Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Umum Tentang Stres

1.1.1 Pengertian Stres

Stress merupakan istilah yang berasal dari dari bahasa latin “Stingereh” yang berarti

“keras”. Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan perkembangan penelaan yang

berlanjut dari waktu kewaktu dari straise, strest, stresce, dan stress. Abad ke 17 istilah

stress di artikan sebagai kesukaran, kesusuhan, kesulitan atau penderitaan. Pada abad ke

18 istilah ini di gunakan dengan lebih menunjukan kekuatan, tekanan, ketegangan atau

usaha yang keras berpusat pada benda dan manusia terutama kekuatan mental manusia.

Stres merupakan pengalaman subyektif yang didasarkan pada persepsi seseorang terhadap

situasuasi yang dihadapinya. Stres berkaitan dengan kenyataan yang tidak sesuai dengan

harapan atau situasi yang menekan (Reza Fahrepi,2019).

Menurut Hardjana (1994) yang dikutip oleh wijayaningsih (2014) menyebutkan stres

sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi seseorang mengalami stress dan

hal yang dianggap mendatangkan stress membuat orang yang bersangkutan melihat

ketidak sepadanan antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis,

psikologis, dan social yang ada padanya.

1.1.2 Penyebab Stres

Stres atau stressor sering disebabkan oleh faktor-faktor dalam kehidupan manusia

yang mengakibatkan terjadinya respon stres. Stres dapat berasal dari berbagai sumber,
baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun social dan juga muncul pada situasi kerja

dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Dari segi penyebab, stres

dibagi menjadi enam yakni :

1. Stresor Fisik

Stres yang dsebabkan oleh keadaan fisik seperti temperature atau suhu yang sangat

tinggi atau rendah, kebisingan, sinar matahari atau karena tegangan listrik.

2. Stresor Sosial

Stres yang disebabkan oleh kondisi ekonomi, politik, keluarga, jabatan dan hubungan

interpersonal misalnya tingkat inflansi yang tinggi, tidak ada pekerjaan, pajak yang

tinggi, peran seks, iri, cemburu, kematian anggota keluarga, hubungan yang kurang

baik dengan atasan, atau sejawat, atau hubungan social yang buruk.

3. Stresor Kimiawi

Stres yang disebabkan karena zat kimia seperti adanya obat-obatan, zat beracun, asam

basa atau gas dan pada prinsipnya Karena pengaruh senyawa kimiawi

4. Stresor Mikrobiologi

Karena adanya kuman seperti bakteri, virus atau parasit.

5. Stresor Fisiologi

Karena gangguan fungsi organ tubuh seperti stroke, fungsi jaringan dan kecacatan

organ tubuh lainnya.

6. Stresor Proses Psikis atau Emosional


Karena gangguan situasi psikologis atau ketidak mampuan kondisi psikologis untuk

menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, social budaya dan faktor agama.

1.1.3 Gejala Stres

Gejala terjadinya stres secara umum terdiri dari dua gejala yakni :

1. Gejala Fisik

Beberapa bentuk gangguan fisik yang sering muncul pada stres adalah nyeri dada,

diare selama beberapa hari, sakit kepala, mual, jantung berdebar, lelah, suka tidur, dan

lain-lain.

2. Gejala Psikis

Sementara bentuk gangguan psikis yang sering terlihat adalah cepat marah, ingatan

melemah, tak mampu berkosentrasi, tidak mampu menyelesaikan tugas, reaksi

berlebihan terhadap hal sepele, daya kemempuan berkurang, tidak mampu santai pada

saat yang tepet, tidak tahan terhadap suara atau gangguan lain, dan emosi tidak

terkendali

1.1.4 Tingkat Stres

Menurut Potter dan Perry (1989) dalam Rasmun, (2004) telah membagi hubungan

tingkat stres dengan kejadian sakit yaitu (Reza Fahrepi, 2019).

1. Stres Ringan

Biasanya tidak merusak aspek fisiologis. Stres ringan umunya dirasakan oleh setiap

orang misalnya, lupa ketiduran, kemacetan, da dikritik. Situasi seperti ini biasanya
berakhir dalam beberapa menit atau beberapa jam dan tidak akan menimbulkan

penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.

2. Stres Sedang

Terjadi lebih lama, beberapa jam sampai beberapa hari, contohnya kesepakatan yang

belum selesai, beban kerja yang berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, anggota

keluarga pergi dalam waktu yang lama, kondisi seperti ini dapat terjadi pada individu

yang mempunyai faktor predisposisi suatu penyakit coroner.

