PSIKOSOSIAL
Disusun oleh :
Dosen pengampu :
2023
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Psikososial
Psikososial merupakan istilah yang mengacu pada kesehatan mental, pikiran, dan juga
perilaku seseorang yang berkaitan dengan kebutuhan dan tuntutan seseorang. Menurut Yeni
(2011) psikososial adalah suatu kemampuan tiap diri individu untuk berinteraksi dengan orang
yang ada disekitarnya. Sedangkan menurut Chaplin (2011) psikososial adalah suatu kondisi
yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya.
Istilah psikososial sendiri dipopulerkan pada tahun 1950 oleh seorang psikolog bernama
Erik Erikson. Teori psikososial ini sendiri dikembangkan oleh Erik Erikson akibat pengaruh
dari teori psikoanalisis oleh Sigmund Freud. Dalam teori psikososial, Erik Erikson meyakini
bahwa kepribadian manusia dapat berkembang melalui serangkaian tahapan. Hal yang
membedakan teori Erik Erikson dengan teori milik Freud adalah Erikson lebih menjabarkan
mengenai dampak pengalaman sosial terhadap kehidupan seseorang di sepanjang hidupnya. Ia
membahas bagaimana interaksi sosial dan hubungan berperan dalam perkembangan dan
pertumbuhan manusia.
2.2 Stress
Dalam ilmu psikologi, stres adalah reaksi seseorang secara fisik maupun emosional apabila
ada perubahan dari lingkungan yang membuat seseorang harus menyesuaikan diri. Stres adalah
bagian alami dan penting dari kehidupan, namun apabila beban stres berat dan berlangsung
dalam waktu yang lama maka akan merusak kesehatan mental. Stres adalah perasaan tertekan
dan ketegangan mental seseorang. Stress merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh
yang dapat disebabkan oleh beberapa tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi
tantangan (challenge) yang penting, ketika dihadapkan pada ancaman (threat) atau ketika
harus berusaha mengatasi harapan harapan yang tidak realistis dari lingkunganya (Nasir &
Muhith, 2011). Kondisi stress terjadi karena ketidak seimbangan antara tekanan yang dihadapi
individu dan kemampuan untuk menghadapi tekanan tersebut. Individu membutuhkan energy
yang cukup untuk menghadapi situasi stress agar tidak mengganggu kesejahteraan mereka
(Lazarus dan Folkman dalam Evanjeli, 2012).
a. Sumber Stress
Sumber stress menurut Alimul (2008) dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Sumber Stres di dalam Diri Sendiri
Sumber stress didalam diri sendiri umumnya dikarenkan konflik yang terjadi antara
keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah berbagai permasalahan yang
terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat
menimbulkan suatu stress
2. Sumber Stres di dalam Keluarga
Sumber stress ini dari masalah keluarga ditandai dengan adanya perselisihan
masalah keluarga, masalah keuangan serta adanya tujuan yang berbeda antara keluarga.
Permasalahan ini akan selalu menimbulkan suatu keadaan yang dinamakan stress.
3. Sumber Stres di dalam Masyarakat dan Lingkungan
Sumber stress dapat terjadi di lingkungan atau masyarakat pada umumnya, seperti
lingkungan pekerjaan, secara umum disebut sebagai stress pekerja karena lingkungan
fisik, dikarenakan kurangnya hubungan interpersonal serta kurang adanya pengakuan
di masyarakat sehingga tidak dapat berkembang.
b. Gejala Stress
Dalam dunia kerja, seseorang akan mengalami gejala positif jika mendapatkan sebuah
penghargaan (reward), namun jika orang tersebut merasa terhambat oleh berbagai hal diluar
kontrolnya maka orang tersebut akan mengalami gejala stress negative. Gejala stress
banyak disebutkan oleh para ahli. Menurut Robbins dan Timothy (2016: 434), gejala stress
dapat mencakup hal-hal berikut:
1. Gejala psikologis
Stres memperlihatkan dirinya sendiri dalam keadaan psikologis seperti ketegangan,
kecemasan, sifat lekas marah, kebosanan, dan penundaan.
2. Gejala fisiologis
Stres dapat menciptakan perubahan di dalam metabolisme, meningkatkan fungsi
jantung dan tingkat pernapasan dan tekanan darah, membawa sakit kepala, serta
menimbulkan serangan jantung.
3. Gejala perilaku
Gejala stres yang terkait dengan perilaku meliputi penurunan dalam produktivitas,
ketidakhadiran, dan tingakt perputaran karyawan, demikian pula dengan perubahan
dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok atau konsumsi alkohol, pidato yang
cepat dan gelisah, dan gangguan tidur.
c. Coping Stress
Coping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada
antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang
berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang digunakan dalam menghadapi
stressful (Lazarus & Folkman dalam Smet, 1994: 143). Menurut Rasmun (2004:29) coping
adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stresfull, coping
tersebut adalah merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik
fisik maupun psikologis.
Coping pada dasarnya adalah salah satu jenis pemecahan masalah. Prosesnya melibatkan
pengelolaan situasi yang berlebihan, meningkatkan usaha untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan kehidupan, dan mencari cara untuk mengalahkan stress atau
menguranginya.
- Emotional Focused Coping
Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003:566) emotion focused coping dapat dijelaskan
sebagai strategi penanganan stress dimana seseorang memberikan respon terhadap
situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
Emotion focused coping mengacu pada berbagai upaya untuk mengurangi berbagai
reaksi emosional negatif terhadap stres. Contohnya dengan mengalihkan perhatian dari
masalah, melakukan relaksasi, atau mencari rasa nyaman dari orang lain (Lazarus &
Folkman dalam Davison, dkk 2006 : 275). Coping yang berfokus pada emosi, orang
berusaha segera mengurangi dampak stressor atau menarik diri dari situasi. Coping
yang berfokus pada emosi tidak menghilangkan stressor ataupun membantu seseorang
dalam mengembangkan cara yang lebih baik untuk mengatur stressor.
- Problem Focused Coping
Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003:566) problem focused coping dapat dijelaskan
sebagai strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh
individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya. Problem
focused coping mencakup tindakan secara langsung untuk mengatasi masalah atau
mencari informasi yang relevan beserta solusinya.
d. Mekanisme Coping Stress
Menurut Stuart dan Sudden, (2007) mekanisme koping berdasarkan penggolongannya
dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Mekanisme Coping Adaptif
Mekanisme coping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan
mencapai tujuan, seperti mengontrol emosi pada dirinya dengan cara berbicarapada
orang lain, melakukan aktivitas kontruktif, memiliki potensi yang luas, dapat menerima
dukungan dari orang lain, dapat memecahkan masalah secara efektif.
b. Mekanisme Coping Meladaptif
Mekanisme coping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan, seperti pelaku yang
cenderung merusak, melakukan aktifitas yang kurang sehat seperti obat-obatan dan
alkohol, tidak mampu menarik diri, tidak mampu menyelesaikan masalah.
e. Dampak Stress
Menurut Smeltzer & Bare (2008), dampak stress dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Dampak positif
Dampak positif dari stress dapat berupa peningkatan kreativitas dari seseorang dan hal
tersebut akan memicu perkembangannya sehingga menjadikannya orang yang lebih
baik.
2. Dampak negatif
Stress dapat memicu seseorang untuk mengonsumsi atau melakukan hal-hal yang
berdampak buruk bagi dirinya dan orang lain, seperti mengonsumsi narkoba, merokok,
miras dan melakukan seks bebas serta tawuran.
f. Tingkatan Stress
Menurut Psychology Foundation Of Australia, 2010 tingkat dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Stress Ringan
Stress ringan adalah stressor yang di hadapi secara teratur yang dapat berlangsung
beberapa menit atau jam. Situasi seperti banyak tidur, kemacetan atau dimarahi dosen.
Stressor ini dapat menimbulkan gejala, antara lain bibir sering kering, kesulitan
bernafas (sering terengah-engah), kesulitan menelan, merasa goyah, merasa lelah,
berkeringat ketika temperature tidak panas dan setelah beraktivitas, takut tanpa alas an
yang jelas, menyadari walaupun tidak setealah melakukan aktivitas fisik, tremor pada
tangan, dan merasa sangat lega jika situasi berakhir.
2. Stress Sedang
Stress ini terjadi lebih lama, antara beberapa jam atau beberapa hari. Misalnya masalah
perselisihan yang tidak di selesaikan dengan teman atau pacar. Stressor ini dapat
menimbulkan gejala, antara lain mudah marah, bereaksi berlebihan terhadap suatu
situasi, sulit untuk beristirahat, meresa lelah karena cemas, tidak sabar ketika
mengalami penundaan dan menghadapi gangguan terhadap hal yang sedang di lakukan,
mudah tersinggung, gelisah,dan tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi
ketika sedang mengerjakan suatu hal, tugas kuliah.
3. Stress Berat
Stress berat adalah situasi kronis yang bias terjadi selama beberapa tahun, seperti
perselisihan dengan dosen atau teman secara terus menerus, kesulitan finansial secara
berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Makin sering dan lama situasi
stress, makin tinggi resiko stress yang di timbulkan. Stressor ini dapat menimbulkan
gejala, antara lain tidak dapat merasakan perasaan positif, merasa tidak kuat lagi untuk
melakukan kegiatan, merasa tidak ada hal yang bias diharapkan di masa depan, sedih
dan tertekan, putus asa, kehilangan minat akan segala hal, merasa tidak berharga
sebagai seorang manusia, berfikir bahwa hidup tidak bermanfaat. Semakin meningkat
stress yang di alami seseorang secara bertahap maka akan menurunkan energy dan
respon adaptif.
g. Stress Mahasiswa
Stressor akademik pada mahasiswa dapat berasal dari berbagai macam hal, yaitu dari faktor
internal dan eksternal.
1. Faktor internal, yaitu perubahan kebiasaan tidur, perubahan kebiasaan makan, tanggung
jawab baru dan perubahan kebiasaan belajar.
2. Faktor eksternal, yaitu perubahan beban kuliah dan mendapatkan nilai lebih kecil dari
yang diharapkan (Bulo & Sanches, 2014).
Dengan kesimpulan
Skor ≤ 9 : derajat stress RINGAN
Skor 10 – 24 : derajat stress SEDANG
Skor > 24 : derajat stress BERAT
METODE PRAKTIKUM
Mulai
A
A
selesai
BAB IV
Nama / 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
NRP
Griselda 4 4 7 5 3 1 1 4 4 5 5 2 4 5
Khalisah K./
0522040071
Maulana 4 4 5 3 1 1 1 1 3 3 1 3 2 2
Hanif A/
0522040079
Miftakhul 4 3 5 2 2 2 3 2 3 4 4 4 2 2
Jannah/
0522040082
Muhammad 4 4 4 5 3 4 5 2 4 5 4 2 4 5
Assegaf/
0522040085
Taffana Dea 2 2 2 3 5 4 2 1 3 4 3 3 2 2
R./
0522040092
Tabel 4.2 Hasil Kuisoner Lanjutan
Nama / 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
NRP
Griselda 2 6 3 4 2 3 5 4 5 5 2 2 4 5 3 1
Khalisah
K./
0522040071
Maulana 2 4 1 2 4 3 2 3 3 4 2 2 4 3 4 3
Hanif A/
0522040079
Miftakhul 4 5 2 3 4 4 4 5 3 3 4 4 4 5 2 2
Jannah/
0522040082
Muhammad 4 6 2 4 4 6 6 6 3 4 2 2 5 4 3 4
Assegaf/
0522040085
Taffana Dea 2 4 2 2 1 2 3 2 1 4 2 4 4 2 2 2
R./
0522040092
Keterangan tabel :
Angka 1-30 pada kolom 1 : pertanyaan seperti pada PERMEN 05 Tahun 2018
5.1. Kesimpulan
1. Faktor bahaya psikososial dapat diukur menggunakan cara membuat kuesioner yang
berisikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan berbagai jenis gangguan.
Pertanyaan tersebut terdiri dari 30 pertanyaan yang sesuai pada lampiran Permenaker No.
05 Tahun 2018 yang harus diserahkan kepada responden yang mana responden akan
mengisi skor antara 1-7.
2. Berdasarakan Permenaker No. 05 Tahun 2018 derajat stress dapat ditentukan dengan
mengakumulasikan skor dari pertanyaan tertentu sesuai faktor yang akan dicari, berikut
perinciannya :
• Ketaksaan Peran (TP) = 1+7+13+19+25
• Konflik Peran (KP) = 2+8+14+20+26
• Beban Berlebih Kuantitatif (BBKuan) = 3+9+15+21+27
• Beban Berlebih Kualitatif (BBKual) = 4+10+16+22+22
• Pengembangan Karir (PK) = 5+11+17+23+29
• Tanggungjawab terhadap orang lain (TJO) = 6+12+18+24+30
Setelah diakumulasikan akan didapat skor yang dapat dikategorikan yaitu
• Skor <9 : derajat stres RINGAN
• Skor 10-24 : derajat stres SEDANG
• Skor >24 : derajat stres BERAT
3. Untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan akibat dampak negatif dari faktor
psikososial, Penerapan pengendalian bahaya dalam hygiene industri berupa AREP. Pada
kasus ini pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah :
- Manajemen Administrasi
a) melakukan pemilihan, penempatan pendidikan pelatihan bagi Tenaga Kerja/ responden;
b) mengadakan program kebugaran bagi Tenaga Kerja seperti senam seminggu sekali;
c) mengadakan program konseling: mengadakan komunikasi orgarnisasional secara
memadai;
d) memberikan kebebasan bagi Tenaga Kerja/responden untuk memberikan masukan
dalam proses pengambilan keputusan;
e) mengubah struktur organisasi, fungsi dan/atau dengan merancang kembali pekerjaan
yang ada;
f) menggunakan sistem pemberian imbalan tertentu; dan/atau
g) pengendalian lainnya sesuai dengan kebutuhan.
5.2. Saran
Apabila memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan psikososial dengan menyebarkan
kuesioner secara langsung pada pekerja atau kepada mahasiswa dengan jumlah lebih banyak
sehingga tingkat stress pada suatu perusahaan atau kampus dapat terukur secara jelas
DAFTAR PUSTAKA
Fahamsyah, D. (2017). Analisis Hubungan Kerja Mental dengan Stress Kerja. Jawa Timur:
Persatuan Alumni Kesehatan Masyarakat Indonesi
Mantiri, E. Z. R. A., dkk. 2020. Faktor Psikologi dan Perilaku dengan Penerapan Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit. Manado: Program Studi Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
Sudja’i, dkk. (2021). Hubungan Modal Sosial, Modal Psikologi, Modal Diri Karyawan dan
Stress Kerja. Jurnal Baruna Horizon Vol. 4, No. 2.