Anda di halaman 1dari 6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Stress Kerja

1. Definisi Stress Kerja

Leka et al. (2004) mendefinisikan stres kerja sebagai respons yang mungkin
dimiliki orang ketika dihadapkan pada tuntutan dan tekanan kerja yang tidak sesuai
dengan pengetahuan dan kemampuan mereka dan yang menantang kemampuan
mereka untuk mengatasinya. Sementara menurut Glazer dan Liu (2017), stres kerja
merupakan istilah umum yang mengacu pada rangsangan terkait pekerjaan (atau
stresor pekerjaan) yang dapat menyebabkan konsekuensi fisik, perilaku, atau
psikologis (yaitu ketegangan) yang memengaruhi kesehatan dan kesejahteraan
karyawan dan organisasi.

Stres kerja juga dapat diartikan sebagai sumber stress atau stressor yang
menimbulkan respon individu berupa respons fisiologis, psikologis dan perilaku.
Lingkungan kerja berpotensi menjadi sumber stres kerja. Stres kerja adalah semua
kondisi kerja yang dirasakan oleh karyawan sebagai tuntutan dan dapat
menimbulkan stres kerja (Waluyo, 2009). Stres kerja adalah keadaan ketegangan
yang menimbulkan ketidakseimbangan fisik dan mental yang mempengaruhi
suasana hati, proses berpikir dan kondisi karyawan. Stres kerja merupakan
pengalaman stres yang berkaitan dengan pekerjaan (King, 2010).

Menurut Mangkunegara (2013) mengartikan stress kerja sebagai perasaan tertekan


yang dialami karyawan ketika menghadapi pekerjaan. Pandangan tersebut
didukung oleh Beehr dan Newman (dalam Luthans, 2006) yang mendefinisikan
stres kerja sebagai suatu kondisi yang muncul dari interaksi seseorang dengan
pekerjaan dan digambarkan oleh manusia sebagai perubahan artifisial yang
memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normalnya. Dapat dikatakan
bahwa stres kerja adalah umpan balik fisiologis dan psikologis yang dihasilkan
oleh karyawan terhadap keinginan atau tuntutan organisasi.

Stres kerja juga dapat didefinisikan sebagai respons yang merusak secara fisik dan
emosional yang terjadi atau terjadi ketika tuntutan tugas tidak sesuai dengan
keterampilan, sumber daya, atau kebutuhan pekerja (NIOSH, 2002). Sedangkan
menurut Levi (1984) peran psychososial stimuli yang berasal dari proses sosial
akan mempengaruhi individu. Proses interaksi yang tidak seimbang antara
demands dan resources pada individu akan cenderung menjadi precursors of
disease. Selama proses tersebut berlangsung akan ada variabel interaktif yang akan
berperan di dalamnya seperti variabel intrinsik dan ekstrinsik.

Selain itu, Cooper (dalam Munandar, 2008) menjelaskan secara komprehensif


konsep stres kerja dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Menurutnya stres di
tempat kerja bisa disebabkan dari beberapa hal, yaitu work area, home area, social
area dan individual area. Sementara manifestation area adalah mengamati
perubahan akibat stres secara tidak langsung pada fisik, perilaku dan emosi pada
pekerja.

2. Sumber-sumber Stress Kerja

Dalam teori yang diungkapkan Sarafino (1990) bahwa sumber stres dapat
dibedakan menjadi sumber stres yang berasal dari dalam diri seseorang, komunitas,
dan masyarakat.

a. Sumber stres di dalam diri seseorang

Sumber stres dalam diri sendiri biasanya disebabkan karena adanya


perbedaan kenyataan dengan keinginan yang diharapkan, dalam hal ini
adalah sebagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya
dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres (Hidayat,
2004).

b. Sumber stres dalam keluarga

Stres dapat bersumber dari interaksi antara para anggota keluarga seperti:
perselisihan, masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, tujuan-
tujuan yang berbeda antara anggota keluarga.

c. Sumber stres dalam komunitas dan lingkungan

Interaksi subjek dilingkungan keluarga melengkapi sumber-sumber stres.


Contohnya, pengalaman stres anak-anak disekolah dan beberapa kejadian
kompetitif, seperti olah raga. Sementara beberapa pengalaman stres orang
tua bersumber dari pekerjaannya, dan lingkungannya yang sifatnya
stressfull.

Lingkungan kerja juga dapat berperan sebagai faktor penyebab terjadinya


stres kerja (sumber stres), seperti tuntutan pekerjaan, tanggung jawab kerja,
lingkungan fisik kerja, hubungan antar manusia yang buruk, kurang
pengakuan dan peningkatan jenjang karir, rasa kurang aman dalam bekerja
dan sebagainya (Nasution, 2002).

3. Gejala-gejala Stress Kerja

Terdapat dua macam gejala stress kerja yang dapat dialami oleh individu, yaitu
gejala stress positif dan gejala stress negatif. Individu akan mengalami gejala stress
positif apabila individu diberikan kesempatan untuk dipromosikan naik jabatan
atau menerima penghargaan (reward). Sebaliknya, individu akan mengalami gejala
stress negatif apabila merasa terhambat dalam mengejar tujuannya karena berbagai
alasan di luar kendalinya. Robbins dan Timothy (2016) mengungkapkan gejala-
gejala stress yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Gejala Fisiologis

Stres dapat menyebabkan perubahan metabolisme, meningkatkan fungsi


jantung, laju pernapasan, dan tekanan darah, menyebabkan sakit kepala, dan
memicu serangan jantung.

b. Gejala Psikologis

Stres diwujudkan dalam keadaan mental seperti ketegangan, kecemasan, lekas


marah, kebosanan, dan penundaan.

c. Gejala Perilaku

Gejala yang terkait dengan stres perilaku termasuk penurunan produktivitas,


ketidakhadiran dan perputaran karyawan, serta perubahan kebiasaan makan,
peningkatan konsumsi rokok atau alkohol, bicara cepat dan gelisah, dan
gangguan tidur.

4. Faktor-faktor yang memengaruhi Stress Kerja

Kebanyakan stressor dalam kehidupan sehari-hari bersifat psikososial. Meskipun


mobilisasi sumber daya tubuh yang cepat sesuai untuk menangani cedera tubuh,
baik yang terancam maupun yang telah terjadi. Stressor yang sama dapat dirasakan
secara berbeda, yaitu dapat berupa peristiwa yang secara positif tidak berbahaya
atau peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu atau
karyawan akan menentukan apakah stressor memiliki dampak positif atau negatif.
Penilaian kognitif ini sangat mempengaruhi respons yang akan muncul Selye
(dalam Waluyo, 2009). Beberapa peristiwa bisa membuat seseorang stres, tetapi
bagi orang lain itu normal dan dapat dikelola dengan tepat. Perbedaannya adalah
persepsi. Bagaimana setiap orang memandang peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya secara berbeda.

Stres kerja timbul karena adanya hubungan interaksi dan komunikasi antara
individu dan lingkungannya. Selain itu, stress muncul karena adanya jawaban
individu yang berwujud emosi, fisiologis, dan pikiran terhadap kondisi, situasi,
atau peristiwa yang meminta tuntutan tertentu terhadap diri individu dalam
pekerjaannya (Wijono, 2015). Cooper (dalam Umam, 2012) faktor yang
memengaruhi stres kerja diantaranya :

a. Stressor kondisi pekerjaan

Seperti beban kerja berlebihan secara kuantitatif dan kualitatif, keputusan


yang dibuat oleh seseorang, bahaya fisik, jadwal bekerja.

b. Stressor stress peran

Ketidakjelasan peran, adanya bias dalam membedakan gender dan


stereotype peran gender; pelecehan seksual.
c. Stressor faktor interpersonal

Meliputi hasil kerja dan dukungan sosial yang buruk, persaingan politik,
kecemburuan sosial, kemarahan, dan kurangnya perhatian manajemen
terhadap karyawan.

d. Stressor perkembangan karir

Seperti promosi jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya, promosi


jabatan yang lebih tinggi dari pada kemampuannya, keamanan
pekerjaannya, ambisi yang berlebihan sehingga mengakibatkan frustrasi.

e. Stressor struktur organisasi

Meliputi struktur yang kaku dan tidak bersahabat, pertempuran politik,


pengawasan dan pelatihan yang tidak seimbang, ketidakterlibatan dalam
membuat keputusan.

f. Stressor tampilan rumah pekerjaan

Seperti mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi,


kurangnya dukungan dari pasangan hidup, konflik pernikahan, stres karena
memiliki dua pekerjaan.

5. Dampak Stress Kerja

Pergerakan dari mekanisme pertahanan tubuh bukanlah satu-satunya


konsekuensi yang mungkin timbul dari adanya kontak dengan sumber stres.
Akibat dari stres banyak bermacam-macam. Ada sebagian yang positif seperti
meningkatkan motivasi, terangsang untuk bekerja lebih giat lagi, atau
mendapat inspirasi untuk hidup lebih baik lagi. Tetapi banyak diantaranya
yang merusak dan berbahaya. menurut Cox (2000) telah mengidentifikasi efek
stres, yang mungkin muncul, yaitu sebagai berikut :

a. Dampak Subjektif (subjective effect)

b. Dampak Perilaku (Behavioural effect)

c. Dampak Kognitif (Cognitive effect)

d. Dampak Fisiologis (Physiological effect)

e. Dampak Kesehatan (Health effect)

f. Dampak Organisasi (Organizational effect)

B. Anggota Sabhara Polres

Satuan Samapta Bhayangkara atau yang disingkat menjadi Satsabhara merupakan


unsur pembantu pimpinan dan pelaksana staf Polres yang berada dibawah
pimpinan Kapolres. Satsabhara memiliki tugas pokok yaitu melakukan fungsi
kepolisian tugas preventif terhadap pelanggaran hukum ataupun gangguan
Kamtibmas dengan melakukan kegiatan penjagaan, pengawalan, dan patroli. Tugas
pokok satsabhara dirincikan sebagai berikut: (1) Memberikan perlindungan,
mengayomi dan memberikan pelayanan kepada masyarakat, (2) Meniadakan
peluang bagi masyarakat untuk melakukan pelanggaran hukum, (3) Melaksanakan
Tindakan represif tahap awal serta bentuk gangguan kamtibmas, (4) Melakukan
penegakan hukum terbatas seperti tipiring dan penegakan PERDA, (5)
Pemberdayaan dukungan satwa dalam tugas Opnal Kepolisian, (6) Melakukan
Search and Rescue (SAR) terbatas (Polres Kendal, 2023).

Saat ini subjek bekerja di sabhara polres kota batu. Subyek bekerja di Polres Batu.
Polres Batu terletak di samping kantor DPRD dan SMAN 2 Batu. Lingkungan
Polres Batu termasuk dalam lingkungan yang strategis. Udara di sekitar Polres
Batu masih segar dan sejuk, namun pada siang hari terkadang panas terik di luar
ruangan. Untuk lingkungan tempat kerja Subyek khususnya ruang Sabhara
dilengkapi dengan meja dan kursi serta AC. Namun subyek saat ini bertugas di
rumah Kapolres Batu. Dalam rumah Kapolres tersebut terdapat beberapa anggota
Sabhara lainnya yang ditugaskan untuk mengawasi kegiatan Kapolres dan
memastikan keamanan Kapolres. Kondisi kesehatan subjek pada saat ini adalah
sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit.

C. Hubungan Keterkaitan Antara Stress Kerja dan Subjek

Banyaknya tugas yang dilakukan maka dapat menyebabkan stress kerja, begitupun
dengan anggota sabhara Polres Batu. Stress kerja ialah ketidakseimbangan antara
tuntunan pekerjaan dengan sumber daya yang dimiliki oleh seseorang. Semakin tinggi
kesenjangannya maka akan semakin tinggi pula stress yang dimiliki. Robbins dan
Coulter mendefinisikan stress sebagai reaksi negative yang berasal dari tekanan yang
tinggi, tuntutan pekerjaan, dan beban pekerjaan yang banyak. Stres yang berlebihan
akan berdampak pada menurunnya kompetensi yang dimiliki oleh seseorang, reaksi
negative pada fisiologis, psikologis, dan perilaku, serta menurunnya produktivitas
(Asih dkk, 2018).

Stress kerja diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya lingkungan kerja,


diri sendiri, tidak adanya dukungan sosial, tidak diberikan kesempatan untuk
berpartisipasi dalam mengambil keputusan, manajemen yang tidak sehat, peristiwa
atau pengalaman pribadi, dan kepribadian individu. Stress kerja berdampak pada
kemunduran suatu organisasi yang ditandai dengan menurunnya gairah kerja,
kecemasan yang tinggi, sering merasa frustasi, emosi negative, menurunnya
konsentrasi ketika bekerja, mengalami insomnia, selera makan berkurang, performa
kerja menurun, dan kesehatan fisik mulai terganggu (Asih dkk, 2018). Stress yang
dialami oleh Polres akan menimbulkan dampak buruk pada kesehatan jika ditinjau
dari segi fisik sedangkan ditinjau dari segi fisiologis berdampak seringnya absen dari
pekerjaan dan fatalnya kemungkinan besar mereka akan berhenti dari pekerjaanya.
DAFTAR PUSTAKA

Cox, Tom, Amanda, Griffith & Eusebio Rial-Gonzales. 2000. Work Related stress, officer for
official publications of the European Communities. Luxembourg.

Glazer, S., & Liu, C. (2017). Work, stress, coping, and stress management. Oxford Research
Encyclopedias.

Hidayat, A.A. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

King, Laura, A. (2010). Psikologi Umum. Sebuah Pandangan Apresiatif. Buku 2. Alih
Bahasa: Brian Marwensdy. Jakarta: Salemba Humanika.

Leka, Stravroula, Griffiths, A., & Cox, T. (2004). Work organization and stress. Protecting
Workers’ Health Series, 3. World Health Organization.

Levi.L. 1984. Stres In Industry Causes, Effect, and Prevention. International Labour Office,
Geneva.

Luthans, Fred. (2006). Perilaku Organisasi. Alih bahasa: Vivin Andhika Yuwono, Sekar
Purwanti, Arie P, dan Winong Rosari.Yogyakarta: Andi.

Mangkunegara, Anwar, Prabu. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Munandar, Ashar Sunyoto. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : UI-press.

Nasution, Hanida R. 2002. Stres Kerja dan Faktor-faktor yang Menyebabkannya. Majalah
Kesehatan Masyarakat: Infokes, Vol. VI, No. 2 September, FKM USU Medan

NIOSH publication: 99: 101, 2002, [Online]. [Accesed 28th Juli 2009]. Available from
World Wide Web: http://www.cdc.gov/niosh/stresswk.html

Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba
Empat.

Sarafino,P.Edward.1990.Health Psycology. Jhon Wiley & Sons. Inc. New York.

Umam, Khaerul. (2012). Perilaku Organisasi.Bandung: CV. Pustaka Setia.

Waluyo, Minto. (2009). Psikologi Teknik Industri. Yogyakarta; Graha Ilmu.

Wijono, S. (2015). Psikologi Industri & Organisasi. Jakarta: Prenadamedia Group.

Anda mungkin juga menyukai