Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Stres Kerja

Disusun Oleh = Misna Alfiani Juniarsih ( 1814019 )

Dosen = Utami Niki Khusaini, M.Pd.


Mata Kuliah = Psokologi Komunikasi

STIPSI WIDHYA DHARMA


Palembang
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Stres di tempat kerja merupakan hal yang hampir setiap hari dialami oleh para pekerja
di kota besar. Masyarakat pekerja di kota-kota besar seperti Jakarta sebagian besar
merupakan urbanis dan industrialis yang selalu disibukkan dengan deadline penyelesaian
tugas, tuntutan peran di tempat kerja yang semakin beragam dan kadang bertentangan satu
dengan yang lain, masalah keluarga, beban kerja yang berlebihan, dan masih banyak
tantangan lainnya yang membuat stres menjadi suatu faktor yang hampir tidak mungkin
untuk dihindari. Stres di tempat kerja menjadi suatu persoalan yang serius bagi perusahaan
karena dapat menurunkan kinerja karyawan dan perusahaan.

Sebuah lembaga penelitian terhadap stres di Amerika memperkirakan bahwa stres di


tempat kerja menyebabkan para pengusaha di Amerika terpaksa merugi sekitar 300 juta
dollar Amerika setiap tahunnya akibat menurunnya produktivitas, serta meningkatnya
ketidakhadiran, turnover, konsumsi minuman keras dan biaya pengobatan karyawan. Di
Jepang, pemerintah secara berkala memantau tingkat stres yang terjadi di tempat kerja dan
menemukan bahwa jumlah karyawan yang merasakan tingkat stres tinggi dalam menjalani
pekerjaan sehari-hari mengalami peningkatan dari 51% di tahun 1982 menjadi hampir dua
pertiga dari total populasi pekerja yang ada di tahun 2000. Pada tahun yang hampir sama
yaitu sekitar tahun 2000an, lebih dari 6000 perusahaan di Inggris mengeluarkan rata-rata
lebih dari 80 ribu dollar Amerika untuk membayar kerusakan yang ditimbulkan akibat stres
pada karyawan. Di Indonesia sendiri, salah satu penelitian yang pernah dilakukan oleh sebuah
lembaga manajemen di Jakarta pada tahun 2002 menemukan bahwa krisis ekonomi yang
berkepanjangan, PHK, pemotongan gaji, dan keterpaksaan untuk bekerja pada bidang kerja
yang tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki merupakan stressor utama pada saat itu.

Namun tidak dapt dipungkiri bahwa stres dalam bekerja pasti akan terjadi pada setiap
karyawan/pekerja. Mereka mengalami stres karena pengaruh dari pekerjaan itu sendiri
maupun lingkungan tempat kerja. Seseorang yang mengalami stres dalam bekerja tidak akan
mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.disinilah muncul peran dari perusahaan
untuk memperhatikan setiap kondisi kejiwaan (stres) yang dialami oleh pekerjanya. Dalam
hal ini perusahaan dapat menentukan penanganan yang terbaik bagi pekerja tersebut serta
tidak mengurangi kinerja karyawan tersebut.

Melihat kejadian stres yang sering terjadi serta bagaimana penangannya yang baik,
maka akan kami bahas dalam makalah ini agar kita bisa mengetahui bagaimana dampak stres
dan strategi mengelola stres terutama dalam bekerja.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini antara lain:
1. Apakah yang dimaksud dengan Stres Kerja?
2. Apa sajakah jenis dari Stres Kerja?

2
3. Apakah Penyebab Stres Kerja?
4. Bagaimanakah dampak dari Stres Kerja?
5. Bagaimanakah strategi untuk mengelola Stres Kerja?

C. Tujuan Penulisan

Berikut adalah beberapa tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui pengertian Stres Kerja?
2. Mengetahui jenis Stres Kerja?
3. Mengetahui penyebab stres kerja?
4. Mengetahui dampak yang ditimbulkan stres kerja?
5. Memahami bagaimana strategi yang tepat dalam mengelola stres kerja?

D. Manfaat Penulisan

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan konsep
Interpersonal Employee Relation mengenai Stres Kerja. Secara praktis makalah ini
diharapkan bermanfaat bagi :
1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan
khususnya tentang konsep etika dalam bekerja.
2. Pembaca, sebagai media informasi tentang konsep Interpersonal
Employee Relation mengenai stres kerja.

E. Metode Penulisan

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan
menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan komprehensif. Data teoritis dalam
makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan studi pustaka, artinya penulis mengambil
data melalui media pustaka dalam penyusunan makalah ini dan ditambah referensi dari media
internet. Dengan meyebutkan berbagai sumber untuk penulisan makalah ini, selain itu juga
penulis menggunakan metode kepustakaan untuk mendapatkan data yang mendukung
makalah ini.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Stres Kerja

Menurut Charles D, Spielberger menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan


eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu
stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan,
ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang[1].
Cary Cooper dan Alison Straw mengemukakan gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut
ini:
a. Fisik, yaitu napas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa
panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan,
sakit kepala, salah urat, dan gelisah.
b. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya,
tidak mampu brebuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit
konsentrasi, sulit berpikir jernih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreativitas,
hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.
c. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan, cemas
menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak-
ledak.

Gibson et al mengemukakan bahwa stress kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik


pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon.
Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan.
Definisi stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk
memberikan tanggapan terhadap stresor Pendekatan ini memandang stres sebagai
konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu[2]. Pendekatan
stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus
lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau
respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan
dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan.

Text Box: 6Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses
psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu
banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang[3]. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap
individu dalam menghadapinya dapat berbeda.

Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting
diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres
kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan
ketegangan pada emosi, proses berifikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil
dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam
dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti: mudah marah dan agresi, tidak dapat

4
relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat,
dan kesulitan alam masalah tidur.

Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat kata sepakat dan kesamaan
persepsi tentang batasan stres. Baron & Greenberg mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi
emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat
halangan dan tidak bisa mengatasinya[4]. Aamodt (dalam Margiati, 1999:71) memandangnya
sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan
tindakan ekstcrnai, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis.

Berbeda dengan pakar di atas, Landy (dalam Margiati, 1999:71) memahaminya sebagai
ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan
konsekuensi pcnting bagi dirinya. Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi
dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil
yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan[5].

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan
adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik
aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.

B. Jenis-Jenis Stres Kerja

Quick dan Quick mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:


1) Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif
(bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi
yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat
performance yang tinggi.
2) Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan
destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga
organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang
tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian[6].
Dalam hal ini stres tidak selalu dipandang dengan sesuatu yang negatif, tetapi juga dapat
memberikan hasil yang positif. Eustress merupakan hasil dari respon terhadap stres yang
bersifat membangun. Sedangkan Distress merupakan hasil dari respon terhadap stres yang
bersifat merusak, seperti penyakit, penurunan kinerja, dan sering tidak hadir
(absenteeism).

C. Penyebab Stres Kerja (Stressor)

Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor
lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik,
manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal
bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupu kondisi sosial-ekonomi
keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapa pun faktor kedua tidak
secara langsung berhubungan dengan mondisi pekerjaan, namun karena dampak yang

5
ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau
penyebab munculnya stres. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut:

1) Tingkat Individual
Stressor tingkat individual adalah stressor yang berkaitan secara langsung dengan tugas-
tugas kerja seseorang. Contoh stressor yang paling umum adalah tuntutan pekerjaan,
kelebihan beban kerja, konflik peran, disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A yang
memiliki beberapa ciri kepribadian yakni sering merasa diburu-buru dalam menjalankan
pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih satu pekerjaan pada waktu yang sama dan
cenderung tidak puas terhadap hidup. Selain itu juga kurangnya kontrol personal dan daya
tahan psikologis terhadap peristiwa yang muncul dalam lingkungan kerja.
Para manajer dapat membantu mengurangi stressor ini dengan memberikan arahan dan
dukungan dan secara adil mengalokasikan penugasan pekerjaan di dalam unit kerja.
Akhirnya, keamanan kerja adalah stressor tingkat individual yang penting untuk dikelola
karena berkaitan dengan meningkatnya kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan kinerja,
dan hal ini sedang mengalami penurunan.

2) Tingkat Kelompok
Stressor tingkat kelompok disebabkan oleh dinamika kelompok dan perilaku manajerial.
Para manajer menciptakan stress pada karyawan dengan:
· menunjukkan perilaku yang tidak konsisten
· gagal memberikan dukungan
· menunjukkan kekurangpedulian
· memberikan arahan yang tidak memadai
· menciptakan suatu lingkungan dengan produktivitas yang tinggi
· memfokuskan pada hal-hal negatif sementara itu mengabaikan kinerja yang baik

Selain itu stressor tingkat kelompok juga terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam
grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal dan
intergrup.

3) Tingkat Organisasi
Stresor organisasi mempengaruhi sebagian besar karyawan. Sebagai contoh, sebuah
lingkungan dengan tekanan yang tinggi menempatkan permintaan kerja yang terus-menerus
pada karyawan akan menyalakan respon stres. Sebaliknya penelitian menyediakan dukungan
awal untuk gagasan bahwa manajemen partisipatif dapat mengurangi stres organisasional.
Meningkatnya penggunaan teknologi informasi merupakan suatu sumber lain dari stres
organisasional.
Sebagai tambahan atas beberapa jenis stresor ini, sebagian orang juga fobia terhadap
teknologi. Akhirnya, desain kantor, kebijakan organisasi struktur organisasi, keadaan fisik
dalam organisasi dan lingkungan umum kantor merupakan stresor tingkat organisasional
yang penting. Penelitian menunjukkan bahwa penerangan yang buruk, suara yang bising,
penempatan perabot yang tidak tepat, dan suatu lingkungan kotor atau bau akan menciptakan
stres.

4) Ekstraorganisasional

6
Stresor diluar organisasi (extra organizational stressors) adalah stressor yang disebabkan
oleh faktor di luar organisasi. Sebagai contoh, konflik yang berkaitan dengan penyeimbangan
kehidupan karier dan keluarga seseorang sangatlah membuat stress. Status sosial ekonomi
adalah stresor ekstra organisasional yang lain. Stres yang lebih tinggi terjadi pada orang-
orang dengan status sosial ekonomi lebih rendah, yang menggambarkan suatu kombinasi
dari:
· Status ekonomi, sebagaimana diukur dengan pendapatan
· Status sosial, yang dinilai dengan tingkat pendidikan
· Status kerja, sebagaimana diindekskan oleh pekerjaan.
Selain itu stres kerja juga dapat diketahui dari beberapa gejala yang mungkin terjadi pada
karyawan, Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa
kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:

1) Gejala psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian
mengenai stres pekerjaan :
v Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
v Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
v Sensitif dan hyperreactivity
v Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
v Komunikasi yang tidak efektif
v Perasaan terkucil dan terasing
v Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
v Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
v Kehilangan spontanitas dan kreativitas
v Menurunnya rasa percaya diri

2) Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:
v Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit
kardiovaskular
v Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin)
v Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
v Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
v Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis
(chronic
fatigue syndrome)
v Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada
v Gangguan pada kulit
v Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
v Gangguan tidur
v Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker

3) Gejala perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:
v Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan

7
v Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
v Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
v Perilaku sabotase dalam pekerjaan
v Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke
obesitas
v Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan
kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda
depresi
v Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak
hati-hati dan berjudi
v Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
v Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
v Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri
Adapun gejala-gejala stres di tempat kerja yang sering terjadi, yaitu meliputi:

1. Kepuasan kerja rendah


2. Kinerja yang menurun
3. Semangat dan energi menjadi hilang
4. Komunikasi tidak lancar
5. Pengambilan keputusan jelek
6. Kreatifitas dan inovasi kurang
7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.
Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam hubungannya dengan kualitas kerja
dan interaksi normal individu sebelumnya.

D. Dampak Stres Kerja


Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan.
Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan
yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak
hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar
pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu
berkonsentrasi, dan sebagainya.

Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi
akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan
psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.
Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager
dan mandor di perusahaan swasta menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada
dua. Dua hal tersebut adalah:

v Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang, denyut jantung meningkat,
bibir kering, berkeringat, mual.
v Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak bisa
berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres.

8
Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah
meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat
menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg
& Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993).

E. Strategi Mengelola Stres Kerja

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh
dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni
belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk
mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para
pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja
lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-
apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum
masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor atau penyebab stres tertentu,
harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan
penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu
merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab
stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres
dapat timbul pada beberapa tingkat, belajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam
peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak
adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai
seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).

Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi,


manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stress yang ringan.
Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini
akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang
tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan.
Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut
pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen
mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stress ringan bagi
karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan
sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola
stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.

1. Pendekatan Individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya. Strategi yang
bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan
relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang
karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-
gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga
mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang
dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi terakhir untuk
mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat
memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.

9
2. Pendekatan Organisasional
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi
yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh
karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres
karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan,
pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan.
Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya
hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
Dalam mengatasi stres terdapat banyak teknik yang dapat dipergunakan untuk pengurangan
stress yang terjadi. Empat pendekatan yang paling sering digunakan adalah relaksasi otot,
biofeedback, meditasi dan restrukturisasi kognitif yang semuanya membantu para karyawan
mengatasi stress yang berkaitan dengan pekerjaan.

1. Relaksasi Otot
Sebutan persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah pernafasan
yang lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan ketegangan otot. Diantara
berbagai teknik yang tersedia, relaksasi progresif kontinjensi adalah yang paling sering
digunakan. Tehnik ini terdiri atas menenangkan dan mengendurkan otot secara berulang-
ulang yang diawali dari kaki dan terus meningkat ke muka. Relaksasi dicapai dengan
berkonsentrasi pada kehangatan dan ketenangan yang berkaitan dengan otot yang
dirileksasikan.

2. Biofeedback
Dalam biofeedback, perubahan kecil yang muncul dalam tubuh atau otak di deteksi, di
perkuat dan di tunjukkan kepada orang tersebut. Peran potensial dari biofeedback sebagai
teknik manajemen stress individu dapat di lihat dari fungsi tubuh hingga tekanan tertentu
yang di kendalikan secara sukarela atau sadar. Potensi biofeedback adalah kemampuannya
untuk membantu relaksasi dan mempertahankan fungsi tubuh pada keadaan nonstress. Salah
satu keunggulan tehnik biofeedback di bandingkan dengan tehnik nonbiofeedback adalah
bahwa tehnik ini memberikan data yang tepat mengenai fungsi tubuh. Pelatihan biofeedback
telah bermanfaat dalam mengurangi kegelisahan, menurunkan keasaman lambung,
mengendalikan tekanan dan migren, dan secara umum mengurangi manifestasi fisiologis
negative dari stress.

3. Meditasi
Meditasi mengaktifkan suatu respons relaksasi dengan mengarahkan ulang pemikiran
seseorang jauh dari dirinya sendiri. Respon relaksasi adalah kebalikan fisiologis dan
psikologis dari respons stress berperang atau lari. Herbert benson menganalisis banyak
program meditasi dan mendapatkan suatu respons relaksasi empat langkah. Keempat langkah
tersebut adalah :
· Menemukan suatu lingkungan yang tenang.
· Menggunakan suatu perangkat mental seperti suatu kata tang penuh dengan kesan yang
menyenangkan untuk mengubah fikiran dari pikiran yang berorientasi secara eksternal.

10
· Mengabaikan pemikiran yang mengganggu dengan bersandar pada suatu sikap yang
pasif.
· Mengasumsikan suatu posisi yang nyaman
Maharishi Mahes Yogi mendefinisikan meditasi transcendental sebagai mengalihkan
perhatian ke tingkat pemikiran yang lebih dalam hingga masuk ke tingkat pemikiran yang
paling dalam dan mencapai sumber dari pemikiran. Tidak semua orang yang bermeditasi
mengalami hasil yang positif, akan tetapi sejumlah besar orang melaporkan meditasi sebagai
hal yang efektif dalam mengelola stress.

4. Restrukturisasi kognitif
Alasan yang mendasari beberapa pendekatan individual dalam manajemen stress di
kenal sebagai restrukturisasi kognitif, adalah respons seseorang terhadap stressor
menggunakan sarana proses kognitif, atau pemikiran. Asumsi dasar dari teknik ini adalah
bahwa pikiran orang dalam bentuk ekspektasi, keyakinan dan asumsi merupakan label yang
mereka terapkan pada situasi, dan label ini menimbulkan respons emosional terhadap situasi.
Teknik kognitif dari manajemen stress berfokus pada mengubah label atau kognisi sehingga
orang tersebut menilai situasi secara berbeda. Semua teknik kognitif memiliki tujuan yang
serupa yaitu untuk membantu orang memperoleh lebuh banyak kendali atas reaksi mereka
terhadap stressor dengan memodifikasi rasionalisasi mereka.
Selain teknik pengurangan stres di atas ada beberapa kiat lagi yang dapat digunakan. Agar
stres tidak berkelanjutan, adapun beberapa kiat yang di kemukakan oleh Alex:

1) Sediakan waktu rileks


Menurut penelitian, stres yang berhubungan dengan pekerjaan dimulai sejak pagi,
sebelum Anda berangkat kerja. Daripada memikirkan beban pekerjaan (tapi tidak ada
solusinya), lebih baik digunakan waktu Anda yang terbatas tersebut untuk melakukan
relaksasi seperti meditasi dan yoga. Teknik pernapasan adalah teknik relaksasi yang paling
mudah untuk dilakukan. Caranya dengan menarik nafas dalam-dalam, lalu hembuskan
sampai tak ada lagi udara yang tersisa di paru-paru. Lakukan minimal 3x sampai
membayangkan beban Anda berkurang.

2) Bersikap lebih asertif


Kebanyakan masalah pekerjaan berpangkal dari kurangnya kesempatan untuk membuat
perubahan atau keputusan. Karenanya, bicarakan dengan atasan tentang tugas Anda dan
tanggungjawab tambahan yang ingin Anda pegang. Dengan demikian, Anda bisa menentukan
pekerjaan yang bisa Anda lakukan dengan cara kerja seperti yang diinginkan perusahaan.

3) Bekerja lebih efisien


Selalu kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas bisa jadi buka disebabkan tugas
yang berlebihan, melainkan menyangkut waktu dan cara mengerjakannya. Alex memberikan
contoh seorang wartawan yang produktif di waktu malam akan merasa tertekan jika
memaksakan diri menulis di waktu siang hari. Untuk mengatasinya, sebaiknya pekerjaan
dibagi. Siang hari membuat outline dan mencari bahan, malam hari menyelesaikan tulisan.
Untuk bekerja secara lebih efisien. Anda juga harus trampil menentukan prioritas. Adanya
urutan prioritas dapat membantu Anda mengatur strategi.

11
4) Tingkatkan energi dengan tidur
“Ketika lelah, Anda lebih mudah merasa stres karena hal-hal yang sepele,” demikian
tulis Camile Anthony dalam “The Art of Napping at Work” (1999). Kesalahan juga akan
membuat perhatian Anda menurun sehingga mudah melakukan kesalahan. Dalam keadaan
demikian, Alex menganjurkan agar tidur. Tidur 15 menit di tengah waktu kerja akan sama
manfaatnya dengan tidur malam 3 jam. Anda bisa memanfaatkan mushola kantor (tentu saja
di luar waktu shalat) atau mobil Anda untuk tidur. Jangan lupa pasang alarm agar tidak tidur
terlalu lama. Jika keduanya tidak tersedia, meja kerja Anda bisa jadi pilihan terakhir. Yang
penting, tingkatkan energi segera jika sudah merasa terlalu lelah. Tidur selama 30 menit atau
kurang, menurut Anthony akan meningkatkan mood dan rasa humor sehingga memperbaiki
hubungan Anda dengan rekan kerja. Anthony menganjurkan agar membatasi tidur selama 30
menit saja agar tidak sampai tertidur nyenyak, yang akan membuat Anda lebih lelah ketika
bangun.

5) Atur lingkungan kerja


Bagaimana kondisi kerja Anda? Apakah meja kerja Anda berantakan atau ruangan
kerja selalu dipenuhi asap rokok? Hati-hati karena hal-hal yang tampaknya sepele tersebut
karena dapat mempengaruhi performa kerja sekaligus kesehatan Anda. Jika tidak
memungkinkan mengubah lingkungan kerja secara besar-besaran, ada baiknya Anda
memulainya dari meja Anda. Dalam feng shui, seni tata ruang dari Tiongkok, tempat kerja
yang teratur menunjukkan pikiran yang teratur. Jaga lingkungan kerja, terutama maja, dari
tumpukan kertas atau file. Simpan kertas-kertas Anda dalam map dan dalam kotak file atau
laci file. Anda juga bisa mencegah stres dengan mengubah letak kursi sehingga bisa
mengetahui siapa yang akan masuk ke ruangan Anda. Jika memungkinkan pindahkan meja
sehingga Anda dapat bekerja dengan cahaya alami dari luar (matahari).

6) Kembangkan pola hidup sehat


Pola hidup sehat merupakan kunci untuk bebas stres. Pilihlah makanan dan minuman
yang bisa menurunkan stres yaitu makanan yang banyak mengandung vitamin B kompleks
seperti kacang-kacangan dan padi-padian. Kurangi makanan berlemak dan perbanyak makan
buah dan sayur.
Berolah raga secara teratur. Olah raga yang cukup tidak saja menyehatkan badan tapi
juga memperbesar kapasitas badan tapi juga memperbesar kapasitas paru-paru sehingga
mampu menampung oksigen yang lebih besar. Dengan kadar oksigen tinggal di dalam darah
yang kemudian akan diedarkan ke seluruh tubuh Anda akan berpikir lebih jenuh.

7) Tingkatkan ketrampilan
Tidak ada kata terlambat untuk mempelajari ketrampilan baru. Jika Anda merasa
kurang mampu berkomunikasi, Anda bisa mempelajarinya melalui buku-buku atau latihan
kepemimpinan yang sering diadakan di kota-kota. Jika Anda mempunyai minat terhadap
komputer, kembangkan minat Anda. Peningkatan ketrampilan akan membuat Anda menjadi
karyawan yang lebih berharga.

8) Lupakan pekerjaan saat libur


Membawa laptop saat liburan keluarga? Tinggalkan saja kebisaan itu. Liburan
sebaiknya benar-benar digunakan untuk istirahat. Berlibur atau santai bukan berarti

12
membuang waktu. Selain mmeberikan energi tambahan yang akan membuat Anda lebih
kreatif, berlibur bersama akan mempererat hubungan Anda dengan keluarga.

9) Pekerjaan bukan segalanya


Bekerja memang penting. Dengan sekaligus mendapat lahan untuk aktualisasi diri. Tapi di
luar pekerjaan, masih banyak kegiatan lain yang dapat menimbulkan perasaan berguna bagi
Anda. Dengan mengikuti kegiatan di luar pekerjaan, stres Anda di tempat pekerjaan akan
berkurang. Anda dapat menyakinkan diri bahwa walaupun Anda tidak bisa memperbaiki
keadaan di tempat kerja, Anda bisa mengendalikan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan
Anda. Perasaan mampu mengendalikan kehidupan Anda sendiri adalah harta tak ternilai.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Studi Kasus

Studi kasus mengenai stres kerja, kami ambil berdasarkan film pendek yang
menayangkan mengenai situasi kerja yang dialami oleh seorang karyawan bernama Ali. Pada
awal film, diceritakan bahwa Ali diterima kerja di suatu perusahaan. Ali memberikan
performa kerja yang sangat baik, hingga ia dipromosikan oleh atasannya. Namun atas
promosi yang diterimanya, maka Ali harus menangungg tanggung jawab kerja yang begitu
banyak. Setelah tiga bulan bekerja, Ali mengalami stres kerja akibat beban kerja yang begitu
berat. Pekerjaan kantor tidak terselesaikan bahkan semakin menumpuk, sementara atasannya
menuntut agar Ali segera menyelesaikan pekerjaannya.

Dari kasus di atas, analisis kasus tersebut dan kaitkan dengan materi mengenai stres
kerja (jenis stres, penyebab stres, dampak stres kerja, dan strategi dalam mengelola stres
kerja)!

B. Analisis Kasus

Dari kasus tersebut, maka dapat dianalisis bahwa Ali mengalami gejala stres kerja
berupa kecemasan, ketegangan, kebingungan dan penurunan performa kerja. Adapun
penyebab stres yang dialami oleh Ali disebabkan oleh stressor tingkat individual yakni
stressor yang berkaitan secara langsung dengan tugas-tugas kerja seseorang. Stressor tingkat
individual ini terdiri dari tuntutan pekerjaan, kelebihan beban kerja, konflik peran, disposisi
individu seperti pola kepribadian Tipe A yang memiliki beberapa ciri kepribadian yakni
sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran. Selain itu juga
kurangnya kontrol personal dan daya tahan psikologis terhadap peristiwa yang muncul dalam
lingkungan kerja.
Selain itu stres yang dialami oleh Ali dapat berdampak pada dua hal yaitu bagi dirinya sendiri
(karyawan) dan bagi perusahaan. Stres yang dialami karyawan akan berdampak pada
psikologisnya dimana mereka akan merasa tegang, cemas, dan ingin meninggalkan situasi
stres. Sedangkan bagi perusahaan, dampak yang timbul tidak bersifat langsung, antara lain
menurunnya tingkat produktivitas.

13
Dalam manajemen stres kerja, dilakukan pendekatan individual yakni Ali berusaha
sendiri untuk mengurangi stres kerjanya. Ali melakukannya dengan cara mengelola waktu
sebaik mungkin. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat
menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa.

Adapun berdasarkan kasus tersebut maka stres kerja yang dialami Ali termasuk kedalam
jenis stres Eustress yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan
konstruktif (bersifat membangun).

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Stress kerja merupakan suatu gejala yang dimiliki oleh setiap orang dimana hal tersebut
dipengaruhi diri sendiri maupun lingkungan sekitar mereka. Stress juga terjadi dalam kerja
dimana stress tersebut dapat bersumber dari empat hal yaitu tingkat individu, tingkat
kelompok, tingkat organisasi dan ekstraorganisasional. Keempat hal tersebut dapat
menghasilkan stress yang berbeda pada setiap individu tergantung bagaimana individu itu
merespon stressor tersebut. Setelah adanya respon barulah dapat ditentukan bagaimana stress
yang dialami seseorang tersebut.

Stres yang terjadi dapat berupa stres positif maupun negatif dimana stress itu akan
memberikan dampak tersendiri bagi orang yang mengalami stress. Stres yang dialami pekerja
tersebut masih dapat diatasi atau dikurangi dengan banyak metode sehingga diperlukannya
suatu manajemen stress dalam pekerjaan suatu perusahaan. Serta adanya usaha dari orang
tersebut untuk dapat mengurangi stress yang mereka alami.

Pada dasarnya stress terjadi karena terlalu beratnya beban pikiran seseorang serta
adanya tekanan yang membuat kurangnya konsentrasi. Namun semua itu masih dapat dicegah
bahkan dimanajemen untuk dapat mengurangi pengaruhnya dalam bekerja.

B. Saran
Stress dalam bekerja sebaiknya dikurangi dengan berbagi teknik pengurangan stress
yang dapat digunakan serta menajemen stress tersebut dengan baik. Karena hal tersebut
mampu mencegah stress dalam bekerja serta meningkatkan efektifitas dalam bekerja. Selain
baik bagi karyawan/pekerja juga baik bagi perusahaan (lembaga).

14
DAFTAR PUSTAKA

John M. Invancevich, Robert Konopaske, Michael T. Matteson. 2007. Perilaku dan


Manajemen Organisasi Edisi ke 7 Jilid 1. Erlangga:Jakarta.

Robert Kreitner, Angelo Kinichi. 2005. Perilaku Organisasi Edisi ke 5 Jilid 2. Jakarta:
Salemba Empat

Stephen P Robbins. 2001. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrobersim Aolikasi. Jakarta:


Prenhalindo

Veithzal Rivai, dan Deddy Mulyadi. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta:
Rajawali Press

[1] Robert Kreitner, Angelo Kinichi, Perilaku Organisasi Edisi ke 5 Jilid 2, (Jakarta: Salemba
Empat, 2005), p. 63

[2] Stephen P Robbins, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrobersim Aolikasi, (Jakarta:


Prenhalindo, 2001), p. 72

[3] Veithzal Rivai, dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta:
Rajawali Press, 2012), p. 307

[4] Baron R. A, dan Greenberg, Behavior In Organization: Understanding And Managing


The Human Side Of Work, (USA: Allyn & Bacon, 2000), p.89

[5] Stephen P Robbins, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrobersim Aolikasi, (Jakarta:


Prenhalindo, 2001), p. 73

[6] Veithzal Rivai, dan Deddy Mulyadi, op. cit, p. 308

15

Anda mungkin juga menyukai