3. Stres Berat

Adalah stres kronik yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun, misalnya

hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan financial, dan penyakit fisik yang

lama. Makin sering dan makin lama situasi stress, makin tinggi resiko kesehatan yang

ditimbulkan. Tugas perkembangan dapat tidak terselesaikan jika seseorang mengalami

stress yang berkepanjangan dan tidak segera diatasi.

1.1.5 Jenis-jenis Stres

Menurut Hawari 2013 ada dua tipe stress yaitu :

1. Stres Akut

Stress ini di kenal juga dengan Fight or fight response. Stres akut adalah respon tubuh

anda terhadap ancaman tertentu, tantangan atau ketakutan. Respon stres akut yang

segera dan intesif dibeberapa keadaan dan menimbulkan gemetaran atau tremor.

2. Stres Kronis

Stres akut kecil dapat memberikan keuntungan dimana dapat membantu anda untuk

melakukan sesuatu, memotivasi atau memberi semangat. Namun masalah terjadi jika

ketika stres akut meningkat, hal ini akan mendorong terjadinya masalah kesehatan
seperti sakit kepala, dan imsonia. Stres kronis kronis lebih sulit diatasi daripada stres

akut, dan efeknya lebih panjang dan problematic.

1.1.6 Sumber Stres

Sumber stres terdiri dari 3 aspek yaitu :

1. Stres Pribadi atau Individual

Sumber stres pada diri sendiri pada umumnya dipengaruhi oleh konflik yang terjadi

antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah berbagai permasalahan

yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi yang dapat

menimbulkan stres. Pada stres ini masih dibagi lagi menjadi tiga yaitu stres rohani

(Spiritual), stres mental (Psikologis), dan stres jasmani (Fisikal).

2. Stres dalam Keluarga

Stres ini bersumber dari masalah keluarga yang terjadi karena adanya perselisihan,

keuangan serta adanya tujuan yang berbeda di antara anggota keluarga.

3. Stres dalam Masyarakat dan Lingkungan

Stres ini pada umumnya seperti lingkungan pekerjaan yang biasa disebut sebagai stres

kerja karena kurangnya hubungan interpersonal dan kurang adanya pengakuan di

masyarakat sehinggah tidak dapat berkembang (Reza Fahrepi, 2019)

1.1.7 Dampak Stres

Dambak stres dibedakan dalam tiga kategori, yakni :

1. Dampak Fisiologik

Secara umum seseorang yang mengalami stres akan mengalami sejumblah gangguan

fisik seperti : sering masuk angina, mudah pusing, kejang otot (kram), mengalami

kegemukan, atau menjadi kurus yang tidak dapat dijelaskan, juga dapat menderita
penyakit yang lebih serius seperti cardiovascular, hipertensi, kolesterol, maag, dan

sebagainya.

2. Dampak Psikologis

a. Keletihan emosi, jenuh, penghayatan ini merupakan tanda pertama dan punya

peran sentral bagi terjadinya burn-out.

b. Kewalahan atau keletihan emosi, kita dapat melihat adanya kecendrungan yang

bersangkutan.

c. Pencapaian pribadi yang bersangkutan menurun, sehingga berakibat pula

menurunnya rasa kmpeten dan rasa sukses.

3. Dampak Perilaku

a. Manakala stres menjadi distres, prestasi belajar menurun dan sering terjadi tingkah

laku yang tidak diterima oleh masyarakat.

b. Level stres yang cukup tinggi berdapak negative pada kemampuan mengingat

informasi, mengambil keputusan, mengambil langkah tepat.

c. Stres yang berat sekali banyak membuat tidak ingin bekerja dan idak aktif

melakukan kegiatan apapun.

1.2 Tinjauan Umum Tentang Stres Kerja

1.2.1 Pengertian Stres Kerja

Stres merupakan masalah yang umum terjadi di kehidupan moderen, termasuk stres

yang berhubungan dengan pekerjaan (ILO 2016). Stres kerja adalah respon fisik dan

emosional yang berbahaya dan dapat terjadi ketika tuntutan pekerjaan yang ada melebihi

kemampuan atau control kerja yang dimiliki oleh pekerja. Stres kerja menjadi hal yang

beresiko bagi kesehatan dan keselamatan pekerja ketika pekerjaan yang dilakukan
melebihi kapasitas, sumber daya, dan kemampuan pekerja dilakukan secara berkanjangan.

Stres kerja menjadi perhatian penting salah satunya pada pekerja sector pelayanan

kesehatan (ILO, 2016).

Menurut Dwiyanti (2001) yang dikutip dalam Rivai (2012) stres kerja merupakan

perasaan yang tertekan yang dialami oleh pekerja dalam menghadapi pekerjaan yang

disebabkan oleh beberapa faktor yakni tidak adanya hubungan social, kondisi lingkungan

kerja, manajemen yang tidak sehat (gaya kepemimpinan) tipe kepribadian, pengalaman

pribadi, beban kerja, peran individu, dalam organisasi, hubungan dalam pekerjaan (relasi

interpersonal), struktur dan iklim organisasi (Reza Fahrepi, 2019).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatan stres apabila seseorang mengalami

beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugasa yang

dibebankan itu, maka tubuh akan merespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut,

sehinggah orang tersebut dapat mengalami stres. Sebaliknya apabila seseorang yang

dengan beban tugas yang berat tetapi mampu mengatasi beban tersebut dengan tubuh

berespon baik, maka orang tersebut tidak mengalami stres.

1.2.2 Penyebab Stres Kerja

Sesuai dengan pendapat Cooper yang dikutip oleh Zulfan Saam dan Sri wahyuni

(2014), sumber stres kerja adalah kondisi pekerjaan, masalah peran, hubungan

interpersonal, kesempatan pengembangan karir dan struktur organisasi. Kondisi pekerjaan

yang berpotensi sebagai sumber stres kerja adalah :

1. Lingkungan Kerja

Kondisi kerja yang buruk seperti ruangan kerja yang sempit, tidak nyaman, panas,

gelap, kotor, pengap, berisik, dan padat berpotensi, menyebabkan pegawai mudah
terserang penyakit, mudah mengalami stres, dan dapat menyebabkan produktifitas

kerja menjadi menurun.

2. Kelebihan Beban Kerja (overload)

Kelebihan kerja dapat dibedakan menjadi kuantitatif dan kualitatif. Kelebihan beban

kerja kuantitatif adalah beban atau volume pekerjaan melebihi kemampuan karyawan,

sehinggah karyawan tersebut mudah lelah dan tegang. Kelebihan beban kerja kualitatif

adalah bila pekerja tersebut tidak sesuai dengan kemampuan karyawa sehinggah ia

merasa kesulitan menyelesaikannya, yang menyita kemampuan kognitif dan teknis.

3. Deprivational stress

Pekerjaan yang tidak lagi menantang atau menarik bagi pekerja sehinggah timbul

kebosanan, ketidak puasaan dan ketidak senangan.

4. Pekerjaan Beresiko Tinggi

Pekerjaan yang beresiko tinggi dan berbahaya bagi keselamatan karyawan.

1.2.3 Gejala dari Stres Kerja

Menurut zulfan saam 2014, gejala dari stress kerja di kelompokan menjadi kategori

yakni :

1. Gejala Psikologis

Seperti bingung, cemas, tegang, sensitive, mudah marah, bosan, tidak puas, tertekan,

memendam perasaan, tidak kosentrasi, dan komunikasi tidak efektif.

2. Gejala Fisik
Seperti meningkatnay detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya ekskresi

adrenalin dan non adrenalin, gangguan lambung, gangguan pernapasan, gangguan

kardiovaskuler, kepala pusing, berkeringat, dan mudah lelah fisik.

3. Gejala Perilaku

Prestasi dan produktifitas kerja menurun menghindari pekerjaan, bolos kerja, agresif,

kehilangan nafsu makan, dan meningkatnya penggunaan minuman keras.

1.2.4 Dampak Stres Kerja

Menurut Margiati (1999) yang dikutip dalam Rivai (2012), pengaruh stres kerja ada

yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Pada tahap tertentu mengacu

karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi yang

terjadi pada seseorang yang mengalami stres akan menunjukan perubahan perilaku pada

dirinya. Perubahan perilaku dapat terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres.

Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stress (fight) atau berdiam diri

(freze). Dalam kehidupan sehari-hari kedua reaksi ini biasanya dilakukan secara

bergantian tergantung situasi dan bentuk stres. Perubahan-perubahan ini ditempat kerja

merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain :

1. Bekerja melewati batas kemampuan.

2. Keterlambatan masuk kerja yang sering.

3. Ketidakhadiran pekerja.

4. Kesulitan membuat keputusan.

5. Kesalahan yang semborono.

6. Kelalaian menyesuaikan pekerjaan.

7. Lupa akan janji yang telah dibuat dan kdiri sendiri.


8. Kesulitan berhubungan dengan orang lain.

9. Kerisauan tentang kesalahan yang dibuat.

10. Menunjukan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang

kulit, radang pernapasan.

