Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Stres Kerja

1. Pengertian Stres Kerja

Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses

berfikir, dan kondisi seseorang (Handoko : 2004). Sedangkan stres menurut

Helmi, 2000 (dalam Safaria, 2012) adalah mekanisme interaktif yang dimulai dari

datangnya stresor sampai munculnya respon stres.

Pendapat lain, Cloninger, 1996 (dalam Safaria, 2012) mengemukakan stres

adalah keadaan yang membuat tegang yang terjadi ketika seseorang mendapatkan

masalah atau tantangan dan belum mempunyai jalan keluarnya atau banyak

pikiran yang mengganggu seorang terhadap sesuatu yang akan dilakukannya.

Situasi yang menuntut tersebut dipandang sebagai beban atau melebihi

kemampuan individu untuk mengatasinya. Ketika individu tidak dapat

menyelesaikan atau mengatasi stres dengan efektif maka stres tersebut berpotensi

untuk menyebabkan gangguan psikologis lainnya seperti Post Traumatc Stres

Disorderi.

Stres dapat sangat membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan

salah (Dysfunctional) atau merusak prestasi kerja. Secara sederhana hal ini berarti

10
11

bahwa stres mempunyai potensi untuk mendoong atau mengganggu pelaksanaan

kerja, tergantung seberapa tingkat stres.

Stres kerja adalah sebuah ketidakcocokan antara keahlian dan kemampuan

seseorang yang tidak sesuai dengna tuntutan pekerjaan dalam memnuhi kebutuhan

seseorang (Rugas and Coch dalam Wijoyo Sutarto) Namun Beh dan Newman

(1978) (didalam psikologi industri dan organisasi oleh Wijoyo Sutarto)

mendefinisikan bahwa stres kerja sebagai suatu keadaan yang timbul dalam

interaksi diantara manusia dan pekerjaan. Sebaliknya, Selye (dalam Wijoyo

Sutarto) berpendapat bahwa stres kerja merupakan suatu konsep yang terus

menerus bertambah. Ini terjadi jika semakin banyak permintaan, maka semakin

bertambah munculnya potensi stres kerja dan peluang untuk menghadapi

ketegangan akanikut bertambah pula.

Stres kerja adalah sebuah ketidakcocokan antara keahlian dan kemampuan

seseorang yang tidak sesuai dengna tuntutan pekerjaan dalam

2. Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja

Kebanyakan orang menghabiskan waktu untuk bekerja daripada mereka

melakukan berbagai aktifitas lainya. Wajarlah jika kemudian pekerjaan menjadi

sumber utama dari stres. Stres fisik berdampak pada kesehatan fisik dan mental

karyawan. Menurut Cooper (Rice, 1992) sumber stres kerja sebagai berikut :

a. Kondisi pekerjaan

Kondisi pekerjaan meliputi :


12

1) Lingkungan kerja. kondisi pekerjaan yang buruk berpotensi penyebab

karyawan mudah sakit, stres, dan sulit berkonsentrasi sehingga

menyebabkan menurunya produktivitas keraj

2) Overload. Dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif maksudnya jika

pekerjaan yang banyak yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan.

Akibatnya karyawan akan mudah lelah dan berada dalam ketegangan

tinggi. Overload secara kualitatif jika pekerjaan tersebut sangat kompleks

dan sulit sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif

3) Deprivational stres, yaitu kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang atau

tidak lagi menarik

4) Pekerjaan beresilko tinggi. Jenis pekerjaan yang berbahaya berpotensi

menimbulkan stres kerja.

b. Stres karena peran

Sebagian besar karyawan yang bekerja khususnya wanita dikabarkan sebagai

pihak yang mengalami stres lebih tinggi dibandingkan pria. Masalahnya

wanita yang bekerja mengalami konflik peran sebagai wanita karir sekaligus

sebagai ibu rumah tangga yang baik dan benar. Sehingga banyak wanita karir

yang merasa bersalah ketika harus bekerja. Perasaan bersalah ditambah

dengan tuntutan dari dua sisi, yaitu pekerjaan dan ekonomi rumah tangga,

sangat berpotensi menyebabkan wanita bekerja mengalami stres.

c. Faktor interpersonal
13

Hubungan interpersonal dilingkungan kerja merupakan hal yang sangat

penting ditempat kerja. dukungan dari sesame pekerja, manajemenm keluarga,

dan teman-teman diyakini dapat menghambat timbulnya stres. Dengan

demikian perlu adanya kepedulian pihak manajemen pada karyawan agar

selalu terciptanya hubungan yang harmonis

d. Pengembangan karir

Karyawan biasanya mempunyai harapan dalam kehidupan karirnya, yang

ditujukan pada pencapaian prestasi dan pemenuhan kebutuhan untuk

aktualisasi diri

e. Struktur organisasi

Struktur organisasi berpotensi menimbulkan stres apabila diberlakukan secara

kaku, pihak manajemen kurang mempedulikan inisiatif karyawan, tidak

melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, dan tidak adanya

dukungan bagi kreativitas karyawan.

Menurut Stephen dan Timothy : 2015, bahwa terdapat tiga kategori dari

sumber stres potensial, yaitu: lingkungan, organisasi, dan pribadi.

Faktor lingkungan, seperti ketidak pastian lingkungan akan

mempengaruhi desain dan struktur organisasi, hal ini juga mempengaruhi level

stres kerja dan tata karyawan didalam organisasi. Terdapat juga tipe ketidak

pastian lingkungan yang utama, ekonomi, politik, dan teknologi.

Perubahan dalam siklus hidup bisnis dapat menciptakan ketidak pastian

ekonomi, ketika ekonomi terkena hantaman, sebagai contoh, maka orang akan
14

semakin cemas dengan keamanan pekerjaan mereka. Ketidakpastian politik

cenderung tidak menciptakan stres. Alasan yang jelas adalah negara-negara maju

memiliki sistem politik yang stabil, yang perubahannya biasanya

diimplementasikan secara teratur. Oleh karena inovasi dapat membuat

keterampilan dan pengalaman karyawan akan using dalam waktu yang sangat

singkat, komputer, robotik, otomasi, dan bentuk-bentuk yang mirip dari perubahan

teknologi juga merupakan sebuah ancaman bagi banyak orang dan menyebabkan

mereka menjadi stres.

Faktor organisasi. Telah dikategorikan faktor-faktor tersebut disekitar

tuntutan tugas, peranan, dan interpersonal. Tuntutan tugas terkait dengan

pekerjaan dari seseorang. Mereka meliputi desain pekerjaan (tingkat kemandirian,

variasi tugas, tingkat otomatisasi) kondisi kerja, dan tata ruang kerja secara

baik.Tuntutan peranan terkait dengan tekanan yang ditempatkan pada seseorang

sebagai fungsi dari peranan tertentu yang dia pegang dalam organisasi. Konflik

peran menciptakan ekspektasi yang akan sulit untuk mendamaikan atau

memuaskan. Beban peran yang berlebihan terjadi ketika karyawan diharapkan

untuk melakukan lebih banyak daripada batas waktu. Ketidakjelasan peranan

berarti ekspektasi peran tidak secara jelas dipahami dan karyawan tidak yakin apa

yang harus dia lakukan. Tuntutan interpersonal merupakan tekanan yang

diciptakan oleh para karyawan lainnya. Pertumbuhan riset yang sangat cepat juga

menunjukkan bahwa perilaku dari rekan dan supervisor yang negatif, meliputi
15

perkelahian, intimidasi, ketidaksopanan, pelecehan seksual sangat kuat terkait

dengan stres ditempat kerja.

Faktor pribadi. Kategori terakhir kita adalah faktor-faktor didalam

kehidupan pribadi dari karyawan yaitu permasalahan keluarga, permasalahan

ekonomi pribadi, dan karakteristik kepribadian yang inheren.

Hasil survey nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang-orang

yang memiliki hubungan keluarga dan pribadi yang berharga. Masalah keluarga

dapat menciptakan stres pada karyawan seringkali tidak dapat ditinggalkan pada

pintu depan ketika mereka sampai ditempat kerja. Tanpa memperhatikan level

penghasilan, permasalahan ekonomi, atau sumber financial yang berlebihan dapat

menciptakan stres dan menyedot perhatian menjauh dari pekerjaan.Para peneliti

menyimpulkan bahwa beberapa orang memiliki kecendrungan yang inheren untuk

menekankan pada aspek yang negatif. Faktor individu yang signifikan yang

mempengaruhi stres adalah watak dasar dari seseorang. Riset berikutnya telah

menyarankan bahwa gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan sebenarnya

berpangkal didalam kepribadian seseorang.

3. Jenis Stres dan Reaksi Stres

Defenisi kontemporer menyebut stres dari lingkungan eksternal sebagai

stresor (misalnya masalah pekerjaan), respons terhadap stresor sebagai stres atau

distres (misalnya perasaan terhadap tekanan). Para peneliti juga membedakan

antara stres yang merugikan dan merusak yang disebut distres, dan stres yang
16

positif dan menguntungkan, yang disebut eustres. Selye (Sarafino, 1998)

menyebutkan satu jenis stres yang sangat berbahaya dan merugikan, disebut

dengan Distres. Satu jenis stres lainnya yang justru bermanfaat atau konstruksif

disebut Eustres. Stres jangka pendek mungkin mempunyai akibat yang

bermanfaat, tetapi jika stres berlangsung terus-menerus akibat yang terjadi

menjadi negative, karena akan menggangu kesehatan dan kehidupan pada

umumnya.

Menurut Helmi (2000) ada empat macam reaksi stres, yaitu reaksi

psikologi, fisiologi, proses berpikir, dan tingkah laku. Keempat macam reaksi ini

dalam perwujudannya dapat bersifat positif, tetapi juga dapat berwujud negative.

