Anda di halaman 1dari 40

BAB II

PEMBAHASAN
STRES DAN KOPING

A. STRES
1. Pengertian Stres
Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh
perubahan dan tuntutan kehidupan (Vincent Cornelli, dalam Jenita DT Donsu,
2017). Menurut Charles D. Speilberger, menyebutkan stres adalah tuntutan-
tuntutan eksternal yang mengenai seseorang misalnya objek dalam lingkungan
atau sesuatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga bias
diartikan sebagai tekanan, ketegangan, gangguan yang tidak menyenangkan yang
berasal dari luar diri seseorang (Jenita DT Donsu, 2017).
Cofer & Appley (1964) menyatakan bahwa stres adalah kondisi organik
seseorang pada saat ia menyadari bahwa keberadaan atau integritas diri dalam
keadaan bahaya, dan ia harus meningkatkan seluruh energy untuk melindungi diri
(Jenita DT Donsu, 2017). Cranwell-Ward (1987) menyebutkan stres sebagai
reaksi-reaksi fisiologik dan psikologik yang terjadi jika orang mempersepsi suatu
ketidakseimbangan antara tingkat tuntutan yang dibebankan kepadanya dan
kemampuannya untuk memenuhi tuntutan itu (Jenita DT Donsu, 2017).
Anggota IKAPI (2007) menyatakan stres adalah reaksi non-spesifik
manusia terhadap rangsangan atau tekanan (stimulus stressor). Stres merupakan
suatu reaksi adaptif, bersifat sanga individual, sehingga suatu stres bagi seseorang
belum tentu sama tanggapannya bagi orang lain (Jenita DT Donsu, 2017). Stres
adalah segala sesuatu di mana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang
individu untuk merespons atau melakukan tindakan (Potter dan Perry, dalam
Jenita DT Donsu, 2017). Menurut Hawari (2008) bahwa Hans Selve menyatakan
stres adalah respon tubuh yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan
beban atasnya (Jenita DT Donsu, 2017).
Stres didefinisikan sebagai ketidakmampuan mengatasi ancaman yang
dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat
dapat mempengaruhi keadaan fisik manusia tersebut. Stres dapat dipandang dalam
dua acara, sebagaiu stres baik dan stres buruk (distres). Stres yang baik disebut

1
stres positif sedangkan stres yang buruk disebut stres negatif. Stres buruk dibagi
menjadi dua yaitu stres akut dan stres kronis (Widyastuti, Palupi, 2004). Menurut
WHO (2003) stres adalah reaksi/respon tubuh terhadap stressor psikososial
(tekanan mental/beban kehhidupan (Priyoto, 2014).

2. Jenis-jenis Stres
Menurut Jenita DT Donsu (2017) secara umum stres dibagi menjadi dua
yaitu :
a. Stres akut
Stres yang dikenal juga dengan flight or flight response. Stres akut adalah
respon tubuh terhadap ancaman tertentu, tantangan atau ketakutan. Respons
stres akut yang segera dan intensif di beberapa keadaan dapat menimbulkan
gemetaran.
b. Stres kronis
Stres kronis adalah stres yang lebih sulit dipisahkan atau diatasi, dan efeknya
lebih panjang dan lebih.
Menurut Priyoto (2014) menurut gejalanya stres dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Stres Ringan
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur,
seperti banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan. Situasi stres
ringan berlangsung beberapa menit atau jam saja.
Ciri-ciri stres ringan yaitu semangat meningkat, penglihatan tajam,
energy meningkat namun cadangan energinya menurun, kemampuan
menyelesaikan pelajaran meningkat, sering merasa letih tanpa sebab, kadang-
kadang terdapat gangguan sistem seperti pencernaan, otak, perasaan tidak
santai. Stres ringan berguna karena dapat memacu seseorang untuk berpikir
dan berusaha lbih tangguh menghadapi tantangan hidup.
b. Stres Sedang
Stres sedang berlangsung lebih lama daripada stress ringan. Penyebab
stres sedang yaitu situasi yang tidak terselesaikan dengan rekan, anak yang
sakit, atau ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga. Ciri-ciri stres
sedang yaitu sakit perut, mules, otot-otot terasa tengang, perasaan tegang,
gangguan tidur, badan terasa ringan.

2
c. Stres Berat

Stres berat adalah situasi yang lama dirasakan oleh seseorang dapat
berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, seperti perselisihan
perkawinan secara terus menerus, kesulitan financial yang berlangsung lama
karena tidak ada perbaikan, berpisah dengan keluarga, berpindah tempat
tinggal mempunyai penyakit kronis dan termasuk perubahan fisik, psikologis
sosial pada usia lanjut.
Ciri-ciri stres berat yaitu sulit beraktivitas, gangguan hubungan sosial,
sulit tidur, negatifistic, penurunan konsentrasi, takut tidak jelas, keletihan
meningkat, tidak mampu melakukan pekerjaan sederhana, gangguan sistem
meningkatm perasaan takut meningkat.
3. Dampak Stres
Stres pada dosis yang kecil dapat berdampak positif bagi individu. Hal ini
dapat memotivasi dan memberikan semangat untuk menghadapi tantangan.
Sedangkan stres pada level yang tinggi dapat menyebabkan depresi, penyakit
kardiovaskuler, penurunan respon imun, dan kanker (Jenita DT Donsu, 2017).
Menurut Priyono (2014) dampak stres dibedakan dalam tiga kategori,
yaitu :
a. Dampak fisiologik
1) Gangguan pada organ tubuh hiperaktif dalam salah satu system tertentu
a) Muscle myopathy : otot tertentu mengencang/melemah.
b) Tekanan darah naik : kerusakan jantung dan arteri.
c) Sistem pencernaan : mag, diare.
2) Gangguan system reproduksi
a) Amenorrhea : tertahannya menstruasi.
b) Kegagalan ovulasi ada wanita, impoten pada pria, kurang produksi
semen pada pria.
c) Kehilangan gairah sex.
3) Gangguan lainnya, seperti pening (migrane), tegang otot, rasa bosan, dll.
b. Dampak psikologik
1) Keletihan emosi, jenuh, penghayatan ini merpakan tanda pertama dan
punya peran sentral bagi terjadinya burn-out.
2) Kewalahan/keletihan emosi.
3) Pencapaian pribadi menurun, sehingga berakibat

3
menurunnya rasa kompeten dan rasa sukses.
c. Dampak perilaku
1) Manakala stres menjadi distres, prestasi belajar menurun dan sering terjadi
tingkah laku yang tidak diterima oleh masyarakat.
2) Level stres yang cukup tinggi berdampak negatif pada kemampuan
mengingat informasi, mengambil keputusan, mengambil klangkah tepat.
3) Stres yang berat seringkali banyak membolos atau tidak aktif mengikuti
kegiatan pembelajaran.
4. Faktor–faktor yang Menyebabkan Stres
Wahjono, Senot Imam (2010) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan stres antara lain :
a. Faktor Lingkungan
Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi perancangan struktur
organisasi, ketidakpastian juga mempengaruhi tingkat stres di kalangan para
karyawan dalam sebuah organisasi. Bentuk_bentuk ketidakpastian lingkungan
ini antara lain ketidakpastian ekonomi berpengaruh terhadap seberapa besar
pendapatan yang diterima oleh karyawan maupun reward yang diterima
karyawan, ketidakpastian politik berpengaruh terhadap keadaan dan
kelancaran organisasi yang dijalankan, ketidakpastian teknologi berpengaruh
terhadap kemajuan suatu organisasi dalam penggunaan teknologinya, dan
ketidakpastian keamanan berpengaruh terhadap posisi dan peran
organisasinya.
b. Faktor Organisasi
Beberapa faktor organisasi yang menjadi potensi sumber stres antara
lain:
1) Tuntutan tugas dalam hal desain pekerjaan individu, kondisi kerja, dan tata
letak kerja fisik.
2) Tuntutan peran yang berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada
seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam sebuah
organisasi termasuk beban kerja yang diterima seorang individu.
3) Tuntutan antar-pribadi, yang merupakan tekanan yang diciptakan oleh
karyawan lain seperti kurangnya dukungan sosial dan buruknya hubungan
antar pribadi para karyawan.
4) Struktur organisasi yang menentukan tingkat diferensiase dalam

4
organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan di mana keputusan di ambil.
Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi individu dalam
pengambilan keputusan merupakan potensi sumber stres.
5) Kepemimpinan organisasi yang terkait dengan gaya kepemimpinan atau
manajerial dan eksekutif senior organisasi. Gaya kepemimpinan tertentu
dapat menciptakan budaya yang menjadi potensi sumber stres.
c. Faktor Individu
Faktor individu menyangkut dengan faktor-faktor dalam kehidupan
pribadi individu. Faktor tersebut antara lain persoalan keluarga, masalah
ekonomi pribadi, dan karakteristik kepribadian bawaan. Menurut Robbins
(2006) Setiap individu memiliki tingkat stres yang berbeda meskipun
diasumsikan berada dalam faktor-faktor pendorong stres yang sama.
Perbedaan individu dapat menentukan tingkat stress yang ada. Secara teoritis
faktor perbedaan individu ini dapat dimasukkan sebagai variable intervening.
Ada lima yang dapat menjadi variabel atau indikator yang dapat digunakan
dalam mengukur kemampuan individu dalam menghadapi stres yaitu
pengalaman kerja merupakan pengalaman seorang individu dalam suatu
pekerjaan dan pendidikan yang ditekuninya, dukungan sosial merupakan
dukungan atau dorongan dari dalam diri sendiri maupun orang lain untuk
menghadapi masalah-masalah yang dialaminya termasuk bagaimana motivasi
dari dalam diri individu maupun dari luar individu, ruang (locus) kendali
merupakan cara bagi seorang individu mengendalikan diri untuk menghadapi
masalah yang ada, keefektifan dan tingkat kepribadian orang dalam
menyingkapi permusuhan dan kemarahan.
Tingkat stres juga terkait dengan penerapannya pengelolaan stres di
dalam sebuah organisasi. Pendekatan pengelolaan stres ini dapat dijadikan
variabel penelitian, untuk melihat pengaruh penerapan pendekalan ini terhadap
tingkat stres pada organisasi. Dua pendekatan dan indikatornya sebagai berikut
(Robbins, 2006)

1) Pendekatan Individu
Penerapan pendekatan ini dalam sebuah perusahaan dapat dilihat
dari beberapa indikator yaitu dari pelaksanaan teknik-teknik manajemen
waktu yang efektif dan efisien, adanya latihan fisik nan kompetitif seperti

5
joging, aerobik, berenang, adanya kegiatan pelatihan pengenduran
(relaksasi) seperti meditasi, hipnotis dan biofeedback, dan adanya
perluasan jaringan dukungan sosial.
2) Pendekatan Organisasi
Penerapan pendekatan ini dalam sebuah perusahaan dapat dilihat
dari beberapa indikator yaitu adanya perbaikan mekanisme seleksi personil
dan penempatan kerja, penggunaan penetapan sasaran yang realistis,
adanya perancangan ulang pekerjaan yang dapat memberikan karyawan
kendali yang besar dalam pekerjaan yang mereka tekuni, adanya
peningkatan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan, adanya
perbaikan komunikasi organisasi yang dapat mengurangi ambiguitas peran
dan konflik peran, dan penegakan program kesejahteraan korporasi yang
memusatkan perhatian pada keseluruhan kondisi fisik dan mental
karyawan.

5. Beban Kerja
Beban kerja merupakan tugas atau tuntutan yang diberikan kepada seseorang
untuk mencapai target atau tujuan yang telah ditentukan. Seberapa besar beban kerja
yang didapatkannya bergantung pada seberapa besar tujuan yang akan dicapainya.
Menurut Nursalam (2015) beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
menentukan beban kerja perawat yaitu :
6. Jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut.
7. Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien.
8. Rata-rata hari perawatan.
9. Frekwensi tindakan perawatan yang dibutuhkan.
10. Pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung dan pendidikan
kesehatan.
11. Rata-rata waktu perawatan langsung, perawatan tidak langsung dan pendidikan
kesehatan.

Menurut Nursalam (2015) hal-hal spesifik yang perlu diamati dalam mengukur
beban kerja seseorang yaitu :
1. Aktivitas apa yang sedang dilakukan perawat pada waktu jam kerja.
2. Apakah aktivitas perawat berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam
kerja,

6
3. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak
produktif.
4. Pola beban kerja perawat dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja.
Menurut Nursalam (2015) langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk
mengamati beban kerja yaitu :
1. Menentukan jenis perawat yang disurvey.
2. Jika jumlah perawat banyak perlu dilakukan pemilihan samoek sebagai subyek
perawat yang akan diamati.
3. Membuat formulir kegiaatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai
kegiatan produktif dan tidak produktif, dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan
langsung dan tidak langsung.

Menurut Nursalam (2015) beban kerja masing-masing kategori SDM di tiap


unit kerja meliputi :

1. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing-masing kategori SDM.


Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagai jenis kegiatan sesuai standar
pelayanan dan standar operasional rosedur (SOP) untuk menghasilkaan pelayanan
perusahaan yang dilakukan oleh SDM dengan kompetensi tertentu.
2. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok.
Rata-rata waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu kegiatan pokok, oleh masing-masing kategori SDM pada
setiap unit kerja. Kebutuhan waktu untuk menyelesaikan kegiatan sangat
bervariasi dan dipengaruhi standar pelayanan, standar operasional prosedur
(SOP), sarana dan prasarana medic yang tersedia serta kompetensi SDM.
3. Standar beban kerja per 1 tahun masing-masing kategori SDM.
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama satu
periode setiap kategori SDM. Standar beban kerja suatu kegiatan pokok disusun
berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya (rata-rata waktu)

dan waktu yang tersedia per tahun yang dimiliki oleh masing-masing kategori
tenaga.

Adapun rumus perhitungan standar beban kerja adalah

waktu kerja tersedia


𝑆tandar beban kerja =
rata − rata waktu kegiatan pokok

7
Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya seorang karyawan akan
dihadapkan kepada banyak problem baik secara pribadi maupun dalam kelompok
kerjanya. Berbagai problem tersebut dapat berdampak secara psikologis atau phisik,
hal ini tergantung apa penyebab problem tersebut. Menghadapi problem dalam
pekerjaannya, seorang karyawan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya cara
menyelesaikan masalahnya. Ketangguhan dalam menghadapi masalah di bidang
pekerjaan pada umumnya diketahui melalui besar kecilnya beban kerja yang dialami
oleh seorang karyawan. Munandar dalam Koesmono (2008) menyatakan bahwa beban
kerja merupakan kondisi mental yang mangarah timbulnya penyakit fisik maupun
mental atau mengarah ke perilaku yang tidak wajar. Demikian pula ada beban kerja
yang dapat berdampak positif, makin tinggi dorongannya untuk berprestasi, makin
tinggi tingkat stresnya dan makin tinggi pula produktivitas dan efisiensinya. Stres
dalam jumlah tertentu dapat mengarah ke gagasan-gagasan yang inovatif dan keluaran
konstruktif.
Menurut Selye dalam Yunika (2008), stress adalah abstraksi dimana orang
tidak dapat melihat pembangkit stres namun akibat dari pembangkit stres. Tahapan
stres:
1. Tahapan alarm (tanda bahaya)
2. Tahap resistance (perlawanan)
3. Tahap exhaustion (kehabisan tenaga)
Seorang perawat anestesi dalam menjalankan tugasnya diatur dalam
permenkes nomor 31 tahun 2013 dalam pasal 14 – 16. Perawat Anestesi dalam
melaksanakan pelayanan anestesi berada dibawah supervisi dokter spesialis
anestesiologi yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Perawat Anestesi
dalam menjalankan pelayanan anestesi berwenang untuk melakukan tindakan asuhan
keperawatan anestesi pada pra anestesi, intra anestesi, dan pasca anestesi.
Tindakan asuhan keperawatan pra anestesi sebagaimana dimaksud meliputi
1. Pengkajian keperawatan pra anesthesia
2. Pemeriksaan dan penilaian status fisik klien
3. Pemeriksaan tanda-tanda vital
4. Persiapan administrasi pasien
5. Analisis hasil pengkajian dan merumuskan masalah pasien
6. Evaluasi tindakan keperawatan pra anestesia, mengevaluasi secara mandiri
maupun kolaboratif

8
7. Mendokumentasikan hasil anamnesis/pengkajian
8. Persiapan mesin anestesia secara menyeluruh setiap kali akan digunakan dan
memastikan bahwa mesin dan monitor dalam keadaan baik dan siap pakai
9. Pengontrolan persediaan obat-obatan dan cairan setiap hari untuk memastikan
bahwa semua obat-obatan baik obat anestesia maupun obat emergensi tersedia
sesuai standar rumah sakit
10. Memastikan tersedianya sarana prasarana anestesia berdasarkan jadwal, waktu,
dan jenis operasi tersebut.
Tindakan asuhan keperawatan intra anestesi dilakukan dengan kolaborasi/
supervisi oleh dokter spesialis anestesiologi, yang meliputi
1. Menyiapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan teknik
anesthesia
2. Membantu pelaksanaan anestesia sesuai dengan instruksi dokter spesialis
anestesiologi
3. Membantu pemasangan alat monitoring non invasive
4. Membantu dokter melakukan pemasangan alat monitoring invasive
5. Pemberian obat anestesi
6. Mengatasi penyulit yang timbul
7. Pemeliharaan jalan napas
8. Pemasangan alat ventilasi mekanik
9. Pemasangan alat nebulisasi
10. Pengakhiran tindakan anesthesia
11. Pendokumentasian semua tindakan yang dilakukan agar seluruh tindakan tercatat
baik dan benar.
Tindakan asuhan keperawatan pasca anestesi meliputi
1. Merencanakan tindakan keperawatan pasca tindakan anesthesia
2. Pelaksanaan tindakan dalam manajemen nyeri
3. Pemantauan kondisi pasien pasca pemasangan kateter epidural dan pemberian
obat anestetika regional
4. Evaluasi hasil pemasangan kateter epidural dan pengobatan anestesia regional
5. Pelaksanaan tindakan dalam mengatasi kondisi gawat
6. Pendokumentasian pemakaian obat-obatan dan alat kesehatan yang dipakai
7. Pemeliharaan peralatan agar siap untuk dipakai pada tindakan anestesia
selanjutnya.

9
6. Masa Kerja
Pengalaman atau masa kerja adalah keseluruhan pelajaran yang diperoleh
seseorang diri dari peristiwa yang dialami selama perjalanan kerja. Semakin lama
seseorang bekerja dalam satu bidang maka semakin terampil seseorang dalam
pekerjaannya (Maria dan Tantri, 2006). Masa kerja lama di ruang operasi dapat
memiliki pengalaman yang sangat besar dan bermanfaat dalam menentukan hasil
pembedahan, terutama perawat yang khusus bekerja di ruang operasi (Warsono,
2013).

7. Pendidikan
Pendidikan seseoang dapat didapatkan melalui pendidikan formal maupun
pendidikan non formal, misalnya pelatihan. Semakin tinggi pendidikan atau ilmu yang
didapatkan seseorang maka semakin baik perilakunya daripada seseorang yang
pendidikannya rendah.
Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa perilaku seseorang didasari dari
pengetahuan yang diketahuinya, semakin banyak pengetahuan seseorang maka
perilakunya akan lebih baik daripada seseorang yang pengetahuannya sedikit.
Pendidikan seseorang bisa didapatkan dari pendidikan formal maupun pendidikan non
formal (Ulfa & Sarzuli, 2016).

8. Reward
Menurut Nugroho (2006) Reward adalah ganjaran, hadiah, penghargaan atau
imbalan yang bertujuan agar seseorang menjadi lebih giat lagi usahanya untuk
memperbaiki atau meningkatkan kinerja yang telah dicapai (Galih Dwi Kuncoro,
2015). Menurut Henri Simamora (2004:514) “reward” adalah insentif yang
mengaitkan bayaran atas dasar untuk dapat meningkatkan produktivitas para

Karyawan guna mencapai keunggulan yang kompetitif”. Dengan adanya pendapat


para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemberian reward dimaksudkan
sebagai dorongan agar karyawan mau bekerja dengan lebih baik sehingga dapat
meningkatkan kinerja karyawan Galih Dwi Kuncoro, 2015).
Menurut Ivancevich, Konopaske dan Matteson dalam Gania (2006:226) dalam
Galih Dwi Kuncoro (2015) tujuan utama dari program reward adalah:

• Menarik orang yang memiliki kualifikasi untuk bergabung dengan organisasi


• Mempertahankan karyawan agar terus datang untuk bekerja
• Mendorong karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi

10
Menurut Ivancevich, Konopaske dan Mattesondalam Gania(2006:226) dalam
Galih Dwi Kuncoro (2015) reward dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Penghargaan ekstrinsik (ekstrinsic rewards) adalah suatu penghargaan yang
datang dari luar diri orang tersebut.
a. Penghargaan finansial:
1) Gaji dan upah
Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai
konsekuensi dari kedudukanya sebagai seorang karyawan yang
memberikan sumbangan tenaga dan pikiran dalam mencapai tujuan
perusahaan atau dapat dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima
seseorang dari sebuah perusahaan. Upah adalah imbalan yang dibayarkan
berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya
pelayanan yang diberikan.
2) Tunjangan karyawan seperti dana pensiun, perawatan di rumah sakit dan
liburan. Pada umumnya merupakan hal yang tidak berhubungan dengan
kinerja karyawan, akan tetapi didasarkan pada senioritas atau catatan
kehadiran
3) Bonus/insentif adalah tambahan-tambahan imbalan di atas atau di luar
gaji/upah yang diberikan organisasi
b. Penghargaan non finansial :
1) Penghargaan interpersonal
2) Atau biasa yang disebut dengan penghargaan antar pribadi, manajer
memiliki sejumlah kekuasaan untuk mendistribusikan penghargaan
interpersonal, seperti status dan pengakuan.

3) Promosi:
4) Manajer menjadikan penghargaan promosi sebagai usaha untuk
menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat. Kinerja jika
diukur dengan akurat, sering kali memberikan pertimbangan yang
signifikan dalam alokasi penghargaan promosi.
2. Penghargaan intrinsik (intrinsic rewards) adalah suatu penghargaan yang diatur
oleh diri sendiri.
a. Penyelesaian (completion)

11
Kemampuan memulai dan menyelesaikan suatu pekerjaan atau proyek
merupakan hal yang sangat penting bagi sebagian orang. Orang-orang seperti
ini menilai apa yang mereka sebut sebagai penyelesaian tugas. Beberapa
orang memiliki 3 kebutuhan untuk menyelesaiakan tugas dan efek dari
menyelesaiakan tugas bagi seseorang merupakan suatu bentuk penghargaan
pada dirinya sendiri.
b. Pencapaian (achievement)
Pencapaian merupakan penghargaan yang muncul dalam diri sendiri, yang
diperoleh ketika seseorang meraih suatu tujuan yang menantang.
c. Otonomi (autonomy)
Sebagian orang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak untuk
mengambil keputusan dan bekerja tanpa diawasi dengan ketat. Perasaan
otonomi dapat dihasilkan dari kebebasan melakukan apa yang terbaik oleh
karyawan dalam situasi tertentu.

9. Motivasi
Dimyati dan Mudjiono (2006) menyatakan motivasi dipandang sebagai
dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk
perilaku belajar (Jenita DT Donsu, 2017). Ratumanan (2002) menyatakan motivasi
adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkahlaku (Jenita DT
Donsu, 2017). Veithzal Rivai (2004) menyatakan motivasi adalah serangkaian sikap
dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai
tujuan indvidu (Jenita DT Donsu, 2017).
Menurut Nursalam (2015) berdasarkan bentuknya motivasi terdiri atas :
• Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri individu.
• Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu.
• Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit secara
serentak dan menghentak dengan cepat sekali.
Menurut Nursalam (2015) motivasi mempunyai tiga unsur utama yaitu
kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada
ketidakseimbangan antara apa yang mereka miliki dengan apa yang mereka hadapkan.
Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan
atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan merupakan inti dari
motivasi.
Teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, yaitu hirarki lima kebutuhan

12
dengan tiap kebutuhan secara berurutan dipenuhi. Kebutuhan dapat didefinisikan
sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan
dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi
maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika
kebutuhannya terpenuhi maka pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku yang
gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya (Eko Hertanto, 2015).
Abraham Maslow mengemukakan teori motivasi yang dinamakan Maslow’s
Need Hierarchy Theory. Maslow dalam Hasibuan (2009:154-156) dalam Eko
Hertanto (2015), mengemukakan bahwa lima hirarki kebutuhan manusia adalah
sebagai berikut:
1. Physiological Needs
Physiological Needs yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Yang
termasuk ke dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan,
dan sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang
berperilaku atau bekerja giat.
2. Safety and Security Needs
Safety and Security Needs adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman
yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam
melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk: (1)
Kebutuhan akan keamanan jiwa di tempat pekerjaan; (2) Kebutuhan akan
kemananan harta di tempat pekerjaan pada waktu jam kerja.
3. Affiliation or Acceptance Needs
Affiliation or Acceptance Needs adalah kebutuhan sosial, teman, afiliasi,
interaksi, dicintai dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok

pekerja dan masyarakat lingkungannya. Karena manusia adalah makhluk sosial,


sudah jelas ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial yang terdiri dari empat
golongan, yaitu: (1) Kebutuhan akan diterima orang lain (sense of belonging); (2)
Kebutuhan akan dihormati (sense of importance); (3) Kebutuhan akan kemajuan
dan tidak gagal (sense of achievement); (4) Kebutuhan akan perasaan ikut serta
(sense of participation).
4. Esteem or Status Needs
Esteem or Status Needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan
pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat
lingkungannya. Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang

13
digunakan sebagai simbol status itu.
5. Self Actualization
Self Actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan
menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai
prestasi kerja yang sangat memuaskan.
Selanjutnya Maslow mengemukakan bahwa orang dewasa secara normal
memuaskan kira-kira 85 persen kebutuhan fisiologis, 70 persen kebutuhan rasa aman,
50 persen kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, 40 persen kebutuhan harga diri,
dan hanya 10 persen dari kebutuhan aktualisasi diri.

14
10. Kerangka Teori

Stres :
Jenis-jenis menurut gejalanya
: Stres Kerja
1. Stres ringan
2. Stres sedang
3. Stres berat

Faktor-faktor

Faktor Organisasi Faktor Lingkungan Faktor Individu


1. Tuntutan tugas : 1. Ketidakpastian 1. Pengalaman kerja :
pekerjaan individu, ekonomi : pengalaman seorang
kondisi kerja, dan tata besaran gaji, individu dalam suatu
letak kerja fisik reward pekerjaan dan pendidikan
2. Tuntutan peran : 2. Ketidakpastian yang ditekuninya
tekanan yang diberikan, politik : 2. Dukungan sosial :
beban kerja. kedaan dan dukungan atau dorongan
3. Tuntutan antar-pribadi : kelancaran untuk menghadapi
tekanan yang diciptakan organisasi masalah, motivasi
oleh karyawan lain 3. Ketidakpastian 3. Ruang kendali : cara bagi
4. Struktur organisasi : tekhnologi : seorang individu
menentukan tingkat kemajuan mengendalikan diri
diferensiase, tingkat teknologi 4. Kepribadian : menyingkapi
aturan dan peraturan, organisasi permusuhan dan
5. Kepemimpinan 4. Ketidakpastian kemarahan
organisasi : gaya keamanan :
kepemimpinan atau posisi dan
manajerial dan eksekutif peran Dampak
senior organisasi organisasi
1. Dampak psikologis
2. Dampak fisiologis
3. Dampak perilaku

Gambar 2.1. Kerangka teori faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja perawat
anestesi di ruang operasi.

Sumber : (Jenita DT Donsu, 2017), (Priyoto, 2014), (Wahjono, Senot Imam,


2010)

15
11. Kerangka Konsep
Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja

Tuntutan peran :
Beban Kerja

Pengalaman
kerja : Masa
Kerja Ringan
Pengalaman
kerja : Stres Kerja
Pendidikan

Ketidakseimban
Berat
gan ekonomi :
Reward
Faktor perancu :
Dukungan sosial 1. Tuntutan tugas
: Motivasi 2. Tuntutan antar pribadi
3. Struktur organisasi
4. Kepemimpinan organisasi
5. Ketidakseimbangan : politik,
tekhnologi, dan keamanan
6. Ruang kendali
7. Kepribadian

Gambar 2.2 Kerangka


Konsep
12. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
• Ada pengaruh beban kerja terhadap stres kerja perawat anestesi.
• Tidak ada pengaruh masa kerja terhadap stres kerja perawat anestesi.
• Tidak ada pengaruh pendidikan terhadap stres kerja perawat anestesi.
• Ada pengaruh reward terhadap stres kerja perawat anestesi.
Ada pengaruh motivasi terhadap stres kerja perawat aneste

B. KOPING
1. Pengertian Mekanisme Koping

16
Koping adalah tindakan mental dan fisik untuk mengontrol,
mengurangi atau membuat pengaruh stres baik dari eksternal dan internal
(Rice, 1992). Koping merupakan usaha individu untuk melakukan
perubahan kognitif dan perilaku yang tetap dalam upaya dalam mengatur
kebutuhan khusus eksternal dan internal yang dinilai mengganggu atau
melampui sumber-sumber yang dimiliki individu (Folkam, 1986).
Menurut Ahyar (2010) mekanisme koping adalah usaha individu
untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima tubuh
dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik
yaitu stres. Apabila meknisme koping ini berhasil seseorang akan berhasil
beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Mekanisme koping
merupakan bentuk usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan oleh individu
untuk mengatur tuntutan internal dan eksternal yang timbul dari hubungan
individu dengan lingkungannya. Mekanisme koping terbentuk melalui
proses belajar dan mengingat, yang dimulai sejak awal timbulnya stressor
dan saat mulai disadari dampak stresor tersebut. Kemampuan belajar
tergantung pada kondisi internal dan eksternal, sehingga yang berperan
bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stresor tetapi juga kondisi
tempramen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stresor

tersebut (kumboyono, prima yusifa mega adfan pragawati dan


utami, 2014). Jadi yang dimaksud mekanisme koping adalah cara yang
digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan
yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun
perilaku. Cara individu dalam menanggulangi stres bergantung pada sumber
koping yang tersedia misalnya, aset ekonomi, bakat dan kemampuan, teknik
pertahanan, dukungan sosial dan motivasi. Individu yang sama dapat
berkoping secara berbeda dari satu waktu ke waktu yang lain.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koping
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi strategi koping, yaitu
(Lazarus dan Folkman, 1984 dalam (Nasir, Abdul dan Muhith, 2011):
1. Kesehatan fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selam dalam usaha
mengalami stres indvidu dituntut untuk mengrahkan tenaga yang cukup

17
besar.
2. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting,
seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengarahkan
individu pada panilaian ketidakberdayaan (helplesseness) yang akan
menurunkan kemampuan strategi koping tiper : problem solving focused
coping.
3. Keterampilam memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk
menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan
alternatif tersbuh sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan
pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu
tindakan yang tepat.
4. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingakah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial
yang berlaku dimasayrakat.
5. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota
keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
Aspek-aspek koping terhadap stres : Keaktifan diri, perencanaan,
kontrol diri, mencari dukungan sosial, mengingkari, penerimaan,
religiusitas
3. Strategi Koping (Cara Penyelesaian Masalah)
Menurut Mooss (1984) yang dikutip oleh (Jannah, 2017) koping yang
negatif
6. Penyangkalan (avoidance)
Penyangklaan meliputi penolakan untuk menerima dan
menghargai keseriusan penyakit.
7. Menyalahkan diri sendiri (self-blame)

18
Koping ini muncul sebagai reaksi terhadap sutau keputusasaan.
Seseorang merasa berslah dan semua yang terjadi akibat dari
perbuatannya.
8. Pasrah (Wishfull thinking)
Seseorang merasa pasrah terhadap masalah yang menimpanya,
tanpa adanya usaha dan motivasi untuk menghadapi.
Menurut Mooss (1984) yang dikutip oleh Nursalam (2007) ada 3
teknik koping yang ditawarkan dalam mengatasi stres
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi Diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan
kemampuan individu dalam memanfaatkannya menghadapi stres
yang disebabkan situasi dan lingkungan. Karakeristik dibawah ini
merupakan sumber daya psikologis yang penting.
a. Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres,
sebgaiman teori dari colley‟s looking-glass self : rasa percaya
diri, dan kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
b. Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang
diri sendiri dan situasi (intrnal control) dan external control
(bahwa kehidupannya dikendalikan oleh keberuntungan dan
nasib dari luar) sehingga seseorang akan mampu
mengambil hikmah darimasalahnya (looking for silver
lining). Kemampuan mengontrol diri akan dapat memperkuat
koping seseorang.
2. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)
Upaya memahani dan menginterptrestasikan secara spesifik
terhadap stres dalam mencari arti dan makna stres (neutralize its
stressful). Dalam menghadapi situasi stres, respon individu secara
rasional adalah dia kan mengahadapi secara terus terang,
mengabaikan atau memberitahukan kepada diri sendiri bahwa
masalah tersebut bukan sesuatu yang penting untuk dipirkan dan
semuanya kan berakhir dengan sendirinya. Sebagian orang berfikir

19
bahwa setiap suatu kejadian akan menjadi sesuatu tantangan dalam
hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan semua
permasalahandengan melakukan kegiatan spiritual, lebih
mendekatkan diri kepada sang pencipta untuk mencari hikmah dan
makna dari semua yang terjadi.
3. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunkan untuk membantu individu
dalam mengatasi situasi stres. Beberapa individu melakukan
kegiatan yang bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya.
Penelitian Nursalam (2005) yang dilakukan di RSU DR Soetomo
tentang pengaruh strategi koping terhadap respons psikologis
(penerimaan) menunjukan bahawa kemarahan (anger) dan
bargaining dipengaruhu oleh penggunaan strategi koping (Nursalam
dan Kurniawati, 2007).
4. Penggolongan Mekanisme Koping
Menurut Stuart and Sunden (1995) dalam (Nasir, Abdul dan
Muhith, 2011) berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua yaitu :
1. Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,
petumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah
berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif,
teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.
Mekanisme koping adaptif antara lain adalah berbicara dengan
orang lain dan mencari informasi tentang masalah yang
dihadapi,disamping usaha juga berdoa, melakukan latihan fisik
untuk mengurangi ketegangan maslah, membuat berbagai alternatif
tindakan untuk mengurangi situasi, dan merasa yakin bahwa semua
akan kembali stabil, mengambil pelajaran dari peristiwa atau
pengalaman masa lalu.
2. Mekanisme Koping Maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi,
memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung
menguasai lingkungan, menghindar. Perilaku mekanisme koping

20
maladaptif antara lain perilaku agresi dan menarik diri. Perilaku
agresi (menyerang) terhadap sasaran atau berupa benda, barang atau
orang atau bahkan dirinya sendiri. Adapun perilaku menarik diri
yang dilakukan adalah menggunakan alkohol, obat-obatan,
melamun dan fantasi, banyak tidur, menangis, beralih pada aktifitas
lain.
Mekanisme koping dibedakan menjadi 2 tipe (Juniati, 2017) :
1. Mekanisme koping berfokus pada masalah (problem focused
coping) meliputi usaha untuk memperbaiki suatu situasi dengan
membuat perubahan atau mengambil tindakan dan usaha segera
untuk mengatasi ancaman pada dirinya. Contohnya adalah
negosiasi, konfrontasi, dan meminta nasehat.
2. Mekanisme koping berfokus pada emosi (emotional focused coping)
meliputi usaha-usaha dan gagasan yang mengurangi distress
emosional. Koping ini dilakukan bila individu tidak mampu
mengubah kondisi yang penuh stres, individu akan cenderung
mengatur emosinya. Strategi yang digunakan yaitu : kontrol diri,
membuat jarak, penilaian kembali secara positif, menerima
tanggung jawab dan penghindaran. Meknisme koping berfokus
pada emosi tidak memperbaiki situasi tetapi seseorang merasa lebih
baik.
Ahli lain menyebutkan jenis koping yang lain yaitu koping
perilaku terdapat dua jenis koping perilaku yaitu koping perilaku yang
sehat dan dan yang tidak sehat (Kurnia, Edy, 2010). Koping perilaku
yang sehat meliputi : teknik relaksasi,dukungan kelompok, sistem
supirt, olahraga dan mengatur waktu dengan baik. Sedangkan koping
perilaku yang tidak sehat meliputi : menarik diri dan menghentikan
aktifitas fisik, penyahgunaan NAPZA, menunda-nunda, dan melakukan
kekerasan.
5. Pengkajian Mekaniseme Koping
Koping yang dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah
aspek psikososial Keliat, (1999) dalam penelitian (Lestari,
2018)yaitu :

21
3. Reaksi Orientasi Tugas
Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari
situasi stress secara realistis, dapat berupa konstruktif atau
destruktif. Misal :
a. Perilaku menyerang (agresif) biasanya untuk menghilangkan
atau mengatasi rintangan untuk memuaskan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan unruk menghilangkan
sumber- sumber baik secara fisik atau psikologis.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara
melakukan, merubah tujan atau memuaskan aspek kebutuhan
pribadi seseorang.
4. Mekanisme Pertahanan Ego
Bertujuan untuk mengatur tekanan emosional dan memberikan
perlindungan dari kecemasan dan stress. Mekanisme pertahanan
ego membantu individu beradaptasi dengan stress secara tidak
langsung. Mekanisme pertahanan ego, yang sering disebut
mekanisme pertahanan mental. Menurut (Yusuh, Ah dan PK,
2015) mekanisme pertahanan ego, yaitu sebagai berikut :
a. Fantasi
Keinginan yang tidak terkabul dipuaskan dalam imiajinasi,
mengkhayal seolah-olah menjadi seperti yang diinginkan.
b. Penyangkalan (denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan
mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini
adalah paling sederhana dan primitive.
c. Represi
Secara tidak sadar menekan pikiran yang berbahaya dan
menyedihkan dari alam sadar ke alam tidak sadar, semacam
penyingkiran.
d. Supresi
Individu secara sadar menolak pikirannya keluar dari alam
sadarnya dan memikirkan hal yang lian. Supresi tidak begitu
berbahaya karena dilakukan secara sengaja dan individu

22
mengetahui apa yang dibuatnya.
e. Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia
kagumi berupaya dengan mengambil/menirukan pikiran-
pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
f. Sublimasi
Mencari pemuasan atau menghilangkan keinginan seksual
dalam kegiatan nonseksual. Nafsu yang tidak terpenuhi
(terutama seksual)
disalurkan kepada kegiatan lain yang dapat diterima oleh
msyarakat.
g. Introjeksi (intrijection)
Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang
mengambil dan melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang
atau kelompok ke dalam struktur egonya sendiri, merupakan
hati nurani.
h. Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang
mengganggu dapat bersifat sementara atau berjangka lama.
i. Proyeksi
Pengalihan buah pikiran atau implus pada diri sendiri kepada
orang lain terutama keinginan, perasaan, perasaan emosional,
dan motivasi yang tidak dapat ditoleransi.
j. Rasionalisasi
Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat
diterima masyarakat untuk menghalalkan/membenarkan
implus, perasaan, perilaku, dan motif yang tidak dapat
diterima.
k. Reaksi formasi
Pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia sadari, yang
bertentangan dengan apa yang sebenarnya ia rasakan atau
ingin lakukan.
l. Simpatisme

23
Berusaha mendapat simpati dengan cara menceritakan berbagai kesukarannya,
misal penyakit atau kesusahan orang lain.
m. Memberontak
Mengurangi kecemasan yang dibangkitkan olah berabagai
keinginan yang terlarang dengan membiarkan ekspresinya dan
melakukannya.
n. Penyekatan emosional
Mengurangi keterlibatan ego dan menarik diri menjadi pasif
untuk melindungi diri sendiri dari kesakitan atau kekecewaan.
o. Pelepasan atau penebusan (undoing)
Meniadakan atau membatalkan suatu pikiran. Kecenderungan
atau tindakan yang tidak disetujui / tidak bermoral. Bentuk
pelepasan/penebusan anatara lain meminta maaf,
menyesalkan, memberi pilihan, atau melakukan penitensi dan
menjalani hukuman.
p. Pemindahan
Emosi ataufantasi terhadap seseorang atau benda dicurahkan
kepada seseorang/benda lain yang biasanya lebih kurang
berbahaya dari semula.
q. Kompensasi
Menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat yang baik atau
frustasi terhadap satu bidang, bisa juga mencari kepuasan
secara berlebihan dalambidang lin.
r. Regresi
Mundur ketingkat perkembangan yang lebih rendah, dengan
respons yang kurang matang dan biasanya dengan aspirasi
yang kurang.
6. Konsep Pendidikan Pesantren
a. Pengertian Pesantren
Term “Pesantren” secara etimologis berasal dari “pe-santri-an”
yang berarti tempat santri, asrama tempat santri belajar agama atau
pondok. Daikatakan pula “pesantren” berasal dari kata “santri” yaitu
seorang yang belajar agama islam. Dengan demikian pesantren

24
mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama islam
(Saleh, n.d.). Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang
memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan
menyebarkan ilmu agama islam. Ciri-ciri umum pesantren (Daulay,
2009):
1) Pendidikan ilmu-ilmu agama islam.
2) Mewujudkan nilai-nilai islam dalam kehidupan keseharian.
Pondok pesantren adalah salah satu bentuk lembaga
pendidikan keagaman yang ada di Indonesia. Secara lahiriyah,
pesantren pada umumnya merupakan suatu komplek bangunan yang
terdiri dari rumah kyai, masjid, pondok tempat tinggal para santri dan
ruangan belajar. Pondok pesantren selain sebagai pusat penyebaran
dan belajar agama mengusahakan tenaga-tenaga bagi pengembangan
agama. Agama islam mengatur bukan saja amalan-amalan
peribadatan, apalagi sekedar hubungan orang dengan Tuhan-Nya,
melainkan juga perilaku orang dalam berhubungan dengan sesama
didunianya (Nashir, 2010).
b. Tujuan Pendidikan Pesantren
Profesor Mastuhu menjelaskan bahwa tujuan utama pesantren
adalah untuk mencapai hikmah atau wisdom (kebijaksanaan)
berdasarkan pada ajaran agama islam yang dimkasudkan untuk
meningkatkan pemahaman tentang arti kehidupan serta realisasi dari
peran-peran dan tanggung jawab sosial. Setiap santri diharapkan
menjadi orang yang wise (bijaksana) dalam menyikapi hidup ini.
Dalam bahasa pesantren, wise bisa dicapai ketika santri menjadi
seorang yang alim (menguasi ilmu), shahih (baik, layak, patut), dan
nasyir al-ilm (penyebar ilmu dan ajaran agama) (Nashir, 2010)
Menurut Mujamil Qomar mengungkapkan dua tujuan pendidikan
pesantren (Anwar, 2011) :
1) Tujuan umum yaitu membina warga negara agar
berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran islam dan
menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi
kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang

25
berguna bagi agama, masyarakat, dan negara.
2) Tujuan khusus yaitu :
a) Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi
orang muslim yang bertakwa kepada Allah SWT,
berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, siswa/santri untuk
menjadi manusia muslim selaku kader-kader ulama dan
mubalig, yang berjiwa, ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta
dalam mengamalkan ajaran islam secara utuh dan dinamis.
b) Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan
mempertebal semangat kebangsaan agar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang
dapat membangun dirinya dan bertanggung jawab kepada
pembangunan bangsa dan negara.
c) Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro
(keluarga0 dan regional (pedesaan/masyarakat
lingkungannya)
d) Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang
cakap dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya
pembangunan mental spiritual.
e) Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan
kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam rangka
usaha pembangunan masyarakat bangsa.
Secara spesifik beberapa tujuan pendidikan pesantren (Nashir, 2010):
1. Pembentukan akhlak/kepribadian
Berpijak pada hadist Nabi Muhammad SAW “Innama
bu‟itstu liutammima shalih al-akhlak” atau “sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR
Ahmad), maka para pengasuh pesantren, sebagai ulama
pewaris paranabi, terpanggil untuk meneruskan perjuangan
Nabi Muhammad SAW dalam membentuk kepriadian
masyarakat melalui para santrinya.
Para pengasuh pesantrren mengharapkan santri-santrinya
memiliki integritas kepribadian yang tinggi (shahih).

26
2. Kompetensi santri : wasail. Ahdaf, maqashid, dan ghayah
Kompetensi dikuatkan melalui empat jenjang tujuan,
yaitu
tujuan-tujuan awal (wasail), tujuan-tujuan antara (abdaf),
tujuan- tujuan pokok (maqashid), dan tujuan akhir (ghayah).
a) Wasail
Penguasaan skolastik atas mata pelajaran dipesantren
ditempatkan sebagai wasail, baik penguasaan itu berada
dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Rumusan
wasail dapat dikenali dari rincian mata pelajaran yang
masing-masing menguatkan kompetensi santri di berbagai
bidang ilmu agama dan penunjangnya. Gambaran rincian 32
mata pelajaran dan sub-mata pelajaran.
1) Al-quran
a. Tahfidh (hafalan al-Quran)
b. Tajwid (tata baca al-Quran)
c. Qira‟at (ragam baca al-Quran)
d. Ulum al-quran (teori al-Quran)
e. Al-Adab fi Hamalat al-Quran (kode perilaku
bagi pengamal/penghafal al-Quran)
2) Tafsir
a. Ilmu tafsir (teori tafsir/penejlasan al-Quran)
b. Matan tafsir (teks tafsir al-Quran)
3) Hadits
a. Matan Hadits (teks hadist)
b. Musthahalah al-Hdits (teori hadits)
c. Fiqh al-Hadits (rincian penjelasan hadits)
4) Aqidah
a. Tauhid (dasar-dasar aqidah islam, terutama
keesaan Allah SWT)
b. Ilmu Kalam (teologi islam)
c. Al-Firaq al-Kalamiyah al-Islamiyah (alira-
aliran teologi islam)

27
5) Fiqh
a. Matan Fiqh dan Syarah-syarah-nya(teks
yurisprudensi Islan)
b. Fiqh Muqaram (fiqh perbandingan)
c. Ushul Fiqh (teori fiqh)
d. Qawa‟id al-Faqhiyah (kaidah-kaidah fiqh)
e. Tarikh at-Tasyri (sejarah penetapan syariah islam)
6) Akhlaq
a. Ta‟lim al-Muta‟alim (kode perilaku penuntut ilmu)
b. Tashawwuf (esoterisme Islam)
7) Bahsa arab
a. Nahwu (gramatika)
b. Sharaf (morfologi)
c. Muthala‟ah (memabaca dan memahami reading and
comprehension)
d. Mubadatsah (percakapan)
e. Insya‟ (mengarang)
f. Mahfudhat (kata-kata mutiara)\
g. Balaghah (sastra)
h. Mantiq (logika)
i. Arudl (irama bahasa)
j. Khatb (kaligrafi)
k. Al-Adab al-Muqaram (sastra perbandingan)
8) Tarikh
a. Sirah Nabawiyah (sejarah Nabi Muhammad SAW)
b. Tarikh Tsaqafi (sejarah peradaban)
b) Ahdaf
Pada jenjang ula diberikan mata pelajaran banyak
hafalan, karena segi analisis belum sesuai dengan dengan rata-
rata umur. Bimbingan santri menekankan pendekatan-
pendekatan psikologis untuk penguatan cita-cita.
Pada jenjang wustha diberikan mata pelajaran yang
membekali santri sebagai anggota/kepala keluarga dan

28
panduan untuk hidup berkomunitas. Materi pelajaran hafalan
dan analisis berimbang. Argumentasi dari dalil dan kaidah
mulai disertai penalaran. Teknik-teknik berunding,
musyawarah, pengaambilan
keputusan, pengelolaan administrasi, dan pengalaman
lapangan mulai dikenalkan.
Pada jenjang ulya diberikan mata pelajaran yang
membekali santri sebagai imam dikomunitasnya. Materi
pembelajarannya mencakup kajian kasus dan kompetensi
sebagai guru bagi sejawat santri dijenjang dasar dalam
kelompok atau kelas. Pada jenjang ini biasanya sudah mulai
dilakukan penjurusan misalnya fiqh dan al-quran.
c) Maqashid
Tujuan pokok yang ingin dihasilkan dari proses pendidikan di
lembaga pesantren adalah lahirnya mutafaffih fi ad-din, yaitu
orang yang ahli dibidang ilmu agama islam. Karena cabang-
cabang ilmu didalam agama islam itu banyak maka selalu
terdapat kekhususan sesuai dengan kemampuan santri calon
kiai. Segitiga realitas-teks- makna tergambar dibenak.
Disinilah nilai-nilai pribadi terkuatkan. Pada tahap inilah
santri bisa memutuskan, apakah hendak memasuki tarekat
(persaudaraan sufi) atau tidak.
d) Ghayah
Tujuan akhir atau ghayah adalah mencapai ridla Allah SWT.
Itulah mesteri kehidupan yang terus memanggil dan yang
membuat semua kesulitan sebagai rute-rute dan terminal-
terminal manusiawi yang wajar untuk dilalui. Disitulah ahwal
dan maqamat mulai dipahami karena dijalani, melebihi
yang terbaca dalam literatur selama didalam pondok sebagai
santri mukim, karena para santri baru mempelajari.
3. Penyebaran ilmu
Penyebaran ilmu atau nasyru al-ilmi menjadi pilar utama bagi
menyebarnya agama islam. Kalangan pesantren mengemas

29
penyebaran ilmu ini dalam ilmu dakwah yang memuat prinsip
al- amru bi al-ma‟ruf wa al-nabyu an al-munkar. Kewajiban
ini bahkan menjadi sebuah keyakinan bagi kalangan
pesantren, sebagai pembeda antara orang mukmin dengan
munafik. Iman al- Ghazali lebih keras menyatakan, bahwa
meninggalkan amar makruf nahi munkar berarti keluar dari
komunitas.
c. Unsur-Unsur Pesantren
Secara umum pondok pesantren didefinisikan sebagai lembaga
pendidikan yang memiliki lima elemen pokok yaitu (Harun, 2009):
1) Pondok /asrama
Adalah tempat tinggal bagi santri. Pondok inilah yang menjadi
ciri khas dan tradisi pondok pesantren dan membedakannya
dengan sistem pendidikan lain yang berkembang di Indonesia.
Keberadaan pondokan adalah untuk memudahkan proses
belajar mengajar dan memudahkan pembinaan serta kontrol
terhadap santri secara berkesinambungan.
2) Masjid
Masjid merupakan tempat sentral bagi transformasi dan isnad
ilmu di pesantren, untuk mendidik para santri terutama dalam
praktek seperti sholat, pengajian kitab klasik, pengkaderan
kiai.
3) Pengajaran kitab-kitab klasik
Tujuan utama para santri untuk berguru ke pesantren tidak
lain adalah belajar agama. Pelajaran-pelajaran agama biasanya
didapat dari menggali kitab-kitab islam klasik yang memang
tersedia banyak di pesantren. Pengajaran kitab-kitab islam
klasik diberikan upaya untuk meneruskan tujuan utama
pesantren yakni mendidik calon-calon ulama yang setia
kepada faham islam. Kitab-kitab klasik biasa dikenal dengan
istilah kitab kuning atau kutub al- qadimah dan kutub al-
asriyah.
4) Santri

30
Siswa yang belajar pada suatu pesantren untuk mempelajari
kitab- kitab klasik. Menurut tradisi pesantren, santri terdiri
dari dua diantaranya yaitu :
a) Santri mukim
Murid-murid yang berasal dari luar daerah yang jauh
dan menetap dalam kelompok pesantren.
b) Santri kalong
Murid-murid yang berasal dari desa-desa sekitar
pesantren, biasanya tidak menetap dalam pesantren.
Untuk mengikuti pelajarannya dipesantren, muri-
murid ini bolak balik ke pesantren.
5) Kiai
Merupakan pimpinan pondok dan elemen yang paling esensial
dari suatu pesantren. Bahkan seorang kyai sering kali berperan
sebagai pendiri sebuah pesantren. Gelar kyai digunakan
sebagai bentuk penghormatan kepada seorang ulama yang
mumpuni dalam ilmu- ilmu keagamaan. Menurut pandangan
Martin Van Bruinessen “kyai memainkan peranan yang lebih
besar dari sekedar seorang guru”. Ia bukan sekedar
menempatkan dirinya sebagai pengajar dan pendidik santri –
santrinya, melainkan juga aktif untuk memecahkan masalah-
masalah krusial yang dihadapi masyarakat.
d. Macam-Macam Pesantren
Berdasarkan kurikulum keilmuannya, pesantren dapat
diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu (Qomar, 2009):
1) Pesantren tradisonal (salfl salafiyah)
Pesantrena tradisonal (salafiyah) yaitu pesantren yang masih
tetap mempertahankan bentuk aslinya dengan semata-mata
megajarkan kitab yang ditulis oleh ulama abad ke 15 M.
Dengan menggunakan bahasa Arab. Pola pengajarannya
dengan menggunakan metode halaqah, artinya diskusi untuk
memahami isi kitab dan bukan untuk mempertanyakan
kemungkinan benar salahnya yang diajarkan oleh kitab, tetapi

31
untuk memahami apa maksud yang diajarkan oleh kitab.
Kurikulumnya tergantung sepenuhnya kepada para kiai
pengasuh pondoknya. Santri ada yang menetap didalam
pondok (santri mukim) dan santri yang tidak menetap di
dalam pondok (santri kalong, laju). Sedangkan sistem madrah
(schooling system) diterapkan hanya untuk memenuhi sistem
sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian
bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran umum.
2) Pesantren Modern (khalaflkhalafiyahl „asriyah)
Pesantren modern (khalafiyah) yaitu pondok pesantren yang
berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal dan
sekolah ke dalam pondok pesantren. Pengajian kitab-kitab
klasik tidak lagi menonjol, bahkan ada yang hanya sekedar
pelengkap, tetapi berubah menjadi mata pelajaran atau bidang
studi. Perkembangan ini sangat menarik untuk diamati sebab
hal ini akan mempengaruhi keseluruhan sistem tradisi
pesantren, baik sistem kemasyarakatan, agama, dan
pandnagan hidup. Homogenitas kultural dan keagamaan akan
semakin menurun dengan keanekaragaman dan kompleksitas
perkembangan masyarkat Indonesia modern. Namun
demikian, hal yang lebig menarik lagi ialah kelihatannya para
kiai telah siap menghadapi perkembangan jaman.
Meskipun kurikulum pesantren modern (khalafiyah)
memasukkan pengetahuan umum dipondok pesantren, akan
tetapi tetap dikaitkan dengan ajaran agama. Sebagi contoh
ilmu sosial dan politik, pelajaran ini selalu dikaitkan
dengan ajaran agama (Yasmadi, 2005)
3) Pondok Pesantren Komprehensif (Kombinasi)
Pondok pesantren komprehensif yaitu pondok pesantren yang
menggabungkan sistem pendidikan dan pengajaran antara
yang tradisional dan yang modern. Artinya di dalamnya
diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning dengan
metode sorogan, bandongan, dan weton, namun secara reguler

32
sistem persekolahan terus dikembangkan.
Lebih jauh daripada itu pendidikan masyarakatpun menjadi
garapannya, kebesaran pesantren akan terwujud bersamaan
dengan meningkatnya kapasitas pengelola pesantren dan
jangkauan programnya dimasyarkat. Karakter pesantren yang
demikian inilah yang dapat dipakai untuk memahami watak
pesantren sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat.
e. Konsep Pendidikan Pesantren
Metode Pembelajaran (Pranomo, 2017)
1) Sistem sorogan
Adapun istilah sorogan berasal dari kata sorog (jawa) yang
berarti menyodorkan. Sebab setiap santri bergilir
menyodorkan kitabnya dihadapan kiai atau badal
(pembantunya). Pelaksanaan sistem sorogan ini, antara guru
dan murid harus sama-sama aktif. Oleh karena itu ketika
pelajaran sedang berlangsung maka terjadi interaksi belajar-
mengajar secara langsung, tatap muka. Sebagai seorang
guru, kyai harus aktif dan selalu memperhatikan kemampuan
santri dalam membaca dan memahami kitab, dan dilain pihak
seorang santri harus selalu siap untuk menjawab pertanyaan
yang diajukan kyai atau santri yang lain. Kitab (materi) yang
dikaji dengan sistem sorogan dari dahulu sampai sekarang
hampir sama yaitu : Nahwu/Sharaf, Fiqh, Tauhid, dan
Tashawuf.
2) Sistem weton
Sistem weton atau biasa disebut juga bandongan atau halaqah,
yaitu dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk
disekeliling kyai atau dalam ruangan (kelas) dan kyai
menerangkan pelajaran secara kuliah. Para santri menyimak
kitab masing-masing dan membuat catatan pada kitabnya,
untuk mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh kyai
(Nafi’, M Dian, 2007).
7. Konsep Dukungan Sosial Teman Sebaya

33
a. Pengertian Dukungan Sosial
elzion (Ariyanto & Anam, 2007) mengartikan dukungan sosial
sebagai hubungan anatar pribadi yang didalamnya terdapat satu atau
lebih ciri-ciri, antara lain bantuan atau pertolongan dalam bentuk
fisik, perhatian emosional, pemberian informasi dan pujian.
Dukungan sosial juga dapat dilihat dari banyaknya kontak sosial yang
terjadi atau yang dilakukan individu dalam menjalin hubungan
dengan sumber-sumber yang ada dilingkungan
Sebagai satu diantara fungsi pertalian/ikatan sosial (Rook,
1985 dikutip smert, 1994) segi fungsionalnya mencakup dukungan
emosional,
mendorong adanya ungkapan perasaan, memberi nasihat atau
informasi, pemberian bantuan material (Ritter, 1988 dikutip Smet,
1994).
Sebagai fakta sosial yang sebenarnya sebagai kognisi
individual atau dukungan yang dirasakan melawan dukungan yang
diterima (Schwerzer dan Leppin, 1990 dikutip Smet 1994). Dukangan
sosial terdiri atas informasi atau nasihat verbal dan atau nonverbal,
bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial
atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat
emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima (Gottlieb, 1983
dikutip Smet, 1994).
Beberapa pengertian diatas, dukungan sosial dapat diartikan
sebagai hubungan yang sifatnya menolong disaat individu sedang
maengalami persoalan atau kesulitan, baik berupa informasi dan
bantuan nyata, sehingga membuat individu merasa diperhatikan
bernilai, dan dicintai. Dukungan sosial ini dapat diperoleh dari teman,
keluarga, atau orang yang ada diekitarnya.
b. Jenis Dukungan Sosial
Dukungan sosial didefinisikan oleh House (Smet, 1994)
membedakan empat jenis atau dimensi dukungan sosial menjadi
(Handono, Oki Tri dan Bashori, 2013) :
1) Dukungan Emosional

34
Dukungan ini melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian
terhadap individu, sehingga individu mersa nyaman, dicintai, dan
diperhatikan. Dukungan ini meliputi perilaku seperti memberikan
perhatian dan afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah
orang lain.
2) Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat/penghargaan positif untuk orang
lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau
perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan
orang lain, misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk
keadaannya (menambah harga diri).
3) Dukungan Instrumental
Mencakup bantuan langsung, misalnya orang memberi pinjaman
orang kepada orang yang membutuhkan atau menolong dengan
memberi pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan.
4) Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi
serta petunjuk. Dukungan yang bersifat informasi ini dapat berupa
saran, pengarahan dan umpan balik tentang bagaimana cara
memecahkan masalah.
Hampir setiap orang tidak mampu menyelesaikan masalah
sendiri, tetapi mereka memerlukan bantuan orang lain. Berdasarkan
hasil penelitian bahwa dukungan sosial merupakan mediator yang
penting dalam menyelesaikan masalah seseorang. Hal ini karena
individu merupakan bagian dari keluarga, teman sekolah atau kerja,
kegiatan agama ataupun bagian dari kelompok lainnya.
Perlin dan Aneshense (1986:418) mendefinisikan problematic
conditions of life. “Sedangkan Selye (1983) menekankan pada
konsep
“flight or flight” reaction : “when circumstances offered
opportunity for success (or there was no choice), hunan would
fight: in the face of overhelming odds, humans shought flight.”
(Nursalam, Kurniawati , 2007)

35
1. Dimensi dukungan sosial
Dimensi dukungan sosial meliputi 3 hal (jacobson, 1986) :
a. Emotional support, meliputi : perasaan nyaman,
dihargai, dicintai, dan diperhatikan.
b. Cognitive support, meliputi : informasi, pengetahuan,
dan nasihat.
c. Material support, meliputi : bantuan/pelayanan
berupa sesuatu barang dalam mengatasi suatu masalah.
2. Mekanisme bagian dukungan sosial berpengaruh terhadap
kesehatan dikenal ada 3 mekanisme social support yang secara
langsung atau tidak berpengaruh terhadap kesehatan seseorang
(Perlin dan Aneshensel, 1986:418) :
a. Mediator perilaku.
Mengajak individu untuk mengubah perilaku yang
jelek dan meniru perilaku yang baik (misalnya berhenti
merokok).
b. Psikologis.
Meningkatkan harga diri dan menjembatani suatu
interaksi yang bermakna.
c. Fisiologis
Membentu relaksasi terhadap sesuatu yang mengancam
dalam upaya meningkatkan sistem imun seseorang
(Nursalam dan Kurniawati, 2007)
Sarason dalam Kuntjoro (2002) mengatakan bahwa dukungan
sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian orang-orang yang
dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Sarason
berpendapat bahwa dukungan sosial selalu mencakup dua hal yaitu :
1. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia, merupakan persepsi
individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat
individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan
kuantitas).
2. Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima, berkaitan
dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi

36
(pendekatan berdasarkan kualitas).
Manfaat dukungan sosial menurut johnson 1991 (dikutip oleh
Annisa, Lulu, tahun 2015) terdapat beberapa salah satunya : jika
dihubungkan dengan pekerjaan akan meningkatkan produktivitas,
meningkatkan kesejahteraan psikologi dan penyesuaian diri dengan
memberikan rasa memiliki, memperjelas identitas diri, menambah
harga diri serta mengurangi stres.
c. Faktor-faktor Dukungan Sosial
Tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial seperti yang
diharapkan. Menurut Sarafino setidaknya ada tiga faktor yang
menyebabkan individu menerima dukungan, yaitu (Hidayat, Sofiatri
Tito, 2016) :
1) Potensi penerima dukungan
Tidak mungkin seseorang mendapat dukungan sosial jika
tidak pernah bersosial seperti menolong orang lain, dan
menceritakan bahwa dirinya memerlukan bantuan/pertolongan.
2) Potensi penyedia dukungan
Individu yang seharusnya menjadi penyedia dukungan bisa
saja tidak mempunyai sesuatu yang dibutuhkan orang lain, atau
mungkin mengalamami stres sehingga tidak memikirkan orang
lain, atau bisa saja tidak sadar akan kebutuhan orang lain.
3) Komposisi dan struktur jaringan sosial
Maksud dari jaringan sosial adalah hubungan individu dengan
keluarga dan lingkungannya. Hubungan ini dapat bervariasi dalam
ukuran (jumlah orang yang berhubungan dengan individu),
frekuensi hubungan atau seringnya bertemu, komposisi (apakah
orang-orang tersebut teman, keluarga, rekan kerja).
d. Pengertian Teman Sebaya
Cobb (dalam Tizar Rahmawan, 2010) teman sebaya dalam masa
remaja adalah sekelompok individu yang terdiri dari beberapa
anggota remaja yang kira-kira berumur sama dan mulai menyadari
akan hubungan sosial dan tekanan sosial dari teman-teman sebayanya.
Hubungan yang baik diantara teman sebaya akan sangat membantu

37
perkembangan sosial anak secara normal. Namun, tidak semua teman
dapat memberikan keuntungan bagi perkembangannya.
Perkembangan individu anak akan terbantu apabila anak memiliki
teman yang secara sosial terampil dan bersifat
supportif. Sedangkan teman-teman yang suka memaksakan kehendak
dan banyak menimbulkan konflik akan menghambat perkembangan.
e. Fungsi Teman Sebaya
Cohen dan Syne dalam Lutfi (2012) mengemukakan bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan teman
sebaya, antara lain :
1) Pemberian dukungan, dimana pemberi dukungan adalah orang-
orang yang memiliki arti penting dalam kehidupan individu
tersebut.
2) Jenis dukungan, berupa dukungan yang diterima akan memiliki
arti bila dukungan itu bermanfaat dan sesuai dengan situasi yang
ada.
3) Penerima dukungan, seperti kepribadian, kebiasaan, dan peran
sosial yang merupakan karakteristik penerima dukungan yang
akan menentukan keefekifan dukungan.
4) Permasalahan yang dihadapi, dimana kesesuaian antara jenis
dukungan yang diberikan dan masalah yang ada.
5) Waktu pemberian dukungan akan optimal dalam satu situasi.
6) Lamanya pemberian dukungan, yaitu tergantung pada kemampuan
pemberi dukungan untuk memberi dukungan

38
8. Kerangka Teori

Manfaat dukungan sosial


1. Meningkatkan
Faktor dukungan produktivitas
sosial 2. Meningkatkan
1. Faktor penerima
Sumber dukungan kesejahteraan psikologi
dukungan
sosial 3. Memperjelas identitas
2. Potensi penyedia
1. Teman diri
dukungan.
2. Keluarga 4. Menambah harga diri
3. Komposisi dan 5. Mampu mengurangi
struktur jaringan 3. Orang lain
stres
sosial

Dukungan sosial teman


sebaya
1. Dukungan emosional
2. Dukungan penghargaan
3. Dukungan instrumental
4. Dukungan informatif

Teknik Mekanisme koping Faktor yang


Sumber koping 1. Mencari informasi, mempengaruhi koping
1. Aset ekonomi usaha dan bedoa 1. Kesehatan fisik
2. Bakat dan 2. Teknik relaksasi 2. Keyakinan/pandangan
kemampuan 3. Berbicara dengan positif
3. Teknik pertahanan orang lain 3. Keterampilan
4. Dukungan sosial 4. Membuat alternatif memecahkan masalah
5. Motivasi tindakan 4. Keterampilan sosial
39 5. Dukungan sosial
5. Berfikir positif
6. Menghindar
7. Menghambat fungsi
integrasi
Gambar 2.4 Kerangka teori hubungan dukungan sosial teman sebaya dengan
mekanisme koping stres pada remaja di Pondok Pesantren KH
Syamsuddin Durisawo Ponorogo

40

Anda mungkin juga menyukai