1.3 Tinjauan Umum Tentang Beban Kerja

1.3.1 Pengertian Beban Kerja

Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Dari sudut

pandang agronomi setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap

tuntutan fisik maupun fiiologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat

berupa beban kerja fisik dan beban kerja fisiologis. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya

pekerjaan seperti mengangkat, merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja fisiologis dapat

berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu lainnya (Manuaba,

2010).

1.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Beban kerja dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Menurut Manuaba (2010)

1. Faktor Eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti :

a. Tugas-tugas yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat kerja, alat

dan sarana kerja, kondisi kerja, sifat kerja, dan tugas yang bersifat psikologis,

seperti kompleksitas pekerja, tingkat kesulitan, tanggung jawab pekerjaan.

b. Organisasi kerja, seperti lamanya waktu bekerja, waktu istirahat , shift kerja,

sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan

kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.


2. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari

reaksi beban kerja eksternal. Faktor internal meliputi faktor stomatis (jenis kelamin,

umur, ukuran tubuh, status gizi, dan kondisi kesehatan) dan faktor psikis (motivasi,

persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).

1.3.3 Dampak Beban kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik fisik

maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan

mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang

dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam

kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan

kurangnya perhatian pada pekerja, sehinggah secara potensial membahayakan pekerja

(manuaba, 2009).

1.3.4 Pengaruh Beban Kerja DenganStres Kerja

Beban kerja mempengaruhi stres kerja. Beban kerja yang diberikan kepada perawat

harus disesuaikan dengan kapasitas yang dimiliki. Jika jumlah beban kerja yang diberikan

melampaui kapasitas perawat, tentu saja hal itu akan mengurangi produktivitas kerja

perawat, karena dalam melaksanakan tugasnya, perawat akan merasa kelelahan. Jika

jumlah beban kerja terlalu sedikit juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis

seseorang. Pada pekerjaan sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan akan timbul rasa

bosan dan monoton. Beban kerja baik secara kuantitas dimana tugas - tugas yang harus

dikerjakan terlalu banyak/sedikit maupun secara kualitas dimana tugas yang harus

dikerjakan membutuhkan keahlian. Bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan


kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia maka akan menjadi

sumber stres (Davis & Newstron dalam Supardi, 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supardi (2007) menunjukkan bahwa kondisi

kerja memperlihatkan kontribusi paling besar terhadap terjadinya stres kerja kemudian

tipe kepribadian dan beban kerja. Oleh karenanya, bisa dikatakan bahwa beban kerja

berpengaruh terhadap stres kerja.

1.4 Tinjauan Umum Tentang Shift Kerja

1.4.1 Pengertian Shift Kerja

Menurut Bohle dan Tilley yang dikutip Juliyati (2014), kerja dengan sistem shift

kerja memberikan dampak terhadap karyawan yang dapat mempengaruhi: kualitas hidup,

kinerja, dan kelelahan. Shift kerja memiliki dampak terhadap kualitas kehidupan dari

individu atau karyawan yang bekerja dengan sistem shift. Hal ini berkaitan dengan

masalah kesehatan, kebiasaan makan, kebiasaan tidur (circardian rhytms), stres, dan juga

hubungan interpersonal dalam kehidupan sosial individu. Dampak shift kerja pada

karyawan terlihat dari kinerja mereka selama melakukan pekerjaan.

Hasil penelitian oleh Shaulim dalam jurnal Revalicha tahun 2013 menunjukan

sebanyak 60% dari perawat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bengkayang

mengalami stres kerja berat dengan kesimpulan yakni pada shift pagi terdapat 6 perawat

(18,75%) yang mengalami stres ringan dan pada shift malam terdapat 4 perawat (12,5%)

yang mengalami stres ringan (Widyasari, 2013).

1.4.2 Karakteristik dan Sistem Shift Kerja


Menurut Nurmianto (2004) dalam Hidayat (2011) karakteristik shift kerja

mempunyai dua macam bentuk, yaitu shift berputar (rotation) dan shift (permanent).

Dalam merancang perputaran shift ada dua macam yang harus diperhatikan yaitu:

1. Kekurangan istirahat atau tidur hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat

meminimumkan kelelahan.

2. Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehidupan keluarga dan kontak sosial.

Ada 5 faktor utama yang harus diperhatikan dalam shift kerja (Nurmianto, 2004

dalam Hidayat, 2011) yaitu :

1. Jenis shift (pagi, siang, malam)

2. Panjang waktu tiap shift

3. Waktu dimulai dan diakhirinya satu shift

4. Distribusi waktu istirahat

5. Arah transisi shift

Berkaitan dengan rancangan shift kerja ada lima kriteria yang Dijadikan dasar

pertimbangan shift kerja, yaitu :

1. Setidaknya ada jarak 11 jam antara permulaan dua shift yang berurutan.

2. Seorang pekerja tidak boleh bekerja lebih dari tujuh hari berturutturut (seharusnya 5

hari kerja, 2 hari libur).

3. Sediakan libur akhir pekan (setidaknya 2 hari)

4. Rotasi shift mengikuti matahari.

5. Buat jadwal yang sederhana dan mudah diingat

International Labour Organisation (ILO) (1983) dalam Hidayat (2011)

menyatakan pergantian shift yang normal 8 jam/shift. Shift kerja yang dilaksanakan 24
jam termasuk hari minggu dan hari libur memerlukan 4 regu kerja. Regu kerja ini dikenal

dengan regu kerja terus menerus (4X8), dan diperlukan sedikitnya 3 regu yang disebut

dengan regu kerja semi terus menerus (3X8).

1.4.3 Pembagian Waktu Sistem Shift Kerja

Berdasarkan Pasal 79 ayat 2 huruf a UU No.13/2003 shift kerja diatur menjadi 3

(tiga) shift. Pembagian setiap shift adalah maksimum 8 jam per-hari, termasuk istirahat

antar jam kerja. Jumlah jam kerja secara akumulatif masing-masing shift tidak boleh

lebih dari 40 jam per minggu (Pasal 77 ayat 2 UU No.13/2003). Setiap pekerja yang

bekerja melebihi ketentuan waktu kerja 8 jam/hari per-shift atau melebihi jumlah jam

kerja akumulatif 40 jam per minggu, harus sepengetahuan dan dengan surat perintah

(tertulis) dari pimpinan (management) rumah sakit yang diperhitungkan sebagai waktu

kerja lembur (Pasal 78 ayat 2 UU No.13/2003).

1.4.4 Dampak Shift Kerja

Menurut Fish yang dikutip oleh Firdaus (2005) mengemukakan bahwa dampak

shift kerja yang dapat dirasakan antara lain :

1. Dampak Fisiologis

a. Kualitas tidur : tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan

biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja

malam.

b. Menurunnya kapasitas kerja fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan

lelah.

c. Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.

2. Dapak Psikososial
Efek menunjukkan masalah lebih besar dari efek fisiologis, antara lain adanya

gangguan kehidupan keluarga, hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk

berinteraksi dengan teman, dan menggangu aktivitas kelompok dalam masyarakat.

3. Dampak Kinerja

Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan

psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun

yang berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali

dan pemantauan.

4. Dampak Terhadap Kesehatan

Shift kerja menyebabkan gangguan gastrointesnal, masalah ini cenderung terjadi pada

usia 40-50 tahun. Shift kerja juga dapat menjadi masalah terhadap keseimbangan kadar

gula dalam darah bagi penderita diabetes.

5. Dampak Terhadap Keselamatan Kerja

Survei pengaruh shift kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan

Smith et. al, melaporkan bahwa frekuensi kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir

rotasi shift kerja (malam) dengan rata-rata jumlah kecelakaan 0,69% per tenaga kerja.

Tetapi tidak semua penelitian menyebutkan bahwa kenaikan tingkat kecelakaan

industri terjadi pada shift malam. Terdapat suatu kenyataan bahwa kecelakaan

cenderung banyak terjadi selama shift pagi dan lebih banyak terjadi pada shift malam.

1.4.5 Pengaruh Sistem Shift Kerja Dengan Stress Kerja

Srivastava (2010:198) menyatakan bahwa pekerja shift mengalami tingkat

pekerjaan yang tinggi dan stress akan kehidupan. Shift dan kerja malam merupakan

sumber potensial dari stres. Hal ini dikarenakan kerja shift menantang sistem sirkadian
manusia dan konflik ini menciptakan beberapa masalah fisiologis, psikologis, dan

psikososial untuk pekerja shift. Hal ini jelas membuktikan bahwa sistem shift kerja

mempengaruhi stress kerja pada karyawan.

