Anda di halaman 1dari 14

PENTINGNYA MENJAGA KESEHATAN MENTAL BAGI MAHASISWA (AKHIR) DALAM

KEHIDUPAN SEHARI-HARI

MENTAL HEALTH

PROPOSAL

Jurusan Bimbingan Konseling Islam

Disusun oleh :

Mohammad Raval Mirajab

201520168

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

2022 M/1443 H
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Stres merupakan sebuah gangguan mental yang sering dialami seseorang karena adanya tekanan
yang biasanya sering muncul dari kecemasan atau perasaan yang khawatir berlebihan akan suatu hal.
Stres ini dapat memicu respon tubuh, baik secara fisik ataupun mental. Respon tubuh terhadap stres dapat
berupa napas dan detak jantung menjadi cepat, otot menjadi kaku dan sering kali membuat tekanan darah
meningkat. Bahkan pada mahasiswa semester akhir yang paling sering mengalami gangguan mental ini.
Stres yang berkepanjangan akan menggangu kesehatan fisik serta dapat melemahkan daya tahan tubuh
seseorang. Selain itu stress juga dapat menggangu sistem pencernaan dan bahkan seseorang yang
mengalami stress berkepanjangan biasanya juga akan mengalami kesulitan saat tidur. Dan gangguan tidur
inilah yang biasanya sering terjadi pada mahasiswa semester akhir. Sun Li Gao, Juan, Zang, & Wang,
(2016) menyatakan tekanan fisik atau psikologis yang dialami oleh seorang individu yang membutuhkan
kemampuan atau sumber daya yang lebih besar1.
Safari dan Saputra (2009) memberikan pernyataan tentang stres berikut ini; melalui pendekatan
yang pertama, dilihat dari respon stres, pengertian stres dihubungkan dengan tekanan yang membuat
seseorang tidak berdaya dan berdampak negatif, misalnya pusing, mudah marah, sedih, sulit
berkonsentrasi, sulit tidur2. Terdapat 2 aspek yang mempengaruhi stres yaitu aspek fisik dan aspek
emosional. Aspek fisik dapat dipaparkan menjadi 3 bagian yaitu kognitif, emosional, dan interpersonal.
Hal yang paling sering dialami oleh mahasiswa sehingga memicu stress dan menyebabkan mahasiswa
menjadi depresi adalah terjadinya interaksi dengan dosen pembimbing yang kurang baik. Ini dikarenakan
psikis mahasiswa awalnya akan merasa takut dan gugup apabila dosen tidak melakukan proses bimbingan
yang baik. Kesan pertama yang kurang baik juga dapat memicu adanya interaksi dan kecemasan yang
kurang baik antara mahasiswa dengan dosen. Belum lagi tuntutan mereka yang menjadi mahasiswa
perantau bahkan dari luar pulau akan semakin banyak mengalami stres atau depresi, karena selain tekanan
akan studinya, mereka juga mendapat tekanan dari kehidupannya sebagai anak rantauan, seperti:
kebutuhan untuk makan, biaya tinggal dan keperluan lainnya. Ditambah adanya tuntutan dari keluar untuk
menyelesaikan studinya lebih cepat, agar dapat dengan cepat kembali ke kampung halamannya. Faktor

1
Sun Li, Gao, Juan, Zang, & Wang (2016). The Impact of Profeesional Identity On Role Stress in Nursing Student: A
Cross- Sectional Study. International Journal o nursing Studies 63(2016). 1-8.
2
Safaria, Saputra. (2009). Manajemen Emosi. Jakarta: Bumi Aksara.
tersebutlah yang sering terjadi pada mahasiswa terutama yang paling sering dialami oleh mahasiswa
perantau.
Dengan demikian dapat diketahui betapa pentingnya peranan keluarga dan orang terdekat dalam
memberi semangat dan memberi motivasi. Sebagai seorang mahasiswa yang berada di semester akhir.
tentu sangat mengharapkan sebuah perhatian yang diberikan oleh orang-orang yang disayanginya, dengan
hal tersebut dapat dirasa mengurangi beban dan rasa tertekannya saat menghadapi permasalahan yang
sedang dihadapinya. Namun apabila sebaliknya keluarga yang sangat menuntut dan mengharapkan agar
cepat menyelesaikan studinya hal tersebut yang akan menjadi bertambahnya tekanan pada mahasiswa
yang membuatnya stress tingkat tinggi bahkan sampai depresi. Mahasiswa semester akhir sering merasa
tertekan karena dituntut agar lebih cepat menyelesaikan studinya dan memperoleh gelar sarjananya. Oleh
karena itu, mahasiswa semester akhir akan mulai terbebani dan seringkali merasa cemas yang berlebihan
hingga membuat mereka menjadi stres bahkan sampai depresi dalam menyelesaikan tugas akhirnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti telah menangkap berbagai masalah terkait
dengan kesehatan mental mashasiswa.
1. Mengapa kesehatan mental sangat penting dalam kehidupan seseorang mahasiswa
terutama mahasiswa yang berada di semester akhir.
2. Bagaimana seseorang dikatakan sehat secara mental pada mahasiswa semester akhir .
3. Apa yang harus dilakukan pada mahasiswa dalam menghadapi segala rintangan yang
akan dilalui disemester akhir.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Agar semua mahasiswa mengetahui bahwa mental health sangat penting bagi mahasiswa
semester akhir.
2. Untuk mengetahui bahwa seseorang bisa dikatakan sehat secara mental.
3. Agar mengetahui apa yang harus dilakukan agar mental health seseorang tetap terjaga.
D. MANFAAT PENELITIAN
Dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis sebagai
berikut
a. Manfaat teoritis
1. Hasil dari penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat untuk orang-orang
yang mengetahui mental health
2. Dapat menjadi referensi pada penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
kesehatan mental
b. Manfaat praktis
1. Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung tentang
pemahaman mental health
2. Bagi responden, penelitian ini diharapkan mendapat pengalaman langsung mengenai
cara menjaga mental health, sehingga dapat berdamai dengan diri sendiri dan menjadi
pribadi yang positif

E. PENELITIAN TERDAHULU YANG RELEVAN


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis terdapat beberapa karya ilmiah dalam bentuk
jurnal dan skripsi
Pertama, dalam penelitian skripsi yang ditulis olehNi Luh Pitya Ulansari1, Gusti Made
Widya Sena. Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar, dengan judul “Peran Meditasi Dalam
Mengurangi stres pada Mahasiswa Semester Akhir”. Dalam penelitian tersebut penylis
menyampaikan bahwa banyak mahasiswa semester akhir yang mengalami stres Faktor-faktor
penyebab stres yang diutarakan oleh Kuntjojo (2009), antara lain: (a) Variable dalam dari individu
meliputi; umur, tahap kehidupan, jenis kelamin, temeramen, faktor genetic, inteligensi, pendidikan,
suku, kebudayaan, status ekonomi. (b) Karakteristik keepribadian meliputi: introvert-ekstrovert,
stabilitas emosi secara umum, kepribadian ketabahan, locus of control, kekebalan, ketahanan. (c)
Variabel sosial-kognitif meliputi: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial, dan kontrol
pribadi yang dirasakan. (d) Hubungan dengan lingkungan social adalah dukungan sosial yang
diterima dan integrasi dalam hubungan interpersonal. (e) Strategi koping merupakan rangkaian
respon yang melibatkan unsur- unsur pemikiran untuk mengatasi permasalahan sehari-hari dan
sumber stres. Dalam kutipan skripsi penulis. Namun untuk menyikapai hal tersebut bukan hanya
peranan dari orang terdekat saja yang berperan dalam mendorong kesehatan mental itu. Maka
diperlukan juga kesadaran dalam diri yang perlu diciptakan untuk menjaga kesehatan mahasiswa
tersebut. Karena dengan hal tersebut dapat menciptakan ketenangan dan kebahagian nantinya.
Kedua, dalam sebuah buku ajar yang di buat oleh Kartika Sari Dewi berjudul “Kesehatan
Mental” dan diterbitkan oleh : UPT UNDIP Press Semarang Jl. Imam Barjo, SH No. 1 Semarang
dan di cetak Dicetak oleh : CV. Lestari Mediakreatif Jl. Poncowolo Barat VI / 570 Semarang Telp.
(024) 70100214 e-mail : agsy.mediakreatif@gmail.com Layout & desain cover : Agung
Sunaryanto deskripsi singkat dari bab VII Stres, Copong dan Penyesuaian Terhadap Stres.
Kehidupan manusia tak luput dari stres. Setiap individu yang hidup tidak lepas dari stres dalam
kesehariannya (Powell, 1983). Banyak individu mengenal istilah stres, meskipun secara harfiah
stres sendiri sulit didefinisikan karena memiliki banyak makna bagi orang yang berbeda. Beberapa
orang merasa stres membantunya lebih bersemangat dalam bekerja, tetapi ada juga yang
menyatakan bahwa stres menghambat dirinya untuk mengembangkan diri. Dalam pokok bahasan
kali ini, kita akan membahas mengenai stres itu sendiri, apa saja jenisnya, bagaimana hal tersebut
mempengaruhi kehidupan kita, dan bagaimana mengelolanya sehingga keseharian kita menjadi
lebih efektif. Dibuku ajar ini juga ada beberapa faktor-faktor yang memengaruhi stres gabungan
dari faktor internal (individu) dan eksternal (sosial), yaitu:
1. Sosial
a. jumlah peristiwa yang menjadi stressor, kemunculannya
secara bersamaan.
b. situasi tertentu, misal: dengan siapa kita hidup, seberapa
lama kita mengalami stres tersebut.
2. Individual
a. Karakteristik kepribadian individu, misal: pemarah,
ambisius, agresif.
b. Kemampuan dalam menyelesaikan masalah dan
beradaptasi dengan stres, antara lain: inteligensi,
fleksibilitas berpikir, banyak akal.
c. Harga diri (self-esteem).
d. Bagaimana individu menerima atau mempersepsikan
peristiwa yang potensial memunculkan stres.
e. Toleransi terhadap stres, tergantung pada: kondisi
kesehatan, tingkat kecemasan.

F. KERANGKA TEORI
1. Kesehatan Mental
Mental health atau kesehatan mental merupakan salah satu hal yang tidak kalah
pentingnya dengan kesehatan tubuh untuk selalu dijaga. Terkadang, di saat kesehatan
mental seseorang terganggu, masih banyak orang yang belum menyadarinya. Hal ini
kemudian bisa mengakibatkan sesuatu yang berbahaya. Salah satu akibat yang fatal yaitu
seseorang bisa melakukan bunuh diri karena kondisi mentalnya yang terganggu.
Masih banyak mahasiswa yang ternyata kesulitan untuk menjaga kesehatan mental
mereka. Hal ini bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor genetik, lingkungan
keluarga atau pertemanan, gaya hidup, sampai beban yang ditanggung saat berkuliah.
Sayangnya, banyak mahasiswa yang mengesampingkan kondisi kesehatan mental mereka
karena banyaknya hal dan tuntutan yang harus dipenuhi, baik itu berkaitan tentang
perkuliahan atau diluar itu. Padahal tidak ada salahnya bagi kamu untuk juga fokus pada
kesehatan mental saat berkuliah
Menurut Daradjat, kesehatan mental merupakan keharmonisan dalam kehidupan yang
terwujud antara fungsi fungsi jiwa, kemampuan menghadapi problematika yang dihadapi,
serta ampu merasakan kebahagiaan dan kemampuan dirinya secara positif (Daradjat,1988).
Selanjuttnya ia menekankan bahwa kesehatan mental adalah kondisi dimana individu
terhundar dari gejala gejala gangguan jiwa dan dari gejala penyakit jiwa.
2. Prinsip dalam kesehatan mental
Menurut Schbeiders (dalam Notosoedirdjo & Latipun, 2014) ada lima belas prinsip
yang harus diperhatikan dalam memahami kesehatan mental. Prinsip ini berguna dalam
upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan mental serta pencegahan terhadap
gangguan-gangguan mental. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1) Prinsip yang didasarkan atas sifat manusia, meliputi:
a. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan atau bagian yang tidak terlepas
dari kesehatan fisik dan integritas organisme.
b. Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian yang baik, perilaku manusai
harus sesuai dengan sifat manusia sebagai pribadi yang bermoral, intelektual,
religius, emosional dan sosial.
c. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi dan pengendalian diri,
yang meliputi pengendalian pemikiran, imajinasi, hasrat, emosi dan perilaku.
d. Dalam pencapaian khususnya dalam memelihara kesehatan dan penyesuaian
kesehatan mental, memperluas tentang pengetahuan diri
e. sendiri merupakan suatu keharusan e. Kesehatan mental memerlukan konsep diri
yang sehat, yang meliputi: peneeimaan diri dan usaha yang realistik terhadap status
atau harga dirinya sendiri.
f. Pemahaman diri dan penerimaan diri harus ditingkatkan terus menerus
memperjuangkan untuk peningkatan diri dan realisasi diri jika kesehatan dan
penyesuaian mental hendak dicapai.
g. Stabilitas mental dan penyesuaian yang baik memerlukan pengembangan terus
menerus dalam diri seseorang mengenai kebaikan moral yang tertinggi, yaitu:
hukum, kebijaksanaan, ketabahan, keteguhan hati, penolakan diri, kerendahan hati,
dan moral.
h. Mencapai dan memelihara kesehatan dan penyesuaian mental tergantung kepada
penanaman dan perkembangan kebiasaan yang baik.
i. Stabilitas dan penyesuaian mental menuntut kemampuan adaptasi, kapasitas untuk
mengubah meliputi mengubah situasi dan mengubah kepribadian.
j. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan perjuangan yang terus menerus
untuk kematangan dalam pemikiran, keputusan, emosionalitas dan perilaku.
k. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan belajar mengatasi secara efektif
dan secara sehat terhadap konflik mental dan kegagalan dan ketegangan yang
ditimbulkannya.
3. Manifestasi mental yang sehat
Manifestasi mental yang sehat (secara psikologis) menurut Maslow dan
Mittlemenn adalah sebagai berikut:
1) Adequate of security (rasa aman yang memadai). Perasaan merasa aman dalam
