Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Stress Kerja

1. Pengertian Stress

Stress sebagai ketidak mamouan mengatasi ancaman yang

dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang

pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut.

Dikatakan bahwa stress adalah presepsi seseorang terhadap sesuatu

terhadap situasi atau kondisi didalam lingkungan kita sendiri. Presepsi

terhadap stress sebenarnya berasal dari perasaan takut atau marah.

Perasaan ini dapat diekspresikan dalam sikap tidak sabar, frustasi, iri,

tidak ramah, depresi, bimbang, cemas, rasa bersalah, khawatir, atau

apati (Jones, 2004).

Stress merupakan kondisi natural dari kehidupan manusia,

terkadang sering muncil ungkapan “saya stress” atau “bekerja

membuatku memiliki tekanan besar dalam hidupku” dan lain

sebagainya.hal ini menjadikan sulit dalam mendefinisikan stress secara

langsung, karena sebab akibat stress itu sendiri menjadi hal yang

berbeda untuk tiap orang yang berbeda. Namun, jelas bahwa sebagian

besar orang mendefinisikan stress adalah perasaan negatif bukan

perasaan positif (Muhammad et al., 2020).


Lazarus & Folkman (1984) dalam (Ekawarna, 2018)

mendefinisikan stress sebagai hubungan antara seseorang dan

lingkungannya, yang dinilai sebagai beban dan membahayakan

kesehatannya. Mereka menyebutkan tiga tahap penilaian kognitif yang

terjadi selama situasi stress sehingga berdampak pada kesejahteraan,

yaitu penilaian primer, penilaian sekunder, dan penilaian ulang.

Menurut Vincent Cornelli,sebagaimana dikutip oleh Grant

Brecht (2000) dalam (Sunaryo, 2004) bahwa yang dimaksud “stres

adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh

perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh

lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan

tersebut.

Dalam (Sunaryo, 2004) juga dikatakan bahwa secara umum,

yang dimaksud “ stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang

menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi dan lain-lain”.

Istilah stress secara histories telah lama digunakan untuk

menjelaskan suatu tuntutan untuk beradaptasi dari seseorang, ataupun

reaksi seseorang terhadap tuntutan tersebut. Menurut H. Handoko,

stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi,

proses berfikir dan kondisi seseorang (Zuyina & Siti, 2011).


2. Stress Kerja

Menurut Cooper (2008) dalam (Hardani et al., 2020) menyatakan

bahwa stres kerja sebagai tanggapan proses internal atau eksternal

yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada

batas atau melebihi batas kemampuan subyek. Stres dalam bekerja

selain dapat menurunkan tingkat kesehatan dapat pula mempengaruhi

tingkat produktivitas kerja dan akhirnya mempengaruhi kualitas

performa kerja.

Ditzel (Satmayani, Syahrul, dan Saleh, 2018) dalam (Hardani et al.,

2020) mengatakan stres kerja merupakan respon fisik dan emosional

yang menjadi masalah serius diakibatkan oleh ketidak sesuaian

kemampuan, sumber daya, atau kebutuhan pekerja dengan pekerjaan

yang dilakukannya. Membuat makna di tempat kerja akan memberi

efek pengaruh stres kerja pada makna hidup. Semakin banyak orang

mampu membuat makna di tempat kerja, semakin sedikit efek stres

kerja pada keseluruhan makna hidup.

Menurut waluyo 2009 dalam (Gusti et al., 2018) Stres kerja juga

bisa diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan

reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku.

Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stresor kerja

merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan

sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stress kerja.


3. Penyebab Stres Kerja

Stres dapat disebabkan oleh berbagai faktor di dalam maupun di

luar pekerjaan yang merupakan sumber stres di tempat kerja. Hampir

setiap kondisi pekerjaan dapat menyebabkan stres, tergantung reaksi

karyawan bagaimana menghadapinya. Tenaga kerja yang menentukan

sejauh mana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres atau tidak.

Tenaga kerja dalam interaksinya dipekerjaan, dipengaruhi pula oleh

hasil interaksi di tempat lain, di rumah, di sekolah, di perkumpulan,

dan sebagainya (Munandar, 2020).

Suatu gangguan psikologis seperti stress dalam peerjaan adalah

kejemuan. Pekerjaan yang berulang-ulang biasanya merupakan sebeb

kejemuan yang luar biasa (Suma’mur, 2009).

Dalam Goswami (2015) berpendapat bahwa penyebab stres kerja

adalah adanya tekanan kerja yang berlebihan dalam memenuhi

deadline, adanya pekerjaan lembur dan pekerjaan pada hari libur,

perubahan pekerjaan, pelecehan, dan tidak dipromosikan. Pendapat

lain yang diungkapkan oleh Bhatti (2010) bahwa stres bersumber dari

extra organizational stressors seperti ekonomi dan keluarga, bersumber

dari intra organizational stressors seperti kebijakan pemimpin, kondisi

pekerjaan, beban kerja dan waktu (Resya Mawaranti & Arief Partono

Prasetio, 2018). (Sisca et al., 2022)

Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stress atau

stress kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor

lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor


maupun hubungan social di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor

personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa atau pengalaman

pribadi maupun kondisi social ekonomi keluarga dimana pribadi

berada dan mengembangkan diri (Sucipto, 2014).

Dalam (Izzati & Mulyana, 2019) Pada dasarnya, sumber stress

merupakan hasil timbal balik antara seorang individu dengan

lingkungannya. Ada dua faktor dari lingkungan individu yang menjadi

sumber stress yaitu faktor pekerjaan dan faktor diluar pekerjaan.

1) Faktor-faktor pekerjaan

Identifikasi sumber stres kerja diteliti oleh Soewondo (1993;

Wijono, 2015) dan menghasilkan antara lain sumber stres dapat

berhubungan dengan:

a. Tempat kerja, yakni tempat dimana seorang karyawan

menjalankan aktivitas pekerjaannya terasa tidak nyaman

seperti suhu ruangan kerja yang terlalu panas atau terlalu

dingin, ruangan kerja yang sempit, berisik, atau penerangan

yang kurang;

b. Isi pekerjaan, yakni hal-hal yang berkaitan dengan

pekerjaan seperti batas waktu kerja, beban kerja, tekanan

waktu, kekompleksitasan pekerjaan, pekerjaan yang

menumpuk, pekerjaan baru yang belum dikenal merupakan

juga bisa menjadi sumber stress.

c. Syarat-syarat pekerjaan yang tidak mendukung

pengembangan karirnya seperti karir tidak jelas, kenaikan


pangkat tertahan, tidak dipromosikan, status kepegawaian

yang tidak jelas, tidak mendapatkan rewasd merupakan hal-

hal yang juga dapat menjadi stressor di tempat kerja;

d. Hubungan interpersonal dalam bekerja, seperti hubungan

yang tidak seimbang seperti atasan yang terlalu banyak

menuntut, atasan yang menyebalkan, kurang apresiasi dari

pimpinan, keputusan atasan yang berubah-ubah, sikap

kolega yang tidak enak, merasa tidak cocok dengan teman

kerja, kurang terbuka antara atasan dengan bawahan,

bawahan yang memerlukan petunjuk setiap saat dalam

menyelesaikan pekerjaan rutin juga dapat menjadi sumber

stress seseorang.

2) Faktor-faktor diluar pekerjaan

Terdapat beberapa faktor-faktor di luar pekerjaan yang

berpotensi menjadi pemicu atau sumber stress seperti:

a. Perubahan Struktur Kehidupan

Dalam menghadapi perubahan dalam hidup, seseorang

memerlukan penyesuaian diri untuk dapat melihat

hubungan antara perkembangan diri dan perbedaan

pandangan yang terjadi dari kehidupan pribadi yang

tercermin dalam perubahanperubahan kehidupan. Terdapat

tiga dimensi struktur kehidupan yang dapat menyebabkan

stres, yaitu :
(1) Dimensi budaya sosial yakni perubahan struktur

kehidupan yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan

yang dilakukan bersama keluarga, religious, keturunan,

struktur pekerjaan, dan faktor-faktor sosial yang luas

lainnya.

(2) Adanya perubahan status hubungan dengan orang lain

dalam dunia budaya sosial, seperti seorang pribadi

berperan sebagai suami atau istri, sebagai rekan kerja,

sebagai orangtua, dan sebagai rakyat sebuah Negara.

(3) Aspek dari individu sendiri yakni perubahan dalam diri

Individu karena beberapa individu memiliki

kecenderungan karakteristik yang tidak tahan terhadap

tekanan, ancaman, mudah, dan cemas.

b. Dukungan Sosial yang diterima

Salah satu faktor di luar pekerjaan yang menjadi

sumber stress yaitu minimnya dukungan sosial yang

diterima seseorang. Dukungan sosial merupakan salah satu

cara komunikasi yang bersifat positif, karena berisi tentang

perasaan suka, keyakinan, penghargaan, penerimaan diri,

dukungan dan kepercayaan diri seseorang terhadap

kepentingan orang lain.

c. Locus of Control

Beberapa individu mempunyai keyakinan bahwa

mereka dapat mempengaruhi lingkungan kerja sekitar


melalui apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka

melakukannya. Individu yang memiliki locus of control

internal akan menghadapi stres potensial, dengan cara

mempelajari terlebih dahulu peristiwaperistiwa yang

dianggap berpotensi mengancam dirinya, kemudian

menentukan sikap tertentu secara rasional dalam

menghadapi stres kerja tersebut. Sedangkan, individu yang

memiliki locus of control eksternal menganggap bahwa

segala peristiwa yang terjadi di lingkungan kerjanya dapat

mempengaruhi dirinya. Dalam artian, sikap hidup yang

diambilnya dikendalikan oleh faktor lingkungan

disekitarnya. Individu yang mempunyai perasaan cemas,

mudah stres, depresi, neurosis, pekerjaan dan hidupnya

selalu ditentukan oleh nasib yang mengendalikan dirinya.

d. Kepribadian Tipe A dan B

Setiap individu mempunyai ciri-ciri kepribadian

yang berbeda satu dengan lainnya. Menurut Friedman dan

Rosenman (1974; Wijono, 2015) mengelompokkan

kepribadian kedalam dua tipe yang berbeda, yaitu tipe A

dan tipe B. Kedua tipe kepribadian tersebut akan berbeda,

dalam mengatasi perubahan yang terjadi di lingkungan

sekitarnya. Beberapa ciri yang dapat dilihat dari dua tipe

tersebut yakni individu mampu mengerjakan tugas dengan

cepat, mempunyai sikap kompetitif tinggi, ingin segera


mencapai tujuan yang diinginkannya dengan cara apapun

atau menyelesaikan tugas lebih cepat dari kurun waktu

yang ditentukan, ingin meraih prestasi yang lebih baik,

ambisius, agresif, mudah merasa stres, mudah tertekan,

tergesa-gesa, mudah gelisah, sering mengalami ketegangan,

dan berbicara dengan penuh semangat (explosive).

Lawan dari tipe tersebut adalah kepribadian tipe B

yang memiliki ciri-ciri rileks, tenang, tidak suka kesulitan,

jarang menunjukkan kemarahan, menggunakan banyak

waktunya untuk melakukan hobinya, tidak mudah stres,

tidak mudah iri, bekerja terus menerus, memiliki banyak

waktu, dan berbicara dengan nada suara pelan dan

kecepatan kerjanya lamban.

e. Harga diri

Harga diri adalah seberapa besar penerimaan

seseorang dan usaha untuk melakukan evaluasi terhadap

diri sendiri atau bisa juga disebut dengan konsep diri.

Apabila individu memiliki konsep diri yang positif, maka

harga diri yang dimiliki juga tinggi sehingga akan dapat

mengembangkan diri dalam menghadapi berbagai kondisi,

situasi atau peristiwa yang mengganggu, menekan atau

mengancam dirinya, dengan demikian, stress kerja yang

dialami akan rendah. Sebaliknya, seseorang yang memiliki

harga diri yang rendah dalam menghadapi berbagai kondisi,


situasi atau peristiwa yang mengganggu, menekan atau

mengancam dalam pekerjaannya, akan menjadikannya

mengalami stres kerja yang tinggi karena rasa percaya

dirinya rendah (Tosi, et al., 1986; Wijono, 2015).

f. Fleksibilitas dan kaku

Orang yang mempunyai kecenderungan yang

fleksibel adalah orang yang dapat menyesuaikan diri

dengan tuntutan atau tekanan-tekanan, karena lebih baik

dalam melakukan kerjasama dengan orang lain

dibandingkan dengan orang yang kaku .

Sedangkan, orang yang kaku adalah orang yang

menunjukkan sikap tertutup pada sekitarnya, berorientasi

pada hal-hal yang sifatnya umum, cenderung ingin

kelihatan rapi, tidak toleran dan senang mengkritik orang

lain, dan mudah mengalami tekanan-tekanan atau stres

dalam pekerjaannya. Orang yang bersifat kaku saat

mengahadapi stres kerja akan mempunyai kecenderungan

untuk memberikan respon:

(1) Memberikan sangkalan atau menolak tekanan atau

dapat juga tidak bereaksi terhadap tekanan peran yang

diterimanya bahkan tidak mempedulikannya.

(2) Memberikan penolakan terhadap orang yang menekan

dirinya.
(3) Menjadi semakin bergantung kepada atasannya apabila

mendapatkan tekanan yang berkaitan dengan beban

peran yang diterimanya, konflik yang muncul ataupun

adanya ketidakjelasan peran dalam pekerjaannya.

(4) Apabila mendapat tekanan, seorang yang kaku akan

merespon keras, bekerja melebihi orang lain pada

umumnya, peduli dengan pandangan orang lain dengan

terus mencoba menyempurnakan tugas/menyelesaikan

tugasnya sehingga memiliki nilai yang lebih dalam

organisasi tempatnya bekerja.

g. Kemampuan

Kemampuan merupakan salah satu aspek yang

dapat mempengaruhi respons-respon individu terhadap

kondisi, situasi, atau peristiwa yang menimbulkan stres.

Individu yang mempunyai kemampuan tinggi cenderung

mempunyai pengendalian lebih terhadap kondisi, situasi

atau peristiwa yang menimbulkan stres daripada individu

yang mempunyai kemampuan rendah dalam menghadapi

stres

Ada tiga alasan yang dikemukakan bahwa individu

yang mempunyai kemampuan tinggi mungkin akan lebih

baik caranya dalam menghadapi stres.

(1) Dengan kemampuannya yang lebih tinggi dari orang

lain, memungkinkan ia dapat mengerjakan tugas-


tugasnya yang sarat dengan peran secara kuantitatif

maupun kualitatif.

(2) Orang yang mempunyai kemampuan yang tinggi ada

kecenderungan mengetahui batas akhir kemampuannya

untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Ia akan lebih

mampu untuk menilai keberhasilannya dalam

menghadapi situasisituasi yang menyebabkan stres

dibandingkan orang yang mempunyai kemampuan

rendah.

(3) Orang yang mempunyai kemampuan tinggi dalam

pekerjaannya cenderung mempunyai pengendalian diri

yang lebih terhadap kondisi, situasi, atau peristiwa yang

menimbulkan stres kerja dibandingkan dengan orang

yang mempunyai kemampuan yang lebih rendah dalam

memberi respons terhadap stres kerja.

4. Gejala Stres Kerja

Individu akan mengalami gejala stress positif seandainya

mendapatkan kesempatan untuk naik jabatan atau menerima hadiah

(reward). Sebaliknya, jika individu merasa dihambat oleh berbagai

sebab di luar kontrol dalam mencapai tujuannya, maka individu akan

mengalami gejala stress yang negative (Gusti et al., 2018)

Beehr dan Newman dalam (Gusti et al., 2018) menyebutkan gejala-

gejala stress yaitu:


a. Gejala psikologis

Ada beberapa gejala psikologis yang timbul akibat stress kerja

yakni ;

1) kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah

tersinggung.

2) perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian).

3) sensitive dan hyperreactivity.

4) memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi.

5) komunikasi yang tidak efektif.

6) perasaan terkucil dan terasing.

7) kebosanan dan ketidakpuasan kerja.

8) kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan

kehilangan konsentrasi.

9) kehilangan spontanitas dan kreativitas.

10) menurunnya rasa percaya diri

b. Gejala Fisiologis

Ada beberapa gejala fisiologis yang timbul akibat stress

kerja yakni :

1) Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan

kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular.

2) Meningkatnya sekresi dari hormon stress (seperti: adrenalin

dan nonadrenalin).

3) Gangguan gastrointestinal (gangguan lambung).

4) Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan.


5) Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami

sindrom kelelahan yang kronis.

6) Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi

yang ada.

7) Gangguan pada kulit.

8) Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah,

ketegangan otot.

9) Gangguan tidur.

10) Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi

kemungkinan terkena kanker.

c. Gejala Perilaku

Ada beberapa gejala perilaku yang timbul akibat stress

kerja yakni :

1) Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan.

2) Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas.

3) Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan.

4) Perilaku sabotase dalam pekerjaan.

5) Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai

pelampiasan, mengarah ke obesitas.

6) Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai

bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara

tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda

depresi.
7) Meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi,

seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi.

8) Meningkatnya agresivitas, vandalism, dan kriminalitas.

9) Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan

keluarga dan teman.

10) Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.

5. Tahapan Stres

Hawari (1997: 50-53) dalam (Gusti et al., 2018) mengungkapkan

tahapan-tahapan stress yang dialami individu sebagai berikut:

Stres Tingkat I

Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan, dan

biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:

a. Semangat besar

b. Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya

c. Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan

pekerjaan lebih dari biasanya.

Tahapan ini biasanya menyenangkan dan orang lalu bertambah

semangat, tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya

sedang menipis.
Stres tingkat II

Dalam tahapan ini dampak stress yang menyenangkan mulai

menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan

energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang

sering dikemukakan sebagai berikut:

a. Merasa letih sewaktu bangun tidur

b. Merasa lelah sesudah makan siang

c. Merasa lelah menjelang sore hari

d. Terkadang gangguan dalam sistim pencernaan (gangguan

usus, perut kembung), kadang-kadang pula jantung

berdebar-debar

e. Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk

(belakang leher)

f. Perasaan tidak bisa santai

Stres tingkat III

Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin nampak disertai

gejala-gejala:

a. Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ingin

ke belakang)

b. Otot-otot terasa tegang

c. Perasaan tegang yang semakin meningkat

d. Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun malam dan

sukar tidur kembali, atau bangun terlalu pagi)


e. Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai

jatuh pingsan)

Pada tahapan ini penderita sudah harus berkonsultasi pada

dokter, kecuali kalau beban stress atau tuntutan, tuntutan dikurangi,

dan tubuh mendapat kesempatan untuk beristirahat atau relaksasi,

guna memulihkan suplai energy.

Stres tingkat IV

Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk,

yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit

b. Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa

sulit

c. Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi

pergaulan sosial dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa

berat

d. Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan dan

seringkali terbangun dini hari

e. Perasaan negativistic

f. Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam

g. Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti

mengapa.
Stres tingkat V

Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari

tahapan IV di atas, yaitu:

a. Keletihan yang mendalam (psysical and psychological

exhaustion)

b. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang

mampu

c. Gangguan system pencernaan (sakit maag dan usus) lebih

sering, sukar buang air besar atau sebaliknya feses encer dan

sering ke belakang

d. Perasaan takut yang semakin menjadi.

Stres Tingkat VI

Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan

gawat darurat. Tidak jarang penderita dalam tahapan ini di bawa ke

ICCU. Gejala-gejala pada tahapan ini cukup mengerikan:

a. Debaran jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan karena zat

adrenalin yang dikeluarkan karena stress tersebut cukup tinggi

dalam peredaran darah

b. Nafas sesak, megap-megap

c. Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran

d. Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi,

pingsan atau collaps.


6. Jenis Stres

Quick dan Quick (1984) Dalam (Waluyo, 2019) mengkategorikan

jenis stress menjadi dua, yaitu:

a. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat

sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal

tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi

yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas,

kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.

b. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stress yang bersifat

tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal

tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi

seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran

(absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan

sakit, penurunan, dan kematian.

7. Manajemen Stres

Manajemen stres bertujuan untuk mencegah berkembangnya stress

jangka pendek menjadi stress jangaka panjang atau stress yang kronis

(Munandar, 2020).

Stres merupakan suatu respon individu terhadap situasi yang

diterima seseorang sebagai suatu tantangan atau ancaman

keberadaannya. Secara umum orang yang mengalami stress merasakan

erasaan khawatir, tekanan, letih, ketakutan, depresi, cemas, dan marah

(Sucipto, 2014).
Menurut Sauter, et a.l (1990) dikutip dari National Institute for

Occupational Safety and Health (NIOSH) dalam (Tarwaka & Bakri,

2004) memberikan rekomendasi tentang bagaimana cara untuk

mengurangi atau meminimalisasi stress akibat kerja sebagai berikut:

1) Beban kerja baik fisik maupun mental harus disesuaiakan

dengan kemampuan atau kapasitas kerja pekerja yanag

bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban berlebih

maupun beban yang terlalau ringan.

2) Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas

maupun tanggung jawab di luar pekerjaan.

3) Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk

mengembangkan karier, mendapatkan promosi dan

pengembangan kemampuan keahlian.

4) Membentuk lingkungan sosial yang sehat, hubungan antara

tenaga kerja yang satu dengan yang lain, tenaga kerja-

supervisor yang baik dan sehat dalam organisasi akan membuat

situasi yang nyaman.

5) Tugas-tugas pekerjaan harus didesain untuk dapat menyediakan

stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan

keterampilannya. Rotasi tugas dapat dilakukan untuk

meningkatkan karier dan pengembangan usaha.

Adapun manajemen stress yang dapat dilakukan menurut (Gusti

Yuli Asih, 2018) yaitu :


1. Pendekatan Individu

Karyawan dapat melakukan tanggung jawab pribadi untuk

menurunkan tingkat stress. Hal yang bisa dilakukan yaitu:

manajemen waktu, meningkatkan latihan fisik, relaksasi dan

memperluas jaringan dukungan sosial. Olahraga teratur, makan

makanan yang sehat dan bersantai.

2. Pendekatan Organisasional

Pendekatan organisasi memakai pendekatan peningkatan

komunikasi, sistem penilaian prestasi dan ganjaran yang

efektif, meningkatkan partisipasi, memperkaya tugas dan

mengembangkan keterampilan dan kepribadian atau pekerjaan.

Program konseling atau pembimbingan bias dilakukan.

Program ini untuk membantu karyawan agar dapat menangani

masalah dengan baik, atau membantu individu menjadi lebih

efektif dalam memecahkan permasalahan karyawan. Konseling

bisa dilakukan oleh para profesional maupun bukan

professional, biasanya bersifat rahasia agar karyawan merasa

bebas untuk mengemukakan berbagai masalah mereka secara

bebas.
B. Tinjauan Umum Tentang Status Perkawinan

Status Perkawinan adalah keterangan yang menunjukkan riwayat

pernikahan tenaga kerja yang terdapat pada kartu identitas pekerja, dan

dikategorikan atas kawin dan tidak kawin. Status seseorang juga

mempengaruhi tingkat kelelahan, orang yang sudah menikah lebih cepat

mengalami kelelahan dibandingkan dengan yang belum menikah oleh

karena waktu istirahat tidak dimanfaatkan secara maksimal sebab kondisi

keluarganya juga perlu mendapatkan perhatian yang cukup.

Menurut (Munandar, 2020) bahwa isu-isu tentang keluarga, kritis

kehidupan, kesulitan keuangan, dan konflik antara tuntutan keluarga dan

tuntutan di dalam pekerjaan, semuanya dapat merupakan tekanan bagi

pegawai dalam pekerjaannya sehingga akan menyebabkan seseorang

menjadi stres dalam pekerjaannya.

C. Tinjauan Umum Tentang Beban Kerja

1. Definisi Beban Kerja

Beban Kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus

diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun dalam

satu sarana pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2004).

Menurut (Yuniarsih dan Suwatno dalam Priyanto, 2018) dalam

(Suryani, 2021) menyatakan Beban kerja adalah sejumlah proses atau

kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi secara

sistematis dalam jangka waktu tertentu untuk mendapatkan informasi

tentang efisiensi dan efektifitas kerja suatu unit organisasi.


Beban kerja berkaitan dengan kewajiban yang harus mereka

selesaikan, dan waktu yang menjadi penentunya. Kewajiban atau bisa

disebut dengan tanggungan setiap pekerja berbeda-beda. Menyesuaikan

dengan jabatan, kemampuan, dan pemanfaatan waktu. Ketiganya berperan

dalam menentukan seberapa berat beban kerja yang ditanggung oleh setiap

pekerja (Izzati & Mulyana, 2019).

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja

Dalam menganalisis beban kerja, suatu lembaga/ perusahaan

memiliki harapan agar beban yang diampuseorang pekerja tidak

memberatkan dan sesuai dengan kemampuan atau kopentensi pekerja pada

umumnya. Adapun yang mempengaruhi beban kerja yaitu

(Koesomowidjojo, 2017) :

a. Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi beban kerja adalah

faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat dari reaksi beban kerja

eksternal seperti berupa jenis kelamin, usia, postur tubuh status

kesehatan yang merupakan faktor somatic dan motivasi, kepuasan,

keinginan, atau presepsi yang merupakan faktor psikologis.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang

berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja

eksternal adalah tugas (tasks) itu sendiri, organisasi dan

lingkungan kerja. Ketiga aspek ini sering disebut sebagai stressor.


1) Tugas-tugas (tasks) yang dilakukan baik yang bersifat fisik

seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat kerja, alat, dan

sarana kerja, kondisi atau medan kerja, sikap kerja, cara

angkat-angkut, beban yang diangkat-diangkut, alat bentu

kerja, sarana informasi termasuk display dan kontrol, alur

kerja dll. Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental

seperti, kompleksitas pekerjaan atau tingkat kesulitan

pekerjaan yang mempengaruhi tingkat emosi kerja,

tanggung jawab terhadap pekerjaan dll.

2) Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja

seperti, lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir,

kerja malam, sistem pengupahan, musik kerja, model

struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang dll.

3) Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan

kepada pekerja adalah:

a) Lingkungan kerja fisik seperti: mikroklimat (suhu udara

ambien, kelembaban udara, kecepatan rambat udara,

suhu radiasi), intensitas penerangan, intensitas

kebisingan, vibrasi mekanis, dan tekanan udara.

b) Lingkungan kerja kimiawi seperti: debu, gas-gas

pencemar udara, uap logam, fume dalam udara dll.

c) Lingkungan kerja biologis seperti: bakteri, virus dan

parasit, jamur, serangga dll.


d) Lingkungan kerja psikologis seperti: pemilihan dan

penempatan tenaga kerja, hubungan antara pekerja

dengan pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan

keluarga dan pekerja dengan lingkungan sosial yang

berdampak kepada performasi kerja di tempat kerja.

3. Jenis Beban Kerja

Menurut (Koesomowidjojo, 2017) Beban kerja dapat dibedakan

menjadi beban kerja berlebihan (kualitatif) dan terlalu sedikit (kuantitatif).

Beban kerja ini timbul sebagai akibat dari tugas yang terlalu banyak atau

terlalu sedikit.

a. Beban kerja Kuantitatif

Beban kerja ini menunjukkan adanya jumlah pekerjaan besar

yang harus diselesaikan seperti jam kerja yang cukup tinggi,

tekanan kerja yang cukup besar, atau berupa besarnya tanggung

jawab atas pekerjaan yang diampu.

b. Beban kerja Kualitatif

Beban kerja ini berhubungan dengan mampu tidaknya pekerja

melaksanakan pekerjaan yang diampunya. Disamping itu beban

kerja berlebihan kuantitatif dan kualitatif dapat menimbulkan

kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat

banyak, yang merupakan sumber tambahan dari stress.


D. Tinjauan Umum Tentang Jam Kerja

Sumber utama stress dalam pekerjaan yaitu gaji rendah,

kekurangan kesempatan kenaikan pangkat, ekspektasi kerja yang tidak

pasti, serta jam kerja yang panjang (Santrock, 2012: 30)(Gusti et al.,

2018). Setiap negara memiliki peraturan masing-masing dalam hal

rotasi kerja atau peraturan jam kerja (Alvionita et al., 2017).

Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja sehari

maksimum adalah 8 jam kerja dan selebihnya adalah waktu istirahat

(untuk kehidupan keluarga dan sosial kemasyarakatan) Tetapi dalam

pelaksanaannya, banyak perusahaan yang mempekerjakan

karyawannya di luar jam kerja (kerja lembur) dengan berbagai alasan.

di sisi lain para karyawan juga merasa senang melakukan kerja lembur,

karena akan mendapatkan penghasilan tambahan di luar penghasilan

pokok. Dari sudut pandang fisiologi, kerja lembur sangat merugikan

kesehatan. Dalam putaran 24 jam sehari terdapat 3 siklus

keseimbangan tubuh yaitu 8 jam kerja, 8 jam interaksi sosial dan 8 jam

istirahat. Apabila kerja lembur dilakukan di luar 8 jam kerja tersebut

sudah barang tentu siklus keseimbangan akan terganggu. Secara

fisiologis, kerja lebih dari 8 jam/hari akan sangat melelahkan (Tarwaka

& Bakri, 2004).

Di Indonesia sendiri tercantum dalam (UURI, 1997) Bab 1 pasal

22 dikatakan bahwa waktu kerja adalah waktu untuk melakukan

pekerjaan, dapat dilaksanakan pada siang hari dan malam hari,

meliputi:
a. Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00-18.00

b. Malam hari adalah waktu antara pukul 18.00-06.00

c. Seminggu adalah waktu selama 7 hari.

E. Kerangka Teori

Faktor Intristik Faktor Luar Pekerjaan

 Beban kerja  Faktor kepribadian seseorang


 Adaptasi ( umur, jenis kelamin, Ststus
 Sift kerja perkawinan, banyaknya tanggung
 Keamanan kerja jawab, masa kerja, pendidikan dan
 Jam kerja pendapatan)
 Stasiun kerja tidak  Perselisihan angggota keluarga
ergonomis  Lingkungan keluarga dan
komunitas

Faktor Peran Individu Dalam Faktor Stuktur Organisasi Dan


Organisasi Suasana Kerja

 Keterbatasan wewenag  Kurangnya pendekatan patisipasi


untuk mengambil keputusan  Konsultan yang tidak efektif
 Mempunyai beban psikologi  Kurangnya komunikasi

Faktor Hubungan Kerja FaktorPengembangan Karir

 Kurangnya komunikasi  Ketidak pastian pekerjaan (Mutasi)


 Kecurigaan pada rekan  Promosi berlebihan atau kurang
 Ketidaknyamanan saat
bekerja

STRES KERJA

Sumber : Modifikasi teori Cartwright et al dan Luthans Fred dikutip dalam

(Tarwaka, 2011)

Anda mungkin juga menyukai