Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

GANGGUAN SOMATIK

Oleh :

1. Misna Alfiani Juniarsih 18.14.019


2. Awan Asmara 18.14.076
3. Evan Ervani 18.14.079

Mata Kuliah : Psikologi Abnormal & Patologi


Dosen : Alifa Syaniantha
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Beberapa orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan
fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan
penyebabnya. Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang
memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana
tidak dapat ditemukan penjelasan medis. Suatu diagnosis gangguan
somatoform mencerminkan penilaian klinis bahwa faktor psikologis adalah
suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala.
Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari
atau gangguan buatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan gangguan somatoform ?
2. Apakah gangguan somatisasi itu ?
3. Apakah hipokondriasis itu ?
4. Apakah yang dimaksud dengan gangguan konversi ?
5. Apakah gangguan dismorfik tubuh itu?

C. Tujuan
1. Supaya mahasiswa dapat memahami apa itu gangguan somatoform
2. Supaya mahasiswa paham dan dapat membedakan apa itu gangguan
konversi, hipokondriasi, dismorfik, dan gangguan somatisasi
3. Agar mahasiswa dapat menganalisis contoh-contoh kasus tentang
gangguan somatoform
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui teori yang digunakan dalam konteks
gangguan somatoform
BAB II

Pembahasan

1. GANGGUAN SOMATOFORM

Dalam psikologi dikenal istilah Somatoform Disorder (gangguan somatoform)


yang di ambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti “tubuh”. Dalam gangguan
somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik,
namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan penyebabnya.
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik
(sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan
penjelasan medis. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian
klinis bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset,
keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh
pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.

Gangguan somatoform adalah suatu sistem kelompok gangguan ditandai


oleh keluhan tentang masalah atau simtom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh
penyakit kerusakan fisik (Nevid, dkk, 2005). Gejala dan keluhan somantik adalah
cukup serius untuk menyebabkan penderita emosional yang bermakna pada pasien
atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi didalam peranan sosial
atau pekerjaan.

2. GANGGUAN SOMATISASI
Gangguan somatisasi adalah gangguan dengan karakteristik berbagai
keluhan atau gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara akurat (tidak
memenuhi syarat) dengan menggunakan hasil pemeriksaan fisik maupun
laboratorium. Gangguan ini bersifat kronis (muncul selama beberapa tahun dan
terjadi sebelum usia 30 tahun) dan berhubungan dengan stres psikologis yang
signifikan, hendaknya dalam kehidupan sosial dan pekerjaan serta upaya mencari
pertolongan medis yang berlebihan.

Etiologi

Belum diketahui. Teori yang ada, teori belajar, terjadi karena individu
belajar untuk mensomatiskan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan
kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain.

Epidemiologi

Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda.
Rasio tertinggi usia 20- 30 tahun.

Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (beresiko


10-20x > besar dibanding yang tidak ada riwayat).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi

Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :

- Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang


tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah
berlangsung sedikitnya 2 tahun.

- Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.

- Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga,


yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari
perilakunya, atau:

- Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa
tahun.

Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,

- 4 gejala (G) nyeri : sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan
(misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rectum,
selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi).

- 2 G gastrointestinal : sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual,


kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi
terhadap beberapa jenis makanan).

- 1 G seksual : sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi


seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, pendarahan
menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).

- 1 G pseudoneurologis : sekurangnya satu gejala atau defisit yang


mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri
(gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi
urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan,
ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran
selain pingsan).

Salah satu (1) atau (2) :

- Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat


dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau
efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau
alkohol).

- Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari
riwayat pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium.`

- Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat iseperti gangguan


buatan atau pura-pura)

Gangguan Somatoform Tak Terperinci

Etiologi

Tidak diketahui.

Epidemiologi

Bervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa, dan 20 % menyerang


wanita.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang tidak Digolongkan:

- Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi


gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak
terpenuhi.

- Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas, akan
tetapi tidak boleh ada penyeba fisik dari keluhan-keluhannya, atau :

- Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan,


keluhan gastrointestinal atau saluran kemih)

Salah satu (1) atau (2),


- Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya
oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dari suatu
zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

- Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau


gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa
yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium.

- Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis


atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.

- Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood,
gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).

- Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada


gangguan buatan atau berpura-pura)

3. GANGGUAN HIPOKONDRIASIS

Hipokondriasis adalah keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan menderita,


atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yangserius, meski tidak
ada dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda dengan gangguan
somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya
yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada
gangguan hipokondrik pasien malah takutuntuk makan obat karena dikira dapat
menambah keparahan dari sakitnya.

Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simptom
fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang
mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada meskipun
telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak  berdasar. Gangguan ini
paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat terjadi di usia berapa
pun. Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan symptom
fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali rasa nyeri
yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran
sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, danmenjelaskan situasi dimana rasa nyeri
yang dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang (Adler et al., dalam
Davidson, Neale, Kring, 2004).Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah
bertindak sebaliknya.

Etiologi
Tidak diketahui.

Epidemiologi

Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan
keluhan nyeri punggung.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri:

- Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis.

- Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis ataugangguan


dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

- Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset,


kemarahan, eksaserbasi, atau bertahannnya nyeri.

- Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti
pada gangguan buatan atau berpura-pura).

- Nyeri tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Prognosis

Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan,
cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).

Gangguan Somatoform Lainnya:

Pedoman Diagnostik

Keluhan yanga da tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik  pada bagian
tubuh/sistem tertentu.

Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan.

Termasuk didalamnya perasaan ada benjolan di kerongkongan atau disfagia dan


dismenore psikogenik.

4. GANGGUAN KONVERSI

Adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau
kendala dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas.
Gangguan ini dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa
gangguan tersebut penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang
direpresikan ke simptom fisik. Simtom-simtom itu tidak dibuat secara sengaja atau
yang disebut malingering.

Simtom fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan.
Tangan seorang tentara dapat menjadi “lumpuh” saat pertempuran yang hebat,
misalnya. Dinamakan gangguan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika
bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi dari energi
seksual atau agresif yang direpresikan ke simtom fisik. Gangguan ini sebelumnya
disebut neurosis histerikal  atau hysteria dan memainkan peranan penting dalam
perkembangan psikoanalisis Freud. Menurut DSM, simptom konversi menyerupai
kondisi neurologis atau medis umum yang melibatkan masalah dengan fungsi
motorik (gerakan) yang volunter atau fungsi sensoris. Beberapa pola simtom yang
klasik melibatkan kelumpuhan, epilepsi, masalah dalam koordinasi, kebutaan, dan
tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang berada tepat di depan mata), kehilangan
indra pendengaran atau penciuman, atau kehilangan rasa pada anggota badan
(anastesi). Simtom-simtom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi sering
kali tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya konversi epilepsi,
tidak seperti pasien epilepsi yang sebenarnya, dapat mempertahankan kontrol
pembuangan saat kambuh; konversi kebutaan, orang yang penglihatannya
seharusnya mengalami hendaknya dapat berjalan ke kantor dokter tanpa
membentur mebel; orang yang menjadi “tidak mampu” berdiri atau berjalan di lain
pihak dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara normal.

Etiologi

 Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan freud : disebabkan ketika


seseorang mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang
besar, namun afeknya tidak dapatdiekspresikan dan ingatan tentang peristiwa
tersebut dihilangkan dari kesadaran.
 Teori behavioral, Ullman&Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring,2004),
terjadi karena individu mengadopsi simtom untuk mencapai suatu tujuan.
Individu berusaha untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka
mengenai bagaimana seseorang dengan penyakit yang mempengaruhi
kemampuan motorik atau sensorik akanbereaksi.

Epidemiologi

Terjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia anak-
anak (akhir) hingga dewasa (awal). Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan
setelah 35 tahun.

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi.


- Paling tidak terdapat satu simtom atau defisit yang melibatkan fungsi motorik
volunternya atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya gangguan fisik.
- Faktor psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebutkarena onset
atau kambuhnya simtom fisik terkait dengan munculnya stresor psikososial
atau situasi konflik.
- Orang tersebut tidak dengan sengaja menciptakan simtom fisik tersebut atau
berpura-pura memilikinya dengan tujuan tertentu.
- Simptom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau polarespon,
juga tidak dapat dijtelaskan dengan gangguan fisik apapun melalui landasan
pengujian yang tepat.
- Simptom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaknya dalam
satu atau lebih area fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup
untuk menjamin perhatian medis.
- Simtom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi seksual,
juga tidak dapat disebabkan oleh gangguan mental lain. Akan tetapi,
beberapa orang dengan gangguan konversi menunjukkan ketidakpedulian
yang mengejutkan terhadap simtom-simtom yang muncul, suatu fenomena
yang diistilahkan sebagai la belle indifference (“ketidakpedulian yang indah”).

Prognosis

Baik jika, onset awal, ada faktor presipitasi yang jelas, intelegensia
masih baik, segera dilakukan treatment. Prognosis buruk jika terjadi hal sebaliknya.

5. GANGGUAN DISMORFIK TUBUH

Gangguan dismorfik tubuh (body dismorphic disorder) ditandai oleh


kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuh
mengalami cacat. Orang dengan gangguan ini terpaku pada kerusakan fisik yang
dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka. Mereka dapat
menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksakan diri didepan cermin dan
mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencobamemperbaiki kerusakan yang
dipersepsikan, seperti menjalani operasi plastik yang tidak dibutuhkan, menarik diri
secara sosial atau bahkan diam di rumah saja, sampai pada pikiran-pikiran untuk
bunuh diri.

Orang dengan gangguan dismorfik tubuh sering menunjukkan pola


berdandan atau mencuci, atau menata rambut secara kompulsif, dalam rangka
mengoreksi kerusakan yang dipersepsikan. Contoh lain, seseorang merasa
wajahnya seperti piringan, terlalu rata, sehingga tidak mau difoto. Mereka dapat
melakukan apa saja untuk memperbaiki keadaan yang “rusak” tersebut.

Pada gangguan dismorfik tubuh, individu diliputi dengan bayangan mengenai


kekurangan dalam penampilan fisik mereka. Membuatnya bisa berlama-lama
berkaca di depan cermin memandang bentuk tubuh yang dianggapnya kurang,
sering pasien mendatangi spesialis bedah dan kecantikan.