Reaksi yang bersifat negatif antara lain berikut ini. (a) Reaksi psikologis, biasanya

lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti mudah marah, sedih, ataupun mudah

tersinggung. (b) Reaksi fisiologis, biasanya muncul dalam bentuk keluhan fisik,

seperti pusing, nyeri tengkuk, tekanan darah naik, nyeri lambung, gatal-gatal di

kulit, ataupun rambut rontok. (c) Reaksi proses berpikir (kognitif), biasanya

tampak dalam gejala sulit berkonsentrasi, mudah lupa, ataupun sulit mengambil

keputusan. (d) Reaksi perilaku. Pada remaja tampak dari perilaku-perilaku

menyimpang seperti mabuk, nge-pil, frekuensi merokok meningkat ataupun

menghindar bertemu dengan temannya.

4. Gejala – Gejala Stres Kerja


17

Ada beberapa gejala stres dapat dilihat dari berbagai faktor yang

menunjukkan adanya perubahan, baik secara fisiologis, psikologis maupun sikap

(menurut Wiyono Sutarto : 2004). Perubahan fisiologis ditandai oleh adanya

gejala–gejala seperti merasa letih / lelah, kehabisan tenaga, pusing, gangguan

pencernaan. Sedangkan perubahan psikologis ditandai oleh adanya kecemasan

yang berlarut-larut, sulit tidur, nafas tersengal-sengal, dan berikutnya perubahan

sikap seperti keras kepala, mudah marah dan tidak puas terhadap apa yang

dicapai.

Sedangkan menurut Stephen dan Timothy (2015) gejala-gejala tersebut

dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : fisiologis, psikologis dan gejala perilaku.

a. Gejala Fisiologis. Pekerjaan bisa mengarah pada kesimpulan bahwa stres

dapat menciptakan perubahan didalam tubuh meliputi :

- Meningkatkan detak jantung dan tekanan darah

- Kelelahan fisik

- Ketegangan otot

- Gangguan tidur

- Sakit kepala

Salah satu masalah diatas yang membuat hubungan antara

pekerjaan-stres-kesehatan adalah beberapa wanita membawa masalah

kesehatan fisiknya ke pekerjaan. Hal ini bisa berhubungan dengan perilaku

yang beresiko tinggi pada lingkungan social. Kondisi tempat kerja bisa
18

memperberat masalah kesehatan. Walaupun hal ini membuat lebih nyata tetapi

pekerjaanlah yang terindikasi besar pada masalah kesehatan

b. Gejala Psikologis. Stres memperlihatkan dirinya sendiri dalam keadaan

psikologis seperti:

- Ketegangan, kecemasan sifat lekas marah

- Sifat frustasi, marah dan kesal

- Emosi yang sensitive dan hiperaktif

- Kemampuan berkomunikasi efektif menjadi berkurang

- Kebosanan dan ketidak puasan dalam bekerja

- Kelelahan mental dan menurunya fungsi intelektual

c. Gejala Perilaku. Gejala stres yang terkait dengan perilaku meliputi :

- Bermalas-malasan dan menghindari pekerjaan

- Kinerja dan produktivitas menurun

- Makan berlebihan sebagai pelarian yang bisa mengakibatkan obesitas

- Kehilangan selera makan dan menurunya berat badan secara tiba-tiba

- Meningkatnya perilaku beresiko tinggi

- Hubungan yang tidak harmonis dengan keluarga dan teman.

Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena

perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat. Dan, baru dirasakan bilamana

tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari

baik dirumah, di tempat kerja ataupun di pergaulan lingkungan sosialnya.


19

5. Tahap-Tahap Stres

Dalam penelitinnya membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :

Stres tahap I

Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan, dan biasanya

disertai dengan perasaan-perasaan berikut :

a. Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting).

b. Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasa.

c. Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya; namun tanpa

disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang

berlebihan pula.

d. Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat,

namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

Stres tahap II

Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan”

sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul

keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup

sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk istirahat. Istirahat antara lain

dengan tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan

energi yang mengalami deficit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh

seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut :

a. Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar.

b. Merasa mudah lelah sesudah makan siang.


20

c. Lekas merasa capai menjelang sore hari.

d. Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman.

e. Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar)

f. Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.

g. Tidak bias santai.

Stres tahap III

Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaanya tanpa

menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stres tahap II tersebut

diatas, maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang

semakin nyata dan mengganggu, yaitu:

a. Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag”

(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare).

b. Ketegangan otot-otot semakin terasa.

c. Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat.

d. Gangguan pola tidur (insomnia).

e. Koordinasi tubuh terganggu (bada terasa oyong dan serasa mau pingsan).

Stres tahap IV

Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter

sehubungan dengan keluhan-keluhan stres pada tahap III diatas, oleh dokter

dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ

tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus memaksakan diri untuk

bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul :
21

a. Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit.

b. Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan

menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.

c. Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk

merespons secara memadai.

d. Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari.

e. Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan.

f. Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.

g. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa

penyebabnya.

