Anda di halaman 1dari 32

12

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Stres Kerja

1. Pengertian

Stres merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara

fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan dilingkungannya yang

dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga,

2009). Gejala yang ditimbulkan dari stres ini dapat meliputi gejala badan,

emosional dan sosial.

Handoko (2011) juga menyebutkan bahwa stres adalah suatu

kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi

seseorang. Ketegangan ini muncul ketika karyawan merasakan

kekawatiran, kesulitan dan masalah yang mereka hadapi terasa berat dan

tidak dapa ditoleransi lagi.

Menurut Davis dan Newstrom (1985), stres adalah suatu kondisi

ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik

seseorang. Stres ini merupakan istilah umum yang diterapkan pada

tekanan perasaan hidup manusia yang apabila dirasa terlalu berat dapat

mengancam kemampuan seseorang dalam menghadapi lingkungan.

Gibson dkk. (1996) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan

penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu dan/atau

proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan

12
Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013
13

dari luar (lingkungan), situasi atau peristiwa yang menetappkan

permintaan psikologis dan/atau fisik berlebihan kepada seseorang.

Stres kerja juga didefinisikan Robbins (1996) sebagai suatu

keadaan dinamis dimana seorang individu dihadapkan pada peluang,

tuntutan atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh

individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.

Beehr dan Newman (dalam Wijono, 2010) mendefinisikan bahwa

stres kerja sebagai suatu keadaan yang timbul dalam interaksi di antara

manusia dengan pekerjaan. Keadaan yang muncul dari interaksi manusia

dan pekerjaan tersebut dapat di interpretasikan berbeda oleh individu yang

berbeda, hal ini dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang individu miliki.

Stressor yang individu terima dapat dimanifestasikan sebagai stres kerja

yang positif (dorongan) dan stres kerja yang negative (hambatan).

Kahn dan Quin (dalam Wijono, 2010) mendefinisikan stres kerja

merupakan faktor-faktor lingkungan kerja yang negative seperti konflik

peran, kekaburan peran dan beban kerja yang berlebihan dalam pekerjaan.

Smith (dalam Wijono, 2010:120) mengemukakan bahwa konsep

stres kerja dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu: 1) stres kerja

merupakan hasil dari keadaan tempat kerja, 2) stres kerja merupakan hasil

dari dua faktor organisasi yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukungan

organisasi, 3) stres terjadi karena faktor “workload” juga faktor

kemempuan melakukan tugaas, 4) akibat dari waktu kerja yang berlebihan,

5) faktor tanggung jawab kerja, 6) tantangan yang muncul dari tugas.

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


14

Kesimpulannya stres kerja merupakan hasil yang disebabkan oleh faktor-

faktor diatas.

Berdasarkan berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

stres kerja merupakan suatu bentuk tanggapan atau respon secara fisik

maupun mental seseorang terhadap lingkungannya yang dirasakan

menganggu dan mengancam dirinya serta mempengaruhi proses berfikir,

emosi dan kondisi fisik seseorang.

2. Aspek-aspek stres kerja

Stres kerja dapat dilihat dari tiga aspek umum menurut Robbins

(2002), aspek itu meliputi :

a. Aspek fisiologis adalah stres yang dapat menciptakan perubahan dalam

metabolisme tubuh, meningkatkan laju detak jantung dan pernafasan,

meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan

menyebabkan serangan jantung.

b. Aspek psikologis adalah stres yang dapat menyebabkan ketidakpuasan

dalam bekerja.

c. Aspek perilaku adalah stres yang berpengaruh terhadap perubahan

produktifitas, absensi, juga perubahan dalam kebiasaan makan,

meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah

serta gangguan tidur.

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


15

Beehr dan Newman (1978) mengemukakan tiga aspek stres kerja

yaitu aspek psikologis, aspek fisik dan perilaku. Masing-masing aspek

dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Aspek psikologis, memiliki indikator:

1. Kecemasan, ketegangan

2. Bingung, marah sensitif

3. Memendam perasaan

4. Komunikasi tidak efektif, menurunnya fungsi intelektual

5. Mengurung diri, ketidak puasan bekerja

6. Depresi, kebosanan, lelah mental

7. Merasa terasing dan mengasingkan diri, kehilangan daya

konsentrasi

8. Kehilangan spontanitas dan kreativitas

9. Kehilangan semangat hidup, menurunnya harga diri dan rasa

percaya diri

b. Aspek fisik, memiliki indikator:

1. Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas

2. Meningkatnya sekresi adrenalin dan non adrenalin

3. Gangguan gastrointestinal, misalnya lambung

4. Mudah terluka, kematian, gangguan kordiovaskuler

5. Mudah lelah secara fisik, gangguan pernafasan

6. Lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit

7. Kepala pusing, migraine, kanker

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


16

8. Ketegangan otot, problem tidur

c. Aspek perilaku, memiliki indikator:

1. Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas

2. Penurunan produktifitas dan prestasi kerja

3. Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk

4. Munculnya perilaku sabotase

5. Peningkatnya frekuensi absensi

6. Perilaku makan yang tidak normal

7. Kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan

8. Kecenderungan perilaku yang beresiko tinggi seperti ngebut,

berjudi

9. Meningkatnya agresifitas dan kriminalitas

10. Penurunan kualitas hubungan interpersonal engan keluarga atau

teman

11. Kecenderungan bunuh diri

Menurut Schultz dan Robbins (dalam Almasitoh, 2011), aspek-

aspek stres kerja, meliputi:

a. Aspek fisiologis, hal ini dapat dilihat pada orang yang terkena stres

antara lain adalah sakit kepala, pusing, pening, tidak tidur teratur,

susah tidur, bangun terlalu awal, sakit punggung, susah buang air

besar, gatal-gatal pada kulit, tegang, pencernaan terganggu, tekanan

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


17

darah naik, serangan jantung, keringat berlebihan, selera makan

berubah, lelah atau kehilangan daya energi, dan lain-lain.

