PENDAHULUAN
Stres tidak dapat dipisahkan dari setiap aspek kehidupan.Stres dapat dialami
oleh siapa saja dan memiliki implikasi negatif jika berakumulasi dalam kehidupan
individu tanpa solusi yang tepat. Akumulasi stres merupakan akibat dari
ketidakmampuan individu dalam mengatasi dan mengendalikan stresnya (Augesti et
al., 2015). Hipotalamus di otak adalah salah satu bagian yang bertanggung jawab
1
untuk mendeteksi penyebab stres (stressor) atau untuk memahami adanya ancaman.
Setelah menentukan bahwa suatu hal adalah suatu stressor, hipotalamus akan
mengirimkan sinyal ke kelenjar adrenal yang terletak di dekat ginjal untuk
melepaskan dua jenis hormon kortisol dan adrenalin. Adrenalin meningkatkan
denyut jantung dan pasokan energi, sementara kortisol meningkatkan konsentrasi
glukosa dalam aliran darah. Apabila stress yang dialami oleh individu tidak
terkontrol, maka hormone yang kurang baik akan memberikan dampak negatif dan
menyebabkan suatu penyakit serius, maka dari itu managemen stress perlu dimiliki
oleh setiap individu sebagai perlindungan untuk masalah psikologi yang lebih buruk.
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dalam makalah ini sebagai
berikut :
a.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Pada saat seseorang mengalami stres ada dua aspek utama dari dampak yang
ditimbulkan akibat stres yang terjadi, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis
(Sarafino, 1998) yaitu sebagai berikut:
1. Aspek Fisik
Berdampak pada menurunnya kondisi seseorang pada saat stres sehingga
orang tersebut mengalami sakit pada organ tubuhnya, seperti sakit kepala,
gangguan pencernaan.
2. Aspek psikologis
Terdiri dari gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah laku. Masing-
masing gejala tersebut mempengaruhi kondisi psikologis eseorang dan
membuat kondisi psikologisnya menjadi negatif, seperti menurunnya daya
ingat, merasa sedih dan menunda pekerjaan. Hal ini dipengaruhi oleh
berat atau ringannya stres.
4
(Pemutusan Hubungan Kerja), perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan
yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan dan penghasilan tidak
sesuai dengan tuntutan kebutuhan sehari-hari, kemudian yang terakhir ada
iklim lingkungan: maraknya kriminalitas (pencurian, perampokan dan
pembunuhan), tawuran antar kelompok (pelajar, mahasiswa, atau warga
masyarakat), harga kebutuhan pokok yang mahal, kurang tersedia fasilitas
air bersih yang memadai, kemarau panjang, udara yang sangat panas atau
dingin, suara bising, polusi udara, lingkungan yang kotor (bau sampah
dimana-mana), atau kondisi perumahan yang buruk, kemacetan lalu lintas
bertempat tinggal di daerah banjir atau rentan longsor, dan kehidupan
politik dan ekonomi yang tidak stabil.
5
Eustress (stres positif) yaitu stres baik atau stres yang tidak mengganggu
individu dan memberikan perasaan senang dan bersemangat. Eustress
adalah respon terhadap stres yang bersifat positif, sehat dan konstruktif
(membangun) (Rachmadi, 2014). Eustress merupakan energi motivasi,
seperi kesenangan, pengharapan, dan gerakan yang bertujuan. Eustress
dikatakan juga sebagai stres yang membangun kesehatan namun, ide srtres
yang sehat bersifat kontroversial karena sulit untuk dikatakan apakah
individu telah diuntungkan karena stres atau beradaptasi dengan
penyangkalan stres (Potter & Perry, 2010).
6
1. Stress normal
Stres normal yang dihadapi secara teratur dan merupakan bagian alamiah
dari kehidupan. Seperti dalam situasi: kelelahan setelah mengerjakan
tugas, takut tidak lulus ujian, merasakan detak jantung berdetak lebih
keras ketika melakukan bimbingan skipsi maupun ketika akan melakukan
persentasi. Stres normal alamiah dan menjadi penting, karena setiap
mahasiswa pasti pernah mengalami stres bahkan, sejak dalam kandungan
(Purwati, 2012).
2. Stress ringan
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur,
umumnya dirasakan oleh setiap mahasiswa misalnya: lupa, kebanyakan
tidur, kemacetan, dikritik atau revisi skripsi yang menumpuk. Situasi
seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa menit atau beberapa jam dan
biasanya tidak akan menimbulkan bahaya (Rachmadi, 2014).
3. stress sedang
Stres sedang berlangsung lebih lama dari beberapa jam sampai beberapa
hari. Misalnya masalah perselisihan yang tidak dapat diselesaikan dengan
teman atau pacar (Potter & Perry, 2010). Fase ini ditandai dengan
kewaspadaan, fokus pada indera penglihatan dan pendengaran,
peningkatan ketegangan dalam batas toleransi, dan tidak mampu
mengatasi situasi yang dapat mempengaruhi dirinya (Suzanne & Brenda,
2008).
