BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stres
2.1.1 Definisi
Menurut Kemenkes (2020) stres merupakan reaksi individu
baik secara fisik maupun emosional (mental/psikis) apabila ada
perubahan dari lingkungan yang mengharuskan seseorang
menyesuaikan diri. Adapun pendapat lain menyatakan, stres
dapat diartikan dengan hubungan antara individu dan lingkungan
yang melampaui kemampuan dan membahayakan
kesejahteraannya. Stres merupakan kondisi yang disebabkan oleh
interaksi antara individu dengan lingkungan, dapat menimbulkan
persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang bersumber dari
keadaan biologis, psikologis, dan sosial seseorang. Selain itu,
stres juga merupakan suatu respon tubuh non spesifik terhadap
tuntutan yang di terima individu dalam hidupnya (Agusmar, et
al., 2019).
Stres merupakan kondisi yang menjadi masalah umum
yang sering terjadi dalam kehidupan manusia. Stres yang
kebanyakan terjadi pada saat ini adalah sebuah kelengkapan dari
kehidupan modern. Dengan demikian, stres sudah menjadi
bagian dari kehidupan yang tidak bisa dielakkan. Baik pada
lingkungan sosial, lingkungan sekolah, pekerjaaan, keluarga,
bahkan dimanapun, stres adalah hal lazim yang bisa dialami oleh
semua orang. Stres tidak hanya dialami oleh orang dewasa, stress
dapat menimpa anak-anak, remaja, bahkan yang sudah lanjut
usia. Dengan kata lain, stress pasti dapat terjadi pada semua
kalangan dan tidak memandang tempat. Hal yang menjadi
prioritas adalah apabila stres tersebut begitu banyak dialami oleh
seseorang (Gaol, 2016).
2.1.2 Epidemiologi
Menurut WHO dalam (Ambarwati et.al., 2017) pada
penduduk dunia, prevalensi kejadian stres cukup tinggi dimana
hampir lebih dari 350 juta mengalami stres dan merupakan
penyakit dengan peringkat ke-4 di dunia. Studi prevalensi stres
yang dilakukan oleh Health and Safety Executive di Inggris
melibatkan penduduk Inggris sebanyak 487.000 orangyang masih
produktif dari tahun 2013-2014. Didapatkan data bahwa angka
kejadian stres lebih besar terjadi pada wanita (54,62%)
dibandingkan pada pria (45,38%).
2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi
Semua pengertian hipertensi merupakan angka yang sesuai
dengan kesepakatan berdasarkan evidence based atau
berdasarkan epidemiologi studi meta analisis. Hipertensi
merupakan penyakit tidak menular sampai saat ini menjadi
masalah kesehatan global. Hipertensi adalah suatu keadaan
dimana tekanan darah ≥140/90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit dalam keadan istirahat (Arifin et
al., 2016).
Menurut Anggriani (2016), Hipertensi secara etiologi
dibagi menjadi dua yaitu hipertensi esensial/primer (90-95%) dan
hipertensi sekunder (510%). Hipertensi Esensial adalah
peningkatan tekanan darah secara drastis yang tidak diketahui
penyebab utamanya. Sedangkan, hipertensi sekunder dapat
disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit
jantung, dan gangguan anak ginjal (Cahya, 2019).
Beberapa pasien hanya meningkat pada tekanan darah
sistoliknya saja disebut isolated systolic hypertension (ISH), atau
yang meningkat hanya tekanan diastoliknya saja disebut isolated
diastolic hypertension (IDH). Ada juga yang disebut white coat
hypertension yaitu tekanan darah yang meningkat waktu
diperiksa di tempat praktek, sedangkan tekanan darah yang
diukur sendiri (home blood pressure measurement/HBPM)
ternyata selalu terukur normal. White coat hypertension dianggap
tidak aman (Yogiantoro, 2014).
Hipertensi persisten adalah istilah tekanan darah yang
meningkat, baik diukur di klinik maupun diluar klinik, termasuk
di rumah, dan juga selama menjalankan aktivias harian yang
biasa dilakukan. Walaupun bersama-sama meningkat, sering kali
tekanan darah di klinik lebih tinggi dari pada di luar klinik.
Adapun yang dimaksud hipertensi resisten ialah tekanan darah
2.2.2 Epidemiologi
Hipertensi ditemukan ≤6% dari seluruh penduduk dunia,
dan merupakan suatu yang sifatnya umum pada seluruh populasi.
Hipertensi mengambil porsi sekitar 60% dari seluruh kematian
dunia. Data epidemiologi menunjukkan adanya peningkatan
prevalensi hipertensi, dengan meningkatnya harapan hidup atau
populasi usia lanjut. Lebih dari separuh populasi >65 tahun
menderita hipertensi, baik hipertensi sistol maupun kombinasi
sistolik dan diastolic (Mohani, 2014).
Prevalensi hipertensi pada orang dewasa berusia ≥ 25 tahun
di dunia adalah sekitar 38,4%. Prevalensi hipertensi di Asia
Tenggara mencapai 36,6%. Angka kejadian hipertensi akan terus
meningkat dan pada tahun 2025 sekitar 29% diprediksi orang
dewasa di seluruh dunia akan mengidap hipertensi. Pada tahun
2018 kejadian hipertensi menempati peringkat pertama penyakit
tidak menular yaitu sebanyak 185.857 kasus, kemudian disusul
oleh DM tipe 2 sebanyak 46.174 kasus dan disusul oleh Obesitas
sebanyak 13.820 kasus. Prevalensi hipertensi usia ≥ 18 tahun
mencapai 25,8% tahun 2013 dan meningkat menjadi 34,1% di
tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018).
2.2.4 Patogenesis
Penyebab hipertensi sangatlah kompleks dan multifaktorial.
Tidak dapat diterangkan oleh satu faktor penyebab. Pada
b) Obesitas
Obesitas sangat erat berhubungan dengan
hipertensi. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh tingginya
kadar lipid dalam tubuh. Meningkatnya lipid
2.2.7 Diagnosis
Pada umumnya penderita hipertensi tidak mempunyai
keluhan. Hipertensi adalah the silent killer. Penderita baru
mempunyai keluhan setelah mengalami komplikasi. Diagnosis
dilakukan secara sistematik dimulai dari anamnesa, pemeriksaan
fisik dan penunjang bila diperlukan (Yogiantoro, 2014).
A. Anamnesis
Anamnesis yang pertama kali perlu dicari informasinya
adalah identitas pasien selanjutnya melakukan anamnesis yang
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari : tes
darah rutin, glukosa darah (sebaiknya puasa), kolesterol total
serum, kolesterol LDL, dan HDL serum, trigliserida serum
(puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium serum,
hemoglobin dan hematokrit, urinalisis (uji carik celup serta
sedimen urin), elektrokardiogram. Beberapa pedoman
penanganan hipertensi menganjurkan test lain seperti: EKG,
USG karotis (dan femoral), C-reactive protein,
mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin,
proteinuria kuantitatif (jika uji carik positif), funduskopi (pada
hipertensi berat). Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan
untk menentukan adanya penyakit penyerta sistemik, yaitu:
aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak), diabetes
(kadar gula darah), fungsi ginjal (Yogiantoro, 2014).
2.2.8 Tatalaksana
A. Tatalaksana non farmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan
nonfarmakologi sangat penting untuk mencegah ataupun
memperlambat awitan hipertensi dan dapat mengurangi risiko
Lisinopril 10-40 1
Perindopril 5-10 1
Ramipril 2,5-10 1 atau 2
ARB Candesartan 8-32 1
Eprosartan 1
1
Irbesartan
Losartan 50-100 1 atau 2
Olmersartan 20-40 1
Telmisartan 20-80 1
Valsartan 80-320 1
CCB-hidropiridin Amlodipin 2,5-10 1
Felodipin 5-10 1
Nifedipin OROS 30-90 1
Lercanidipin 1
CCB- Diltiazem SR 2
nonhidropiridin Diltiazem CD 100-200 1
Verapamil SR 120-480 1 atau 2
Olnesartan 20-40 1
Telmisartan 20-80 1
Valsartan 80-320 1
Langkah II Pertimbangka
Hipertensi Risisten
Kombinasi tiga Tambah n merujuk
Spironolakton atau untuk evaluasi
obat
diuretic lain, alfa lanjut
+spironolakton
bloker/betabloker
terapi tunggal
Beta Blocker
Pertimbangkan beta blocker pada setiap
langkah, jika ada indikasi spefisik
2.2.9 Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya
penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan
yang dialami terhadap orang yang ada di sekitarnya. (Tyas dan Zulfikar, 2021)