Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Stress

2.1.1. Pengertian Stres

Menurut WHO (2003) stress adalah reaksi/respon tubuh terhadap


stressor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan) (dalam Astuti,
2012).

Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik


mengharuskan seseorang untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye,
1976 dalam Potter & Perry, 2005).

Stress adalah respon psikososial dari tubuh terhadap tekanan atau


beban mental yang dialami seseorang dalam kehidupannya (Hawari,
2010).

Stress adalah reaksi tubuh terhadap tuntutan kehidupan karena


pengaruh lingkungan tempat individu berada (Suryono, 2013).

Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi,


proses berfikir, dan kondisi seseorang (Handoko, 2014).

Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Priyoto (2014) stress


adalah suatu reaksi fisik dan psikis terhadap tuntutan yang menyebabkan
ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan sehari hari.

Berdasarkan teori diatas peneliti menyimpulkan stress adalah suatu


respon tubuh terhadap ketegangan atau beban mental yang mempengaruhi
fisik, psikis dan perilaku seseorang.

STIKES MARENDENG MAJENE


2.2. Tinjauan Umum Tentang Stres Kerja

2.1.2. Pengertian Stress Kerja

Smet (1994) secara spesifik menjelaskan bahwa stres kerja sebagai


suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan
lingkungan kerja sehingga menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan
yang berasal dari situasi dengan sumber daya sistem biologis, psikologis
dan sosial.

Luthans (2000) dalam Gustina, 2013, menyatakan bahwa stres


kerja adalah suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi
oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari
tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak
mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang.

Stress kerja juga dijelaskan sebagai proses psikologis yang terjadi


sebagai konsekuensi dari perilaku atau kejadian-kejadian lingkungan
kerja dan menimbukan akibat-akibat khusus secara fisiologis, psikologis
dan perilaku individu (Gibson, 2000 dalam Martina, 2012).

Berdasarkan ketiga pendapat diatas peneliti menyimpulkan bahwa


stress kerja adalah suatu kondisi dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan kerja dan sebagai proses psikologi sebagai konsekuensi dari
tindakan lingkungan kerja. Stress kerja yang berlebihan dapat berdampak
terhadap fisiologis, psikologis, dan perilaku individu.

2.1.3. Jenis – Jenis Stres Kerja

Quick dan Quick (1984), mengkategorikan jenis stres menjadi dua,


yaitu:

a. Eustress adalah akibat positif yang ditimbulkan oleh stres yang berupa
timbulnya rasa gembira, perasaan bangga, menerima sebagai
tantangan, merasa cakap dan mampu, meningkatnya motivasi untuk
berprestasi, semangat kerja tinggi, produktivitas tinggi, timbul harapan

STIKES MARENDENG MAJENE


untuk dapat memenuhi tuntutan pekerjaan, serta meningkatnya
kreativitas dalam situasi kompetitif.
b. Distress adalah akibat negatif yang merugikan dari stres, misalnya
perasaan bosan, frustrasi, kecewa, kelelahan fisik, gangguan tidur,
mudah marah, sering melakukan kesalahan dalam pekerjaan, timbul
sikap keragu-raguan, menurunnya motivasi, meningkatnya absensi,
serta timbulnya sikap apatis.

2.1.4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Stres

Potter & perry (2005) mengklasifikasikan faktor penyebab stress


menjadi 2 yaitu:

a. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri seseorang
seperti: kondisi fisik, atau suatu keadaan emosi, dan motivasi/harapan.
b. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari diri seseorang seperti:
perubahan lingkungan sekitar, keluarga, hubungan interpersonal dan
sosial budaya.

Adapun menurut Grand (2000) dalam Sunaryo (2004), stress


ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

a. Penyebab makro menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan


sepert kematian, perceraian, luka bathin, kebangkrutan.
b. Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari,
seperti pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaaan, masalah apa
yang akan dimakan, dan antri.