4. Stress berat
Situasi Stres yang terjadi beberapa minggu sampai tahun. Semakin sering
dan lama situasi stress, semakin tinggi resiko kesehatan yang ditimbulkan
(Mardiana & Zelfino, 2014). Stres berat seperti perselisihan dengan dosen
atau teman secara terus-menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan,
dan penyakit fisik jangka panjang. Makin sering dan lama situasi stres,
makin tinggi risiko stres yang ditimbulkan. Stressor ini dapat
menimbulkan gejala, antara lain merasa tidak dapat merasakan perasaan
positif, merasa tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan, merasa
tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa depan, sedih dan tertekan,
putus asa, kehilangan minat akan segala hal, merasa tidak berharga
7
sebagai seorang manusia, berpikir bahwa hidup tidak bermanfaat.
Semakin meningkat stres yang dialami mahasiswa tingkat akhir secara
bertahap maka akan menurunkan energi dan respon adaptif (Purwati,
2012).
8
2. General Adaptation Syndrome (GAS)
Selye (1973) dalam Wulandari (2012) menyatakan bahwa dampak negatif
yang terjadi akibat stres dapat dijelaskan menurut teori sindrom adaptasi
umum general adaptation system (GAS) dari Selye. GAS adalah respons
berpola tertentu terhadap tuntutan ekstra yang diterimanya. Menurut Selye
ada tiga fase spesifik, yaitu fase alarm fisiologis, resistensi dan kelelahan.
3. Fase alarm fisiologis atau reaksi flight (mengindar) or fight (melawan)
sebagai reaksi siaga tubuh terhadap ancaman dari luar. Ancaman atau
stressor akan mengaktifkan sirkuit sres atau aksis hipotalamus-pituitari-
kelenjar adrenal (aksi HPA) untuk memproduksi hormon stres. Produksi
hormon strs ini akan diarahkan untuk melindungi ubuh agar tetap eksis
terhadap ancamman (Cahyono, 2014).
4. Fase resistence atau bisa disebut tahap perlawanan. Individu mencoba
berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan
masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi
fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba
mengatasi faktor-faktor penyebab stres (Wulandari, 2012).
5. Fase kelelahan merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat
tertanggulangi pada fase sebelumnya. Pada tahap ini cadangan energi
telah menipis atau habis akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi
stres (Ardhiyanti, Pitriani & Darmayanti, 2014).
9
Menurut Herodes (2010), Alim (2009), dan Potter (2005) dalam Setyoadi dan
Kushariyadi (2011) bahwa tujuan dari teknik ini adalah sebagai berikut:
1. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,
tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik.
2. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.
3. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan
tidak memfokus perhatian seperti relaks.
4. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.
5. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.
6. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia
ringan, gagap ringan.
7. Membangun emosi positif dari emosi negatif.
10
6. Klien diharapkan dapat mengelola ketegangan dengan menginstruksikan
diri sendiri untuk rileks kapan dan dimana saja.
Teknik relaksasi otot progresif merupakan yang paling sesuai pada tahap awal
pelatihan relaksasi. Bilamana telah terampil dapat langsung diinstruksikan untuk
rileks. Peserta diminta untuk menjadikan perasaan rileks sebagai sebuah sugesti
yang dapat dihadirkan ketika diperlukan. Latihan relaksasi otot progresif tidak
menimbulkan efek samping yang berbahaya tetapi beberapa hal berikut ini perlu
diperhatikan ketika memberikan latihan menurut Davis & McKay (2001) sebagai
berikut:
1. Menegangkan otot dalam waktu kurang lebih tujuh detik; disarankan tidak
lebih dari sepuluh detik.
2. Merilekskan otot membutuhkan waktu sekitar 3040 detik.
3. Lebih nyaman dilakukan dengan mata tertutup.
4. Menegangkan kelompok otot dengan dua kali tegangan.
5. Menegangkan bagian tubuh sisi kanan terlebih dahulu kemudian sisi kiri.
6. Memeriksa apakah klien benar-benar rileks atau tidak.
7. Terus menerus memberi instruksi.
8. Memberi instruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
11
b. Prosedur
1) Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.
a) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan
yang terjadi.
c) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik.
d) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat
membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks
yang dialami.
e) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.
2) Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.
a) Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan
sehingga otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah
menegang.
b) Jari-jari menghadap ke langit-langit.
12
Gambar 2. Gambar gerakan 3
4) Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.
a) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga
menyentuh kedua telinga.
b) Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang terjadi
di bahu punggung atas, dan leher.
13
Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan
ketegangan di sekitar mulut.
14
sebanyak-banyaknya.
b) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di
bagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.
c) Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.
d) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara
kondisi tegang dan relaks.
15
Gambar 6. Gambar gerakan 13 dan 14
Prosedur Relaksasi otot prograsif juga dikembangkan oleh Norelli & Krepps
(2018). Menurut Norelli & Krepps (2018), relaksasi otot progresif dapat
dialaksanakan melalui 8 tahap yaitu sebagai berikut.
1. Duduk atau berbaring dengan nyaman. Idealnya, pilih ruang akan nyaman dan
tenang.
2. Mulai dari kaki, tekuk jari kaki di bawah dan regangkan otot-otot di kaki.
Tahan selama 5 detik, lalu lepaskan perlahan selama 10 detik. Selama
relaksasi, fokuskan perhatian pada pengurangan ketegangan dan pengalaman
relaksasi.
3. Tegangkan otot-otot kaki bagian bawah. Tahan selama 5 detik, lalu lepaskan
perlahan selama 10 detik. Selama relaksasi, fokuskan perhatian pada
pengurangan ketegangan dan pengalaman relaksasi.
4. Tegangkan otot-otot pinggul dan bokong. Tahan selama 5 detik, lalu lepaskan
perlahan selama 10 detik. Selama relaksasi, fokuskan perhatian pada
pengurangan ketegangan dan pengalaman relaksasi.
5. Tegangkan otot-otot di perut dan dada. Tahan selama 5 detik, lalu lepaskan
perlahan selama 10 detik. Selama relaksasi, fokuskan perhatian pada
pengurangan ketegangan dan pengalaman relaksasi.
6. Tegangkan otot-otot di bahu. Tahan selama 5 detik, lalu lepaskan perlahan
selama 10 detik. Selama relaksasi, fokuskan perhatian pada pengurangan
ketegangan dan pengalaman relaksasi.
7. Tegangkan otot-otot di wajah (mis., memejamkan mata). Tahan selama 5
detik, lalu lepaskan perlahan selama 10 detik. Selama relaksasi, fokuskan
perhatian pada pengurangan ketegangan dan pengalaman relaksasi.
16
8. Tegangkan otot-otot di tangan dengan membuat kepalan. Tahan selama 5
detik, lalu lepaskan perlahan selama 10 detik. Selama relaksasi, fokuskan
perhatian pada pengurangan ketegangan dan pengalaman relaksasi.
17
BAB 3
PICOT
18
depression among persons affected kehamilan prograsif pada wanita hamil selama enam
by leprosy 28-36 sesi. Karena kesederhanaan dan
(Ramasamy et al., 2018) minggu biaya rendah dari teknik ini,
terbagi dapat digunakan untuk
dalam 33 mengurangi stres dan kecemasan
kelompok pada wanita hamil dan
eksperime meningkatkan hasil kehamilan
n dan 33
kelompok
kontrol
4 The effect of progressive muscle 50 pasien Relaksasi - Relaksasi otot prograsid secara 2x/hari selama 5-
relaxation and guided imagery on dengan otot signifikan menurunkan 6 hari
stress, anxiety, and depression of kusta prograsif kecemasan dan gejala depresi
pregnant women referred to health pada pasien kusta dan
centers (Khant et al., 2018) memberikan manfaat bagi
kesejahteraan psikososial pasien
19
20
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Teknik relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi otot dalam yang
tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti, hal ini merupakan salah satu
cara yang efektif untuk relaksasi dan mengurangi kecemasan. Berdasarkan telaah 15
jurnal menjelaskan bahwa indikasi latihan relaksasi otot progresif sering diberikan
pada pasien yang mengalami insomnia, stres, kecemasan dan depresi. Latihan
relaksasi otot progresif dengan cara menegangkan otot-otot tertentu dan kemudian
relaksasi bertujuan untuk menurunkan ketegangan otot, menghadirkan rasa nyama,
mengatasi stress, mengurangi derajat kecemasan dan membangun emosi positif dari
emosi negatif.
4.2 Saran
Latihan relaksasi otot progresif perlu dilakukan secara rutin agar mendapatkan
hasil yang maksimal. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang perpaduan terapi
relaksasi otot progresif dengan terapi lain yang dapat menurunkan kecemasan dan
stres.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Li, Y. et al. (2015) “Progressive Muscle Relaxation Improves Anxiety and
Depression of Pulmonary Arterial Hypertension Patients,” 2015.
Luh, N., Ekarini, P. and Maryam, R. S. (2019) “Pengaruh Terapi Relaksasi Otot
Progresif terhadap Respon Fisiologis Pasien Hipertensi”.
Perwitasari, D. T., Nurbeti, N. and Armyanti, I. (2016) “Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Tingkatan Stres pada Tenaga Kesehatan di RS Universitas
Tanjungpura Pontianak Tahun 2015” 2, pp. 553–561.
Shahsavarani, A. M. et al. (2015) “Stress : Facts and Theories through Literature
Review,” 2(2).
Khant, N., Dani, V. B., Patel, P. and Rathod, R. (2018). The effect of progressive
muscle relaxation and guided imagery on stress, anxiety, and depression of
pregnant women referred to health centers, Journal of Education and Health
Promotion, 7, 1–6. doi: 10.4103/jehp.jehp.
Ramasamy, S., Panneerselvam, S., Govindharaj, P., Kumar, A. and Nayak, R.
(2018). Progressive muscle relaxation technique on anxiety and depression
among persons affected by leprosy, Journal of Exercise Rehabilitation, 14(3),
375–381. doi: 10.12965/jer.1836158.079.
23