Stres tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V

yang ditandai dengna hal-hal berikut :

a. Kelelahan fisik dan mental yang semain mendalam.

b. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan

sederhana.

c. Gangguan sistem pencernaan semakin berat.

d. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah

bingung dan panik.

Stres tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan

panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami
22

stres tahap VI ini berulang kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU,

meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik pada

organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut :

a. Debaran jantung teramat keras.

b. Susah bernafas (sesak dan megap-megap).

c. Sekujur badan terasa gemetar, dingin, dan keringat bercucuran.

d. Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan.

e. Pingsan atau kolaps.

6. Dampak Stres

a. Dampak Negatif Stres

Stres dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu. Dampak tersebut

bisa merupakan gejala fisik maupun psikis dan akan menimbulkan gejala-gejala

tertentu. Reaksi dari stres bagi individu dapat digolongkan menjadi beberapa

gejala (Rice, 1992), yaitu sebagai berikut : Gejala fisiologis, berupa keluhan

seperti sakit kepala, sembelit, diare, sakit pinggang, urat tegang pada tengkuk,

tekanan darah tinggi, kelelahan, sakit perut, maag, berubah selera makan, susah

tidur, dan kehilangan semangat. Gejala emosiional, berupa keluhans eperti

gelisah, cemas, mudah marah, gugup, takut, mudah tersinggung, sedih, dan

depresi. Gejala kognitif, berupa keluhan seperti susah berkonsentrasi, sulit

membuat keputusan, mudah lupa, melamun secara berlebihan, dan pikiran kacau.

Gejala interpersonal, berupa sikap acuh tak acuh pada lingkungan, apatis, agresif,

minder, kehilangan kepercayaan pada orang lain, dan mudah mempersalahkan


23

orang lain. Gejala organisasional, berupa meningkatnya keabsenan dalam kerja /

kuliah, menurunya produktivitas, ketegangan dengan rekan kerja, ketidakpuasan

kerja dan menurunya dorongan untuk berprestasi.

Kelima dampak ini akan dialami oleh individu ketika dia mengalami stres.

Individu harus memahami gejala-gejalaini ketika mengalami stres. Pemahamam

terhadap gejala-gejala stres tersebut akan membuat individu mampu untuk

melakukan tindakan preventif sehingga dapat mengurangi dampak negatif dari

stres melalui coping yang efektif.

b. Dampak Negatif Stres

Dampak negatif yang terjadi akibat stres dapat dijelaskan menurut teori

sindrom adaptasi umum (general adaptation system, GAS). Menurut Selye (Rice,

1992) ada tiga tahap yang disebut sebagai sindrom adaptasi umum, yaitu berikut

ini.

Tahap pertama. Reaksi alarm (alarm reaction). Reaksi alarm terjadi ketika

stimulasi pertama kalinya dari stresor yang menimbulkan ketegangan yang

diterima oleh receptor. Selama tahap ini, sistem simpatetik dan dan

kelenjar-kelenjar tubuh mulai mengeluarkan hormone-hormonnya untuk tujuan

penciptaan energi tubuh menghadapi tegangan. Jika ketegangan itu terus terjadi

maka tubuh akan memasuki tahap berikutnya.

Tahap kedua. Resistensi (resistensi). Selama tahap ini tubuh terus-menerus

mengeluarkan energinya untuk bertahan dan melawan ketegangan yang ada.

Hormone-hormon stres mulai meningkat kadarnya di dalam tubuh seperti


24

adrenalin, nonadrenalin, dan kortisol. Semua hormon- hormon itu digunakan

untuk member energi pada tubuh untuk melawan ketegangan. Keadaan ini akan

menyebabkan sistem--sistem pertumbuhan dalam tubuh akan terganggu

fungsinya, dan jika ketegangan masih terus berlangsung tubuh akan masuk pada

tahap terakir.

Tahap ketiga. Kelelahan (exhaustion). Selama tahap ini tubuh telah

kehabisan energi untuk terus-menerus melawan ketegangan-ketegangan yang ada

sehingga jika hal ini terus berlangsung akan berdampak negatif karena rusaknya

sistem-sistem pertumbuhan di dalam tubuh. Dampak tersebut antara lain

timbulnya penyakit jantung, maag, hiperensi, migrain, diabetes, dan lain

sebagainya.

7. Manajemen Stres

Cara terbaik untuk mengurangi stres adalah dengan menangani

penyebab-penyebabnya (Handoko : 2004). Sebagai contoh dengan memindahkan

ke pekerjaan lain, menyediakan lingkungan kerja baru, latihan dan pengembangan

karir dapat diberikan untuk membuat karyawan mampu melaksanakan pekerjaan

baru; merancang kembali pekerjaan-pekerjaan.

Sedangkan menurut Niven dan Neil (2002), ada 2 cara mengatasi stres

yaitu relaksasi dan meditasi. Relaksasi. Relaksasi menurut pemikiran beberapa

orang adalah duduk bersandar pada sebuah kursi berlengan yang nyaman atau

“melekur di tempat tidur” dengan sebuah buku yang besar. Salah satu tekniknya

adalah relaksasi otot positif (Jacobson, 1987) dalam Miven 2002.Relaksasi otot
25

positif mencoba mengajarkan orang untuk mengenal kapan kontraksi otot-otot

rangka berlebihan terjadi dan bagaimana merelaksasikan otot-otot ini untuk

mengurangi ketegangan.

Meditasi. Meditasi menurut Bensor (1925) dalam Niven 2002, telah

mengemukakan prosedur yang dirancang untuk membantu individu yang

berhadapan pada situasi yang penuh stres. Teknik inimemerlukan empat elemen

dasar yaitu : (1) Lingkungan yang tenang, individu biasanya disarankan

memejamkan matanya. (2) Persiapan mental, dalam hal ini biasanya sebuah suku

kata direly berkali-kali dalam hati. Tujuanya mengurangi kekacauan. (3) Sikap

positif, pengikatan pikiran akan tujuan selama periode tersebut adalah penting

untuk bersikap acuh dan berkonsentrasi pada teknik. (4) Pengurangantonis otot,

individu harus duduk dalam posisi yang nyaman.

Sedangkan menurut Wijono (2014), Pendekatan dibagi menjadi dua, yaitu

pendekatan pribadi dan pendekatan organisasi.

1. Pendekatan Pribadi

Untuk melakukan pendekatan pribadi, pendiri dapat menggunakan dua

strategi (Tosi, 1950), yaitu strategi psikologis dan strategi fisiologis.

a. Strategi Psikologis

Strategi psikologis menitikberatkan pada usaha mengelola stres kerja untuk

perubahan perilaku melalui : (1) Peningkatan Kesadaran Diri. Memahami gejala


26

munculnya ketegangan secara lebih dini dengan sikap yang wajar dalam bekerja

merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan kesadaran diri dalam

memahami stres kerja. Kesadaran diri bertujuan untuk membantu menjernihkan

pikiran seseorang agar dapat mengendalika emosi dan menghindari beban psikis

dan stres kerja yang bersumber dari kondisi, situasi, atau peristiwa dalam

pekerjaannya. (2) Pengurangan Ketegangan. Strategi yang digunakan dalam

pengurangan ketegangan dalam stres kerja ini adalah mencari tempat yang tenang

untuk melakukan “meditasi”, menempatkan posisi tubuh dengan nyaman, rileks,

memejamkan mata dan melepaskan ketegangan otot-otot dengan mendengarkan

pernapasan kita secara teratur selama lebih kurang 15 hingga 20 menit.

Tujuannnya adalah agar yang ditimbulkan oleh sekumpulan otot-otot yang

mengalami ketegangan yang meliputi otot-otot tangan, bagian tangan dari siku ke

pergelangan tangan, bagian belakang, leher, wajah, kaki, dan pergelangan kaki.

(3) Konseling atau Psioterapi. Usaha yang dilakukan dalam konseling dan

psikoterapi ini adalah menemukan masalah dan sumber-sumber ketegangan yang

dapat menimbulkan stres kerja, menolong mengubah pandangan seseorang

terhadap kondisi, situasi, atau peristiwa yang menimbulkan stres kerja, dan

mengembangkan berbagai alternatif untuk menentukan strategi yang paling tepat

dalam menghadapi stres kerja, menentukan tindakan, dan menilai hasil serta

melakukan tindak lanjut.

b. Strategi Fisiologis
27

Strategi fisiologis ini menitikberatkan pada usaha mengelola stres kerja untuk

tujuan melatih kesehatan fisik. Ilmu-ilmu medis telah menunjukkan bahwa

perubahan fisiologis dan biokimia yang dihasilkan melalui fisik / olahraga

berperan positif untuk mengurangi pengaruh-pengaruh stres kerja dengan

mengadakan latihan fisik, emosi, dan pikiran yang menggelisahkan,

mencemaskan, mudah marah, dan depresi. Beberapa jenis latihan fisik di

antaranya mengatur makan secara bijaksana, berhenti merokok ataupun olahraga

seperti renang, senam kebugaran jasmani, badminton, basket, lari, jalan pagi, dan

bersepeda.

2. Pendekatan Organisasi

Dalam setiap menghadapi stres kerja, individu diharapkan dapat lebih

efektif dalam mengatasi atau mengelolanya. Untuk dapat mengatasi atau

mengelola stres kerja dengan cara yang efektif, individu diharapkan mempunyai

program-program pengelolaan stres kerja. Selanjutnya para peneliti juga

menunjukkan bahwa program-program pengelolaan stres kerja dalam suatu

organisasi dapat menjadi efektif untuk mengurangi stres kerja mereka (Rose dan

Veiga, 1984).

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengelola stres dalam

organisasi, yaitu : (a) Meningkatkan Komunikasi. Salah satu cara yang efektif

untuk mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran adalah meningkatkan

komunikasi yang efektif di antara manajer dan karyawan, sehingga akan tampak
28

garis-garis tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara keduanya. Situasi

semacam ini dapat mengurangi timbulnya stres kerja dalam organisasi.

(b) Sistem Penilaian dan Ganjaran yang Efektif. Sistem penilaian

prestasi dan ganjaran yang efektif perlu diberikan oleh manajer kepada karyawan

mereka.Situasi semacam ini dapat mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik

peran.Ketika ganjaran diberikan kepada karyawan, karyawan telah menyadari

bahwa ganjaran tersebut berhubungan dengan prestasi kerjanya.Ia menyadari juga

bahwa ia bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan kepadanya

(mengurangi konflik peran), ia berada dalam sesuatu keadaan (mengurangi

ketidakjelasan tugas). Situasi ini terjadi bila hubungan di antara atasan dan

bawahan berada dalam suasana kerja dan sistem penilaian prestasi kerja efektif.

(c) Meningkatkan Partisipasi. Untuk mengurangi ketidakjelasan peran

dan konflik peran, pengelola perlu meningkatkan partisipasi terhadap proses

pengambilan keputusan, sehingga setiap karyawan yang ada dalam organisasi

mempunyai tanggung jawa bagi peningkatan prestasi kerja karyawan. Dengan

demikian, kesempatan partisipasi yang diberikan oleh manajer kepada

karyawan-karyawannya dalam menyumbangkan pikiran atau

gagasan-gagasannya, memungkinkan karyawan dapat meningkatkan prestasi dan

kepuasan kerjanya dan mengurangi stres kerjanya.

(d) Memperkaya Tugas. Setiap manajer perlu memberikan dan

memperkaya tugas kepada karyawan agar mereka dapat lebih bertanggung jawab,

lebih mempunyai makna tugas yang dikerjakan, dan lebih baik dalam
29

melaksanakan pengendalian serta umpan balik terhadap produktivitas kerja

karyawan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Situasi semacam ini dapat

meningkatkan motivasi kerja dan memenuhi kebutuhan karyawan sehingga dapat

mengurangi stres yang ada dalam diri mereka.

(e) Mengembangkan Keterampilan, Kepribadian, dan Pekerjaan.

Mengembangkan keterampilan, kepribadian, dan pekerjaan merupakan salah satu

cara untuk mengelola stres kerja di dalam organisasi. Pengembangan keterampilan

dapat diperoleh melalui latihan-latihan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan

dan organisasi atau pengembangan kepribadian yang dapat mendukung usaha

pengembangan pekerjaan baik secara kuantitas maupun kualitas.

( TRIANTORO SAFARIA dan NOFRANS EKA SAPUTRA. 2012)

B. Konflik Peran Ganda

1. Pengertian Konflik

Konflik merupakan berbagai macam interaksi pertentangan antara dua

belah pihak. Nelson & Quick, (2010) menyatakan konflik organisasi adalah

ketidaksetujuan antara dua pihak atau lebih anggota yang timbul karena mereka

harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama dan karena

mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang

berbeda.
30

Konflik bisa bersifat fungsional dan disfungsional, karena pada batas-batas

tertentu bisa memperbaiki prestasi dari seseorang namun jika terjadi konflik pada

tingkatan yang tinggi dapat memperburuk prestasi individu maupun organisasi

tergantung bagaimana mengatasi konflik tersebut.

Menurut James A. Stoner dan Charleyang muncul dalam kehidupan ada

lima macam konflik yang mungkin muncul dalam kehidupan organisasi yaitu :

konflik interpersonal, konflik intra personal, konflik antar individu dan kelompok,

konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi (Nelson & Quick, 2010).

a. Konflik intra personal (konflik didalam diri individu), merupakan konflik

yang terjadi pada diri sendiri yang dapat terjadi jika pada waktu yang sama

seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi secara

bersamaam.

b. Konflik interpersonal (konflik antara individu-individu didalam organisasi

yang sama), adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena

adanya pertentangan keinginan atau kepentingan. Biasanya sering terjadi

antara dua orang yang beda status dan jabatan

c. Konflik antar kelompok merupakan konflik yang banyak terjadi dalam

organisasi karena setiap kelompok mempunyai kepentingan dan tujuan yang

berbeda

d. Konflik antar organisasi. Merupakan konflik yang terjadi karena sebuah

persaingan bisnis
31

Pada wanita yang bekerja terjadi konflik peran. Hal ini disebabkan oleh

adanya peran yang secara bersamaan yang menuntut adanya sebuah usaha

maksimal atau totalitas dalam menjalankanya. Konflik peran yang didalami

seorang wanita pekerja bila dikaitkan oleh perannya sebagai pekerja dan sebagai

ibu rumah tangga akan membawa idinvidu tersebut dalam sebuah kondisi yang

dilematis dimana wanita tersebut dituntut untuk dapat menjalankan dengan baik

dua peran sekaligus atau dikenal dengan istilah peran ganda. Peran ganda inilah

yang dapat menjadi faktor penyebab stres kerja khususnya pada wanita yang telah

menikah.

2. Pengertian Konflik Peran Ganda

Konflik peran merupakan adanya ketidak cocokan antara harapan-harapan

yang berkaitan dengan suatu peran daimana dalam kondisi ektrim, kehadiran dua

atau lebih harapan peran atau tekanan akan sangat bertolak belakang sehingga

peran yang lain tidak dapat dijalankan (Cooper & Dewe, 2004)

Kahn et al mendefinisikan konflik peran ganda merupakan konflik peran

yang muncul antara harapan dari dua peran yang berbeda yang dimiliki oleh

seseorang (Greenhaus & Beutell, 1985). Dalam bekerja wanita diharapkan

professional dan agresif, kompetitif dan berkomitmen. Dirumah wanita

diharapkan merawat anak, menngurus rumah dan mengurus suami.

Netemeyer et al menjelaskan konflik peran ganda sebagai konflik yang

muncul akibat tanggung jawab yang berhubungan dengan pekerjaan mengganggu

permintaan, waktu dan ketegangan dalam keluarga. Konflik peran merupakan


32

hasil dari kewajiban pekerjaan yang menggangu kehidupan rumah tangga

(Kelloway & Frone, 2005)

Konflik peran akan menyebabkan situasi yang sulit bagi wanita yang

bekerja. Mereka dihadapkan pada pilihan yang sulit. Jika ingin karir lebih sukses

maka waktu ditengah keluarga akan berkurang secara otomatis peranya dalam

keluaraga tidak akan maksimal. Begitupun sebaliknya jika mereka berperan

maksimal dalam keluarga, maka akan menyebabkan pekerjaanya terganggu

(Andreas, S 2008).

Jika disesuaikan dengan social budaya bangsa Indonesia maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat tiga tugas wanita dalam rumah tangga yaitu :

a. Sebagai istri, wanita dituntut dapat bersama suami dan mendampingi suami

dan mengelola rumah tangga agar tercipta keluarga yang harmonis

b. Sebagai pendidik, seorang ibu dituntut bisa mendidik anaknya agar bisa

berguna bagi nusa dan bangsa.

c. Sebagai ibu rumah tangga harus mampu mengatur keluarga agar mempunyai

tempat yang nyaman bagi seluruh anggota keluarga.

Jika ingin tetap menjalankan perannya wanita harus mampu berjuang

melawan konflik dan masalah tersebut.

3. Dimensi Konflik Peran Ganda


33

Konflik antara pekerjaan dan kehidupan keluarga muncul jika suami istri

bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Konflik peran ganda bersifat multi dimendi

dimana masing-bagian berpengaruh satu sama lain (Greenhaus & Beutell, 1985)

Terdapat dua aspek yang saling terkait dalam konflik peran ganda ini

diantaranya :

a. Work Family Conflict merupakan konflik yang muncul karena tanggung jawab

pekerjaan yang mengganggu tanggung jawab terhadap keluarga. Hal ini

biasanya terjadi saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam

pekerjaanya dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang

bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarga atau sebaliknya, tekanan

yang berasal dari beban kerja berlebihan mengharuskan diselesaikan dengan

terburu-buru sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang

dibutuhkan untuk memenuhi tugas-tugas rumah tangga.

Konflik pekerjaan-keluarga terjadi ketika kehidupan dirumah berbenturan

dengan tanggung jawab ditempat kerja, seperti masuk kerja tepat waktu,

menyelesaikan tugas harian, atau kerja lembur. Begitu juga tuntutan

kehidupan dirumah menghalangi seseorang meluangkan waktu untuk berkarir

(Cohen & Liani, 2009)

Konflik pekerjaan keluarga mempuntai dua komponen, yaitu urusan keluarga

mencampuri pekerjaan, konflik pekerjaaan-keluarga bisa terjadi karena urusan

pekerjaan mempengaruhi rumah tangga. Seperti banyaknya waktu yang


34

digunakan untuk bekerja dirumah mempengaruhi urusan pekerjaan seperti

mengasuh anak yang sakit mempengaruhi seseorang dalam bekerja.

Beberapa penelitian menemukan bahwa wanita cenderung menghabiskan

lebih banyak waktu dalam hal keluarga sehingga wanita dilaporkan lebih

banyak mengalami konflik pekerjaan-keluarga, sebaliknya pria cenderung

menghabiskan lebih banyak waktu untuk menangani urusan pekerjaan

daripada wanita sehingga wanita dilaporkan lebih banyak mengalami konflik

pekerjaan-keluarga daripada pria (Triaryati, 2003)

b. Family Work Conflict yaitu konflik yang muncul karena tanggung jawab

keluarga menggangu pekerjaaan.

Keluarga merupakan kelompok social terkecil dari masyarakat yang terbentuk

berdasarkan pernikahan dan terdiri dari orang tua dan anak yang masih

menjadi tanggungan dan tinggal dalam satu atap (Subhan, 2004). Keluarga

merupakan kesatuan dari jumlah orang yang saling berinteraksi dan

berkomunikasi dalam rangka menjalankan peranan social mereka sebagai

suami, istri, dan anak-anak, saudara laki-laki dan saudara perempuan. Peran

ini ditentukan oleh masyarakat, tetapi peranan dalam tiap keluarga diperkuat

oleh perasaan yang berkembang berdasarkan tradisi dan sebagian lainya

berdasarkan pengalaman dari masing masing anggota keluarga.

Menurut Friedman (2010) keluarga merupakan dua orang atau lebih yang

disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang

mengidantifikasi dirinya sebagai bagian dalam keluarga.


35

Multi dimensi dari konflik peran ganda muncul dari masing masing arah

dimana antara keduanya baik itu konflik

4. Sumber Konflik Peran Ganda

Konflik peran ganda pada wanita bekerja dapat timbul dari berbagai hal.

Seseorang yang mengalami konflik peran akan merasakan ketegangan dalam

bekerja. Gejala ini bersifat psikologis dimana muncul perasaan bersalah, frustasi

dan lain sebagainya. Adapun faktor penyebab terjadinya konflik peran adalah :

a. Pembagian waktu dan permintaan waktu akan peran bercampur dengan

pengambilan bagian dalam masing-masing peran.

b. Stress yang mulai dalam satu peran berdampak pada peran yang lain

c. Kecemasan dan ketegangan salah satu peran berdampak pada peran yang lain.

d. Perilaku yang tepat dan efektif pada salah satu peran tidak bisa dilakukan pada

peran yang lain.

Tuntutan dalam menyelesaikan pekerjaan terkadang mengharuskan wanita

bekerja berlebihan karna beban kerja yang harus diselesaikan sesuai target. Hal ini

menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan urusan rumah tangga

berkurang. Selain itu peran seorang ibu rumah tangga untuk mengurus anaknya

juga membutuhkan waktu secara bersamaan hal ini menyebabkan perasaan

frustasi dan perasaan bersalah pada wanita bekerja.

Menurut Russel n Cooper (1992) faktor yang memicu konflik peran ganda

dapat bersumber dari domain tempat kerja dan keluarga. Tekanan tersebut
36

berhubungan positif dengan konflik pekerjaan keluarga. Tekanan pekerjaan

meliputi beban kerja, kerancuan peran. Sedangkan tekanan dari keluarga

menggambarkan peran orang tua atau istri yang tidak berkualitas berhubungan

dengan peran sebagai pengelola dalam rumah tangga.

Menurut Esson (1992) ada beberapa faktor yang mempengaruhi konflik

peran ganda diantaranya :

a. Time pressure, semakin banyak waktu yang digunakan untuk bekerja maka

semakin sedikit waktu untuk keluarga

b. Family Size And Support, semakin besar atau banyak jumlah keluarga maka

semakin besar terjadinya konflik, namun disisi lain akan semakin banyak

dukungan dari keluarga yang dapat meminimalkan terjadinya konflik

c. Job Satisfaction, semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin sedikit konflik

yang terjadi

d. Marital and Life Satisfaction, semakin tinggi tuntutan akan perkawinan maka

akan memicu konsekuensi negative akan karir, begitu pula sebaliknya.

e. Size of Firm, semakin besar organisasi dan banyaknya pekerja dapat

mempengaruhi konflik peran ganda seseorang.

5. Strategi Menangani Konflik Peran Ganda


37

Penanganan konflik peran ganda perlu dilakukan dengan baik agar tidak

berdampak negative pada individu tersebut. Adapun strategi yang dapat

diterapkan untuk menanganinya adalah

a. Strategi individu

Strategi yang dilakukan untuk menangani masalah konflik peran ganda ini

salah satunya dengan manajemen waktu. Hal ini penting dilakukan agar peran

sebagai ibu rumah tangga dapat optimal sekaligus peran sabagai karyawan.

b. Strategi instansi

Menurut Nelson dan Quick, (2010) strategi yang dapat dilakukan

perusahaan dalam mengatasi konflik peran ini adalah :

1) Waktu kerja yang fleksibel

2) Memberikan jadwal kerja alternative

3) Terdapat fasilitas penitipan anak

4) Kebijakan ijin keluarga

5) Job sharing

Strategi penanganan masalah ini sangat penting bagi karyawan karna

keseriusan instansi dalam menangani hal ini berdampak positif bagi kinerja
38

pegawai, sebaliknya jika instansi atau perusahaan tidak serius maka akan

mengganggu kinerja perusahaan yang bisa menurunkan kualitas pekerjaan. Jika

hal ini terjadi pada perawat maka akan menurunkan kinerja perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan yang berakibat merosotnya mutu pelayanan

suatu rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai