Anda di halaman 1dari 20

MANAJEMEN STRES KERJA

Kelompok 5 :
1. Nurmala (1518043)
2. Stevlin Maris (1518056)
3. Utami Ramadhini (1518061)
4. Zaenab Ismi (1518067)
A. Pengertian Stres Kerja
 (Nasrudin, 2010)
Stres merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin stingere yang
berarti “keras” (stricus). Stres merupakan suatu keadaan dimana
seseorang mengalami ketegangan karena adanya kondisi-kondisi
yang memengaruhi dirinya.
• (Anoraga 1992; Triatna, 2015)
Stres merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik
maupun mental, terhadap suatu perubahan dilingkungannya yang
dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
• (Surya 1994; Triatna, 2015)
Stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami
ketegangan karena adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi
dirinya.
 (Handoko 1994; Triatna, 2015)
Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi
seseorang.
 (Gibson dkk 1993; Triatna, 2015)
Stres adalah tanggapan yang dapat menyesuaikan
diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individual atau
proses psikologis, yakni suatu konsekuensi dari
setiap tindakan ekstern (lingkungan), atau peristiwa
yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis
atau fisik seseorang.
 (Hamali, 2016)
Stres adalah tanggapan adaptif terhadap ancaman
yang disadari atau tidak disadari.
 (Beehr dan Newman 1978; Wijono, 2015)
Stres kerja dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang timbul dalam
interaksi diantara manusia dan pekerjaan.
 (Nykodym dan George, 1989; Wijono, 2015)
Stres diartikan sebagai stimulus dari luar yang mengganggu fungsi
psikologis, fisik, dan kimiawi dalam tubuh individu
 (Keenan dan Newton, 1984; Wijono, 2015)
Stres juga merupakan bentuk dari ketidakjelasan peran, konflik peran, dan
beban kerja yang berlebihan. Hal inilah yang akan menggangu
kemampuan dan hasil kerja individu.

 Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa stres kerja


merupakan reaksi psikologis dan fisik terhadap kondisi-kondisi internal
atau suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu
dan berdampak pada hasil kerja individu.
B. Dimensi Stres Kerja
Menurut Theorell (2001; Deniz dkk, 2015) Stres kerja terbagi menjadi 3
dimensi yaitu :
a. Dukungan Sosial
Dukungan sosial yang dimaksudkan adalah dukungan baik dalam
bentuk bantuan tenaga atau motivasi serta pengertian dari rekan kerja.
b. Kontrol
Ketika bekerja pengontrolan menjadi hal yang penting untuk
manajemen baik mental, tenaga dan waktu.
 Kontrol terhadap mental berkaitan dengan regulasi emosi yang baik
dalam menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan
pekerjaan maupun diluar pekerjaan.
 Kontrol terhadap tenaga berkaitan dengan bagaimana cara mereka
mengatur kondisi fisik mereka dalam bekerja
 Kontrol terhadap waktu berkaitan dengan bagaimana cara
mengolah waktu yang baik dan benar
c. Beban Kerja
Beban kerja berkaitan dengan kewajiban yang harus mereka
selesaikan, dan waktu yang menjadi penentunya. Kewajiban atau bisa
disebut tanggungan setiap pekerja berbeda-beda. Menyesuaikan
dengan jabatan, kemampuan dan pemanfaatan waktu
C. Penyebab Stres Kerja
Pada dasarnya, sumber stress merupakan hasil timbal balik antara seorang individu
dengan lingkungannya. Ada dua faktor dari lingkungan individu yang menjadi
sumber stress yaitu :
1. Faktor-faktor pekerjaan
Identifikasi sumber stress kerja diteliti oleh Soewondo (1993; Wijono, 2015) dan
menghasilkan antara lain sumber stress dapat berhubungan dengan :
a. Tempat Kerja, yakni tempat dimana seorang karyawan menjalankan aktivitas
pekerjaannya terasa tidak nyaman seperti suhu ruang kerja terlalu panas atau
terlalu dingin, ruang kerja sempit, berisik, atau penerangan yang kurang.
b. Isi Pekerjaan, yakni hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan seperti batas
waktu kerja, beban kerja, tekanan waktu, pekerjaan yang menumpuk,
pekerjaan baru yang belum dikenal.
c. Syarat-syarat pekerjaan yang tidak mendukung pengembangan karirnya
seperti karir tidak jelas, kenaikan pangkat tertahan, tidak dipromosikan, status
kepegawaian tidak jelas, tidak mendapatkan reward,.
d. Hubungan interpersonal dalam bekerja, seperti hubungan yang
tidak seimbang seperti atasan yang terlalu banyak menuntut,
kuran apresiasi dari pemimpin, keputusan atasan yang
berubah-ubah, kurang terbuka antara atasan dengan bawahan.
2. Faktor-faktor diluar pekerjaan
Terdapat beberapa faktor diluar pekerjaan yang berpotensi menjadi
sumber stress (Tosi et al, 1990; Wijono, 2015) seperti :
a. Perubahan Struktur Kehidupan
Terdapat tiga dimensi struktur kehidupan yang dapat menyebabkan
stress, yaitu :
• Dimensi budaya sosial yakni perubahan struktur yang berkaitan
dengan kegiatan yang dilakukan besama keluarga, religious,
keturunan, struktur pekerjaan, dan faktor-faktor sosial lainnya.
• Adanya perubahan status hubungan dengan orang lain dalam
dunia budaya sosial, seperti seorang pribadi berperan sebagai
suami/istri, rekan kerja, orangtua dan sebagai rakyat sebuah
Negara.
• Aspek dari individu sendiri yakni perubahan dalam diri individu
karena beberapa individu memiliki kecenderungan karakteristik
yang tidak tahan terhadap tekanan, ancaman, mudah dan
cemas.
b. Dukungan Sosial yang Diterima
Dukungan sosial merupakan salah satu cara komunikasi yang bersifat
positif, karena berisi tentang perasaan suka, keyakinan, penghargaan,
penerimaan diri, dukungan dan kepercayaan diri seseorang terhadap
kepentingan orang lain (Katz dan Kahn, 1978; Wijono, 2015).
c. Locus of Control
Individu yang memiliki locus of control internal akan menghadapi
stress potensial, dengan cara mempelajari terlebih dahulu peristiwa-
peristiwa yang dianggap berpotensi mengancam dirinya, kemudian
menentukan sikap tertentu secara rasional dalam menghadapi stress
kerja tersebut.
Sedangkan individu yang memiliki locus of control eksternal
menganggap bahwa segala peristiwa yang terjadi di lingkungan
kerjanya dapat mempengaruhi dirinya.
d. Kepribadian Tipe A dan B
Menurut Friedman dan Rosenman (1974; Wijono, 2015)
mengelompokkan kepribadian kedalam 2 tipe yang berbeda yaitu tipe
A dan tipe B. Beberapa ciri dari dua tipe tersebut yakni individu
mampu mengerjakan tugas dengan cepat, mempunyai sikap
kompetitif tinggi, ingin segera mencapai tujuan yang diinginkannya
dengan cara apapun, ingin meraih prestasi yang lebih baik, ambisius,
agresif, mudah merasa stress, mudah tertekan.
e. Harga Diri
Harga diri adalah seberapa besar penerimaan seseorang dan usaha
untuk melakukan evaluasi terhadap diri sendiri atau bisa juga disebut
dengan konsep diri.
f. Fleksibilitas dan Kaku
Orang yang mempunyai kecenderungan yang fleksibel adalah orang
yang dapat menyesuaikan diri dengan tuntunan atau tekanan, karena
lebih baik dalam melakukan Kerjasama dengan orang lain dibandingkan
dengan orang yang kaku (Kahn et al., 1964; Wijono, 2015).
Sedangkan orang yang kaku adalah orang yang menunjukan sikap
tertutup pada sekitarnya. Orang yang bersifat kaku saat menghadapi
stress kerja akan mempunyai kecenderungan untuk memberikan respon:
• Memberikan sangkalan atau menolak tekanan atau dapat juga tidak
bereaksi terhadap tekanan peran yang diterimanya bahkan tidak
memperdulikannya.
• Memberikan penolakan terhadap orang yang menekan dirinya
• Menjadi semakin bergantung kepada atasan, apabila mendapatkan
tekanan yang berkaitan dengan beban peran yang diterimanya.
• Apabila mendapat tekanan, akan merespon keras, bekerja melebihi
orang lain pada umumnya, peduli dengan pandangan orang lain
dengan terus mencoba menyelesaikan tugas sehingga memiliki nilai
yang lebih dalam organisasi tempatnya bekerja.
g. Kemampuan
Kemampuan merupakan salah satu aspek yang dapat
mempengaruhi respon-respon individu terhadap kondisi, situasi,
atau peristiwa yang menimbulkan stress.
Ada 3 alasan yang dikemukakan bahwa individu yang mempunyai
kemampuan tinggi mungkin akan lebih baik caranya dalam
menghadapi stress.
1) Dengan kemampuannya yang lebih tinggi dari orang lain,
memungkinkan ia dapat mengerjakan tugas-tugasnya yang
sarat dengan peran secara kuantitatif ataupun kualitatif.
2) Orang yang mempunyai kemampuan tinggi ada
kecenderungan mengetahui batas akhir kemampuannya untuk
melakukan tugas-tugasnya. Ia akan lebih mampu untuk menilai
keberhasilannya dalam menghadapi situasi-situasi yang
menyebabkan stress dibandingkan orang yang mempunyai
kemampuan rendah.
3) Orang yang mempunyai kemampuan tinggi dalam
pekerjaannya cenderung mempunyai pengendalian diri yang
lebih terhadap kondisi, situasi atau peristiwa yang
menimbulkan stress kerja dibandingkan dengan orang yang
mempunyai kemampuan yang lebih rendah dalam memberi
respo terhadap stress kerja (Wijono, 2015)
D. Dampak Stres Kerja
Stres dapat menimbulkan dampak atau konsekuensi dalam aspek
psikologi, jasmaniah, perilaku dan lingkungan (Muhammad Surya, 1994;
Triatna, 2015).
1) Aspek psikologis (kecenderungan gampang marah, frustasi, cemas,
agresif, gugup, panik, kebosanan, apatis, depresi, tidak bergairah,
hilang percaya diri).
2) Aspek jasmaniah (perubahan hormonal, tekanan darah tinggi, denyut
jantung meningkat, sulit bernafas, gangguan pencernaan, ganggung
saraf).
3) Aspek perilaku (kurang mampu membuat keputusan, mudah lupa,
sensitive, pasif, kurang bertanggung jawab).
4) Aspek lingkungan (suasanan rumah tangga yang kurang harmonis,
lingkungan pekerjaan yang kurang produktif, masyarakat yang tidak
tentram
Pendapat lain menurut Cox (1978; Gibson et al., 1993; Triatna, 2015),
secara umum akibat atau dampak stress ada beberapa katergori, meliputi :
1) Akibat Subjektif : kecemasan, agresif, acuh tak acuh, kebosanan,
depresi, kelelahan, frustasi, kehilangan kesabaran, rendah diri, gugup,
dan perasaan terpencil.
2) Akibat dalam Bentuk Perilaku : kecanduan alkohol, ledakan emosi,
makan atau minum berlebihan, bertindak mengikuti kata hati yang
kadang-kadang irasional dan tertawa gugup.
3) Akibat Kognitif : ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat,
mulut kering, banyak keringat, sebentar-sebentar panas dingin.
4) Akibat Keorganisasian : ketidakhadiran, produktivitas rendah,
mengasingkan diri, menurunnya komitmen dan loyalitas pada
organisasi kerja.
E. Manajemen Stres Kerja
Manajemen stress berarti berusaha mencegah timbulnya
stress, meningkatkan ambang stress dari individu dan
menampung akibat fisiologikal dari stress. Manajemen stress
bertujuan untuk mencegah berkembangnya stress jangka
pendek menjadi stress jangka panjang atau stress yang
kronis (Munandar, 2014).
Dalam melakukan manajemen stress dapat dilakukan
beberapa cara berikut (Munandar, 2014) :
1) Mengubah faktor-faktor di lingkungan agar tidak menjadi
pembangki stress
2) Mengubah faktor-faktor dalam individu agar :
a. Ambang stress meningkat, tidak cepat merasakan situasi
yang dihadapi sebagai penuh stress.
b. Toleransi terhadap stress meningkat, dapat lebih lama
bertahan dalam situasi yang penuh stress, tidak cepat
menunjukan akibat yang merusak dari stress pada
badan. Dapat mempertahankan kesehatannya
 Menurut Robbins dan Judge (2015), ada dua pendekatan dalam stress,
yaitu pendekatan individual dan pendekatan organisasional. Pendekatan
individual menjelaskan bahwa seorang karyawan dapat memikul
tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Pendekatan
organisasional menerangkan bahwa ada beberapa faktor yang
menyebabkan stress terutama tuntutan tugas dan peran, struktur
organisasi dikendalikan oleh manajemen.
 Pengertian konseling atau pembimbingan dan penyuluhan adalah
pembahasan suatu masalah dengan seorang karyawan, dengan
maksud untuk membantuk karyawan agar dapat menangani masalah
dengan baik. Konseling bertujuan untuk membuat orang-orang menjadi
lebih efektif dalam memecahkan masalah-masalah mereka (Handoko,
2014). Berdasarkan besarnya pengarahan yang diberikan dalam proses
konseling, ada 3 tipe konseling yaitu (Handoko, 2014) :
1. Directive Conseling, adalah proses mendengarkan masalah-masalah
emosional karyawan, memutuskan dengan karyawan apa yang harus
dilakukan, dan kemudian memberitahukan dan memotivasi karyawan
untuk melaksanakan hal itu.
2. Nondirective Conselling, adalah proses mendengarkan secara penuh
perhatian dan mendorong karyawan untuk menjelaskan masalah yang
menyusahkan mereka, memahami dan menentukan penyelesaian
yang tepat.
3. Cooperative Conselling, adalah hubungan timbal balik antara
pembimbing dan karyawan yang mengembangkan pertukaran gagasan
secara kooperatif untuk membantuk penyelasian masalah karyawan.
 (Mangkunegara, 2007; Hamali, 2016) juga
mengungkapkan cara mengatasi stress kerja dengan 3
pola yakni :
1) Pola Sehat, yaitu pola menghadapi stress yang terbaik
dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan
sehingga adanya stress tidak menimbulkan gangguan,
tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang.
2) Pola Keseimbangan (Harmonis), yaitu pola menghadapi
stress dengan cara mengelola waktu dan kegiatan
secara seimbang (harmonis) dan tidak menimbulkan
kesibukan dan tentangan, dengan cara mengatur waktu
secara teratur.
3) Pola Patologis (Kerusakan), yaitu pola dalam mengatasi
stress yang memiliki akibat negatif seperti gangguan
fisik maupun sosial-psikologis.
STUDI KASUS PT. Esa Visual Padjajaran Televisi (PJTV)
PT. Esa Visual Padjadjaran Televisi (PJTV) adalah salah satu televisi swasta lokal di
Bandung yang resmi berdiri pada bulan Maret tahun 2005, merupakan badan
hukum lembaga penyiaran swasta penyelenggara jasa penyiaran televisi. PT. Esa
Visual Padjadjaran Televisi (PJTV) mempunyai visi, yaitu sebagai media
pencerahan dan pemberdayaan masyarakat Bandung dan Jawa Barat di segala aspek
kehidupan dengan pondasi budaya serta mempunyai misi yang menyediakan
pilihan informasi, pendidikan, dan hiburan bagi penguatan budaya masyarakat
Bandung dan Jawa Barat melalui sajian bermakna bagi pematangan, aktualisasi dan
inspirasi bagi penciptaan akses terhadap perkembangan manusia seutuhnya
Profesi wartawan memiliki beban kerja yang berbeda dibandingkan dengan
karyawan lain yang juga bekerja di bidang pers. Wartawan dituntut untuk lebih aktif
dalam proses penerbitan terutama pencarian berita demi mecapai tujuan perusahaan
pers. PT. Esa Visual Padjadjaran Televisi (PJTV) menerapkan sistem kekeluargaan
didalam bekerja. Karyawan dianggap sebagai bagian penting dari perusahaan
layaknya keluarga dengan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepada
mereka dengan harapan dapat lebih maksimal dalam bekerja demi menghasilkan
kinerja yang baik guna meningkatkan kemajuan perusahaan. Perusahaan juga tidak
memiliki kebijakan yang terstruktur. Semua kebijakan yang berkaitan dengan SDM
perusahaan lebih diserahkan kepada kepala – kepala divisi terkait melalui evaluasi
langsung dari Direktur. Sedangkan perusahaan lebih memfokuskan diri terhadap
strategi peningkatan omzet atau profit oriented yang dicapai oleh perusahaan.
Bapak Agus Kusmayadi (wartawan Divisi Pemberitaan) mengatakan “Perusahaan terlalu
fokus terhadap kemajuan perusahaan dan pencapaian profit sebanyak-banyaknya yang
berimbas pada penekanan kinerja karyawan yang tinggi dengan memberatkan karyawan
pada tugas dan tanggung jawab tanpa memperhatikan gaji yang diberikan.” Sedangkan
Bapak Ujang Heriaman (wartawan Divisi Pemberitaan) mengatakan “ Ya sebenarnya saya
kurang setuju ya dengan sistem kerja yang diterapkan perusahaan. Karena terlalu
mementingkan kemajuan perusahaan tanpa mementingkan kesejahteraan karyawan.
Imbasnya ke karyawan juga. Tuntutan tugas saya sebagai wartawan cukup tinggi, beban
kerja berlebih, tapi gajinya disamakan dengan karyawan bagian lain.”
Situasi tersebut ternyata telah membawa pengaruh yang cukup besar bagi wartawan divisi
pemberitaan dan seringkali memicu terjadinya kondisi stres kerja pada wartawan. Adapun
faktor-faktor penyebab stres kerja yang dialami oleh wartawan divisi pemberitaan PT. Esa
Visual Padjadjaran Televisi (PJTV) diperantarai oleh :
- Keadaan peralatan yang rusak atau gadget yang kurang memadai
- Waktu yang terbatas dan adanya tuntutan minimal 3 - 4 berita perhari yang ditugaskan
oleh pimpinan redaksi. Apabila belum ada peristiwa yang layak untuk dijadikan berita,
maka karyawan dituntut untuk dapat menciptakan berita guna mencapai target
pengumpulan berita setiap harinya yang disetorkan kepada pimpinan redaksi paling
lambat sebelum jam 15.00.
- Menghadapi peristiwa dengan tingkat pengungkapan yang rumit sehingga
memerlukan penelusuran lebih dalam (seperti kasus korupsi, terorisme, pembunuhan
dan bunuh diri), narasumber berita yang tidak mau berkomentar dan sulit untuk
ditemui
- Jarak tempuh yang cukup jauh sekitar 40 – 50 km setiap hari untuk mendapatkan
berita ataupun kasus yang paling terbaru
Akibat dari stres kerja yang dialami oleh para wartawan divisi pemberitaan
PT. Esa Visual Padjadjaran Televisi (PJTV) tentu membawa dampak atau
konsekuensi bagi para wartawan tersebut. Konsekuensi yang timbul akibat
stres kerja yang dialami oleh wartawan divisi pemberitaan di antaranya :
- Menjadi malas menulis, baik itu naskah berita ataupun laporan dalam
menyelesaikan pekerjaan dengan waktu yang cukup terbatas
- Menurunnya produktivitas kerja
- Terlintas bepikir keluar dari perusahaan atau berhenti kerja
- Masalah Kesehatan mental (gangguan tidur, susah makan, dan lain-lain)
Melihat dampak stres kerja tersebut, para wartawan divisi pemberitaan PT.
Esa Visual Padjadjaran Televisi (PJTV) telah memiliki cara tersendiri untuk
mengelola stres kerja yang dialami. Pengelolaan stres kerja tersebut
diantaranya :
- Beralih mencari hiburan seperti Karaoke, Game dan Futsal
- Refreshing sejenak dengan keluar ruangan menghirup udara segar
Walaupun kondisi stres kerja yang berimbas pada kejenuhan terhadap
pekerjaan bisa hilang dengan sejenak, tetapi cara tersebut masih dirasa
kurang mampu untuk sedikit menghilangkan stress kerja pada wartawan
tersebut.
Beberapa upaya yang juga dilakukan oleh PT. Esa Visual Padjadjaran Televisi
(PJTV) yang juga bertujuan untuk membantu para karyawan menghadapi
segala kendala yang berkaitan dengan stres kerja. Pengelolaan stres kerja yang
dilakukan oleh perusahaan mencakup :
- Penawaran cuti
- Pemberian tunjangan transportasi, tunjangan makan, bonus uang (THR atau
Akhir tahun
- Memberikan program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan
- Meningkatkan komunikasi organisasional dengan karyawan baik formal
maupun tidak formal bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian peran dan
konflik peran. Penggunaan komunikasi organisasional yang dilakukan oleh
PT. Esa Visual Padjadjaran Televisi (PJTV) yaitu melalui evaluasi yang
dilakukan setiap 1 bulan sekali melalui sharing permasalahan yang
berkaitan dengan Sumber Daya Manusia (SDM) itu sendiri.
- Menyediakan fasilitas kerja yang memadai
- Menyedikan tempat rileks untuk karyawan,
- Pelaksanaan berbagai kegiatan yang bersifat informal dan insidental yang
merujuk pada tujuan peningkatan upaya relaksasi bagi wartawan, seperti
happy hours, afternoon tea, outbond activities, tamasya keluarga,
pemberangkatan liburan, mengadakan event santunan anak yatim dan
pengajian.

Anda mungkin juga menyukai