Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN STRESS

KLASIFIKASI, BENTUK DAN PENYEBAB STRESS

Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Stress


Dosen: Dr. Hanik , S.Kp., M.Kes

Disusun oleh:
Kelompok Peminatan Keperawatan Komunitas
1) Nur Melliza NIM. 131614153001
2) Irwina Angelia Silvanasari NIM .131614153002
3) Ulum Mabruroh NIM .13161415300
4) Dyah Pitaloka NIM .13161415300
5) Fitri Firranda N NIM .13161415300
6) Bagus Sholeh Apriyanto NIM .131614153050
7) Amita Audilla NIM .131614153064
8) Ifa Nofalia NIM .131614153076
9) Ayudiah Uprianingsih NIM .13161415300
10) Luluk Fauziyah J. NIM .131614153099

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul Klasifikasi,
Bentuk dan Penyebab Stress. Berkenaan dengan ini, penyusun mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ah.Yusuf, S.Kp., M. Kes. selaku PJMK Manajemen Stress.
2. Dr. Hanik selaku dosen mata kuliah Manajemen Stress
3. Teman-teman kelompok peminatan keperawatan komunitas yang telah bersama-sama
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik yang
membangun penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat sebaik-baiknya.

Surabaya, September 2017


Tim Penyusun
A. PENDAHULUAN
1. Definisi dan Teori Stress
Stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang
mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level
fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku. Peristiwa yang memunculkan stres dapat
saja positif (misalnya merencanakan perkawinan) atau negatif (contoh: kematian
keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan (stressful event) atau
tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh individu terhadapnya (Richard L.
Daft, 2010).
Stres merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari dan tidak dapat dihindari serta akan dialami oleh setiap orang. Stres
dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah
ketidaksesuaian antara tuntutan- tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk
mengatasinya (Looker & Gregson, 2005).
Slamet dan Markam (2008) mengemukakan bahwa stres adalah suatu keadaan
dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk
mengatasi beban itu. Yosep (2009) mengatakan bahwa stres sebagai keadaan atau
kondisi yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stress dan hal yang dianggap
mendatangkan stress membuat orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan
baik nyata atau tidak nyata antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya
biologis, psikologis dan sosial ada padanya.
Hawari (dalam Yusuf, 2004) berpendapat bahwa istilah stres tidak dapat
dipisahkan dari distress dan depresi, karena satu sama lainnya saling terkait. Stres
merupakan reaksi fisik terhadap permasalahan kehidupan yang dialaminya dan apabila
fungsi organ tubuh sampai terganggu dinamakan distress. Sedangkan depresi
merupakan reaksi kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya. Dalam banyak hal
manusia akan cukup cepat untuk pulih kembali dari pengaruh-pengaruh pengalaman
stres. Manusia mempunyai suplai yang baik dan energi penyesuaian diri untuk dipakai
dan diisi kembali bilamana perlu.
Menurut Dilawati (dalam Syahabuddin, 2010), stres adalah suatu perasaan yang
dialami apabila seseorang menerima tekanan. Tekanan atau tuntutan yang diterima
mungkin datang dalam bentuk mengekalkan jalinan perhubungan, memenuhi
harapan keluarga dan untuk pencapaian akademik. Lazarus dan Folkman (dalam
Evanjeli A.L, 2012) yang menjelaskan stres sebagai kondisi individu yang dipengaruhi
oleh lingkungan. Kondisi stres terjadi karena ketidakseimbangan antara tekanan yang
dihadapi individu dan kemampuan untuk menghadapi tekanan tersebut. Individu
membutuhkan energi yang cukup untuk menghadapi situasi stres agar tidak
mengganggu kesejahteraan mereka.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu
peristiwa atau pengalaman yang negatif sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun
membahayakan dan individu yang berasal dari situasi yang bersumber pada
sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang.

2. Klasifikasi, Bentuk, dan Penyebab Stress


a. Klasifikasi Stress
Menurut Rice (1999), berdasarkan etiologinya stres dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Stres kepribadian (personality press)
Stres kepribadian adalah stres yang dipicu oleh masalah dari dalam diri
seseorang. Berhubungan dengan cara pandang pada masalah dan
kepercayaan atas dirinya. Orang yang selalu bersikap positif akan memiliki
resiko yang kecil terkena stres kepribadian.
2) Stres psikososial (psychosocial stress)
Stres psikososial adalah stres yang dipicu oleh hubungan dengan orang lain
di sekitarnya ataupun akibat situasi sosialnya. Contohnya stres ketika
mengadaptasi lingkungan baru, masalah keluarga, stres macet di jalan raya
dan lain-lain.
3) Stres bio-ekologi (bio-ecological stress)
Stres bio-ekologi adalah stres yang dipicu oleh dua hal. Hal yang pertama
adalah ekologi atau lingkungan seperti polusi serta cuaca. Sedangkan hal yang
kedua adalah kondisi biologis seperti menstruasi, demam, asma, jerawat dan
lain-lain.
4) Stres pekerjaan (job stress)
Stres pekerjaan adalah stres yang dipicu oleh pekerjaan seseorang. Persaingan
di kantor, tekanan pekerjaan, terlalu banyak kerjaan, target yang terlalu tinggi,
usaha yang diberikan tidak berhasil, persaingan bisnis adalah beberapa hal
umum yang dapat memicu munculnya stres akibat karir pekerjaan.
5) Stres mahasiswa (college student stress).
Stres mahasiswa itu dipicu oleh dunia perkuliahan. Sewaktu perkuliahan
terdapat tiga kelompok stresor yaitu stresor dari segi personal dan sosial, gaya
hidup dan budaya serta stresor yang dicetuskan oleh faktor akademis kuliah
itu sendiri (Pin, 2011).

b. Aspek-Aspek Stres
Pada saat seseorang mengalami stres ada dua aspek utama dari dampak yang
ditimbulkan akibat stres yang terjadi, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis
(Sarafino, 1998), yaitu
1) Aspek fisik
Berdampak pada menurunnya kondisi seseorang pada saat stres sehingga orang
tersebut mengalami sakit pada organ tubuhnya, seperti sakit kepala, gangguan
pencernaan.
2) Aspek psikologis
Terdiri dari gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah laku. Masing-
masing gejala tersebut mempengaruhi kondisi psikologi seseorang dan
membuat kondisi psikologisnya menjadi negatif, seperti menurunnya daya
ingat, merasa sedih dan menunda pekerjaan. Hal ini dipengaruhi oleh berat atau
ringannya stres. Berat atau ringannya stres yang dialami seseorang dapat dilihat
dari dalam dan luar diri mereka yang menjalani kegiatan akademik di kampus.
Berdasarkan teori yang diuraikan diatas maka dapat didimpulkan aspek- aspek
stres terdiri dari aspek fisik dan aspek psikologis, aspek-aspek tersebut dijadikan
sebagai indikator alat ukur skala sters akademik.

c. Penyebab Stress
Stres diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan nilai buda ya,
perubahan sistem kemasyarakatan, tugas atau pekerjaan serta akibat ketegangan
antara idealisme dan realita. Baik nyata maupun imajinasi, persepsi
seseorang terhadap stres sebenarnya berasal dari perasaan takut atau marah.
Perasaan ini dapat diekspresikan dalam sikap tidak sabar, frustasi, iri,
tidak ramah, depresi, bimbang, cemas, rasa bersalah, khawatir atau apati.
Selain itu perasaan ini juga dapat muncul dalam bentuk sikap yang pesimis,
tidak puas, produktivitas rendah dan sering absen. Emosi, sikap dan perilaku
kita yang terpengaruh stres dapat menyebabkan masalah kesehatan
yang serius dan tergantung reaksi individu tersebut terhadap stres (Suliswati,
2005).
Stres dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh. Sumber s tres dapat
berupa biologi, fisik, kimia, psikologi, dan spiritual.
1) Stresor biologik, dapat berupa: mikroba, bakteri, virus dan jasad renik lainnya,
hewan, binatang, bermacam tumbuhan dan makhluk hidup lainnya yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
2) Stresor fisik, dapat berupa: perubahan iklim, alam, suhu, cuaca, geografi, yang
mengikuti letak tempat tinggal, domisili, demografi, berupa jumlah anggota
dalam keluarga, nutrisi, radiasi, kepadatan penduduk, imigrasi dan kebisingan.
3) Stresor kimia, dapat berupa: obat-obatan, pengobatan, pemakaian alkohol,
pencemaran lingkungan, bahan kosmetik dan bahan pengawet.
4) Stresor sosial psikologi, dapat berupa: prasangka, ketidakpuasan terhadap diri
sendiri terhadap suatu hal yang dialami, kekejaman, konflik peran, percaya
diri yang rendah, perubahan ekonomi, emosi yang negatif dan kehamilan.
5) Stresor spiritual, dapat berupa: adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai ke-
Tuhanan (Rasmun, 2004).