hubungan dengan pekerjaan , sosial, dan keluarganya.
2) Adequate self-evaluation (kemampuan menilai diri sendiri yang memadai), yang
mencangkup : (a) harga diri yang memadai, yaitu merasa ada nilai yang sebanding pada
dri sendiri dan prestasinya, (b) memiliki perasaan berguna akan diri sendiri , yaitu
perasaan yang secara moral masuk akal, dengan perasaan tidak diganggu oleh rasa
bersalah yang berlebihan, dan mampu mengenal beberapa hal yang secara sosial dan
personal tidak
3) dapat diterima oleh kehendak umum yang selalu ada sepanjang kehidupan di
masyarakat. 3. Adequate spontanity and emonationality (memiliki spontanitas dan
perasaan yang memadai , dengan orang lain), hal ini ditandai oleh kemampuan
membentuk ikatan emosional secara kuat dan abadi, seperti hubungan persahabatan
dan cinta, kemampuan memberi ekspresi yang cukup pada ketidaksukaan tanpa
kehilangan kontrol, kemampuan memahami dan membagi rasa kepada orang lain ,
kemampuan menyenangi diri sendiri dan tertawa.
4) Efficient contact with reality (mempunyai kontak yang efisien dengan realitas) kontak
ini sedikitnya mencangkup tiga apek, yaitu dunia fisik, sosial, dan diri sendiri atau
internal. Hal ini ditandai (a) tidak adanya fantasi yang berlebihan, (b) mempunyai
pandangan yang realistis dan pandangan yang luas terhadap dunia, yang disertai dengn
kemampuan menghadapi kesulitan hidup sehari-hai, misalnya sakit dan kegagalan dan
(c) kemampuan untuk berubah jika situasi ekternal tidak dapat dimodifikasi dan dapat
bekerjasama tanpa merasa tertekan.
5) Adequate bodily and ability to gratify them (keinginan-keinginan jasmani yang
memadai dan kemampuan untuk memuaskannya). Hal ini ditandai dengan (a) suatu
sikap yang sehat terhadap fungsi jasmani. (b) kemampuan memperoleh kenikmatan
kebahagiaan dari dunia fisik dalam kehidupan ini, seperti makan, tidur, dan pulih
kembali dari kelelahan, (c) kehidupan seksual yang wajar, keinginan yang sehat untuk
memuaskan tanpa rasa takut dan konflik, (d) kemampuan bekerja, (e) tiak adany
kebutuhan yang berlebihan untuk mengikuti dalam berbagai aktivitas.
6) Adequate self-knowledge (mempunyai kemampuan pengetahuan yang wajar).
Termasuk di dalamnya (a) cukup mengetahui tentang motif, keinginan, tujuan, ambisi,
hambatan, kompetensi, pembelaan, dan perasaan rendah diri, (b) penilaian yang
realistis terhadap diri sendiri baik kelebihan maupun kekurangan.
7) Integration and concistency of personality (kepribadian yang utuh dan konsisten). Ini
bermakna (a) cukup baik kpribadiannya, kepandaiannya, berminat dalam beberapa
aktivitas, (b) memiliki prinsip moral dan kata hati yang tidak terlalu berbeda dengan
pandangn kelompok, (c) mampu untuk berosentrasi, dan (d) tidak ada konflik-konflik
besar dalam kepribadiannya dan tidak dissosisi erhadap kepribadiannya.
8) Adequate life goal (memiliki tujun hidup yang wajar). Hal ini berarti (a) memiliki
tujuan hidup yang sesuai dengan dirinya sendiri dan dapat dicapai, (b) mempunyai
usaha yang cukup dan tekun dalam mencapai tujuan, dan (c) tujuan itu bersifat baik
untuk diri sendiri dan masyarakat.
9) Ability to learn from experience (kemampuan untuk belajar dari penglaman).
Kemampuan untuk belajar dari pengalaman hidupnya sendiri. Bertambahnya
pengetahuan, kemahiran, dan keterampilan mengrjakan sesuatu berdasarkan hasil
pembelajaran dan pengalamannya.
10) Ability to satisfy the requirements of the group (kemampuan mmuaskan tuntutan
kelompok). (a) individu harus dapat memenuhi tuntutan kelompok dan mampu
menyesuaikan diri dengan anggota kelompok yang lain tanpa harus kehilangan
identitas pribadi dan diri sendiri, (b) dapat menerima norma-norma yang berlaku dalam
kelompoknya, (c) mampu menghambat dorongan dan hasrat diri sendiri yang dilarang
oleh kelompoknya, (d) mau berusaha untuk memenuhi tuntutan dan harapan
kelompoknya: ambisi, ketepatan, persahabatan, rasa tanggung jawab (Notosoedirjo,
2014).