Menurut Hurrel (Dalam Munandar, 2001) sumber stres yang


menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan
seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit
tetapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian dari waktu manusia
adalah untuk bekerja, karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kesehatan seorang pekerja. Pembangkit

STIKES MARENDENG MAJENE


stres di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar terhadap
kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seorang tenaga kerja yang
bekerja. Faktor-faktor di pekerjaan yang dapat menimbulkan stres di
kelompokkan dalam lima kategori, yaitu:

a. Faktor intrinsik dari pekerjaan


Faktor intrinsik dalam pekerjaan kategorinya adalah tuntunan
fisik dan tuntunan tugas, tuntunan fisik: kondisi fisik misalnya faktor
kebisingan, panas, penerangan dan lain sebagainya, sedangkan faktor
tugas mencakup; kerja malam. Beban kerja dan penghayatan dari
resiko bahaya. Tuntunan fisik yaitu kondisi fisik kerja mempunyai
pengaruh terhadap faal dan psikologis seorang tenaga kerja. Kondisi
fisik dapat merupakan pembangkit stres, tuntunan tugas menurut
penelitian menunjukkan bahwa shift kerja/kerja malam merupakan
sumber stres bagi pekerja pabrik roti. Beban kerja berlebih dan beban
kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres.
b. Peran Dalam Organisasi
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam
organisasi artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugas
yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan
sesuai dengan yang di harapkan oleh atasannya, namun demikian
tenaga kerja tidak selalau berhasil untuk memainkan perannya tanpa
menimbulkan masalah. Kurang baiknya fungsi peran merupakan
pembangkit stres yang meliputi konflik peran dan ketidak jelasan
kerja.
c. Pengembangan Karir
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres yang
potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi yang
berlebih atau promosi yang kurang.
d. Hubungan Dalam Pekerjaan

STIKES MARENDENG MAJENE


Hubungan dalam pekerjaan yang tidak baik terungkap dalam
gejala-gejalanya dalam kepercayaan yang rendah, minat yang rendah
dalam pemecahan masalah dalam organisasi, komunikasi antar
pribadi yang tidak sesuai antara pekerja, ketegangan psikologis dalam
bentuk kepuasan kerja yang menurun dan penurunan kondisi
kesehatan.
e. Struktur Dan Iklim Organisasi

Faktor stres yang dikenal dalam kategori ini adalah terpusat


pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada
support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam
pengambilan keputusan.

2.1.5. Sumber Stres Kerja

Faktor stres yang dikenal dalam kategori ini adalah terpusat pada
sejauh mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada support
sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan
keputusan.
Caldwell at all, 1981, Thelan, 1994 (dalam Hartono, 2004) sumber
stres kerja perawat adalah :
a. Lingkungan kerja merupakan lingkungan disekitar perawat yang
berhubungan dengan peralatan, penyediaan gudang, area kerja yang
luas, kebisingan, ruangan yang berjendela dan temperatur udara
disekitar perawat.
b. Beban kerja yaitu banyaknya pekerjaan dan sulitnya pekerjaan.
Everly dkk (dalam Munandar, 2001) mengatakan beban kerja
adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus
diselesaikan pada waktu tertentu.
c. Kondisi penyakit yang dihadapi perawat misalnya menghadapi
pasien dengan kondisi kritis dengan perubahan patofisiologi yang
cepat memburuk.

STIKES MARENDENG MAJENE


d. Hubungan interpersonal adalah kemampuan bertukar informasi
dengan orang lain meliputi interaksi staf dalam satu unit dengan
unit lain, perawat manager, pimpinan rumah sakit, pasien dan
keluarga.
e. Pembuatan keputusan antara lain tanggung jawab dalam
pengambilan keputusan konflik dalam memberikan opini,
keadekuatan pengetahuan informasi, dilema etik dan kesalahan
pengambilan keputusan.
Rice (1999) dalam Martina (2012) mengemukakan beberapa
sumber yang dapat mengakibatkan stres kerja, antara lain :
a. Physichal danger, yaitu sumber potensial yang dapat
mengakibatkan stres kerja terutama saat pekerja menghadapi
kemungkinan terluka. Pekerja yang berada pada pekerjaan yang
darurat misalnya polisi, pemadam kebakaran, dan tentara
memiliki kemungkinan mengalami stress kerja. Koping yang
sukses pada pekerja tersebut tergantung dari perasaan mampu
pekerja atau keahlian pekerja untuk mengatasi keadaan yang
gawat atau darurat.
b. Shift work adalah salah satu sumber stres kerja. shift work dapat
mengakibatkan terganggunya pola tidur, ritme neurophysiological,
metabolisme tubuh dan efisiensi mental. Reaksi tersebut terjadi
karena terganggungnya circadian ryhtem, yaitu tipe jam biologis
tubuh.
c. Ambiguitas peran (role ambiguity). Ambiguitas peran adalah
sumber dari stres kerja yang banyak terjadi terutama dalam
struktur organisasi yang besar. Ini terjadi karena peran
menunjukkan ekspektasi sosial yang akan ditunjukkan individu
pada perilakunya saat individu tersebut menduduki posisi yang
jelas. Ambiguitas peran terjadi saat seseorang tidak tahu apa
yang diharapkan manajemen untuk dilakukan. Efek dari

STIKES MARENDENG MAJENE


ambiguitas peran ini meliputi rendahnya performansi kerja,
tingginya kecemasan, dan adanya motivasi untuk meninggalkan
perusahaan (Moch et al dalam Rice, 1999).
d. Interpersonal stress. Rendahnya hubungan interpersonal individu
dapat mengakibatkan stress kerja. Hubungan interpersonal
dibutuhkan oleh pekerja. Jaringan sosial meliputi dukungan dari
pekerja lain, manajemen, keluarga dan teman dapat menurunkan
ketegangan (Fissher dalam Rice, 1999).
e. Perkembangan karir. Stres kerja dapat diakibatkan oleh
ketidaktersediaannya kebutuhan karir oleh pekerja, dimana
penelitian mengenai stres kerja mengatakan bahwa seseorang
membawa harapan spesifik terhadap pekerjaannya, harapan
mengenai hal-hal yang berlalu begitu cepat, atau terus menerus dan
berharap akan adanya kemajuan. Empat fakor yang sangat dekat
dengan stres kerja dalam pengembangan karir adalah tidak
adanya kesempatan mendapat promosi, promosi yang
berlebihan (over promotion), pengamanan terhadap pekerjaan, dan
ambisi yang bersifat frustrasi.
f. Struktur organisasi. Struktur organisasi dapat mengakibatkan
stres kerja, pekerja biasanya mengalami permasalahan dengan
stuktur yang tidak jelas, ketidakstabilan politik dalam organisasi
dan ketidakmampuan supervisi dalam manajemen.
g. Hubungan antara keadaan rumah dan pekerjaan, masalah
pribadi pekerja dirumah dapat mengakibatkan stres kerja di
lingkungan tempatnya bekerja.
h. Kebosanan dan situasi yang monoton, situasi yang membosankan
dan monoton dapat mengakibatkan stres kerja. Tiga hal yang
menjadi diskusi berhubungan dengan stres kerja adalah pekerja
menerima pekerjaan mereka sebagai sesuatu yang
membosankan, monoton dan dilakukan berulang-ulang.

STIKES MARENDENG MAJENE


i. Technostress. Teknologi dapat menjadi sumber stres bagi
pekerja saat pekerja merasakan kondisi dari ketidakmampuan
mereka atau organisasinya untuk beradaptasi dengan teknologi
yang baru.

Berdasarkan uarian sumber stress kerja diatas dapat disimpulkan


bahwa sumber stress kerja adalah Physichal danger, Shift work,
Ambiguitas peran (role ambiguity), Interpersonal stress, Perkembangan
karir, Struktur organisasi, Hubungan antara keadaan rumah dan
pekerjaan, Kebosanan dan situasi yang monoton, dan Technostress.

2.1.6. Tahapan Stres

Gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena


perjalanan awal stres timbul secara lambat, menurut Hawari (2011),
tahapan-tahapan stres sebagai berikut:

1. Stres tahap I
Tahap ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dari
biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:
a. Semangat kerja yang besar, berlebihan.
b. Merasa mampu menyelesaikam pekerjaan lebih dari biasanya ,
namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan, disertai rasa
gugup yang berlebihan
c. Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin
bertambah semangat namun tanpa disadari cadangan energi
semakin menipis.
2. Stres tahap II
Tahapan ini dampak stres yang semula menyenangkan
sebagaimana diuraikan dalam tahap I diatas mulai menghilang dan
timbul keluhan-keluhaan yang disebabkan karenacadangan energi
tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk
beristirahat/ istirahat antara lain dengan tidur yang cukup

STIKES MARENDENG MAJENE


bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang
mengalami defisit.
Keluhan-keluhan yang dikemukakan oleh seseorng yang berada
pada strs tahap II adalah sebagai berikut:
a. Merasa letih bangun pagi yang seharusnya merasa segar.
b. Merasa lelah sesudah makan siang.
c. Lekas merasa capek menjelang sore hari.
d. Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman.
e. Detak jantung lebih keras dari basanya (berdebar-debar).
f. Otot punggung dan tengkuk merasa tegang.
g. Tidak bisa santai.
3. Stres tahap III
Bila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya
tanpa menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada
stres tahap II tersebut diatas, maka yang bersangkutan akan
menunjukan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu
yaitu:
a. Gangguan lambung dan usus semakin nyata, misalnya keluhan
maag (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare).
b. Ketegangan otot semakin terasa.
c. Perasaan ketidak tenangan dan ketegangan emosional semakin
meningkat
d. Gangguan pola tidur (insomnia), misal sukar untuk mulai
masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah
malamndan sukar kembali tidur (midle insomnia) atau bangun
terlalu pagi/dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late
insomnia).
e. Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa
mau pingsan).

STIKES MARENDENG MAJENE


f. Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada
dokter untuk memperoleh terapi atau bisa juga beban stres
hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk
beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami
defisit.
4. Stres tahap VI
Tidak jarang seseorang pada saat waktu memeriksakan diri ke
dokter sehubungan dengan keluhan-keluhan stres tahap III diatas
oleh dokter dinyatakan tidak sakit karenatidak ditemukan kelainan-
kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang
bersangkutan terus memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal
istirahat maka gejala stres tahap VI akan muncul, yaitu:
a. Untuk bertahap sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit.
b. Aktivitas pekerjaan yang semula tanggap terhadap situasi
membosankan dan terasa lebih sulit
c. Yang semula tanggap terhadap situasi merspon secara memadai
d. Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-
hari.
e. Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang
menegangkan.
f. Seringkali menolak ajakan.
g. Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.
h. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat
dijelaskan pada penyebabnya.
5. Stres tahap V
Bila kedaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh pada stres
tahap V yang ditandsi dengan hal-hal berikut:
a. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam.
b. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari
yangringan dan sederhana.

STIKES MARENDENG MAJENE


c. Gangguan sistem pencernaan yang semakin berat.
d. Timbul rasa ketakutan dan kecemasan yang semakin
meningkat, mudah tersinggung, mudah bingung dan panik.
6. Stres tahap VI
Tahapan ini merupakan tahap klimaks, seseorang mengalami
serangan panik dan perasaan takut mati. Gambaran stres tahap VI
ini adalah sebagai berikut:
a. Debaran jantung teramat keras.
b. Susah bernafas (sesak dan megap-megap).
c. Sekujur badan terasa bergetar, dingin, dan keringat bercucuran.
d. Pingsan atau kolaps (collaps).

2.1.7. Gejala Stres Kerja

Teory Terry Beehr dan Newman (1987) dalam Sariningsi, 2010


membagi gejala stres menjadi tiga aspek yaitu gejala psikologis, gejala fisik
dan perilaku.
1) Gejala psikologis terdiri dari:
a) Kecemasan, ketegangan
b) Bingung, marah, sensitif
c) Memendam perasaan
d) Komunikasi tidak efektif, menurunnya fungsi intelektual
e) Mengurung diri, ketidak puasan bekerja
f) Depresi, kebosanan, lelah mental
g) Merasa terasing dan mengasingkan diri, kehilangan daya
konsentrasi
h) Kehilangan spontanitas dan kreatifitas
i) Kehilangan semangat hidup, menurunnya harga diri dan rasa
percaya
diri
2) Gejala fisik :
a) Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah
b) Meningkatnya sekresi ardrenalin dan non adrenalin

STIKES MARENDENG MAJENE


c) Gangguan gastrointestial, misalnya ganguan lambung
d) Mudah terluka, kematian, ganguan kardiovaskular
e) Lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit
f) Mudah lelah secara fisik, gangguan pernafasan
g) Kepala pusing, migrain, kanker
h) Ketegangan otot, problem tidur
3) Gejala perilaku/sosial :
a) Menunda atau menghindari pekerjaan dan tugas
b) Penurunan prestasi dan produktifitas
c) Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk
d) Perilaku sobotase
e) Meningkatnya frekuensi absensi
f) Perilaku makan yang tidak normal
g) Kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan
h) Kecendrungan perilaku yang beresiko tinggi seperti ngebut, berjudi
i) Meningkatnya agresifitas dan kriminalitas
j) Penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan
teman
k) Kecendrungan bunuh diri.

2.1.8. Tingkat Stres Kerja

Gangguan stres biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan


mulainya dan seringkali kita tidak menyadari. Situasi stress ringan
biasanya tidak mengakibatkan kerusakan fisiologis kronis, tetapi stres
sedang dan berat dapat menimbulkan resiko penyakit medis atau
memburuknya penyakit kronis (Leidy et al., 1990 dalam Potter & Perry,
2005).

1. Stres Ringan
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang
secara teratur, seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas,
keritikan dari atasan. Situasi ini biasanya berlangsung beberapa
menit atau jam.

STIKES MARENDENG MAJENE


2. Stres Sedang
Berlangsung lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa
hari. Misalnya, perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan
kerja, anak yang sakit, atau ketidakhadiran yang lama dari anggota
keluarga.
3. Stres Berat
Stres berat adalah situasi kronis yang dapat berlangsung
beberapa minggu sampai beberapa tahun seperti perselisihan
perkawinan terus menerus, kesulitan financial yang
berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Makin sering
dan makin lama situasi stres, makin tinggi resiko kesehatan
yang ditimbulkan.

2.1.9. Alat Ukur Tingkat

Setiap individu memiliki tingkatan stres yang berbeda-beda


tergantung dari stressor yang dihadapi. Pengukuran skala pun diperlukan
untuk mengetahui sejauh mana tingkatan stres yang dihadapi oleh
seseorang.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunkan instrument penelitian
OSI-R TM (Occupational Stress Inventory-Revised Edition) oleh
(Osipow & Spokane, 1998) yang telah dimodifikasi penggunaannya dan
telah diuji validitas dan reabilitas dengan skor total item minimum r =
0,2 oleh Astuti (2012). Pertanyaan yang diajukan untuk mengukur
tingkat stres sebanyak 35 pertanyaan dengan pilihan skor 1-4.
Berdasarkan hal tersebut kemungkinan nilai terendah adalah 35 dan
tertinggi 140. Selanjutnya oleh peneliti ditetapkan pengukuran tingkat
stress rendah (35-70), sedang (71-105), dan tinggi (106-140).

STIKES MARENDENG MAJENE


2.3. Tinjauan Umum Tentang Kinerja

2.3.1. Pengertian Kinerja

Menurut Mangkunegara (2013) menyatakan bahwa Kinerja adalah


hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Menurut Rival (2015) mendefinisikan bahwa Kinerja adalah hasil
atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode
tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang
telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Pengertian kinerja merupakan hasil atau keluaran yang


dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan
atau suatu profesi dalam kurun waktu tertentu (Kurniadi A, 2013
dalam Gustina, 2012).

Menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014, pelayanan


keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok
atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.

Kepmenkes RI Nomor 279/MENKES/SK/IV/2006


mendefinisikan pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk
pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif dan
ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit
maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

STIKES MARENDENG MAJENE


Layanan keperawatan di rumah sakit adalah pelayanan
professional yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan oleh perawat (Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.279/MENKES/SK/IV/2006). Perawat melaksanakan layanan
keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyrakat
untuk mencapai kemandirian masyarakat baik di sarana pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas (Kepmenpan No.94
tahun 2001 dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.279/MENKES/SK/IV/2006).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpukan bahwa
pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan yang
dilakukan oleh perawat dengan memperhatikan secara komprehensif
(bio-psiko-sosio-spiritual) dan ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok atau masyarakat baik sehat maupun sakit untuk
meningkatkan derajat kesehatannya.

2.3.2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

T. Hani Handoko (2008) dalam Atmaji (2011), menyebutkan


bahwa kinerja karyawan baik atau tidak tergantung pada motivasi,
kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem
kompensasi, desain pekerjaan, aspek-aspek ekonomis dan teknis serta
keperilakuan lainnya.
Menurut Wirawan (2009, dalam Luthfan 2011) kinerja pegawai
merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor, yaitu:
a. Faktor Internal Pegawai
Yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai yang merupakan
faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika pegawai
tersebut berkembang.
Faktor-faktor bawaan, misalnya:
1) Bakat

STIKES MARENDENG MAJENE


2) Sifat Pribadi
3) Keadaan fisik dan kejiwaan
Sedangkan faktor-faktor yang diperoleh ketika pegawai
berkembang,misalnya:
1) Pengetahuan
2) Ketrampilan
3) Etos kerja
4) Pengalaman kerja
5) Motivasi kerja
b. Faktor-Faktor Lingkungan Internal Pegawai
Dalam melaksanakan tugas, pegawai memerlukan dukungan
organisasi. Dukungan tersebut sangat memengaruhi tinggi
rendahnya kinerja pegawai.
Sistem kompensasi, iklim kerja organisasi, strategi organisasi,
serta dukungan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
pekerjaan merupakan faktor lingkungan internal organisasi yang
mendukung pelaksaan tugas. Oleh karena itu, manajemen
organisasi harus menciptakan lingkungan internal organisasi yang
kondusif sehingga dapat mendukung dan meningkatkan
produktivitas karyawan.
c. Faktor Lingkungan Eksternal Pegawai
Faktor lingkungan eksternal pegawai adalah keadaan, kejadian,
atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang
mempengaruhi kinerja karyawan. Misalnya, krisis ekonomi serta
budaya masyarakat.
Mangkunegara (2004) mengatakan bahwa karakteristik orang
yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut:
a. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi.
b. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.
c. Memiliki tujuan yang realistis.

STIKES MARENDENG MAJENE


d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk
merealisasi tujuannya.
e. Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam seluruh kegiatan
kerja yang dilakukannya.
f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogramkan.
Pendapat lain yang tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja antara lain (Amstrong and Baron dalam Fitrianingrum 2018):
a. Personal factor, ditujukan pada tingkat keterampilan, kompetensi
yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.
b. Leadership factor, ditujukan pada kualitas dorongan, bimbingan,
dan dukungan yang telah dilakukan oleh manajerndan team leader.
c. Team faktor, ditujukan pada kualitas dukungan yang diberikan
oleh rekan kerja.
d. System factor, ditujukan pada sistem kerja dan fasilitas yang
diberikan organisasi.
e. Contextual or situational factor, ditujukan pada tingginya tingkat
tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

2.3.3. Indikator Kinerja

Menurut Wibowo (2014) dalam Nainggolan (2018), kinerja


memerlukan adanya dukungan sarana, kompetensi, peluang, standar,
dan umpan balik. Kaitan di antara ketujuh indicator tersebut
digambarkan oleh Hersey, Blanchard, dan Johnson dengan penjelasan
seperti berikut:
1. Tujuan
Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif
dicari oleh seorang individu atau organisasi untuk dicapai. Tujuan
bukanlah merupakan persyaratan, juga bukan merupakan sebuah
keinginan. Tujuan menunjukkan arah ke mana kinerja harus

STIKES MARENDENG MAJENE


dilakukan atas dasar arah tersebut. Untuk mencapai tujuan,
diperlukan kinerja individu, kelompok, dan organisasi.
Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila dapat
mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Standar
Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan
dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu
tujuan tercapai.
Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai
suatu standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara
atasan dan bawahan.
3. Umpan Balik
Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk
mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian
tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja
dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.
4. Alat atau sarana
Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat
dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan
sukses. Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk
pencapaian tujuan. Tanpa alat atau sarana tugas pekerjaan spesifik
tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak diselesaikan dan tidak
mungkin dapat melakukan pekerjaan.
5. Kompetensi
Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya
dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan
tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan mencapai
tujuan.
6. Motif

STIKES MARENDENG MAJENE


Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada
karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan,
menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau,
meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan
pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan
sumber daya yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang
mengakibatkan disintesif.
7. Peluang
Pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan
prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan
adanya kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu
ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat.

2.3.4. Penilaian Kinerja

Menurut Wibowo (2014) dalam Nainggolan (2018), bahwa


Penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian tentang seberapa baik
pekerja telah melaksanakan tugasnya selama periode waktu tertentu.

2.3.5. Tujuan Penilaian Kinerja

Swansburg (2001) dalam Gustina (2013), menyatakan penilaian


kinerja mempunyai beberapa tujuan antara lain:
a. Mengetahui keadaan keterampilan dan kemampuan setiap
karyawan secara rutin.
b. Digunakan sebagai dasar perencanaan bidang personalia
khususnya penyemprnaan kondisi kerja, mutu, dan hasil kerja.
c. Digunakan sebagai pengembangan dan pendayagunaan personalita
seoptimal mungkin.
d. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara
atasan dan bawahan.

STIKES MARENDENG MAJENE


e. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang
personalita.
f. Hasil penilaian kunerja dapat dimanfaat bagi penelitian dan
pengembangan dibidang personalia.

2.3.6. Manfaat Penilaian Kinerja

Menurut Nursalam (2007) dalam Fitrianingrum (manfaat dari


penilaian kinerja adalah:
a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok
dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi
kebutuhan aktualisasi diri dalam rangka pencapaian tujuan
pelayanan di rumah sakit.
b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada
gilirannya dapat mempengaruhi atau mendorong sumber daya
manusia secara keseluruhannya.
c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan
umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.
d. Membantu untuk dapat menyusun program pengembangan dan
pelatihan staf yang lebih tepat guna, sehingga mempunyai tenaga
yang cakap danterampil.
e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja
dengan meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.

2.4. Tinjauan Umum Tentang Kinerja Perawat

2.4.1. Pengertian Kinerja Perawat

Menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014, Perawat adalah


seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam
maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

STIKES MARENDENG MAJENE


Kinerja perawat yaitu prilaku kerja yang ditampilkan oleh
seseorang yang didasari oleh motivasi dan prilaku seorang perawat
(Aditama: 2006 dalam Agus, 2013).

2.4.2. Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian terhadap kinerja perawat dapat dilakukan mencakup;


kualitas pekerjaan, tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan,
inisiatif, serta ketepatan dalam bekerja, kecepatan dalam bekerja,
tingkat kemandirian, perilaku selama bekerja, kehadiran hubungan
dengan staf lain, dan keterampilan dalam bekerja (Arwani dalam
Supriyanto, 2006, dalam Gustina, 2013).

2.4.3. Standar Instrumen Penilaian Kinerja Perawat Dalam Melaksanakan


Asuhan Keperawatan

Menurut PPNI dalam Nursalam (2011), standar penilaian


kinerja perawat mengacu pada tahapan proses keperawatan yang
terdiri dari:
1. Standar I: Pengkajian keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang kondisi kesehatan klien
secara sistematis, menyeluruh, singkat, akurat, dan
berkesinambungan.
Kriteria pengkajian perawat meliputi:
a. Pengumpulan data dengan cara anamnesa, observasi,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
b. Sumber data dari klien, keluarga atau orang yang terkait,
tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.
c. Data fokus yang dikumpulakn untuk mengidentifikasi:
1) Status kesehatan klien masa lalu.
2) Status kesehatan klien saat ini.
3) Status biologis, psikososial, spiritual, dan sosial.
4) Respon terhadap terapi.

STIKES MARENDENG MAJENE


5) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal.
6) Resiko-resiko tinggi terhadap masalah
2. Standar II: Diagnosa keperawatan
Perawat melakukan analisa data pengkajian klien untuk
merumuskan diagnosa keperawatan.
Kriteria proses meliputi:
a. Proses diagnosa yang terdiri dari analisis, intrepetasi
data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosa
keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan terdiri dari masalah, penyebab,
dan tanda gejala.
c. Bekerjasama dengan klien dan tenaga kesehatan lain
dalam memvalidasi diagnosa keperawatan.
d. Melakukan pengkajian ulang untuk merevisi diagnosa
keperawatan dengan data yang terbaru.
3. Standar III: Perencanaan keperawatan
Rencana keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah dan
meningkatkan kesehatan klien.
Kriteria proses terdiri dari:
a. Perencanaan, dilakukan untuk melakukan penetapan
prioritas masalah, tujuan, dan tindakan keperawatan.
b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun tindakan
asuhan keperawatan.
c. Perencanaan bersifat individual yang sesuai dengan
kondisi atau kebutuhan klien.
d. Mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan.
4. Standar IV: Implementasi
Implementasi tindakan di identifikasikan dari rencana asuhan
keperawatan.
Kriteria proses meliputi:

STIKES MARENDENG MAJENE


a. Bekerjasama dengan klien dalam melaksankan tindakan
asuhan keperawatan.
b. Berkolaborasi dengan tenaga medis lain.
c. Tindakan asuhan keperawatan dilakukan untuk
mengatasi kesehatan klien.
d. Pendidikan kesehatan diberikan kepada klien dan
keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan sendiri,
dan membantu klien dalam memodikasi lingkungan.
e. Melakukan pengkajian ulang dalam rangka merevisi
pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan berdasarkan
respon klien.
5. Standar V: Evaluasi keperawatan
Perawat melakukan evaluasi terhadap klien dalam pencapaian
tujuan asuhan keperawatan, merevisi data dasar, dan perencanaan.
Kriteria proses meliputi:
a. Menyusun rencana evaluasi dari intervensi keperawatan
secara komperhensif, tepat waktu, dan terus menerus.
b. Menggunakan data dasar dan respon dalam mengujur
perkembangan kesehatan klien.
c. Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan sesama
perawat.
d. Bekerjasama dengan klien dan keluarga dalam
memodivikasi asuhan keperawatan.
e. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodivikasi
perencanaan Instrumen yang digunakan untuk
mengobservasi kinerja perawat adalah lembar observasi
pegawai dari RSUD muntilan. Penilaian kinerja perawat
terdiei dari pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi.

STIKES MARENDENG MAJENE

Anda mungkin juga menyukai