b. Aspek psikologis yang mencakup sedih, depresi, mudah menangis, hati

merana, mudah marah, dan panas, gelisah, cemas, rasa harga diri

menurun, merasa tidak aman, terlalu peka, mudah tersinggung, marah-

marah, mudah menyerang, bermusuhan dengan orang lain, tegang,

bingung, meredam perasaan, komunikasi tidak efektif, mengurung diri,

mengasingkan diri, kebosanan, ketidakpastian kerja, lelah mental,

kehilangan spontanitas dan kreativitas, dan kehilangan semangat

hidup.

c. Aspek perilaku yang mencakup kehilangan kepercayaan kepada orang

lain, mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji

atau tidak memenuhi janji, suka mencari kesalahan orang lain atau

menyerang orang lain, terlalu membentengi atau mempertahankan diri,

meningkatnya frekuensi absensi, meningkatkan penggunaan minuman

keras dan mabuk, sabotase, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas.

Berdasarkan aspek stres kerja diatas dapat disimpulkan bahwa

aspek stres kerja terdiri dari tiga aspek, yaitu:

a) Aspek fisiologis dimana stres dapat menciptakan perubahan dalam

metabolisme tubuh, meningkatkan laju detak jantung dan

pernafasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit

kepala dan menyebabkan serangan jantung,

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


18

b) Aspek psikologis dimana stres dapat menyebabkan ketidakpuasan

dalam bekerja.

c) Aspek perilaku dimana stres berpengaruh terhadap perubahan

produktifitas, absensi, juga perubahan dalam kebiasaan makan,

meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat,

gelisah serta gangguan tidur.

3. Faktor- faktor stres kerja

Terdapat dua faktor utama yang berkaitan langsung dengan stres

kerja menurut Anoraga (2009), diantaranya:

a. Perubahan dalam lingkungan

Apabila perubahan dalam lingkungan sudah terjadi dengan cepat dan

ganas, sehingga seseorang sudah merasa kewalahan untuk menghadapi

atau menyesuaikan dirinya terhadap perubahan tersebut, maka ambang

ketahanan terhadap stres mulai terlampaui.

b. Diri manusia sendiri

Kesiapan individu dalam menghadapi perubahan lingkungan dan

konsep diri pada individu sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya

toleransi individu tersebut terhadap stres.

Gibson dkk. (1996) mengembangkan model integrative dari stres

dan kerja sehingga dapat dengan jelas dilihat kaitan antara penyebab stres,

stres dan konsekuensinya. Penyebab stres tersebut diantaranya:

a. Lingkungan fisik, terdiri dari cahaya, suhu, udara terpolusi.

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


19

b. Individu, terdiri dari konflik peran, peran ganda, beban kerja berlebih,

tidak ada control, tanggung jawab, kondisi kerja.

c. Kelompok, terdiri dari hubungan yang buruk dengan kawan, bawahan

dan atasan.

d. Organisasional, terdiri dari desain struktur jelek, politik jelek dan tidak

ada kebijakan khusus.

Sementara itu, Tosi dkk. (dalam Wijono, 2010) juga mengatakan

bahwa faktor yang dapat menjadi sumber stres dalam organisasi, yaitu:

a. Faktor-faktor pekerjaan

1) Faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaan seorang individu

2) Stres peran/konflik peran

3) Peluang partisipasi

4) Tanggung jawab

5) Faktor-faktor organisasi

a. Faktor diluar pekerjaan

1) Perubahan struktur kehidupan

2) Dukungan sosial

3) Locus of control

4) Kepribadian tipe A & B

5) Harga diri

6) Fleksibilitas/kaku

7) Kemampuan

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


20

Menurut Sheridan dan Radmacher (dalam Almasitoh, 2011), ada

tiga faktor penyebab stres kerja, yaitu yang berkaitan dengan lingkungan,

organisasi, dan individu yang diuraikan sebagai berikut:

1. Faktor lingkungan, yaitu keadaan secara global. Lingkungan yang

dapat menyebabkan stres ialah ketidakpastian lingkungan, seperti

ketidakpastian situasi ekonomi, ketidakpastian politik, dan perubahan

teknologi. Kondisi organisasi ini akan mempengaruhi individu yang

terlibat di dalamnya.

2. Faktor organisasional, yaitu kondisi organisasi yang langsung

mempengaruhi kinerja individu. Kondisi-kondisi tersebut dapat

dikategorikan sebagai berikut:

a) Karakteristik intrinsik dalam pekerjaan, yaitu setiap pekerjaan

memiliki kondisi yang berkaitan dengan pekerjaan. itu sendiri.