1.5 Keaslian Penelitian/Penelitian Terdahulu

Tabel 2.5 Tabel Sistesa

No Nama Judul,Tempat Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian Dan Tahun Penelitian
1 Nurazizah Faktor-faktor Metode yang Variabel Faktor pekerjaan :
yang digunakan independen : 1. Hasil analisa
berhubungan adalah Cross 1. Faktor bivariatmenunju
dengan stress Sectional Pekerjaan(l kan tidak adanya
kerja pada ingkungan hubungan antara
perawat di fisik,konfli lingkungan fisik
ruang rawat k peran, dengan stress
inap kelasa ketaksaan kerja (P-value =
III Rs X peran,konfl 0.109)
Jakarta tahun ik 2. Hasil analisa
2013 interperson menunjukan
al,ketidak bahwa tidak
pastian terdapat
pekerjaan, hubungan yang
kurangnya signifikan antara
control,kur konflik peran
angnya dengan stress
kesempatan kerja hal ini
kerja,jumbl ditunjukan
ah beban dengan nilai P-
kerja,varias value sebesar
i beban 0,272 (P-value
kerja,tangg >0,005).
ung jawab
terhadap
orang
lain,kemem
puan yang
tidak
digunakan,t
untutan
mental,dan
shift kerja)
2. Faktor
Diluar
Pekerjaan(a
ktivitas
diluar
pekerjaan)

No Nama Judul,Tempat Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian Dan Tahun Penelitian
1 3. Faktor 3. Berdasarkan
Individual hasil analisa
(umur,jenis bivariat
kelamin,sta duketahui
tus bahwa variabel
pernikahan, ketaksaan
masa berhubungan
kerja,kepri signifikan
badian tipe dengan stress
A dan kerja (P-
penilaian value=0,004)dan
diri memeliki pola
4. Faktor hubungan
Pendukung posetif.
(dukungan 4. Hasil analisa
social) bivariat
menunjukan
Variabel bahwa tidak ada
Dependen : hubungan yang
Stres kerja signifikan antara
konflik
interpersonal
dengan stress
kerja pada
perawat (P-
value=0,129).
5. Hasil analisa
bivariat
menunjukan
adanya
hubungan
signifikan dan
berpola posetif
antara ketidak
pastian pekerja
dengan stress
kerja.

No Nama Judul,Tempat Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian Dan Tahun Penelitian
1 6. Hasil analisa
bivariat
menunjukan
bahwa
kurangnya
control tidak
berhubungan
dengan stress
kerja (P-value =
0,886)
7. Hasil analisa
bivariate
menunjukan
adanya
hubungan yang
signifikan dan
berpola posetif
antara
kurangnya
kesempatan
kerja dengan
stress kerja (P-
value = 0,006).
8. Berdasarkan
hasil analisa
bivariate
diketahui bahwa
beban kerja
tidak
berhubungan
signifikan
dengan stress
kerja (P-
value=0.362).

No Nama Judul,Tempat Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian Dan Tahun Penelitian
1 9. Pada penelitian
ini hasil analisa
bivariat antara
variasi beban
kerja dengan
stress kerja
menunjukan
adanya
hubungan
dengan nilai
probabilitas (P-
value=0,045).
10. Hasil analisa
bivariat
menunjukan
adanya
hubungan
signifikan (P-
value= 0,001)
dan berpola
posetif antara
kemampuan
yang tidak
digunakan
dengan stress
kerja.
11. Hasil penelitian
menunjukan
bahwa tuntutan
mental tidak
berhubungan
dengan stress
kerja (P-value=
0,976).
12. Hasil penelitian
menu jukan
bahwa shift
kerja tidak
berhubungan
dengan stress
kerja (P-value=
0,683).

No Nama Judul,Temp Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian at Dan Penelitian
Tahun
1 Faktor diluar pekerjaan:
1. Hasil analisa
bivariate
menunjukan
bahwa aktivitas
diluar pekerjaan
tidak
berhubungan
dengan stress
kerja (P-value=
0,935).
Faktor Individual :
1. Hasil penelitian
bivariate
menunjukan
bahwa tidak ada
hubungan
signifikan antara
umur dan stres
kerja (P-value=
0,547).
2. Hasil penelitian
menunjukan
bahwa jenis
kelamin tidak
berhubungan
dengan stress
kerja (P-value=
0,32).
3. Hasil penelitian
menunjukan
bahwa status
pernikahan tidak
berhubungan
dengan stress
kerja (P-value=
0.819).
4. Hasil penelitian
menunjukan
bahwa masa
kerja tidak
berhubungan
dengan stress
kerja (P-value=
0,965).

