1 Pengertian
Stres merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin stingere yang berarti “keras” (stricus).
Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan perkembangan penelaahan yang berlanjut dari
waktu ke waktu dari straise, strest, stresce, dan stress (Nasrudin, 2010). Pemahaman terkait stres
ini dapat dimulai dari pengertian stres menurut Anoraga (1992 ; Triatna, 2015), mengatakan
bahwa stres merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental, terhadap
suatu perubahan dilingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya
terancam. Tanggapan terhadap perubahan lingkungan ini berupa tegangan, jadi bukan tanggapan
biasa.
Stres merupakan suatu keadaan di mana seseorang mengalami ketegangan karena adanya kondisi-
kondisi yang mempengaruhi dirinya (Nasrudin, 2010).
Surya (1994; Triatna, 2015), menyatakan bahwa stres merupakan suatu keadaan dimana
seseorang mengalami ketegangan karena adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya.
Hal senada juga disampaikan oleh Handoko (1994 ; Triatna, 2015), yang mengatakan bahwa stres
adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi
seseorang.
Adapun Gibson dkk (1993; Triatna, 2015), mengartikan stres adalah tanggapan yang dapat
menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individual dan atau proses psikologis dan
motivasi untuk anggotanya dalam mencapai keberhasilan tersebut. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa yang mempengaruhi motivasi individu dalam mencapai keberhasilan adalah
adanya stress di lingkungan sosialnya bukan stress kerja. Dari pendapat-pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa stres kerja merupakan reaksi psikologis dan fisik terhadap kondisi-kondisi
internal atau suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan berdampak pada
Dalam artian karyawan yang mampu mengelola kepribadian dan sifatnya dengan baik serta
diberikan spesifikasi tugas yang jelas, maka karyawan tersebut akan termotivasi untuk
menyelesaikan pekerjaannya meskipun sulit. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa stress
kerja belum tentu dapat mempengaruhi motivasi karyawan (McGee et al, 1984; Wijono, 2015).
Pada dasarnya, sumber stress merupakan hasil timbal balik antara seorang individu dengan
lingkungannya. Ada dua faktor dari lingkungan individu yang menjadi sumber stress yaitu faktor
pekerjaan dan faktor diluar pekerjaan.
1) Faktor-faktor pekerjaan
Identifikasi sumber stres kerja diteliti oleh Soewondo (1993; Wijono, 2015) dan menghasilkan
antara lain sumber stres dapat berhubungan dengan:
a. Tempat kerja, yakni tempat dimana seorang karyawan menjalankan aktivitas pekerjaannya
terasa tidak nyaman seperti suhu ruangan kerja yang terlalu panas atau terlalu dingin, bising,
berbau kurang sedap dan lain-lain.
b. Isi pekerjaan, yakni hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan seperti batas waktu kerja, beban
kerja, tekanan waktu, kompleksitas pekerjaan, pekerjaan yang menumpuk, pekerjaan baru yang
belum dikenal, merupakan juga bisa menjadi sumber stress.
c. Syarat-syarat pekerjaan yang tidak mendukung pengembangan karirnya seperti karir tidak jelas,
kenaikan pangkat tertahan, tidak dipromosikan, status kepegawaian yang tidak jelas, tidak
mendapatkan rewasd merupakan hal-hal yang juga dapat menjadi stressor di tempat kerja.
d. Hubungan interpersonal dalam bekerja, seperti hubungan yang tidak seimbang seperti atasan
yang terlalu banyak menuntut, atasan yang menyebalkan, kurang apresiasi dari pimpinan, rekan
kerja yang kurang mendukung dan sebagainya.
Dengan demikian stres dapat menimbulkan dampak atau konsekuensi dalam aspek psikologi,
jasmaniah, perilaku dan lingkungan (Muhammad Surya, 1994; Triatna, 2015).
1) Aspek psikologis (kecenderungan gampang marah, frustasi, cemas, agresif, gugup, panik,
kebosanan, apatis, depresi, tidak bergairah, hilang percaya diri).
2) Aspek jasmaniah (perubahan hormonal, tekanan darah tinggi, denyut jantung meningkat, sulit
bernafas, gangguan pencernaan, gangguan saraf).
3) Aspek perilaku (kurang mampu membuat keputusan, mudah lupa, sensitive, pasif, kurang
bertanggung jawab).
4) Aspek lingkungan (suasana rumah tangga yang kurang harmonis, lingkungan pekerjaan yang
kurang produktif, masyarakat yang tidak tentram).
3 Dampak yang ditimbulkan dengan adanya stress kerja
Pendapat lain menurut Cox (1978; Gibson et al., 1993; Triatna, 2015), secara umum akibat atau
dampak dari stres ada beberapa kategori, meliputi:
1) Akibat Subjektif: kecemasan, agresif, acuh tak acuh, kebosanan, depresi, kelelahan, frustasi,
kehilangan kesabaran, rendah diri, gugup, dan perasaan terpencil.
2) Akibat Dalam Bentuk Perilaku: kecanduan alkohol, ledakan emosi, makan atau minum
berlebihan, bertindak mengikuti kata hati yang kadang-kadang irasional.
3) Akibat Kognitif: ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, mulut kering, banyak
keringat, sebentar-sebentar panas dingin.
4) Akibat Keorganisasian: ketidakhadiran, produktivitas rendah, mengasingkan diri, menurunnya
komitmen dan loyalitas pada organisasi kerja.
Mangkunegara (2007; Hamali, 2016) juga mengungkapkan cara mengatasi stres kerja dengan tiga
pola:
1) Pola Sehat, yaitu pola menghadapi stres yang terbaik dengan kemampuan mengelola perilaku
dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, tetapi menjadi lebih sehat dan
berkembang.
2) Pola keseimbangan (harmonis), yaitu pola menghadapi stres dengan cara mengelola waktu dan
kegiatan secara seimbang (harmonis) dan tidak menimbulkan kesibukan dan tentangan, dengan
cara mengatur waktu secara teratur.
3) Pola Patologis (kerusakan), yaitu pola dalam mengatasi stres yang memiliki akibat negatif
Memang untuk menghilangkan stress dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang paling efektif
adalah disesuaikan dengan kondisi realitas orang yang bersangkutan. Tiap orang bisa memiliki tingkat
stress masing-masing dan juga cara mengendalikan stress yang berbeda.
Dalam dunia kerja, salah satu cara untuk mengatasi stress berkaitan dengan pekerjaan bisa melalui
manajemen perencanaan yang baik.
4 Solusi untuk mengatasi stress kerja
> Skala prioritas
Hal-hal lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi stress dapat disesuaikan dengan diri sendiri.
Sebagai contoh:
-Mendekatkan diri kepada agama dan meningkatkan ibadah karena sadar bahwa masih ada sang Maha
Pengatur.
-Rutin melakukan aktivitas olahraga. Apalagi bila olahraga tersebut memungkinkan untuk berinteraksi
dengan banyak orang yang berbeda dengan individu yang ada di tempat kerja. Contoh: Klub
bersepeda, klub badminton, klub futsal dan sebagainya.
-Memiliki hobi yang bisa dilakukan di waktu luang. Contoh: di bidang otomotif, klub memancing,
bermain musik, travelling dan sebagainya.
-Keluarga yang harmonis. Dukungan dari keluarga terdekat tentu akan membuat seseorang menjadi
bersemangat. Apalagi bila keluarga tersebut dikarunia anak, maka bermain dengan anak sepulang dari