d. Faktor-Faktor Penyebab Stress


Setiap teori yang berbeda memiliki konsepsi atau sudut pandang yang
berbeda dalam melihat penyebab dari berbagai gangguan fisik yang berkaitan
dengan stres. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa sudut pandang tersebut.
1) Sudut pandang psikodinamik
Sudut pandang psikodinamik mendasarkan diri mereka pada asumsi bahwa
gangguan tersebut muncul sebagai akibat dari emosi yang direpres. Hal-hal
yang direpres akan menentukan organ tubuh mana yang terkena penyakit.
Sebagai contoh, apabila seseorang merepres kemarahan, maka berdasarkan
pandangan ini kondisi tersebut dapat memunculkan essensial hypertensi.
2) Sudut pandang biologis
Salah satu sudut pandang biologis adalah somatic weakness model. Model ini
memiliki asumsi bahwa hubungan antara stres dan gangguan psikofisiologis
terkait dengan lemahnya organ tubuh individu. Faktor biologis seperti misalnya
genetik ataupun penyakit yang sebelumnya pernah diderita membuat suatu
organ tertentu menjadi lebih lemah daripada organ lainnya, hingga akhirnya
rentan dan mudah mengalami kerusakan ketika individu tersebut dalam kondisi
tertekan dan tidak fit .
3) Sudut pandang kognitif dan perilaku
Sudut pandang kognitif menekankan pada bagaimana individu mempersepsi
dan bereaksi terhadap ancaman dari luar. Seluruh persepsi individu dapat
menstimulasi aktivitas sistem simpatetik dan pengeluaran hormon stres.
Munculnya emosi yang negatif seperti perasaan cemas, kecewa dan sebagainya
dapat membuat sistem ini tidak berjalan dengan berjalan lancar dan pada suatu
titik tertentu akhirnya memunculkan penyakit. Berdasarkan penelitian diketahui
bahwa bagaimana seseorang mengatasi kemarahannya ternyata berhubungan
dengan penyakit tekanan darah tinggi (Fausiah dan Widury, 2007), Stres
bersumber dari frustasi dan konflik yang dialami individu dapat berasal dari
berbagai bidang kehidupan manusia. Dalam hal hambatan, ada beberapa macam
hambatan yang biasanya dihadapi oleh individu seperti:
a) Hambatan fisik: kemiskinan, kekurangan gizi, bencana alam dan
sebagainya.
b) Hambatan sosial: kondisi perekonomian yang tidak bagus, persaingan
hidup yang keras, perubahan tidak pasti dalam berbagai aspek kehidupan.
Hal-hal tersebut mempersempit kesempatan individu untuk meraih
kehidupan yang layak sehingga menyebabkan timbulnya frustasi pada diri
seseorang.
c) Hambatan pribadi: keterbatasan-keterbatasan pribadi individu dalam
bentuk cacat fisik atau penampilan fisik yang kurang menarik bisa
menjadi pemicu frustasi dan stres pada individu.
Konflik antara dua atau lebih kebutuhan atau keinginan yang ingin dicapai,
yang ingin dicapai, yang terjadi secara berbenturan juga bisa menjadi penyebab
timbulnya stres. Seringkali individu mengalami dilema saat diharuskan memilih
diantara alternatif yang ada apalagi bila hal tersebut menyangkut kehidupan di
masa depan. Konflik bisa menjadi pemicu timbulnya stress atau setidaknya
membuat individu mengalami ketegangan yang berkepanjangan yang akan
mengalami kesulitan untuk mengatasinya. Yusuf (2004) menyebutkan b a h w a
faktor pemicu stres itu dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok
berikut, yaitu:
1) Stressor fisik-biologik, seperti: penyakit yang sulit disembuhkan, cacat
yang tidak cantik atau ganteng, dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal
(seperti: terlalu kecil, kurus, pendek, atau gemuk).
2) Stressor psikologik, seperti: negative thinking atau berburuk sangka, frustrasi
(kekecewaan karena gagal memperoleh sesuatu yang diinginkan), hasud (iri
hati atau dendam), sikap permusuhan, perasaan cemburu, konflik pribadi, dan
keinginan yang di luar kemampuan.
3) Stressor Sosial, seperti iklim kehidupan keluarga: hubungan antar anggota
keluarga yang tidak harmonis (broken home), perceraian, suami atau istri
selingkuh, suami atau istri meninggal, anak yang nakal (suka melawan kepada
orang tua, sering membolos dari sekolah, mengkonsumsi minuman keras, dan
menyalahgunakan obat-obatan terlarang) sikap dan perlakuan orang tua yang
keras, salah seorang anggota mengidap gangguan jiwa dan tingkat ekonomi
keluarga yang rendah, lalu ada faktor pekerjaan : kesulitan mencari pekerjaan,
pengangguran, kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), perselisihan dengan
atasan, jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan dan
penghasilan tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan sehari-hari, kemudian
yang terakhir ada iklim lingkungan : maraknya kriminalitas (pencurian,
perampokan dan pembunuhan), tawuran antar kelompok (pelajar, mahasiswa,
atau warga masyarakat), harga kebutuhan pokok yang mahal, kurang tersedia
fasilitas air bersih yang memadai, kemarau panjang, udara yang sangat
panas atau dingin, suara bising, polusi udara, lingkungan yang kotor
(bau sampah dimana-mana), atau kondisi perumahan yang buruk, kemacetan
lalu lintas bertempat tinggal di daerah banjir atau rentan longsor, dan kehidupan
politik dan ekonomi yang tidak stabil.
Ada dua macam stres yang dihadapi oleh individu yaitu :
1) Stres yang ego-envolved : stres yang tidak sampai mengancam kebutuhan dasar
atau dengan kata lain disebut dengan stres kecil- kecilan.
2) Stres yang ego-involved : stres yang mengancam kebutuhan dasar serta
integritas kepribadian seseorang. Stres semacam ego involved membutuhkan
penanganan yang benar dan tepat dengan melakukan reaksi penyesuaian agar
tidak hancur karenanya.
Kemampuan individu dalam bertahan terhadap stres sehingga tidak membuat
kepribadiannya berantakan disebut dengan tingkat toleransi terhadap stres.
Setiap individu memiliki tingkat toleransi yang berbeda antara satu individu
dengan individu lainnya. Individu dengan kepribadian yang lemah bila
dihadapkan pada stres yang kecil-kecil sekalipun akan menimbulkan perilaku
abnormal. Berbeda dengan individu yang berkepribadian kuat, meskipun
dihadapkan pada stres yang ego envolved kemungkinan besar akan mampu
mengatasi kondisinya (Ardani, 2013).
Menurut Greenwood III dan Greenwood Jr (dalam Yusuf, 2004) faktor-
faktor yang mengganggu kestabilan (stres) organisme berasal dari dalam maupun
luar. Faktor yang berasal dari dalam diri organisme adalah:
1) Faktor Biologis, stressor biologis meliputi faktor-faktor genetik,
pengalaman hidup, ritme biologis, tidur, makanan, postur tubuh, kelelahan,
penyakit.
2) Faktor Psikologis, stressor psikologis meliputi faktor persepsi, perasaan
dan emosi, situasi, pengalaman hidup, keputusan hidup, perilaku dan melarikan
diri.
3) Faktor Lingkungan (luar individu), stressor lingkungan ini meliputi lingkungan
fisik, biotik dan sosial.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi stres seseorang dilihat dari tiga sudut pandang yaitu sudut pandang
psikodinamik, sudut pandang biologis dan sudut pandang kognitif dan perilaku,
kemudian ada faktor tambahan berupa hambatan-hambatan yang dialami individu
seperti hambatan fisik, sosial dan pribadi.
Menurut Lumongga (dalam Sukoco, 2014) jenis stres tersebut dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu : distress dan eustress. Distress merupakan jenis stres
negatif yang sifatnya mengganggu individu yang mengalaminya, sedangkan
eustress adalah jenis stres yang sifatnya positif atau membangun. Individu yang
mengalami stres memiliki beberapa gejala atau gambaran yang dapat diamati
secara subjektif maupun objektif. Hardjana (dalam Sukoco, 2014) menjelaskan
bahwa individu yang mengalami stres memiliki gejala sebagai berikut:
1) Gejala Fisikal, gejala stres yang berkaitan dengan kondisi dan fungsi fisik atau
tubuh dari seseorang
2) Gejala Emosional, gejala stres yang berkaitan dengan keadaan psikis dan
mental seseorang.
3) Gejala Intelektual, gejala stres yang berkaitan dengan pola pikir seseorang.
4) Gejala Interpersonal, gejala stres yang mempengaruhi hubungan dengan
orang lain, baik di dalam maupun di luar rumah.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan gejala-gejala individu yang
mengalami stres memiliki gejala fisikal, gejala emosional, gejala intelektual
dan gejala interpersonal yang dapat mempengaruhi seseorang. Stres tersebut bisa
di lihat dari dua sudut, yang pertama dari sudut biologis berupa gejala fisik yang
menyangkut organ tubuh manusia dengan proses stres itu sendiri. Stres yang terjadi
dipengaruhi oleh stressor kemudian di terima oleh reseptor yang mengirim pesan
ke otak. Stressor tersebut kemudian di terima oleh otak khususnya otak bagian
depan yang mengakibatkan bekerjanya kelenjar di dalam organ tubuh dan otak.
Organ tubuh dan otak saling bekerja sama untuk menerjemahkan proses stres yang
pada akhirnya akan mempengaruhi sistem fungsi kerja tubuh bisa berupa sakit
kepala, tidur tidak teratur, nafsu makan menurun, mudah lelah atau kehilangan
daya energi, otot dan urat tegang pada leher dan bahu, sakit perut, telapak tangan
berkeringat dan jantung berdebar. Kemudian sudut yang kedua berupa gejala psikis
yang menyangkut keadaan mental, emosi dan pola pikir seseorang yang
ditunjukkan dengan susah berkonsentrasi, daya ingat menurun atau mudah lupa,
produktivitas atau prestasi kerja menurun, sering merasa jenuh, gelisah, cemas,
frustrasi, mudah marah dan mudah tersinggung. Jika kedua sudut tersebut
digabungkan maka akan membentuk suatu keterkaitan bahwa baik fisik maupun
psikis saling mempengaruhi satu sama lain saat proses stres terjadi. Keterkaitan
stres yang di alami mahasiswa terkait dengan akademiknya yaitu karena adanya
tuntutan- tuntutan yang harus dipenuhi oleh mahasiswa tersebut. Tuntutan itu
bisa berupa tugas yang harus dikerjakan dan dikumpulkan secara bersamaan,
praktikum, pencarian referensi, kuliah tambahan, pembuatan laporan yang
sudah terjadwal atau deadline. Tuntutan tersebutlah yang menciptakan sebuah
stressor bagi mahasiswa dalam kegiatan akademiknya.
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, Tristiardi Ardi. (2013). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Bandung : Karya.
Baziad, Ali. (2003). Menopause dan Andropause. Edisi 1. Jakarta
Bobak, dkk. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Butler, R.N. (1963). The life review: an interpretation of reminiscence in the aged. Psychiatry
26, 65-76.
Chiang, K.J., Chu H., Chang HJ., Chung MH., Chen CH., Chiou HY., et al., (2009). The effects
of reminiscence therapy on psychological weel-being, depression, and loneliness
among the institutionalized aged. International Journal of Geriatric Psychiatry.
http://www3.interscience.wiley.com/cgi-bin/fulltext/122563748/PDFSTART,
Coaten, R. (2001). Exploring reminiscence through dance & movement. Journal of Dementia
Care, 9,(5),19-22
Collins, C. (2006). Life review and reminiscence group therapy among senior adults.
Durand, V. Mark, David H. Barlow. (2007). Intisari Psikologi Abnormal (Edisi Keempat).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Evanjeli, A. L. (2012). Hubungan Antara Stres, Somatisasi Dan Kebahagiaan. Laporan
Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi.
Fitri, Fauziah & Julianty, Widuri. (2007). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press)
Fontaine and Fletcher.(2003). Structured group reminiscence : an intervention for older adults.
The Journal of Continuing Education in Nursing. http://www.proquest.umi.com.
Frazer, N.C., Christensen, H., & Griffith K.M. (2005). Effectiveness of treatments for
depression in older people. Medical. Journal of Australia. http://proquest.umi.com
Frisch, N.C. & Frisch, L. E (2006). Psychiatric Mental Health Nursing. Third Edition. Canada.
Thomson Delmar Learning.
Ibrahim, Z. (2002). Psikologi wanita (terjemahan), Bandung: Pustaka Hidayah
Indarti. (2004). Panduan Kesehatan Wanita. Gramedia : Jakarta
Irwanto. (2002). Psikologi Umum. Jakarta: PT. Prenhallindo
Johnson. (2005). Reminiscence groups for people with dementia and their family carers.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov,
Kennard, C (2006), Reminiscance therapy and activities for People with
Dementia,www.alzheimer.about.com/cs/treatmentoptions/a/reminiscence.html,
Looker & Gregson. (2005). Managing Stress: Mengatasi Stres Secara Mandiri. Yogyakarta:
BACA.
Martaadisoebrata, dkk. (2005). Bangun Rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial. Edisi 2,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
Nirmala. (2003). Hidup Sehat dengan Menopause. Jakarta : Buku Populer Nirmala
Notoatmodjo,S.B. (1993). Pengantar Pendidikan dan Imu Perilaku Kesehatan. Andi Offset.
Yogyakarta.
Parese, E.F., Simon, M.R., & Ryan, E. (2008). Promoting positive student clinical experiences
with older adults through use of group reminiscence therapy. Journal of Gerontology
Nursing 34, (12),2008. http://proquest.umi.com.
Pin, Tan Lee. (2011). Hubungan Kebiasaan Berolahraga dengan Tingkat Stres pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2008.
Medan: FK USU.
Rasmun. (2004). Stress Koping dan Adaptasi. Jakarta :CV.Sagung Seto.
Reitz, R. (1993). Menopause. Jakarta : PT. BUMI AKSARA
Rice, P.L. (1999). Stress and Health. United States of America: Brooks/Cole.
Richard L. Daft. (2010). Era Baru Manajemen. Jakarta: Salemba.
Sarafino, E.P.(1998). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. Third Edition. United
States of American: John Wiley & Sonc, Inc.
Slamet dan Markam. (2008). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: UI-Press.
Spencer, F.R., & Brown, P. (2006). Menopause. Jakarta : Erlangga
Stinson, C.K. (2009). Structured group reminiscence: an intervention for older adults. The
Journal of Continuing Education in Nursing, 40
Stuart, G.W. (2009). Principles and practice of psychiatric nursing. (9thed). Canada: Mosby,
Inc
Sukoco, A. S. (2014). Hubungan Sense of Humor Dengan Stres Pada Mahasiswa Baru Fakultas
Psikologi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya.
Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Suryani, L.K. & Lesmana, C. B. J (2008). Hidup Bahagia-Perjuangan Melawan Kegelapan.
Jakarta: Pustaka Obor Populer
Syahabuddin. (2010). Hubungan antara Cinta dan Stres dengan Memaafkan pada Suami dan
Istri. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Wade. (2007). Psikologi. Alih bahasa Widyasinta Jakarta: Erlangga.
Wheeler, K. (2008). Psychoterapy for the advanced practice psychiatric nurse. USA: Mosby,
Ins
Winslow, Oxon. (2009).Reminiscence Social and Creative Aktivities with Older People in
Care. Dorset HealthCare NHS. Foundation Trust. from
http://www.dorsethealthcare.nhs.uk
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: Revika Aditama.
Yusuf. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai