Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN TINGKAT STRES PADA REMAJA

TERHADAP PENINGKATAN
POLA MAKAN

PROPOSAL

Untuk memenuhi persyaratan


Mata kuliah Metodologi Penelitian

Oleh :
Ninda Makaliswanti
NIM. 201601084

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa ramaja merupakan suatu fase tumbuh kembang yang
dinamis dalam kehidupan individu sesorang. Masa remaja merupakan
masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai
dengan perkembangan fisik, psikologis, emosional dan sosial. Pada awal
masa remaja tercakup kesadaran seksual pada remaja seperti tuntutan
sosial dan pendidikan. Begitu meninggalkan masa kanak-kanak remaja
mengalami kebebasan, autonomi dan tidak mau dibanding-bandingkan
dengan orang lain namun pada masa ini remaja masih membutuhkan
perhatian khusus dari keluarga sebagai perlindungan dan bimbingan.
Stress merupakan masalah yang tidak dapat dihindari oleh setiap
orang termasuk juga oleh remaja, stres juga dapat mempengaruhi setiap
orang. Stress pada remaja dapat disebabkan oleh tuntutan orang tua
terhadap anaknya agar mendapat nilai yang baik dimata kedua orang
tuanya dan stress pada remaja juga dapat diperoleh dari tuntutan-tuntutan
belajar misalnya saja pada saat remaja khususnya remaja SMA yang akan
menjalani ujian nasional dan ujian menuju perguruan tinggi maka dapat
dipastikan remaja tersebut bisa saja mengalami sakit kepala, kecemasan
berlebih sehingga dapat menggang pola makannya.
Karena pola makan yang tidak teratur dan berlebih ini maka
memungkinkan dapat terjadi obesitas pada remaja. Menurut penelitian
Cristine Hendra dkk (2016) Hasil dari penelitian juga menunjukan bahwa
faktor psikis mempengaruhi terjadinya obesitas pada remaja yaitu 7 orang
remaja dengan presentase 14% dari hasil penelitian pada 50 orang remaja
obesitas, stress atau kekecewaan yang biasanya dialami oleh remaja
biasanya mempengaruhi peningkatan nafsu makan, gangguan pola makan
akibat stres dapat berupa pola makan berlebihan atau nafsu makan yang
meningkat ketika menggalami stress karena masalah yang sering terjadi
pada masa remaja.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan peningkatan pola makan
tersebut kerena keaadan psikologis remaja salah setau menjadi pemicu

1
remaja tidak menjaga pola makannya. Pada orang-orang tertentu sebagai
respon dari perasaan stressnya mereka melampiaskan dengan makan
makanan yang berlebih yang tidak memperhatikan status gizinya.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dari tingkat stres
yang dialami oleh remaja khususnya remaja SMA yang akan menjalankan
ujian dengan peningkatan pola makan.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari pembuata proposal ini adalah apakah ada hubungan
antara tingkat stres pada remja dengan peningkatan pola makan.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan proposal ini adalah untuk melihat
hubungan antara tingkat stress yang dialami oleh remaja dengan
peningkatan pola makan.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan atara tingkat
stres dengan peningkatan pola makan
1.3.2.2 Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab stres pada
remaja
1.3.2.3 Untuk mengetahui tingkatan stres pada remaja
1.3.2.4 Untuk mengetahui tingkat pola makan pada remaja
1.3.2.5 Untuk mengetahui dampak dari peningkatan pola makan
tersebut.

1.4 Manfaat penelitian


1.4.1 Bagi responden
Hasil dari penelitian dapat meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat dalam melakukan pengolahan stres
sehingga mampu menerapkan dan melakakukan pda individu
1.4.2 Bagi peneliti
Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar maumupun bahan
untuk penelitian selanjutnya.
1.4.3 Bagi institusi
Dapat dijadikan asuhan keperawatan sebagai intervensi menejemen
stres pada remaja dengan tingkat stres yang menimbulkan

2
peningkatan pola makan yang memungkinkan untuk di
implementasi.

1.5 Relevansi
Pada saat ini banyak ditemukan remaja dengan tingkat stres tingi, sedang,
dan rendah biasanya stres ini timbul karena adanya stresor misalnya
remaja tertekan, tuntutan, pergaulan, konflik. Dalam hal ini remaja
biasanya mengeksperesikan stresnya dengan berbagai cara salah satunya
adalah makan atau memakan makanan berlebih dengan tujuan bahwa
stresnya akan berkurang atau hilang dengan makan tanpa memikirkan
dampak selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Stres


Menurut selye (Bell, 1996) stress diawali degan reaksi waspada
terhadap dengan adanya ancaman,yang ditandai dengan proses tubuh
secara otomastis, seperti: peningkatan denyut jantung, yang diikuti dengan
reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan
tenaga jiga individu tidak mampu untuk bertahan. Lazurnus (1984)
menjelaskan bahwa stress juga dapat diartika sebagai :
1. Stimulus, yaitu stress merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang
menimbulakan stress yang disebut juga dengan stresor.

3
2. Respon, yaitu stres merupakan respon atau reaksi individu yang
muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulakn stres.
3. Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana
individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui
strategi tingkah laku kognisi maupun afeksi.
Stres di bagi menjadi dua yaitu:
1. Distress (stres negatif)
Stres yang merusak atau bersifat merusak tau bersifat tidak
menyenangkan . stres dirasakan sebagai suatu keadaan individu
mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah. Sehingga
indivudi mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan,
dan keinginan untuk menghindarinya.
2. Eustres (stres positif)
Eutres bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman
yang memuaskan. Hanson (dalam Rice 1992) mengemukakan frase
joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal ynag bersifat positif yang
timbul dari adanya stres. Eutres dapat meningkatkan motivasi untuk
menceptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.

2.2 Stresor
Ada beberapa jenis stressor sebagai berikut:
1. Tekanan (pressures)
Karena terjadi karena adanya susatu tuntutan untuk mencapai
sasaran atau tujuan tertentu maupun tuntunan tingkah laku tertentu.
Secara umum tekanan mendorong individu untuk meningkatkan
peorma, mengintensifkan dan merubah sasaran tingkah laku.
Tekanan sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan dan
memiliki bentuk yang berbeda-beda pada setiap individu.
2. Frustasi
Frustasi bisa terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran
tertentu dapat hambatan dan hilangnan kesempatan dalam
mendapatkan hasil yang diinginkan. Frustasi juga dapat diartikan
sebagai efek psikologis terhadap situasi yang mengancam, seperti
misalnya timbul reaksi marah, penolakan maupun depresi.
3. Konflik
Konflik terjadi ketika individu berada dalam tekanan dan merespon
langsung terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua

4
kebutuhan maupun motif yang berbeda dalam waktu yang
bersamaan.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Stres


Tingkat stres bergantung pada faktor yang dapat mempengaruhi individu,
diantaranya:
1. Kemampuan menerka
Kemampuan individu dalam menerka kejadian stres. Apabila
individu tersebut tidak dapat mengontrol kejadian stres namun dapat
menangani stresnya.
2. Kontrol atas jangka waktu
Kemampuan individu dalam mengendalikan jangka waktu kejadian
stres dapat mengurangi tingkat stres yang dialami.

3. Evaluasi kognitif
Setiap individu akan berbeda dalam melakukan penyikapan terhadap
stres yang muncul tergantung pada situasi yang dialami individu
tersebut
4. Perasaan mampu
Keyakinan seorang terhadap kemampuan diri dalam menghadapi
stresor maupun stres yang muncul merupakan faktor utama dalam
menghadapi.
5. Dukungan lingkungan dan masyarakat
Adanya dukungan emosional dan perhatian dalam orang lain dapat
membuat seseorang bertahan dalam menghadapi stres agar tidak
berkepanjangan.

2.4 Alat Ukur Tingkat Stres


Alat ukur tingkat stres merupakan kuisoner dengan sistem scoring yang
diisi oleh responden dalam penelitian. Kessler psycological distress scale
(KPDS) terdiri dari 10 pertanyaan yang diajukan kepada respinden dengan
skor 1 untuk jawaban dimana responden tidak pernah mengalami stres, 2
untuk jawaban dimana responden tidak pernah mengalami stres, 3 jika
responden kadang-kadang mengalami stres, 4 untuk jawaban dimana
responden sering mengalami stres, 5 untuk jawaban responden selalu
mengalami stres dalam 30 hari terakhir. Skala pengukuran yang digunakan
adalah sekala ordina. Tingkat stres dikategorikan sebagai berikut (carolin
2010):

5
1. Skor < 20 = tidak mengalami stres
2. Skor 20-24 = stres ringan
3. Skor 25-29 = stres sedang
4. Stres ≥ 30 = stres berat

2.5 Tanda dan Gejala Stres


Menurut taylor, 2009 dapat disimpulkan bahwa tanda dan gejala stres
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Aspek emosional (perasaan)
Meliputi perasan cemas, perasaan ketekuatan, merasa mudah
marah, merasa murung, merasa tidak dapat menanggulangi.
2. Aspek kognitif (pikiran)
Meliputi penghargaan atas diri rendah, takut gagal, tidak mampu
berkonsentrasi, mudah bertindak memalukan, khawatir atas masa
depan, mudah lupa dan emosi tidak stabil.
3. Aspek perilaku sosial
Jika berbicara gagap atau gugup dan sukar berbicara yang lainnya.
Enggan bekerja sama, tidak mampu rileks, menangis tanpa alasan,
bertidak impulsive atau bertindak sesuka hati, mudah kaget atau
terkejut, menggertakan gigi, frekuensi merokok meningkat, mudah
celaka, dan kehilangan nafsu makan atau selera makan berlebihan
4. Aspek fisiologis
Misalnya berkeringat, detak jantung meningkat, menggigil atau
gemataran, gugup atau gelisah, mulut dan kerongkongan kering,
mudah letih, sering buang air kecil, gangguan pola tidur, mual atau
muntah, tekanan darah tinggi, sakit leher atau punggung bawah.

2.6 Pengertian Remaja


Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere
yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa yang mempunyai arti
yang luas mencangkup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik.
Piaget (dalam hurlock, 1999) mengatakan bahwa secara psikologis
masa remaja adalah usia individu berintegrasi dengan masayarakat
dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang tua
melaikan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam
masalah hak. Dapat disimpulkan bahwa pengertian remaja adalah suatau
peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa awal atau remaja yang
disertai dengan pertumbuhan individu, emosianal, mental.

6
2.7 Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Gangguan Makan
Para remaja dengan gangguan makan akut gagal dalam berbagai
hal dalam menyelesaikan tugas perkembangan psikososial lainnya. Hal
yang paling sulit dalam masalah perkembangan ini pertama kali
digambarkan oleh Hide Bruch pada tahun 1973, yaitu masalah
pertentangan dalam mengembangkan otonomi atau kebebasan, dalam hal-
hal sebagai berikut.
1. Ketidakmampuan untuk berkembang dan menggunakan
operasional formal proses berfikir
2. Ketidak mampuan mengalami sesnsasi tubuh secara murni dalam
diri mereka apakah "normal" dan "valid"
3. Persepsi yang tidak realistis terhadap ukuran tubuhnya
4. Asyik dengan berat badan makanan, merefleksikan kebebasan pada
opini dan pertimbangan sosial
5. Gagal untuk menormalisasikan pola makan dan olahraga
6. Harapan yang tidak realistis pada dirinya sendiri
7. Gagal dalam mengembangkan kebebasan
8. Kesulitan dalam memenuhi tugas psikososial normal remaja
Gangguan makan atau eating disorder merupakan masalah yang
sering timbul pada masa remaja pada saat ini. Gangguan makan adalah
gangguan pada perilaku makan yang membahayakan kesehatan fisik,
emosional atau sosial. Ciri-ciri remaja yang mengalami gangguan makan
adalah sebagai berikut:
1. Berat badan menutun drastis
2. Menimbang berat badan beberapa kali sehari
3. Olahraga berlebihan
4. Banyak makan atau mengurangi makan
5. Perubahan kebiasaan makan seperti mengambil potongan makanan
yang terkecil atau menghindari makanan
6. Menggunakan obat-obatan laktasif atau diuretik
7. Merokok untuk menurunkan selera makan
8. Menghindari makan atau menghendaki makan sendirisn tanpa
ditemani oleh siapapun.

