl2.
2. NaHCO3
Jenis ini larut dalam air dan bekerja cepat, Namun
zat utama NaHCO3 dapat menyebabkan darah
bersifat basa (alkalosis) jika dosisnya berlebih.
Terlepasnya senyawa karbondioksida dari
kompleks obat ini dapat mennyebabkan sendawa
3. Kombinasi Bismut dan Kalsium Kombinasi
Antara Bi dan Ca dapat membentuk lapisan
pelindung pada lesi di lambung. Namun obat ini
dijadikan pilihan terakhir karena bersifat
neurotoksik yang menyebabkan Kerusakan otak
dengan gejala kejang-kejang dan kebingungan
atau yang dikenal dengan ensefalopati.
4. Sukralfat
Golongann sukralfat yang sering dikombinasikan
dengan aluminium hidroksida, dan bismuth
koloidal dapat digunakan untuk melindungi tukak
lambung agar tidak teriritasi asam lambung
dengan membentuk lapisan dinding pelindung.
b. Antikolinergik
Golongan ini obat yang agak selektif yaitu pirenzepin
yang bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang
dapat menekan sekresi asam lambung sekitar 28%
sampai 43%. Kerja obat pirenzepin tidak spesifik dan
juga memiliki efek sitoprotektif
c. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini Banyak digunakan untuk mengobati
dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik
dengan mekanisme penghambatan reseptor H2 sehingga
sekresi asam lambung Berkurang.
d. Proton pump inhibitor (PPI)
Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeprazol, esomeprazol lansoprazol, dan pantoprazol.
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada
stadium akhir dari proses sekresi asam lambung pada
pompa proton yang merupakan tempat keluarnnya
proton (ion H+)
e. Sitoprotektif
Obat yang termasuk golongan ini prostaglandin sinetik
seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).
Selain bersifat siroprotektif juga dapat menekan sekresi
asam lambung oleh sel parietal.
f. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini yaitu cisapride,
domperidon, dan metoclopramide. Golongan ini cukup
efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan
refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki asam lambung.

g. Golongan anti depresi


Obat yang termasuk golongan ini adalah golongan
trisiclic antidepressants (TCA) seperti amitriptilin. Obat
ini biasanya dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka
(obat anti depresi dan cemas) pada pasien dengan
dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang
muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan cemas dan
depresi. Pengobatan untuk dispepsia fungsional masih
belum jelas. Beberapa pengobatan yang telah didukung
oleh bukti ilmiah adalah Pemberantasan helicobacter
pylori,PPI an terapi psikologi.
2. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan untuk
penanganan kasus dispepsia yaitu:
a. Mengurangi stress
Stress berlebihan dapat menyebabkan produksi asam
lambung meningkat, sehingga dapat memicu dispepsia.
Istirahat yang cukup dan melakukan kegiatan yang
disukai dapat meminimalisir stress.
b. Mengatur pola hidup sehat
Pola hidup yang sehat dapat dilakukan dengan olahraga
secara teratur, menjaga berat badan agar tidak obsesitas,
menghindari berbaring setelah makan, makan banyak
terutama pada malam hari, merokok, menghindari
makanan yang berlemak tinggikafeino serta
menghindari minumanr yang asam, beryyyiiiioda,
mengandung alkohol dan kafein.
c. Terapi hangat /dingin
Terapi kompres hangat Warm Water Zack (WWZ)
dilakukan dengan menggunakan botol karet yang berisi
air hangat kemudian diletakan pada bagian perut yang
nyeri
d. Terapi Komplemente
Terapi komplemeter berguna untuk mengurangi nyeri
yang terjadi pada lambung. Terapi ini dapat dilakukan
dengan terapi aromaterapi, mendengar music, menonton
televisi, memberikan sentuhan terapeutik, dan teknik
relaksasi nafas dalam(Zakiyah, 2021)
B. Kerangka teori

Penyebab
stres

1. Stre
sor

Tingkat stres Faktor yang mempengaruhi terjdiny


1. Stres ringan sindrom dispepsia funsional:
2. Stres sedang 1. stres
3. Stres berat

Respon stres
Sindrom dispepsia fungsionl
1. Respon fisiologis
pada mahasiswa tingkat
2. Respon kognitif
awal
3. Respon emosi
4. Respon tingkah laku

Dampak stres

1. Dampak positif
2. Dmpak negatif

Anda mungkin juga menyukai