4. Gejala Kesehatan Mental yang terganggu
Gangguan mental yaitu semua perilaku dan keadaan emosi yang menyebabkan
seseorang menderita, atau perilaku merusak diri sendiri, dan akan memiliki dampak negatif
yang serius terhadap kinerja seseorang atau kemampuan berinteraksinya dengan orang lain,
serta dapat membahayakan orang lain atau suatu komunitas (Carole & Carol, 2008)
Gangguan mental biasanya berupa gejala-gejala sebagai berikut.
a. Banyak komflk batin. Dada rasa tersobek-sobek oleh pikiran dan emosi yang
antagonistis bertentangan. Hilangnya harga diri dan kepercayaan diri. Selalu merasa
tidak aman dan dikejar oleh suatu pikiran atau perasaan yang tidak jelas hingga ia
merasa cemas dan takut. Menjadi agresif, suka menyerang bahkan ada yang berusaha
membunuh orang lain atau melekukan usaha bunuh diri (agresivitas ke dalam).
b. Komunikasi sosial terputus dan adanya disorientasi sosial. Timbul delusi-delusi yang
menakutkan atau dihinggapi delusion of grandeur (merasa dirinya paling super). Selalu
iri hati dan curiga. Ada kalanya diinggapi delusion of persecution atau khayalan
dikejar-kejar sehingga menjadi sangat agresif, berusaha melakukan pengrusakan, atau
melakukan destruksi diri dan bunuh diri.
c. Ada gangguan intelektual dan gangguan emosional yang serius. Penderita mengalami
ilusi, halusinasi berat dan delusi. Selain itu, kurangnya pengendalian emosi dan selalu
bereaksi berlebihan (overracting). Selalu berusaha melarikan diri dari dalam dunia
fantasi, yaitu dalam masyarakat emu yang diciptakan dalam khayalan. Merasa aman
dalam dunia fantasinya. Orang luar dihukum dan dihindari sebab mereka itu dianggap
“berdosa, kotor, jahat”. Maka dari itu, realitas sosial yang dihayati menjadi kacau
balau. Juga kehidupan batinnya menjadi kalut, kusut, dan keribadiannya pecah
berantakan (Paisol, 2015).
5. Mahasiswa
a. Pengertian mahasiswa
Definisi mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah
peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya
menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar
untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.
Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya
karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual
atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan
berbagai predikat. Pengertian mahasiswa menurut Knopfemacher (dalam Sarwono,
1978) adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan
perguruan tinggi (yang makin menyatu dengan masyarakat), di didik dan di harapkan
menjadi calon-calon intelektual. Dari pendapat di atas bias dijelaskan bahwa
mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan
perguruan tinggi yang diharapkan menjadi calon-calon intelektual (Alfian, 2014)
6. Karatkeristik Perkembangan Mahasiswa
Karakteristik perkembangan mahasiswa seperti halnya transisi dari sekolah dasar
menuju sekolah menengah pertama yang melibatkan perubahan dan kemungkinan stres,
begitu pula masa transisi dari sekolah menengah menuju universitas. Dalam banyak hal,
terdapat perubahn yang sama dalam dua transisi itu. Transisi ini melibatkan gerakan
menuju satu truktur sekolah yang lebih besar dan tidak bersifat pribadi, seperti interaksi
dengan kelompok sebaya dari daerah yang lebih beragam dan peningkatan perhatian pada
prestasi dan penilaiannya. Perguruan tinggi dapat menjadi masa penemuan intelektual dan
pertumbuhan kepribadian. Mahasiswa berubah saat merespon terhadap kurikulum yang
menawarkan waawasan dan cara berpikir baru seperti terhadap mahasiswa lain yang brbeda
deengan kultur pada umumnya, dan terhadap anggota fakultas yang memberikan model
baru. Pilihan perguruan tinggi dapat mewakili pengejaran terhadap hasrat yang menggebu
atau awal dari karir masa depan. Ciri-ciri perkembangan remaja lanjut atau remaja akhir
(usia 18 sampai 21 tahun) dapat dilihat dalam tugas-tugas perkembangan yaitu:
a. Menerima Keadaan Fisiknya

Perubahan fisiologis dan organis yang sedemikian hebat pada tahuntahun


sebelumnya, pada masa remaja akhir sudah lebih tenang. Struktur dan penampilan
fisik sudah menetap dan harus diterima sebagamana adanya. Kekecewaan karena
kondisi fisik tertentu tidak lagi mengganggu dan sedikit demi sedikit mulai
menerima keadaanya.

b. Memperoleh Kebebasan Emosional

Masa remaja akhir sedang pada masa proses melepaskan diri dari
ketergantungan secara emosional dari orang yang dekat dalam hidupnya seperti
orang tua. Kehidupan emosi yang sebelumnya banyak mendominasi sikap dan
tindakannya mulai terintegrasi dengan fungsifungsi lain sehingga lebih stabil dan
lebih terkendali. Seseorang mampu mengungkapkan pendapat dan perasaannya
dengan sikap yang sesuai dengan lingkungan dan kebebasan emosionalnya.

c. Mampu bergaul

Seseorang mulai mengembangkan kemmpuan mengadakan hubungan


sosial baik dengan teman sebaya maupun orang lain yang berbeda tingkat
kematangan sosialnya. Seseorang mampu menyesuaikan dan memperlihatkan
kemampuan bersosialisasi dalam tingkat kematangan sesuai dengn norma sosial
yang ada.

d. Menemukan model untuk identifikasi

Dalam proses ke arah kematangan pribadi, tokoh identifikasi sering kali


mnjadi faktor penting, tanpa tokoh identifikasi timbul ketidakjelasan akan model
yang ingin ditiru dan memebrikan pengarahan bagaimana bertingkah laku dan
bersikap sebaik-baiknya.

G. METODE PENELITIAN
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian metode kualitatif. Penelitian ini juga disebut penelitian
ilmiah, karena penelitian ini menekankan pemahaman tentang situasi alamiah dari partisipan,
tempat, dan lingkungannya.
2. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perguruan Tinggi, Kota Serang
3. Subjek penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah mahasiswa akhir di perguruan tinggi kota Serang.
4. Teknik pengumpulan data
a. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden.
Komunikasi berlangsung tatap muka sehingga gerak dan mimic responden merupakan pola
media yang melengkapi kata-kata secara verbal. Wawancara yang dilakukan peneliti yaitu
wawancara bebas, dimana peneliti menentukan poko-pokok pembahasan suatu topik yang
tidak di tentukan sebelumnya. Dalam penelitian ini, peneliyi mengambil 4 responden
remaja akhir di perguruan tinggi kota Serang.
b. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi
sebagaimana yang mereka saksiskan selama penelitian. Penyaksian peristiwa terhadap itu
bisa dengan merasakan, melihat, dan kemudian dicatat secara obyektif mungkin. Observasi
ini dilakukan di kota Serang dengan mengatami secara langsung respondennya.
c. Dokumentasi
Metode ini adalah metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal hal atau
variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, notulen. Dalam hal ini
dokumentasi berupa foto, rekaman berbentuk audio, dan notulen ketika melakukan
wawancara dan observasi.

H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Dalam menyajikan data mengenai kesehatan mental bagi mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari
. untuk membangun pemahaman mental health di kota Serang, maka penelitian ini perlu dibuat
sistematis dalam pembahasannya, yaitu sebagai berikut.
Bab Pertama, Bab ini berisi Pendahuluan yang membahas mengenai Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penelitian Terdahulu yang Relevan,
Kerangka Teori, Hipotesis, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
Bab Kedua landasan teori yang membahas tentang kesehatan mental diantaranya; makna
kesehatan mental, macam-macam kesehatan mental, gangguan kesehatan mental, gangguan mental
pada mahasiswa, selanjutnya mahasiswa (akhir) diantaranya : pengertian mahasiswa (akhir),
perkembangan pada mahasiswa (akhir), perkembangan kognitif, perkembangan individual,
perkembangan sosial.
Bab Ketiga, Bab ini dipaparkan dengan profil responden, factor yang mempengaruhi
mahasiswa mengalami kesehatan mental, dan pemahaman mahasiswa tentang kesehatan mental.
Bab Keempat, Pada bab ini memaparkan hasil penelitian pemahaman mental health,
efektivitas kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari nya,
Bab Kelima, Bab penutup yang menguraikan tentang kesimpulan yang dapat memberikan
pemahaman kepada para pembaca, dan saran yang dapat membantu mahasiswa memahami
pengertian mental health dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Galderisi, S., Heinz, A., Kastrup, M., Beezhold, J., & Sartorius, N. (2015). Toward a new
definition of mental health. World psychiatry: official journal of the
World Psychiatric Association (WPA), 14(2), 231–233.
https://doi.org/10.1002/wps.20231
Rochimah, F. A., 2020, Dampak Kuliah Daring Terhadap Kesehatan Mental Mahasiswa
Ditinjau Dari Aspek Psikologi.
WHO (2019). Mental Health During Covid-19 Pandemic. Diakses pada tanggal 17 Mei 2021
Yayan, M., Yuniarrahmah, E., dan Anward, H. H., 2017, Gambaran regulasi diri dan perilaku
kenakalan seksual pada remaja di Batulicin, Jurnal Ecopsy, 3(2).
Adhikari, S.P ,dkk. (2020). Epydemiology, causes, clinical manifestation and diagnosis,
prevention and control of Coronavirus disease (COVID-19) during the
early outbreak period : a scoping review.
Yuliandari, E. (2019). Kesehatan Mental Anak dan Remaja. Yogyakarta: Graha Ilmu.
World Health Organization. (2003). Investing in Mental Health. Geneva: WHO
Nurunnabi, M. et al. (2020). Coping Strategies of Students for Anxiety During the Covid-19
Pandemic in China: a cross-sectional study.
Wahyuni, I., Sutarno, & Andika, R. (2020). Hubungan tingkat religiusitas dengan tingkat
kecemasan mahasiswa di masa pandemi Covid-19. Jurnal Kesehatan Al-
Irsyad Vol XIII, hal 131-144.
Meri, H. (2020). Gambaran tingkat stres, kecemasan dan depresi pada mahasiswa universitas
andalas dalam menghadapi pandemi covid-19 (Doctoral dissertation,
Universitas Andalas).
Agus, S., Wandria , R., Rikhan, L., & Meidiana, D. (2020). Tingkat depresi mahasiswa
keperawatan di tengah wabah COVID-19. Jounal of Holistic Nursing and
Health Science Volume 3, No. 1, Juni 2020 (Hal. 1-8). Diambil
darihttps://ejournal2.undip.ac.id/index.php/hnhs
Agung, G. (2013). Hubungan kecerdasan emosi dan self efficacy dengan tingkat stres
mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi. Jurnal Ilmiah Psikologi.
Aji, R. (2020). Dampak covid pada pendidikan di Indonesia:sekolah, keterampilan, dan
proses pembelajaran. Sekolah Ilmu Ekonomi Universitas Kebangsaan
Malaysia. Jurnal sosial & budaya syar-i.
Aziz, Abd. (2020). Kuliah daring dinamika pembelajaran ketika wabah corona.
Tulungagung: IAIN Tulungagung Press.
Argaheni, N. (2020). Sistematik review: dampak perkuliahan daring saat pandemi covid-19
terhadap mahasiswa Indonesia. Jurnal Ilmiah Kesehatan dan
Aplikasinya, Vol 8(2).
Arista, A. (2007). Hubungan antara karakteristik umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan
dengan timbulnya depresi. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas
Jember.
A.O. Awaru & Syukur. (2019). Dialectics of student conflict in Makasasar State University.
Diambil darihttps://download.atlantis-press.com
Anxiety and Depression association of americs. Diambil dari https://adaa.org/understanding-
anxiety/related-illnesses/stress
Barseli Mufadhal. (2017). Konsep stres akademik siswa. Jurnal Konseling dan Pendidikan
Vol. 5 No. 3, 2017. hlm. 143-148. Cao, W., Fang, Z., Hou, G., Han, M.,
Xu, X., Dong, J., &

Anda mungkin juga menyukai