2.8 Akibat Dari Pola Makan Yang Berlebih


Salah satu akibat dari pola makan yang berlebih adalah Obesitas
atau yang biasa disebut dengan kegemukan, merupakan suatu masalah
yang cukup merisaukan kalangan remaja. Obesitas terjadi ketika badan

7
menjadi gemuk yang disebabka oleh penumpukan jaringan adiposa secara
berlebihan sedangkan berat badan berlebih atau overweight kelebihan
berat badan termasuk didalamnya otot, tulang, lemak, dan air. Berikut ini
merupakan faktor-faktor penyebab obesitas:
4.1 Faktor genetik
Obesitas cenderung untuk diturunkan, sehingga diduka memiliki
penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi
gen, tetapi juga makana dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa
mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan
faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata faktor genetik menunjukkan kontribusi sebesar
33% terhadap berat badan seseorang.
4.2 Faktor lingkungan
Gen merupakan faktor penting dalam timbulnya obesitas, namun
kingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti.
Yang termasuk lingkungan dalam hal ini adalah perilaku atau pola
gaya hidup, misalnya apa yang dimakan dan beberapa kali
seseorang makan, serta bagaimana aktivitasnya setiap hari.
Seseorang tidak dapat mengubah pola genetiknya namun dapat
mengubah pola makan dan aktifitasnya.
4.3 Faktor psikososial
Apa yang ada dalam pikiran seseorang dapat mempengaruhi
kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberi reaksi terhadap
emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi
adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan emosi in merupakan
masalah serius pada wanita muda penderita obesitas, dan dapat
menimbulkan kesadaran berlebih tentang kegemukannya serta rasa
tidak nyaman dalam pergaulan bersosian
4.4 Faktor kesehatan
Ada beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya
obesitas, antara lain:
a) Hipotiroidisme
b) Sindroma Chusing
c) Sindroma Prader-Willi
d) Beberapa kelainan syaraf yang dang dapat menyebabkan
seseorang menjadi banyak makan.
4.5 Faktor perkembangan

8
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak menyebabkan
bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita
obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak
dapat memiliki sel lemak lima kali lebih banyak dibandingkan
dengan orang dengan berat normal. Jumlah sel-sel lemak tidak
dapat dikurangi, oleh karena itu penurunan berat badan hanya
dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak dalam
setiap sel.
4.6 Aktivitas fisik
Seseorang dengan aktivitas fisk yang kurang dapat meningkatkan
prevalensi terjadinya obesitas. Orang orang yang kurang aktif atau
yang tidak melakukan aktivitas visik dengan seimbang dan
mengonsumsi makanan yang tinggi lemak, akan cenderung
mengalami obesitas.

9
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Remaja Faktor yang mempengaruhi Stres yang


stres pada remaja sering dialami
pada remaja

Respon
Tanda dan gejala Tingkat stres remaja
remaja 1. Ringan terhadap
mengalami stres 2. Sedang stresor
3. Berat

Faktor yang dapat


mempengaruhi
peningkatan pola makan

Akibat dari perilaku stress yang

3.2 Hipotesis dapat meningkatakan pola makan


Hipotesis adalah suatu pernyataan asusmsi
salah tentang
satunnya hubungan
adalah obesitas. antara dua
atau lebih variabel yang diharapka bisa menjawab suatu pertanyaan dalam
penelitian. Suatu hipotesis terdadiri dari atas suatu unit atau bagian dari
permasalah, Nursalam 2013. Dari rumusan masalah yang sudah dibuat
: diteliti
maka dapat disususn hipotesis sebagai berikut:
HI : ada hubungan antara tingkat stres pada remaja dengan peningkatan
: tidak diteliti
pola makan.

10
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Rancangan atau rancangan penelitian adalah suatu yang sangat
penting dalam penelitian, memungkinkan pengontrol maksimal beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi suatu hasil. Istilah rancangan penelitian
digunakan dalam dua hal: pertama rancangan penelitian merupakan suatu
strategi penelitian dalam mengidentifikasi masalah sebelum perencanaan
akhir pengumpulan data; dan kedua, rancangan penelitian digunakan untuk
mengidentifikasi struktur penelitian yang akan dilaksanakan. (Nursalam,
2013).
Berdasarkan tujuan penelitian penelitian ini menggunakan
correlational yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjalankan suatu
hubungan, memperkirakan dan menguji berdasarkan teori yang ada.
Penelitian korelasi bertujuan mengungkapkan tujuan korelatif antar
variabel. Hubungan korelatif mengacu pada kencenderungan variasi suatu
variabel diikuti oleh variasi variabel lain. Dengan demikian, pada
rancangan penelitian koresional peneliti melibatkan munimal dua variabel
(Nursalam, 2013).
Peneliti menggunakan penelitian cross-sectional dilakukan dengan
cara menekan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen
dan dependen hanya satu kali dalam satu saat. Pada jenis ini, variabel
independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi
tidak ada tindakan lanjut. Tidak semua obejek diobservasi dalam satu hari
atau waktu yang sama, akan tetapi baik variabel independen maupun
dependen dinilai hanya satu kali saja. Dalam studi ini akan diperoleh
prevalensi atau efek suatu fenomana (variabel dependen) dihubungkan
dengan penyebab (variabel dependen) (Nursalam, 2008)

4.2 Kerangka Kerja

Populasi
Siswa kelas 12 SMAN
pare
Analisa Data
11
Sampel
Uji korelasi Total sampling
Variabel Independen Variabel Dependen
30 siswa SMAN
spearman pare
rank Teknik sampling
Tingkat stress remaja
Kuisioner Kuisioner
Pola makan
Kesimpulan
Jika ρ value ≤ 0.05 maka HI diterima
Jika ρ value > 0.05 maka HI ditolak

4.3 Sampling Desain


4.3.1 Populasi
populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia, klien)
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan Nursalam (2013).
4.3.2 Sampel
Sampel merupakan terdiri atas bagian populasi terjangkau yang
dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling.
Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi
yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2013). Adapun
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas 12
SMAN Pare.
4.3.3 Teknik sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang
ditempuh dalam mengambil sampel agar memperoleh sampel yang
benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian.

12
(sastroasmoro & Ismail, 1995 & Nursalam, 20018). Penelitian ini
menggunakan total samplingyaitu penetapan sampel dengan cara
memilih sampel dengan cara memilih sampel dari populasi sampel
yang ada.
4.3.4 Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti
(Notoatmodjo, 2010). Dengan kriteria sebagai berikut:
1. Bersedia menjadi responden
2. Siswa SMAN Pare
3. Diperuntukan unruk siswa kelas 12
4.3.5 Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang tidak memenuhi kriteria inklusi karena berbagai sebab
sehingga tidak dapat menjadi responden penelitian (Notoatmodjo,
2010).
4.4 Identifikasi Variabel
variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Soeparto, Putra &
Haryanto, 2000). Ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok (orang,
benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimilki oleh kelompok tersebut
(Rafii, 1985). Dalam riset, variabel dikarakteristikkan sebagai derajat,
jumlah, dan perbedaan. Variabel juga merupakan konsep dari berbagai
level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran
dan atau manipulasi suatu penelitian. Konsep yang dituju dalam suatu
penelitian bersifat konkret dan secara langsung bisa diukur.
4.4.1 Variabel independen
Variabel yang mempengaruhi atau nilanya menentukan variabel
lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti
menciptakan suatu dampak dari variabel dependen. Variabel bebas
biasanya dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui
hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain, dalam ilmu
keperawatan yang diberikan kepada klien untuk mempengaruhi
tingkah laku klien. Variabel independen yang digunakan peneliti
dalam penelitian ini adalah hubungan tingkat stres pada remaja.
4.4.2 Variabel dependen

13
Variabel yang dipengerahu nilainya ditentukan oleh variabel lain.
Variabel respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi
variabel-variabel lain. Dalam ilmu perilaku variabel terkait adalah
aspek tingkah laku yang diamati dari suatu organisme yang dikenai
stimulus. Dengan kata lain, variabel terkait adalah faktor yang
diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau
pengaruh dari variabel bebas. Variabel dependen yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini adalah peningkatan pola makan pada
remaja.
4.5 Definisi Operasional
Definisi operasional bertujuan untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variabel-variabel yang dimati atau diteliti serta mengarahkan
kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang
bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).
Varibel Definisi parameter Alat ukur Skala Skor
penelitian operasional
Tingkat Pemberian Kuisoner Kessler Ordinal 1. Skor <
stres Kuisioner psycologica 20 : tidak
mengala
kepada l distress
mi stres
siswa scale 2. Skor 20-
(KPDS) 24 : stres
ringan
3. Skor 25-
29 : stres
sedang
4. Stres ≥
30 : stres
berat

14
Peningkatan Pemberian Kuisoner Indeks Ordinal 1. ≥ +2 :
pola makan kuisioner Masa Tubuh obesitas
2. +1 -< +2
pada siswa : gemuk
3. -2 - < +1
:normal
4. -3 - ≤-2 :
kurus
5. <-3 :
sangat
kurus

4.6 Pengumpulan Data dan Analisa Data


4.6.1 Pengumpulan data
1. Pada jenis penelitian ini peneliti menggunaka metode kuisioner
yaitu mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk
menjawab pertanyan secara tertulis. Pertanyaan yang diajukan
dapat juga dibedakan menjadi pertanyaan terstruktur, peneliti
hanya menjawab sesuai dengan pedoman yang sudah
ditetapkann dan tidak terstruktur, yaitu subjek menjawab
secara bebas tentang sejumlah pertanyaan yang diajukan secara
terbuka oleh peneliti. Pertanyaan dapat diajukan secara
langsung kepada subjek atau disampaikan secara lisan oleh
peneliti dari pertanyaan yang sudah tertulis. Hal ini dilakukan
khususnya pada subjek ang buta huruf, lanjut usia, dan subjek
dengan kesulitan membaca yang lain.
2. Bertemu dengan perwakilan sekolah SMA untuk meminta izin
menyebarkan angket kepada sebagian siswa kelas 12.
3. Siswa yang diberikan kuisioner tersebut dapat mengisi pada
saat itu juga tanpa dibawa pulang lalu dikumpulkan kembali ke
peneliti.
4.6.2 Instrumen pengumpulan data
Pengambilan data dilakukan di SMAN Pare, dengan memberikan
langsung pada responden yaitu siswa kelas 12.
Penyebaran kuisioner dilakukan pada tanggal 21 maret 2019 yang
diberikan kepada siswa kelas 12 SMAN Pare, responden diberikan
kesempatan untuk mengesi langsung dan dikembalikan ppada saat
responden selesai mengisi kuisioner.

15
4.6.3 Analisa data
Untuk menganalisa data yang elah terkumpul dalam rangka
menguji hipotesis dan untuk mendapatkan konklusi analisis ini
digunanan untuk mengetahui apakah ada hubungan tingkat stres
pada remaja dengan peningkatan nafsu makan.

1. Frekuensi tingkat stres fisik

Dalam hal ini para siswa merasakan bahwa ketika mereka


merasakan stres banyak dari mereka yang merasa mudah
lelah, sakit kepada, dan insomnia.
2. Pengalihan rasa stres

Dalam distraksi stres yang dilakukan remaja khususnya siswa


kelas 12 SMAN Pare terdapat 14 siswa yang memilih untuk
makan sebagai pengalihan stresnya, dan sisanya adalah
digunakan untuk bermain game dan tidur.
4.7 Etika Penelitian

16
Etika dalam penelitian harus mengandung beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan sebagai berikut:
4.7.1 Manfaat
1. Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilaksanakn tanpa mengakibatkan penderitaan
kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

2. Bebas dari eksploitasi


Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindari dari
keadaan yang tidak menguntungkan.
3. Risiko
Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan
keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap
tindakan.
4.7.2 Menghargai hak asasi
1. Hak untuk ikut atau tidak untuk menjadi responden
2. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perilaku yang diberikan
3. Informed consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap untuk
tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak
untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden.
4.7.3 Kedilan
1. hak untuk mendapat pengobatan yang adil
2. hak dijaga kerahasiaannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Bell, A, Dkk. (1996). Environmental Psychology. Fourth Edition. Harcourt Brace


Collage Publisher
Cristine H, Aaltje E, Fona B. Faktor-Faktor Risiko Terhadap Obesitas Pada
Remaja. Jurnal E-Biomedik, 2016, Vol 4 (1).
Hurlock, Elizabeth, B. (1999). Psikologi Perkembangan: "Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan" (Terjemahan Istiwidayanti &
Soedjono). Jakarta: Penerbit Erlangga
Hariatul M, Pragita A, Dani R, Fifia C, Dan Darmawi. Depresi, Ansietasm Dan
Stres Hubungannya Dengan Obesitas Pada Remaja. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia, 2016, Vol 12 (4) : 138-143
Kemala nasution, Indri. 2007. Stres Pada Remaja. Universitas Sumatra Utara
Lazurnus, Richard S: Folkman, Susan. (1984). Stress, appraisal and coping. New
york springer publishing company
Nursalam, 2008, Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Dan
Keperawatan: Pedoman, Tesis, Dan Instrumen, Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam, 2013, Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis,
Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Proverawati, Atikah. 2010. Obesitas Dan Gangguan Perilaku Makan Pada
Remaja. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rice, Philip L. (1992). Stress & Health (2nd Ed). California: Btooks/Cole
Publishing Company
Sastroasmoro S. & Ismail S. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Oenelitian Klinis.
Jakarta: Binarupa Aksara

18

Anda mungkin juga menyukai