Karakteristik intrinsik tersebut antara lain berupa (1) tuntutan kerja

(task demands), seperti disain kerja, otonomi, keragaman tugas,

tingkat otomatisasi (Sheridan dan Radmacher, 1992), otoritas

bertingkat ganda (multilevel of authority), heterogenitas personalia,

saling ketergantungan dalam pelaksanaan tugas, dan spesialisasi

(Schultz, 1982) dan juga (2) beban kerja yang berupa satuan tugas

atau pekerjaan yang harus diselesaikan dalam satuan waktu

tertentu. Tugas yang berlebihan (work overload) dan sebaliknya,

beban kerja yang terlalu ringan pun dapat menyebabkan stres sama

besarnya (Gibson dkk. dalam Almasitoh, 2011).

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


21

b) Karakteristik peran individu. Pekerjaan atau jabatan yang

disandang individu memunculkan peran. Hal ini merupakan

norma-norma sosial yang harus dituruti individu menurut posisinya

dalam pekerjaan (Riggio, 1996). Karakteristik yang berhubungan

dengan peran, antara lain: (1) konflik peran, muncul ketika terjadi

ketidakseimbangan antara tugas dan standar, atau nilai-nilai pada

diri individu dan atau keluarganya (Schultz, 1982; Beutell dan

Greenhauss,1983; Luthans, 1998). (2) ketidakjelasan peran,

muncul ketika individu tidak memahami dengan jelas ruang

lingkup, tanggung jawab, atau apa yang diharapkan dalam

melaksanakan tugas. (3) beban peran, berhubungan dengan

tuntutan peran yang terlalu tinggi atau terlalu rendah bagi

kedudukan dalam jabatan (Anoraga, 1992). (4) ketiadaan kontrol,

terjadi ketika individu merasa tidak mempunyai kontrol atas

lingkungan kerja atau sikapnya sendiri dalam bekerja (Riggio,

1996).

c) Karakteristik lingkungan sosial. Komposisi personalia dalam

organisasi akan membentuk pola hubungan interpersonal. Kondisi

sosial yang menjadi sumber stres terjadi pada bentuk pola

hubungan antar rekan kerja, atasan dengan bawahan, dan dengan

klien dengan konsumen (Fontana, 1993). Hubungan yang kurang

baik antar kelompok kerja akan mempengaruhi kesehatan dan

kesejahteraan individu dan organisasi (Gibson dkk.., 1994).

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


22

d) Iklim organisasi, yaitu yaitu karakteristik khas yang bersifat relatif

tetap dari lingkungan suatu organisasi yang membedakannya

dengan organisasi lainnya. Iklim organisasi meliputi sistem

penggajian, disiplin kerja dan proses pengambilan keputusan

(Sheridan dan Radmacher, 1992); budaya kerja yang mencakup

rasa memiliki, konsultasi, dan komunikasi (Gibson dkk.., 1994).

e) Karakteristik fisik lingkungan kerja. Kondisi fisik lingkungan suatu

pekerjaan memiliki pengaruh penting pada kinerja dan kepuasan

kerja (Gifford, 1987). Beberapa kondisi fisik dapat mempengaruhi

kemunculan stres, seperti polusi bahan kimia, penggunaaan asbes,

polusi asap rokok, batu bara, dan kebisingan (Napoli, Kilbride dan

Tebs, 1988).

3. Faktor individual, terdapat dalam kehidupan pribadi individu di luar

pekerjaan, seperti masalah keluarga dan ekonomi (Sheridan dan

Radmacher, 1992).

Rubin dan McNeil (dalam Wijono, 2010) berpendapat bahwa

rangsangan negative dari lingkungan kerja dianggap sebagai penyebab

stres eksternal dan tindakan secara emosional dan fisik dianggap sebagai

penyebab stres internal. Keenan dan Newton juga menyatakan bahwa stres

kerja merupakan perwujudan dari kekaburan peran, konflik peran dan

beban kerja yang berlebihan. Kondisi yang demikian akan mengganggu

prestasi dan kemampuan individu untuk bekerja.

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


23

Berdasarkan berbagai faktor penyebab stres kerja yang telah

dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan

stres kerja dapat berasal dari pekerjaa maupun luar pekerjaan. Faktor dari

pekerjaan dapat berasal dari faktor yang berkaitan dengan pekerjaan

individu, konflik peran, peluang partisipasi, tanggung jawab dan faktor-

faktor organisasi. Sedangkan faktor diluar pekerjaan dapat berasal dari

perubahan struktur kehidupan, dukungan sosial, locus of control,

kepribadian tipe A & B, harga diri, fleksibilitas/kaku dan kemampuan.

4. Gejala-gejala stres kerja

Anoraga (2009) membagi gejala akibat stres kerja menjadi tiga

tingkatan yaitu berat, sedang dan ringan. Untuk gejela berat akibat stres

dapat berujung pada kematian, gila (psikosis) dan hilangnya kontak sama

sekali dengan lingkungan sosial. Sedangkan untuk gejala ringan sampai

sedang, meliputi:

a. Gejala badan, diantaranya: sakit kepala (cekot-cekot, pusing separoh,

vertigo), sakit maag, mudah kaget (berdebar-debar), banyak keluar

keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu letih, kaku leher belakang

sampai punggung, dada rasa panas/nyeri, rasa tersumbat di

kerongkongan, gangguan psikoseksual, nafsu makan menurun, mual,

muntah, gejala kulit, bermacam-macam gangguan menstruasi,

keputihan, kejang-kejang, pingsan dan sejumlah gejala lain.

