Anda di halaman 1dari 2

DEFINISI STRES KERJA

Kreitner dan Kinicki (2005) mendefinisikan stres sebagai respon adaptif dihubungkan oleh
karaktersitik dan atau proses psikologis individu, yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap
tindakan eksternal, situasi, atau peristiwa yang menempatkan tuntutan psikologis/fisik khusus
pada seseorang.

Charles D, Spielberger (dalam Handoyo, 2001) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-
tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu
stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan,
ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

Sedangkan Gibson mengemukakan bahwa stress kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik
pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon.
Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan. Definisi
stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk memberikan
tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi
antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan
stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres
dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi
unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk memberikan
tanggapan.

Sondang Siagian (2008) menyatakan bahwa stres merupakan kondisi ketegangan yang
berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stres yang tidak bisa di
atasi denganbaik biasanya berakibat pada ketikmampuan orang berinteraksi secara positif dengan
lingkungannya, baik dalam lingkungan pekerjaan maupun lingkungan luarnya. Artinya,
karyawan yang bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala negatif yang pada gilirannya
berpengaruh pada prestasi kerja.

B. PENYEBAB STRES KERJA

Menurut Luthans (2002), penyebab terjadinya stres yang bersifat organisasi, salah satunya adalah
struktur dalam organisasi yang terbentuk melalui desain organisasi yang ada, misalnya melalui
formalisasi, konflik dalam hubungan antar karyawan, spesialisasi, serta lingkungan yang kurang
mendukung. Hal lain dalam desain organisasi yang juga dapat menyebabkan stres antara lain
adalah, level diferensiasi dalam perusahaan serta adanya sentralisasi yang menyebabkan
karyawan tidak mempunyai hak untuk berpatisipasi dalam pengambilan keputusan (Robbins,
2003).

Sedangkan faktor yang bersifat non-organisasi, yaitu faktor individual, antara lain adalah tipe
kepribadian karyawan. (Robbins, 2003). Tipe kepribadian yang cenderung mengalami stres kerja
yang lebih tinggi adalah tipe kepribadian A. Individu tipe A lebih cepat untuk mengalami
kemarahan yang apabila ia tidak dapat menangani hal tersebut, individu tersebut akan mengalami
stres yang dapat menuju terjadinya masalah pada kesehatan individu tersebut (Luthans, 2002).
Karyawan dapat menanggapi kondisi-kondisi tekanan tersebut secara positif maupun negatif.
Stres dikatakan positif dan merupakan suatu peluang bila stres tersebut merangsang mereka
untuk meningkatkan usahanya untuk memperoleh hasil yang maksimal. Stres dikatakan negatif
bila stres memberikan hasil yang menurun pada produktifitas karyawan. Akibatnya, ada
konsekuensi yang konstruktif maupun destruktif bagi badan usaha maupun karyawan. Pengaruh
dari konsekuensi tersebut adalah penurunan ataupun peningkatan usaha dalam jangka waktu
pendek maupun berlangsung dalam jangka waktu lama.

Dalam model stres kerja yang dikembangkan oleh Ivansevich dan Matteson, “Organizational
Stressor and Heart Disease”, (dalam Kreitner dan Kinicki, 2005) penyebab stres antara lain
meliputi : Level individual, level kelompok, level organisasional, dan level ekstra organisasional.
Stressor level individual yaitu yang secara langsung dikaitkan dengan tugas pekerjaan seseorang
(person-job interface). Contoh yang paling umum stressors level individual ini adalah

1)      Role overload merupakan kondisi dimana pegawai memiliki terlalu banyak pekerjaan yang
harus dikerjakan atau di bawah tekanan jadwal waktu yang ketat

2)      Role conflict. Terjadi ketika berbagai macam pegawai memiliki tugas dan tanggung jawab
yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Konflik ini juga terjadi ketika pegawai
diperintahkan untuk melakukan sesuatu tugas/pekerjaan yang berlawanan dengan hati nurani
atau moral yang mereka anut.

3)      Role ambiguity. Terjadi ketika pekerjaan itu sendiri tidak didefinisikan secara jelas. Oleh
karena pegawai tidak mampu untuk menentukan secara tepat apa yang diminta organisasi dari
mereka, maka mereka terus menerus merasa cemas apakah kinerja mereka telah cukup atau
belum.

4)      Responsibility for other people. Hal ini berkaitan dengan kemajuan karir pegawai.
Kemajuan karir yang terlalu lambat, terlalu cepat, atau pada arah yang tidak diinginkan akan
menyebabkan para pegawai mengalami tingkat stres yang tinggi. Apalagi jika mereka harus
bertanggung jawab terhadap karir seseorang yang lain akan menyebabkan level stres menjadi
lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai