Anda di halaman 1dari 9

Pengertian Stres

Menurut Cervone dan Pevin (2012), Stress merupakan kejadian ketika


seseorang memandang situasi dan kondisi sebagai suatu hal yang membebani atau
hal yang diluar kemampuan mereka dan mampu membahayakan kesejahteraan
dirinya. Sedangkan menurut Robbins dan judge (2008), stress adalah kondisi
yang dinamik dimana individu dihadapkan dengan kesempatan, permintaan, atau
sumber yang berhubungan dengan apa yang diinginkan oleh individu tersebut
dimana hasilnya adalah merasa sama sama tidak pasti dan penting.
Menurut Looker dan Gregson (2005) stres sebagai sebuah keadaan yang
kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang
diterima dan kemampuan untuk mengatasinya. Sedangkan menurut Atkinson
(1991) stres sebagai kelebihan tuntutan atas kemampuan individu dalam
memenuhi tuntutan tersebut. Secara sederhana stres menurut Anoraga (2009)
merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental,
terhadap suatu perubahan dilingkungannya yang dirasakan mengganggu dan
mengakibatkan dirinya terancam.
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
stres merupakan bentuk tanggapan seseorang ketika memandang situasi dan
kondisi sebagai suatu hal yang membebani dan ketidak mampuan individu untuk
memenuhinya.
Pengertian stress kerja
Menurut Pendapat Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009) bahwa stres
kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang menyebabkan adanya
ketidakseimbangan antara fisik dan psikis, yang dapat mempengaruhi emosi,
proses berpikir, dan kondisi tenaga kerja.
Sedangkan Gibson (1995), menggambarkan stres kerja menjadi beberapa
konseptual, antara lain : stres sebagai tanggapan dan stres sebagai stimulus reaksi.
Stres sebagai tanggapan merupakan pendekatan yang mengutamakan pada

lingkungan. Sedangkan pendekatan stimulus reaksi didefinisikan stres sebagai


akibati dari interaksi antara stimulan lingkungan dengan reaksi individu.
Rice (1999) berpendapat bahwa seseorang bisa dikategorikan mengalami
stres kerja apabila mengalami stress yang melibatkan pihak organisasi atau
perusahaan tenaga kerja, namun penyebab stres tidak hanya berasal dari dalam
perusahaan melainkan karena masalah rumah tangga yang terbawa ke dalam
pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi stres
kerja.
Menurut Ubaidilah (2007), stres kerja dapat dipahami sebagai suatu
keadaan dimana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau
belum bisa dijangkau oleh kemampuannya.
International Labour Organization (ILO) mendeskripsikan stres kerja
adalah suatu respon fisik dan emosi akibat kebutuhan pekerjaan tidak tepat dengan
kemampuan, daya, dan keinginan pekerjanya. pengertian yang lebih sederhana
stres kerja merupakan respon dari tekanan yang berlebih di tempat kerja, baik
respon fisik maupun psikologis (HSE Executive, 2010).
Menurut Noviansyah dan Zunaidah (2011) stres kerja adalah respon
adaptif yang dihubungkan oleh ketidaksamaan individu dan/atau proses psikologi
yang merupakan akibat dari tindakan, situasi, dan lingkungan yang memperoleh
tuntutan psikologis dan/atau fisik yang melebihi kemampuan seseorang.
Sedangkan menurut Waluyo (2013) stres kerja dapat diartikan sebagai stressor
kerja yang mengakibatkan terjadinya reaksi individu baik reaksi fisiologis,
psikologis, maupun perilaku. Lingkungan pekerjaan dapat menjadi sebuah stressor
kerja. Stressor kerja adalah semua kondisi pekerjaan yang dipahami tenaga kerja
sebagai suatu tuntutan dan mampu menghasilkan stres kerja. Tiap aspek dalam
pekerjaan mampu menjadi pemicu terjadinya stres. Tenaga kerja atau karyawan
sendiri yang mampu memutuskan sejauh mana kondisi yang dihadapi merupakan
situasi stres atau tidak (Munandar, 2008).

Berdasarkan definisi dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa


stres kerja adalah suatu kondisi yang terjadi akibat tidak seimbangnya antara
tuntutan psikologi dan/atau fisik dengan kemampuan, daya, dan keinginan tenaga
kerja yang di respon baik secara fisik ataupun emosi.
Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja
Sumber Potensial
Faktor Lingkungan
1. Ketidakpastian ekonomi
2. Ketidakpastian politik
3. Ketidakpastian teknologi

konsekuensi
Perbedaan Individu
1. Persepsi
2. Pengalaman Kerja
3. Keyakinan Individu
4. Permusuhan

Faktor Organisatoris
1. Tuntutan tugas
2.Tuntutan Peran
3. Tuntutan Interpersonal
4. Tuntutan Intrapersonal
5. Struktur Organisasi
6. Kepemimpinan Organisasi
7. Tahap Kehidupan Organisasi

Gejala Psikologi

Pengalaman Stres

Faktor Individu
1. Masalah keluarga
2. Ekonomi
3. Kepribadian

Gejala fisiologis

Gejala Kepribadian

Gambar 1. A Model of Stress (Robbin, 1998)


Menurut Robbins (1998) terdapat tiga faktor yang menjadi sumber stres,
yaitu lingkungan (environmental), organisasional (organizational), dan individual.
Penjelas mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab stres kerja adalah sebagai
berikut :
Faktor Lingkungan
Lingkungan kerja tidak hanya mempengaruhi desain suatu struktur
organisasi, namun juga dapat mempengaruhi stres antara pekerja dan
organisasinya.

Faktor

lingkungan

yang

mampu

mempengaruhi

adalah

ketidakpastian politik, ketidakpastian situasi ekonomi, yang merupakan imbas dari

perubahan dunia bisnis sehingga dapat meningkatkan kekhawatiran pegawai akan


keberlangsungan pekerjaannya serta ketidakpastian teknologi yang memaksa
pekerja harus memperbaharui kemampuan dalam pengoperasian alat-alat
teknologi.
Faktor Organisasi
Tekanan dan tuntutan yang dilaksanakan untuk menghindari kesalahan
dan menyelesaikan pekerjaan dalam waktu terbatas, jumlah pekerjaan yang
berlebihan, pekerja dituntut buntuk bekerja melebihi kapasitasnya, perhatian yang
rendah dari pimpinan dan tidak adanya kenyamanan dengan rekan kerja
merupakan beberapa contoh yang bisa mempengaruhi ada tidaknya stresor yang
mengakibatkan stres kerja (Robbin, 1998). Robbin juga menambahkan beberapa
faktor-faktor organisasi diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Tuntutan pekerjaan. Faktor tersebut berhubungan dengan pekerjaan,
meliputi perencanaan dari pekerjaan tersebut (autonomi, pekerjaan, struktur
organisasi, variasi, kepemimpinan organisasi, dan iklim organisasi) (Munandar,
2008).
2) Tuntutan peran. Faktor tersebut berhubungan dengan tekanan di
lingkungan kerja yang dirasakan tenaga kerja imbas dari peran yang dimainkan
dalam organisasinya. Konflik peran yang menyebabkan pengharapan yang
memicu pekerja kesulitan untuk membaur dengan lingkungan sosial dan mudah
merasa puas dengan hasil kerjanya. Peran yang berlebih juga berpengaruh pada
tingkat stres kerja. Peran berlebih terjadi ketika tenaga kerja diminta untuk bekerja
melebihi batas waktu yang telah disetujui. Selain faktor peran yang berlebih faktor
lain yang berpengaruh pada tingkat stres adalah ambiguitas peran. Ambiguitas
peran merupakan suatu kondisi dimana tenaga kerja merasa tidak tergambarkan
dan mengerti dengan jelas mengenai pekerjaan (Hadipoetro, 2014).
3) Tuntutan interpersonal merupakan faktor yang mempengaruhi stres
yang berasal dari tenaga kerja lain. Minimnya dukungan sosial dari rekan kerja

dan kurangnya hubungan interpersonal dapat menyebabkan stres kerja, utamanya


pada pekerjaana yang membutuhkan kebutuhan sosial yang tinggi (Robbin, 1998).
4) Struktur organisasi, yaitu faktor yang menjelaskan perbedaan level
pada organisasi, derajat aturan dan regulasi dan cara keputusan akan dibuat.
Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan
dapat menyebabkan stres kerja bagi karyawan (Anoraga, 2009).
5) Kepemimpinan organisasi mampu mempengaruhi manajemen dalam
berorganisasi. Pihak-pihak di organisasi mampu menimbulkan suasana organisasi
yang ketegangan, ketakutan dan kecemasan (Munandar, 2008).
Faktor individual
Individu merupakan perantara yang dapat mempengaruhi stres kerja.
Pada umumnya individu bekerja dalam 7 sampai 8 jam kerja dalam satu hari atau
setara 40 sampai 50 jam kerja dalam seminggu. Pengalaman dan masalah yang
sedang dihadapi individu di luar jam kerja mampu mempengaruhi efektivitas
pekerjaan. Masalah diluar jam kerja yang dapat mempengaruhi efektivitas kerja
antara lain masalah keluarga, keperibadian individu, dan masalah ekonomi dapat
menjadi sumber stres kerja (Munandar, 2008).
Sumber sumber Stres Kerja
Menurut Hardjana (1994) bahwa terdapat tiga sumber stres yang terjadi
pada manusia, yaitu :
a. Sumber stres dari dalam diri seseorang
Penyakit (illness) dan pertentangan (conflict) merupakan sumber stres
yang berasal dari dalam diri seseorang.
b. Sumber stres dari dalam keluarga
Satuan inti terkecil dalam keluarga adalah keluarga, keluarga mampu
menjadi salah satu sumber stres tersendiri. Stres dalam keluarga
terjadi karena setiap anggota keluarga mempunyai perilaku,
kebutuhan serta kepribadian yang berbeda- beda. Sehingga perilaku
yang kurang terkendali dan tidak menyenangkan, harapan, keinginan

dan cita-cita yang sering berlawanan dan watak serta sifat-sifat yang
tidak dapat dipadukan akan memicu konflik antar keluarga.
c. Sumber stres dalam lingkungan
Lingkungan kerja
Lingkungan kerja dapat menjadi sumber stres karena beberapa alasan
antara tuntutan kerja, tanggung jawab kerja, lingkungan fisik kerja,
rasa kurang memiliki pengendalian, hubungan antara manusia yang
buruk, kurang pengakuan dan peningkatan jenjang karier, serta rasa
kurang aman dalam kerja.
Lingkungan hidup
Kebisingan, keterbatasan ruang gerak, udara yang penuh dengan
polusi serta terganggunya rasa privasi merupakan contoh stres yang
muncul di lingkungan tempat kita tinggal.
Menurut Rice (1999) level stres kerja dapat dipengaruhi oleh faktor
individu. Faktor-faktor individual tersebut dinamakan individual differences.
Individual Differences terbagi menjadi 5 variabel antara lain persepsi, pengalaman
bekerja, dukungan sosial, locus of control, dan permusuhan (hostility). Penjelasan
mengenai variable individual differences adalah sebagai berikut :
1) Persepsi,
Persepsi merupakan cara pandang atau respon seseorang terhadap
sesuatu hal. Cara pandang inilah yang mempengaruhi potensi
terjadinya stres pada pekerja. Contoh dari persepsi di tempat kerja
adalah cara seseorang dalam menanggapi teguran dari atasan,
terdapat pekerja yang mempersepsikan teguran sebagai suatu hal
yang buruk sementara ada juga yang mempersepsikan sebagai bentuk
perhatian dari atasan agar bekerja lebih baik lagi.
2) Pengalaman bekerja,
Seseorang yang sudah lama bekerja dalam sebuah organisasi
mempunyai daya resisten yang terhadap stres kerja ataupun stressor
yang ada pada organisasi kerja tersebut.
3) Social support,
Jenis pekerjaan yang membutuhkan kebutuhan sosial yang tingggi
sangat berpotensi terkena stress kerja. Maka dari itu dukungan sosial

sangat dibutuhkan oleh tenaga kerja baik yang berasal dari keluarga,
teman, dan komunitas.
4) Kepercayaan tehadap locus of control
baik internal maupun eksternal. Pekerja yang memiliki Internal locus
of control mempercayai bahwa kehidupan pekerja dikontrol oleh diri
sendiri, sedangkan external locus of control mempercayai bahwa
kehidupan pekerja telah dikontrol oleh kekuatan diluar dirinya.
Dalam situasi stres, internal locus of control memberi kecenderungan
adanya kepercayaan bahwa pekerja akan mendapatkan efek yang riil
dari kondisi tersebut, sehingga pekerja merasa harus melakukan
sesuatu untuk dapat mengatasi situasi, sedangkan pekerja yang
memiliki external locus of control akan lebih pasif dan defensif.
5) Hostility (permusuhan),
kepribadian tipe A adalah kepribadian yang berlebihan terhadap
pekerjaan, suka bergelut dengan sekitarnya, tidak sabar atau selalu
melakukan persaingan yang menciptakan permusuhan sehingga
memiliki resiko mengalami stres kerja yang tinggi.
Gejala Stres
Menurut Handoyo (2001), gejala stres terbagi menjadi tiga aspek:
a) Gejala Fisiologis Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah,
meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin, gangguan gastrointestinal,
mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan kardiovaskuler,
gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala
pusing, ketegangan otot, sulit tidur atau kebanyakkan tidur.
b) Gejala Psikologi atau Emosional Kecemasan, ketegangan, bingung,
mudah marah, sensitif, memendam perasaan, komunikasi tidak efektif,
mengurung diri, depresi, merasa terasing dan mengasingkan diri, kebosanan,
ketidakpuasan kerja, lelah mental, menurunnya fungsi intelektual, kehilangan
daya konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreativitas, kehilangan semangat
hidup, menurunnya harga diri dan rasa percaya diri.

c) Gejala Perilaku atau Interpersonal Menunda atau menghindari tugas,


penurunan prestasi dan produktivitas, meningkatnya penggunaan minuman keras,
perilaku sabotase, meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak
normal (berlebih atau kurang), kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis
berat badan, meningkatnya agresifitas dan kriminalitas, penurunan kualitas
hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman serta kecenderungan bunuh
diri.
Pengukuran Stres Kerja
Skala stres kerja yang digunakan didasarkan pada penelitian
yang dilakukan oleh Kohn P.M dan Macdonald J. E (1992) The Survey of
Recent Life Experiences a Decontaminated Hassles Scale for Adults.
Tingkat stres berdasarkan Daily Hassles and Stres Scale (DHSS)
memiliki lima tingkatan yaitu tingkat stres sangat ringan, tingkat stress
ringan, tingkat stres sedang, tingkat stres tinggi, dan tingkat stres
sangat tinggi. Skala tersebut terbagi menjadi 6 aspek yaitu: 1)
Kesulitan sosial dan budaya Kesulitan sosial dan budaya menjelaskan
hubungan interpersonal yang dialami individu seperti kesulitan dalam
persahabatan, keluarga, dan kasih sayang serta hubungan individu dan
lingkungan seperti pada masyarakat modern yang mengalami tingkat
kebisingan yang tinggi dan kesulitan menghadapi teknologi yang
kompleks. 2) Pekerjaan Pekerjaan memicu seseorang mengalami stres.
Hal ini dialami individu ketika individu tidak puas dengan pekerjaannya,
tidak menyukai pekerjaannya, mengalami konflik dengan atasan
ditempat

kerja,

penilaian

pekerjaan

yang

menurun

kehilangan

pekerjaan. 3) Tekanan waktu Individu dapat mengalami stres karena


waktu yang dimiliki tidak sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Hal
ini memicu individu tertakan oleh waktu seperti terlalu banyak hal
yang dilakukan sekaligus dalam satu waktu, tidak cukup waktu untuk
memenuhi kewajiban, tidak memiliki waktu luang, tanggung jawab
yang banyak sehingga menghabiskan waktu, bekerja keras sepanjang
waktu

untuk

kelangsungan

hidup.

4)

Keuangan

Permasalahan

keuangan yang dialami setiap individu dapat memicu timbulnya stres,

misal ketika individu mengalami kesulitan keuangan, beban keuangan,


konflik keuangan dengan keluarga dan teman. 5) Penerimaan sosial
Penerimaan sosial yang dialami individu dalam hubungan individu
dengan sosial dalam memicu stres pada individu. Hal ini terjadi karena
adanya

penolakan

ketidakpuasan

sosial

dengan

diri

yang

dialami

sendiri,

dan

individu,
tidak

isolasi

sosial,

dihiraukan

oleh

lingkungan sekitar. 6) Korban sosial Korban sosial merupakan salah


satu aspek yang memicu stres pada individu. Hal ini berhubungan
dengan

individu

yang

mengalami

penganiayaan

sosial

seperti

penipuan, dimanfaatkan orang lain. Berdasarkan uraikan diatas dapat


disimpulkan bahwa terdapat aspek-aspek dalam stres yang merupakan
gangguan sebagai respon terhadap stres terdiri dari aspek biologis,
psikososial yang menyebabkan gangguan kognitif, emosi dan perilaku
sosial

agresif

dan

aspek

stres

sebagai

akibat

permasalahan-

permasalahan kehidupan yang dialami individu yang memicu terjadi


stres seperti kesulitan sosial dan budaya, pekerjaan, tekanan waktu,
keuangan, penerimaan sosial, dan korban sosial.

Anda mungkin juga menyukai