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


24

b. Gejala emosional, diantaranya: pelupa, sukar berkonsentrasi, sukar

mengambil keputusan, cemas, was-was, kuatir, minpi buruk, murung,

mudah marah/jengkel, mudah menangis, pikiran bunuh diri, gelisah,

pandangan putus asa dan sebagainya.

c. Gejala sosial, diantaranya: makin banyak merokok/minum/makan,

sering mengontrol pintu jendela, menarik diri dari pergaulan sosial,

mudah bertengkar, membunuh dan lainnya.

Wijono (2010) menyebutkan tiga gejala stres yang masing-masing

dapat dilihat dari perubahan baik secara fisiologis, psikologis dan sikap.

Masing-masing perubahan dapat dilihat dari tanda-tanda sebagai berikut

a. Perubahan fisiologis, ditandai oleh adanya gejala-gejala seperti merasa

letih/lelah, kehabisan tenaga, pusing, gangguan pencernaan.

b. Perubahan psikologis, ditandai oleh adanya kecemasan berlarut-larut,

sulit tidur, nafas tersengal-sengal.

c. Perubahan sikap, ditandai seperti munculnya keras kepala, mudah

marah, tidak puas terhadap apa yang dicapai dan sebagainya.

Berdasarkan berbagai gejala stres kerja yang telah disebutkan

diatas, dapat disimpulkan bahwa gejala stres kerja terlihat dari gejala

badan (seperti merasa letih/lelah, kehabisan tenaga, pusing, gangguan

pencernaan), gejala psikologis (sukar mengambil keputusan, cemas, was-

was, kuatir, minpi buruk, murung, mudah marah/jengkel, mudah

menangis, pikiran bunuh diri, gelisah, pandangan putus asa dan

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


25

sebagainya) dan gejala sikap (munculnya keras kepala, mudah marah,

tidak puas terhadap apa yang dicapai dan sebagainya).

5. Akibat stres kerja

Anoraga (2009) menyebutkan bahwa reaksi yang akan muncul

apabila seseorang mengalami stres, diantaranya:

a. Reaksi jasmaniah atau fisiologis, yaitu berupa tekanan darah tinggi,

tingkat metabolisme, produksi kolesterol dan adrenalin.

b. Reaksi rohaniah atau psikologis, yaitu berupa kelakuan sikap menarik

diri, bertingkah laku agresif dan tingkah laku yang tidak terorganisir.

Heilriegel dan Slocum (dalam Wijono, 2010) mengatakan bahwa

stres kerja dapat disebabkan oleh empat faktor utama, yaitu konflik,

ketidakpastian, tekanan dari tugas serta hubungan dengan pihak

manajemen. Faktor stres kerja tersebut dapat memberikan tekanan

terhadap produktivitas dan lingkungan kerja serta dapat menganggu

individu.

Selain itu Davis dan Newstrom (1985) juga menyatakan bahwa

stres dapat membantu dan merusak prestasi kerja, tergantung seberapa

besar tingkat stres itu. Hal ini dapat dilihat ketika individu tidak

mendapatkan stres, maka tantangan kerja juga tidak akan muncul dan

prestasi kerja cenderung menurun. Sejalan dengan naiknya stres kerja

maka prestasi kerja cenderung meningkat. Tetapi apabila stres yang

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


26

didapatkan cenderung besar dan diluar kemampuan individu maka stres

tersebut akan menurunkan prestasi kerja dan menghambat prestasi kerja

karyawan.

Berdasarkan jabaran diatas dapat disimpulkan bahwa akibat yang

muncul dari stres kerja dapat dilihat dari reaksi jasmaniah maupun reaksi

rohaniah individu dimana individu bereaksi terhadap stres tersebut.

6. Jenis-jenis stres

Quick dan Quick (dalam Almasitoh 2011) mengkategorikan jenis

stres menjadi dua, yaitu:

a. Eustres, adalah akibat positif yang ditimbulkan oleh stres yang berupa

timbulnya rasa gembira, perasaan bangga, menerima sebagai

tantangan, merasa cakap dan mampu, meningkatnya motivasi untuk

berprestasi, semangat kerja tinggi, produktivitas tinggi, timbul harapan

untuk dapat memenuhi tuntutan pekerjaan, serta meningkatnya

kreativitas dalam situasi kompetitif.

b. Distres, adalah akibat negatif yang merugikan dari stres, misalnya

perasaan bosan, frustrasi, kecewa, kelelahan fisik, gangguan tidur,

mudah marah, sering melakukan kesalahan dalam pekerjaan, timbul

sikap keragu-raguan, menurunnya motivasi, meningkatnya absensi,

serta timbulnya sikap apatis.

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


27

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jenis stres

kerja ada dua, yaitu stres kerja positif (eustres) dan stres kerja negative

(distres).

B. Konflik Peran Ganda

1. Pengertian

Konflik merupakan proses sosial orang-orang yang berusaha

mencapai tujuannya dengan jalan menentang fihak lawan yang disertai

kekerasan (Anoraga, 2009). Konflik terjadi karena seseorang memiliki

kebutuhan, keinginan dan kepentingan yang harus dipuaskan dan hal

tersebut terancam karena adanya tindakan, ucapan atau keputusan orang

lain.

Putman dan Pool (dalam Wijono, 2010) mendefinisikan konflik

sebagai interaksi antara individu, kelompok atau organisasi yang membuat

tujuan atau arti yang berlawanan, dan merasa bahwa orang lain sebagai

penganggu yang potensial terhadap pencapaian tujuan mereka.

Mullins (dalam Wijono, 2010) mendefinisikan bahwa konflik

merupakan kondisi terjadinya krtidaksesuaian tujuan dan munculnya

berbagai pertentangan perilaku, baik yang ada dalam diri individu,

kelompok maupun organisasi. Kondisi yang demikian dapat menganggu

bahkan menghambat tercapainya tujuan organisasi. Selain itu, juga dapat

menimbulkan ketegangan emosi sehingga menpengaruhi efisiensi dan

produktifitas kerjanya (Wijono, 2010).

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


28

Konflik peran menurut Kahn (dalam Wijono, 2010) adalah bentuk

dari inter-role-conflict dimana tekanan peran dari pekerjaan dan

lingkungan keluarga satu sama lain saling bertentangan. Sebuah tinjauan

literatur sebelumnya pada konflik peran dan ambiguitas (Rizzo, House,

dan Lirtzman, 1970) mendukung teori Kahn dkk. dan menemukan bahwa

konflik dan ambiguitas secara jelas berkaitan dengan kepuasan kerja yang

rendah dan disfungsional perilaku karena stres dan kecemasan dari tekanan

peran (Keller, 1975).

Greenhauss dan Beutell (dalam Almasitoh, 2011) menyatakan

konflik peran ganda merupakan bentuk dari interrole conflict, peran

pekerjaan dan keluarga membutuhkan perhatian yang sama. Lebih lanjut

Greenhauss dan Beutell mengatakan bahwa konflik peran ganda (work

family conflict) didefinisikan sebagai suatu bentuk konflik peran dalam

diri seseorang yang muncul karena adanya tekanan peran dari pekerjaan

yang bertentangan dengan tekanan peran dari keluarga (Laksmi, 2012).

Konflik peran ganda ini muncul ketika individu menemukan bahwa

patuh pada satu tuntutan peran menyebabkan dirinya kesulitan mematuhi

tuntutan peran yang lain (Petronila, 2009). Hal ini akan menuntut individu

untuk mengorbankan salah satu perannya.

Menurut Greenhaus dan Beutell (dalam Laksmi, 2012) konflik

peran ganda yaitu konflik peran yang dialami dalam diri individu dalam

hal hubungan dengan pasangan hidup, menjadi orang tua, dan mengurus

rumah tangga atas adanya tekanan waktu, tuntutan pekerjaan, dan tuntutan

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


29

keluarga dalam menjalankan peran pekerjaan dan keluarga secara

bersamaan.

Berdasarkan berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

konflik peran ganda merupakan suatu bentuk konflik dalam diri seseorang

yang muncul karena adanya tekanan peran dari pekerjaan yang

bertentangan dengan tekanan peran dari keluarga, dalam hal ini terkait

dengan hubungan dengan pasangan hidup, menjadi orang tua, dan

mengurus rumah tangga atas adanya tekanan waktu, tuntutan pekerjaan,

dan tuntutan keluarga dalam menjalankan peran pekerjaan dan keluarga

secara bersamaan.

2. Sumber konflik peran ganda

Anoraga (2009) menyebutkan tiga sumber munculnya konflik

diantaranya, yaitu diri sendiri, lingkungan dan orang lain yang memiliki

perbedaan dalam sikap, opini, cara tujuan dan nilai yang dianutnya.

Wijono (2010) menyatakan bahwa dalam organisasi, konflik juga

dapat muncul dari beberapa penyebab, diantaranya:

a. Situasi-situasi yang tidak sesuai dalam mencapai tujuan

b. Rencana kegiatan dan alokasi waktu yang tidak sesuai

c. Masalah status pekerjaan yang tidak pasti

d. Perbedaan persepsi

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


30

Menurut Sekaran (dalam Almasitoh, 2011) ada beberapa hal yang

menyebabkan terjadinya konflik peran ganda, yaitu pengasuhan anak dan

bantuan pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan

keluarga, waktu untuk keluarga, penentuan prioritas sebagai seorang istri,

dan tekanan karir dan keluarga.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sumber

konflik peran dapat berasal dari diri sendiri, lingkungan dan orang lain

yang memiliki perbedaan dalam sikap, opini, cara tujuan dan nilai yang

dianutnya.

3. Jenis konflik peran ganda

Wijono (2010) membagi konflik menjadi tiga bentuk, yaitu

a. Konflik dalam diri individu (intraindividual conflict)

Konflik ini memiliki kecenderungan berkaitan dengan tujuan yang

hendak dicapai (goal conflict) dimana tujuan yang hendak dicapai

saling berimbang kekuatannya (saling tarik menarik) dan pertentangan

dalam peran yang dimainkan (role conflict) dimana terjadi peran yang

ambiguitas dalam tugas dan tanggung jawab yang diampu oleh

individu.

b. Konflik antar pribadi (interpersonal conflict)

Konflik ini merupakan konflik yang memiliki kemungkinan lebih

sering muncul dalam kaitannya antara individu dengan individu yang

ada dalam satu organisasi.

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


31

c. Konflik organisasi (organizational conflict)

Konflik ini dapat dibagi menjadi empat jenis konflik, yaitu konflik

hierarki, konflik fingsional dan disfungsional, konflik staf lini dan

konflik formal dan non formal.

Greenberg & Baron (dalam Petronila, 2009) membagi konflik

peran menjadi dua, yaitu

a. Interrole conflict adalah suatu keadaan ketika individu memiliki dua

atau lebih peran dan masing-masing peran menuntut tingkah laku yang

berbeda.

b. Intrarole conflict adalah suatu keadaan dimana individu mendapatkan

harapan-harapan yang berbeda dari dua atau lebih kelompokterhadap

sebuah peran yang dimilikinya.

Filey & House (Wijono, 2010) memberikan kesimpulan atas hasil

penelitian kepustakaan mereka tentang konflik peran dalam orgaisasi, yang

dicatat melalui berbagai indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel,

diantaranya:

a. Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran

b. Menerima kondisi dan situasi jika muncul konflik yang dapat membuat

tekanan-tekanan dalam pekerjaan

c. Memiliki kemampuan untuk mentoleransi stres

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


32

d. Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik

yang muncul dalam organisasi

Berdasarkan jabaran diatas dapat disimpulkan bahwa konflik peran

memiliki beragam jenis, diantaranya yaitu intrarole conflict dan interrole

conflict.

4. Dimensi konflik peran ganda

Greenhaus dan Bautell (dalam Laksmi, 2012) mengungkapkan

bahwa konflik antara pekerjaan dan keluarga dapat terjadi secara dua arah,

yaitu ketika family interferes work (FIW), dan ketika work interferes

family (WIF).

Parasuraman dkk. dan Voydanoff (dalam Almasitoh, 2011),

mengemukakan bahwa konflik peran ganda memiliki tiga dimensi, yaitu:

a. Konflik yang disebabkan waktu (time-based conflict), yaitu ketika

waktu yang dimiliki individu digunakan untuk memenuhi satu peran

tertentu sehingga menimbulkan kesulitan untuk memenuhi satu peran

tertentu sehingga menimbulkan kesulitan untuk memenuhi perannya

yang lain.

b. Konflik yang disebabkan oleh ketegangan (strain-based conflict), yaitu

yang dialami ketika ketegangan-ketegangan yang dihasilkan oleh suatu

peran mengganggu peran yang lain.

c. Konflik yang disebabkan oleh perilaku (behaviour-based conflict),

yaitu konflik yang disebabkan karena kesulitan perubahan perilaku

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


33

dari satu peran ke peran lain. Misalnya, sebagai seorang manajer

dituntut untuk bersikap agresif dan obyektif, namun sebagai ibu di

rumah harus berubah perilaku menjadi seorang yang hangat (afektif).

Dari uraian diatas dimensi konflik peran terbagi atas konflik yang

disebabkan waktu, konflik yang disebabkan ketegangan dan konflik yang

disebabkan oleh perilaku.

5. Ciri-ciri konflik

Wijono (2010) menyebutkan beberapa ciri dari konflik, diantaranya:

a. Paling tidak ada dua pihak secara pribadi atau kelompok yang terlibat

dalam suatu interaksi yang saling bertentangan satu sama lain.

b. Timbul pertentangan antara dua belah pihak secara pribadi maupun

kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran, ambiguitas dan

adanya nilai-nilai atau norma-norma yang saling bertentangan satu

sama lain.

c. Munculnya interaksi yang sering kali ditandai oleh gejala-gejala

perilaku yang direncanakan untuk saling mengadakan, mengurangi dan

menekan terhadap pihak lain.

d. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat dari

adanya perselisihan dan pertentangan yang berlarut-larut.

e. Adanya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak

yang terkait

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


34

C. Perawat

1. Pengertian

American Nurses Association (Potter & Perry, 1999)

mendefinisikan perawat sebagai profesi yang membantu dan menberikan

pelayanan yang memberikan pelayanan yang berkontribusi pada kesehatan

dan kesejahteraan individu.

Perawat dapat didefinisikan sebagai profesi yang difokuskan pada

perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat

mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan

kualitas hidup dari lahir sampai mati (http://id.wikipedia.org).

Berdasarkan uraian pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

perawat merupakan profesi yang menfokuskan pada pelayanan dan

perawatan yang berkontribusi pada kesehatan pasien.

2. Peran perawat

Asmadi (2008) menyebutkan berbagai macam peran perawat,

diantaranya:

a. Sebagai pelaksana layanan kesehatan (carer provider) perawat

bertugas: a) memberi kenyamanan dan rasa aman bagi klien, b)

melindungi hak dan kewajiban klien agar tetap terlaksanan dengan

seimbang, c) memfasilitasi klien dengan anggota tim kesehatan

lainnya, serta d) berusaha mengembalikan kesehatan klien.

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


35

b. Sebagai pengelola (manager) perawat berfungsi sebagai planning,

organizing, actuating, staffing, directing, dan controlling.

c. Sebagai pendidik bertugas memberikan pendidikan kesehatan bagi

klien, keluarga serta masyarakat sebagai upaya menciptakan perilaku

individu/masyarakat yang kondusif bagi kesehatan. Sebagai peneliti

dan pemgembang ilmu perawat memiliki tugas untuk mengembangkan

dirinya melalui upaya riset.

Menurut Nursalam (2001) sebagai perawat professional, maka

peran yang di emban perawat harus independen. Peran tersebut

diantaranya:

a. Communication

Dalam proses komunikasi dengan rekan kerja atau tenaga medis

lainnya harus dilakukan dengan lengkap, akuran dan cepat.

b. Activity

Prinsip pemberian suhan keperawatan harus dapat bekerjasama dengan

rekan kerja dan tenaga media lainnya, ditunjang dengan menunjukkan

kesunguhan dan empati serta bertanggungjawab terhadap tugas yang

diemban.

c. Review

Dalam setiap memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat

harus selalu berpedoman pada nilai-nilai etik keperawatan, standar

keperawatan, dan ilmu keperawatan.

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


36

d. Education

Dalam upaya meningkatkan kualitas keperawatan, maka perawat harus

terus menerus menambah ilmu melalui pendidikan formal maupun

informasi dan melakukan penelitian-penelitian keperawatan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa peran perawat

diantaranya yaitu sebagai pelaksana layanan kesehatan, sebagai pengelola,

dan sebagai pendidik.

D. Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Azhar (dalam Soemiyati, 1999) menjelaskan perkawinan yang

dalam istilah agama disebut “nikah” ialah melakukan suatu aqad atau

perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita

untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan

dasar sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu

kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan

ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi oleh Allah.

Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974,

perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga

(rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa (Soemiyati, 1999).

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


37

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pernikahan atau

perkawinan berasal dari kata “nikah” yang dapat diartikan dengan dua

pengertian yaitu perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami

istri (dengan resmi) dan perkawinan. Secara umum, perkawinan adalah

bersatunya dua pribadi antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan yang

sah, sebagaimana diatur dalam agama Islam (Susetya, 2008).

M. Quraish Shihab (dalam Susetya, 2008) menjelaskan bahwa

pernikahan atau keberpasangan merupakan ketetapan Ilahi atas segala

makhluk. Hakikat ini ditegaskan oleh Allah di dalam Al Qur’an antara lain

dengan firman-Nya: “Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan

agar kamu menyadari (kebesaran Allah).” (QS Al-Dzariyat: 49).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga

(rumahtangga) yang bahagia dan syah sesuai undang-undang dan agama

disertai dengan hak dan kewajiban yang harus dijalankan.

2. Tujuan perkawinan

Soemiyati (1999) menyebutkan beberapa tujuan dari perkawinan

dalam Islam, diantaranya:

a. Untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


38

b. Berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka

mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih

sayang

c. Untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan

mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh Syari’ah.

Imam Ghazali (dalam Soemiyati, 1999) membagi tujuan dan

faedah perkawinan menjadi lima hal, sebagai berikut:

a. Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan

serta memperkembangkan suku-suku bangsa manusia.

b. Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan.

c. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.

d. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama

dari masyarakat yang besar diatas dasar kecintaan dan kasih sayang.

e. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan

yang halal, dan memperbesar rasa bertanggungjawab.

3. Hak dan kewajiban seorang suami dan istri

Soemiyati (1999) menjelaskan bahwa hak ialah suatu yang

merupakan milik atau dapat dimiliki oleh suami istri yang diperolehnya

dari hasil perkawinan. Hak juga dapat dihapus apabila yang berhak rela

apabila haknya tidak dipenuhi atau dibayar oleh pihak lain. Sedangkan

yang dimaksud dengan kewajiban yaitu hal-hal yang wajib dilakukan atau

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


39

diadakan oelh salah seorang dari suami istri untuk memenuhi hak dari

pihak lain. Adapun hak dan kewajiban yang dimiliki oleh seorang istri

adalah sebagai berikut:

1. Hak dan kewajiban yang bersifat bukan kebendaan

2. Hak dan kewajiban yang bersifat kebendaan

a. Suami wajib memberikan nafkah pada isterinya

b. Suami sebagai kepala keluarga

c. Isteri wajib mengatur rumahtangga dengan baik

3. Hak dan kewajiban suami istri dalam undang-undang perkawinan

a. Hak dan kewajiban suami isteri

b. Kedudukan suami isteri dalam rumahtangga dan masyarakat

c. Tempat kediaman bersama

d. Kewajiban suami isteri dalam rumahtangga

4. Harta kekayaan dalam perkawinan

E. Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja

Stres kerja merupakan suatu bentuk tanggapan atau respon secara fisik

maupun mental seseorang terhadap lingkungannya yang dirasakan menganggu

dan mengancam dirinya. Profesi sebagai seorang perawat merupakan sebuah

profesi yang berpeluang besar terkena stres. Stres yang perawat alami dapat

berasal dari dalam pekerjaan itu sendiri maupun dari luar pekerjaan. Faktor

yang berasal dari dalam pekerjaan berkaitan dengan pekerjaan seorang

individu, konflik peran, peluang partisipasi, tanggung jawab dan faktor-faktor

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


40

organisasi. Sedangkan untuk faktor yang berasal dari luar pekerjaan berkaitan

dengan perubahan struktur kehidupan, dukungan sosial, locus of control,

kepribadian tipe A & B, harga diri, fleksibilitas/kaku dan kemampuan.

Seorang perawat yang telah menikah akan memiliki tuntutan dan

tanggungjawab ganda yaitu dalam pekerjaan dan keluarganya. Perawat dapat

saja mengabaikan tugasnya atau melimpahkan tugasnya kepada perawat lain

agar bisa mengurus rumah. Konflik peran ganda pada perawat ini apabila

dibiarkan terus berlanjut maka akan memunculkan ketegangan dan kecemasan

karena perawat tidak dapat menyelesaikan tugas dari salah satu peran yang

dimilikinya sampai selesai. Kondisi yang demikian akan memicu munculnya

stres kerja pada perawat dan menghambat kinerja dari perawat. Hal terburuk

yang dapat terjadi dari kinerja perawat yang tidak maksimal yaitu mutu

pelayanan rumah sakit yang menurun dan kepuasan konsumen yang akan

menurun pula.

F. Kerangka berpikir

Sumber daya manusia (orang-orang) merupakan elemen dasar dari

organisasi yang dapat menentukan maju mundurnya suatu organisasi.

Keberlangsungan hidup suatu organisasi tergantung dari bagaimana sumber

daya manusianya dalam mencapai tujuan organisasi.

Perawat sebagai salah satu sumber daya manusia di dalam sebuah

institusi rumah sakit memiliki peran yang penting dalam pelayanan kesehatan.

Perawat secara langsung berhubungan dengan pasien dari awal pasien masuk

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


41

rumah sakit sampai pada kesembuhan pasien. Peran perawat merupakan ujung

tombak dari kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Baik buruknya

kualitas pelayanan kesehatan rumah sakit akan dapat dilihat dari kinerja

perawat atau sumber daya manusia yang ada didalamnya.

Peran dan tanggung jawab yang teramat besar pada perawat terkadang

dirasa mengganggu dan menjadi stressor bagi mereka. Tuntutan untuk selalu

melayani dan siaga memicu munculnya stres baik dari aspek psikologis, fisik

maupun perilaku misalnya seperti kelelahan, ketidakpuasan dalam bekerja,

meningkatnya absensi bahkan sampai pada gangguan metabolisme tubuh.

Stres psikologis, fisik maupun perilaku yang muncul dari kondisi ini

kemudian mempengaruhi prestasi dan kinerja dari perawat.

Stres kerja pada dasarnya merupakan suatu bentuk tanggapan atau

respon secara fisik maupun mental seseorang terhadap lingkungannya yang

dirasakan menganggu dan mengancam dirinya serta mempengaruhi proses

berfikir, emosi dan kondisi fisik seseorang. Stres kerja dipengaruhi oleh dua

faktor yaitu dari pekerjaa maupun luar pekerjaan. Faktor dari pekerjaan dapat

berasal dari faktor yang berkaitan dengan pekerjaan individu, konflik peran,

peluang partisipasi, tanggung jawab dan faktor-faktor organisasi. Sedangkan

faktor diluar pekerjaan dapat berasal dari perubahan struktur kehidupan,

dukungan sosial, locus of control, kepribadian tipe A & B, harga diri,

fleksibilitas/kaku dan kemampuan (Tosi dkk., dalam Wijono, 2010).

Konflik peran ganda dapat mendorong munculnya stres kerja pada

perawat yang sudah menikah. Konflik peran ganda antara peran dalam

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


42

pekerjaan dengan peran dalam keluarga terjadi ketika perawat yang sudah

menikah dihadapkan pada dua tuntutan peran yang berbeda yaitu tuntutan

peran dalam pekerjaan dan tuntutan peran dalam keluarga. Konflik pekerjaan

keluarga terjadi apabila pengalaman-pengalaman dalam pekerjaan

mengganggu kehidupan keluarga (Greenhaus dan Beutell, dalam Laksmi

2012). Konflik pekerjaan keluarga ini dapat menyita waktu dan energi yang

dimiliki oleh perawat sehingga menyebabkan mereka merasa terancam dan

memunculkan perilaku negatife dalam pekerjaan.

Peran sebagai perawat membutuhkan waktu dan perhatian lebih sama

halnya dengan keluarga. Adanya kedua tuntutan peran yang sama-sama

membutuhkan waktu dan perhatian penuh menjadikan perawat mengalami

ketegangan, kecemasan, mudah merasa lelah, perasaan bingung, mudah

marah, bahkan mangkir dari tugas untuk memenuhi tuntutan peran dalam

keluarganya. Berarti konflik pekerjaan keluarga yang dialami perawat

menganggu peran perawat dalam keluarganya.

Dimensi-dimensi yang mempengaruhi konflik peran diantaranya: a)

konflik yang disebabkan waktu (time-based conflict), yaitu dimana waktu

yang dimiliki individu digunakan untuk memenuhi satu peran tertentu

sehingga menimbulkan kesulitan untuk memenuhi satu peran tertentu

sehingga menimbulkan kesulitan untuk memenuhi perannya yang lain, b)

konflik yang disebabkan oleh ketegangan (strain-based conflict), yaitu dialami

ketika ketegangan-ketegangan yang dihasilkan oleh suatu peran mengganggu

peran yang lain, dan c) konflik yang disebabkan oleh perilaku (behaviour-

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013


43

based conflict), yaitu disebabkan karena kesulitan perubahan perilaku dari satu

peran ke peran lain.

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan terarah akan alur

penelitian ini dengan memperhatikan tinjauan kepustakaan serta landasan

teori, digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut ini:

Perawat wanita
RSUD Banyumas yang sudah menikah

KONFLIK PERAN GANDA

- Dimensi waktu (time-based conflict)


- Dimensi ketegangan (strain-based conflict)
- Dimensi perilaku (behaviour-based conflict)

STRES KERJA
- Aspek psikologis
- Aspek fisiologis
- Aspek perilaku

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian hubungan konflik peran ganda


dengan stres kerja pada perawat wanita yang sudah menikah

G. Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan sebuah hipotesis

penelitian sebagai berikut: Ada hubungan antara konflik peran ganda dengan

stres kerja pada perawat wanita yang sudah menikah di RSUD Banyumas.

Hubungan antara Konflik..., Desi Wulandari, Fakultas Psikologi UMP, 2013

Anda mungkin juga menyukai