No Nama Judul,Temp Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian at Dan Penelitian
Tahun
1 5. Hasil analisa
bivariate
menunjukan
bahwa penilaian
diri tidak
berhubungan
dengan stress
kerja (P-value=
0,536).
Faktor pendukung :
1. Hasil analisa
bivariate
menunjukan
bahwa
dukungan social
berhubungan
dengan stress
kerja (P-value=
0,001).
2 Yoan Hubungan Deskritif 1. Motivasi dan 1. Terdapat
Kasim Motivasi Analitik Supervisi hubungan
mulya di Dan Dengan Kepatuhan Perawat motivasi dengan
Vandri Supervisi Menggunakan 2. Dalam kepatuhan
Kalo Dengan Rancangan Menggunakan APD perawat
Kepatuhan Cross Pada Penanganan (p=0,011).
Perawat Sectional Pasien 2. Terdapat
Dalam Muskuloskeleta hubungan
Menggunak supervise
an APD dengan
Pada kepatuhan
Penanganan perawat
Pasien (p=0,003).
Gangguan
Musculoskel
etal Di IGD
RSUD Prof
Dr. R. D.
Kandou
Manado
2017

No Nama Judul,Temp Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian at Dan Penelitian
Tahun
3 Vera Hubungan Penelitian ini Variabel 1. Berdasarkan
Rointan Stres Kerja menggunakan independen : hasil uji bivariat
Nainggola Dengan penelitian Stres Kerja dengan
n Kinerja metode survey 1. Gejala Fsik menggunakan
Perawat dengan 2. Gejala uji korelasi
Pelaksana pendekatan Psikologis Spearmanrho
Di Rsu Bina explanatory 3. Gejala Perilaku antara stres kerja
Kasih research atau Variabel berdasarkan
Medan penelitian dependen : gejala fisik
Tahun 2017 penjelasan Kinerja Perawat dengan kinerja
untuk Pelaksana perawat
menjelaskan pelaksana dapat
hubungan diperoleh nilai
antara dua korelasi rs = -
variabel atau 0,784, berarti
lebih korelasi stres
kerja dengan
kinerja perawat
mempunyai
hubungan yang
kuat. Nilai ρ -
value sebesar
0,0001 < 0,05
(signifikan). Hal
ini menunjukkan
bahwa yang
artinya ada
hubungan yang
signifikan antara
stres kerja
berdasarkan
gejala fisik
dengan kinerja
perawat
pelaksana di
RSU Bina Kasih
Medan.

No Nama Judul,Tempat Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian Dan Tahun Penelitian
3 2. Berdasarkan
hasil uji bivariat
dengan
menggunakan
uji korelasi
Spearman rho
antara stres kerja
berdasarkan
gejala psikologis
dengan kinerja
perawat
pelaksana
diperoleh nilai
korelasi rs = -
0,614, berarti
korelasi
mempunyai
hubungan yang
kuat. Nilai ρ -
value sebesar
0,0001 < 0,05.
Hal ini
menunjukkan
bahwa ada
hubungan yang
signifikan antara
stres kerja
berdasarkan
gejala psikologis
dengan kinerja
perawat
pelaksana di
RSU Bina Kasih
Medan.

No Nama Judul,Tempat Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian Dan Tahun Penelitian
3 3. Berdasarkan
hasil uji bivariat
dengan
menggunakan
uji korelasi
Spearmanrho
antara stres kerja
berdasarkan
gejala perilaku
dengan kinerja
perawat
pelaksana
diperoleh nilai
korelasi rs = -
0,776, berarti
korelasi
mempunyai
hubungan yang
kuat. Nilai ρ -
value sebesar
0,0001 < 0,05.
Hal ini
menunjukkan
bahwa ada
hubungan yang
signifikan antara
stres kerja
berdasarkan
perilaku dengan
kinerja perawat
pelaksana di
RSU Bina Kasih
Medan.

No Nama Judul,Tempat Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian Dan Tahun Penelitian
4 Valarencia Perbedaan Penelitian ini 1. Berdasarkan uji
Vialytha Stres Kerja menggunaka statistik
Pongoh Antar Shift n metode Spearman Rho
Herman Perawat (survey) Correlation
Warouw Di Ruangan analitik yaitu: (0,486 ≥
Rivelino Gawat dengan 0,05). Hasil ini
Hamel Darurat pendekatan membuktikan
Medik cross bahwa tidak ada
Rsup Prof sectional perbedaan stres
Dr. R. D. dimana data antara shift pagi
Kandou yang dan shift malam
Manado menyakut pada perawat
variabel pelaksana di
resiko Ruangan Gawat
dengan Darurat Medik.
variabel 2. Berdasarkan uji
akibat akan statistik
dikumpulkan Spearman Rho
dalam waktu Correlation
yang yaitu ( 0,645 ≥
bersamaan 0,05). Hasil ini
menjelaskan
bahwa tidak ada
perbedaan stres
antara Shift sore
dan Shift malam.

No Nama Judul,Tempat Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian Dan Tahun Penelitian
5 Cyntia Hubungan Jenis Variabel Bebas : 1. Dari hasil uji
Irayanti Shift Kerja penelitian Shift Kerja bivariate Nilai
Sitorus Dengan analitik Variabel Terikat : significancy
Stress Kerja dengan Stres Kerja adalah bagian
Pada menggunaka Vatiabel Woodyard
Karyawan n rancangan Moderator: 0,029, bagian
Bagian studi Cross Umur chemical o,o29,
Operator Sectional Lama Bekerja bagian feberline
DCS 0,022, dan
Departemen secara
Produksi PT keseluruhan
Toba Pulp 0,000 dimana
Lestari,Tbk diseluruh nilai
Tahun 2017 p<0,05 maka
dapat diambil
kesimpulan
bahwa ada
hubungan shift
kerja dengan
stress kerja pada
karyawan
2. Dari hasil uji
bivariate
terhadap
karakteristik
responden
berdasarkan
umur dapat nilai
significancy
adalah 0,000
dimana nilai p<
0,05 maka dapat
diambil
kesimpulan
bahwa ada
hubungan umur
dengan stress
kerja pada

No Nama Judul,Tempat Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian Dan Tahun Penelitian
5 3. Dari hasil uji
bivariate
terhadap
karakteristik
responden lama
kerja didapat
nilai
significancy
adalah 0,000
dimana nilai
p<0,05 maka
dapat di ambil
kesimpulan
bahwa ada
hubungan lama
kerja dengan
stress kerja
karyawan.
6 Septika Pengaruh Penelitian ini Variabel Berdasarkan hasil
Wahyu sistem shift menggunaka Independen analisa yang telah
Ekaningty kerja n penelitian Sistem Shit Kerja dilakukan pada
s terhadap stres Surveyn Variabel Dependen penelitian ini, maka
kerja research Stress Kerja dapat di ambil
karyawan kesimpulan bahwa
bagian sistem shift kerja
operator di berpengaruh secara
SPBU signifikan terhadap
baratan stress kerja karyawan.
jember tahun Hal ini dibuktikan
2016 melalui hasil koefisien
determinasi (R2) dimana
variabel sistem shift
kerja memeliki
kontribusi sebesar 0,754
atau 75,4 % dengan arah
posetig mempengaruhi
variabel stresstressa
dengan signifikan 0,000
atau p<0,05.

No Nama Judul,Tempat Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian Dan Tahun Penelitian
7 Tri Pengaruh Berdasarkan Variabel Dependen 1. Diketahui
Suryaning Beban Kerja hubungan Stress Kerja bahwa beban
um Dan antar variabel Variabel Indpenden kerja
Dukungan terhadap Beban Kerja berpengaruh
Sosial objek yang Dukungan Sosial positif terhadap
Terhadap diteliti maka stres kerja
Stres Kerja penelitian ini perawat sebesar
Pada Perawat bersifat sebab 0,165 (p<0,05;
Rs Pku dan akibat p=0,033).
Muhammadi atau asosiatif 2. Diketahui
yah kausal. bahwa
Yogyakarta dukungan sosial
Tahun 2015 berpengaruh
negatif terhadap
stres kerja
perawat sebesar
0,144 (p<0,05;
p=0,027).
3. Diketahui
bahwa beban
kerja 0,167
(p<0.05;
p=0,030) dan
dukungan sosial
0,147 (p<0.05;
p=0,045)
berpengaruh
terhadap stres
kerja perawat.
Maka dapat
disimpulkan
bahwa beban
kerja dan
dukungan sosial
berpengaruh dan
signifikan
terhadap stres
kerja perawat

No Nama Judul,Tempat Metode Variabel Penelitian Hasil


Penelitian Dan Tahun Penelitian
8 Ekawati Identifikasi Jenis Variabel 1. Hasil uji statistik
Patillow faktor-faktor penelitian Dependen : diperoleh nilai
penyebab yang Stres Kerja p=1,000, hal ini
stress kerja digunakan Variabel berarti tidak ada
pada perawat adalah Dependen : hubungan yang
yang bekerja penelitian 1. Beban signifikan antara
di instalasi deskritif Kerja beban kerja dan
gawat darurat dengan 2. Sarana stres kerja
di RSUD piru menggunaka Prasarana perawat.
kabupaten n rancangan 2. Hasil uji ststistik
seram bagian cross diperoleh nilai
barat tahun sectional p=0,295, hal ini
2014 study berarti tidak ada
hubungan yang
signifikan antara
sarana dan
prasarana
dengan stress
kerja perawat.

Anda mungkin juga menyukai