Etiologi

Tidak diketahui.

Epidemiologi

Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja
dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia soaial, gangguan kepribadian
(Phillips&McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring,2004).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh:

- Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan


sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut menjadi berlebihan.

- Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau


gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia
nervosa)

(Sumber dari DSM IV)

Terapi/Pendekatan Penanganan

Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani gangguan somatoform


adalah sebagai berikut:

 Penanganan Biomedis

Pada penanganan biomedis dapat digunakan antidepresan yang terbatas dalam


menangani hipokondriasis yang biasanya disertai dengan depresi.

 Terapi Kognitif-Behavioral

Terapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement


sekunder(memperbaiki perkembangan keterampilan coping untukmengatasi stres,
dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan
atau penampilan seseorang.
Terapi ini berusaha untuk mengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang berfokus
untuk membantu individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada
perilaku nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang
mendasarinya. Terapi kognitif-behavioural, untuk mengurangi pemikiran atau
sifat pesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung
dengan si penderita gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam
menangani stress atau kecemasan dengan cara yanglebih adaptif. Terapi kognitif,
terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya
dengan cara meyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan
bukti yang jelas.

Contoh-contoh Kasus dan Karakteristik Diagnostiknya:

1. Gangguan Konversi
Tiffany, seorang banker berusia 32 tahun, berfikir bahwa ia telah mengalami
stres daripada yang dapat ditangani oleh satu orang. Ia berpikir jika dirinya
adalah orang yang selalu mengalami hal-hal yang aneh dan ia biasanya
menciptakan situasi tersebut dari yang dapat diterapkan. Pada suatu malam
ia mengendarai mobil dijalanan yang penuh dengan salju, kemudian secara
tidak sengaja ia menabrak seorang pria tua yang sedang berjalan disisi jalan
yang mengakibatkan cedera yang fatal. Pada bulan-bulan berikutnya, ia
terjebak pada proses hukum yang memakan waktu, sehingga perhatiannya
teralihkan dari pekerjaannya dan menyebabkan stress emosional yang besar
dalam kehidupannya. Pada suatu senin pagi, ia mendapati dirinya berjalan
terguyung-guyung disekitar kamar tidurnya, tidak dapat melihat apapun selain
bayangan benda-benda yang ada dikamarnya. Pada awalnya ia mengira ia
hanya mengalami kesulitan untuk bangun dari tidurnya. Setelah pagi berjalan,
ia kemudian menyadari jika ia telah kehilangan penglihatannya. Ia menunggu
dua hari sebelum berkonsultasi dengan doctor. Pada saat ia pergi menuju
pertemuan medisnya, ia memiliki keanehan karena kurangnya perhatian
terhadap yang tampaknya seperti kondisi fisik yang serius.

Karakteristik Diagnosik:
1. Diagnosis ini diberikan pada orang dengan satu symptom atau lebih atau
gangguan yang dengan sendirinya mempengaruhi fungsi sensoris dan
motoric yang menandakan individu berada dalam kondisi neurologis atau
kondisi medis umum.
2. Factor psikologis dinilai berhubungan dengan kondisi tersebut yang
dimulai atau diperparah akibat adanya konflik atau stressor.
3. Kondisi tersebut tidak secara sengaja diciptakan atau dipalsukan.
4. Setelah penyelidikan yang memadai, kondisi klien tidak dapat
diatribusikan dengan kondisi medis pada umumnya, akibat penggunaan
obat-obatan terlarang, atau secara kultur memberikan sanksi kepada
perilaku atau pengalaman tersebut.
5. Kondisi tersebut menyebabkan stress dan gangguan yang signifikan atau
membutuhkan evaluasi medis.
6. Kondisi tersebut tidak terbatas pada rasa sakit atau disfungsi seksual atau
tidak dapat dijelaskan dengan gangguan mental lainnya.
7. Tipe-tipe kondisi mencakup:
(1.) Gangguan atau symptom motoric; (2.) Gangguan atau symptom
sensoris; (3.) Kejang atau sawan, dan ; (4.) Symptom atau gangguan
campuran.

2. Gangguan Somatisasi
Helen, seorang wanita berusia 29 tahun, sedang mencari treatmen karena
dokter mengatakan bahwa tidak ada lagi yang dapat ia lakukan untuk Helen.
Ketika ditanyakan mengenai permasalahan kesehatannya, Helen
menceritakan serangkaian keluhan, termasuk seringnya ia tidak dapat
mengingat peristiwa yang telah terjadi padanya dan pada waktu yang lain
penglihatannya menjadi kabur, sehingga ia tidak dapat membaca huruf pada
halaman cetak. Helen sangat suka membaca dan melakukan pekerjaan lain
disekitar rumahnya, tetapi ia merasa mudah lelah dan susah bernafas karena
alas an yang tidak jelas. Ia sering kali tidak dapat memakan makanan yang
telah ia siapkan karena ia akan merasa mual dan ingin muntah dengan
makanan apapun, bahkan hanya dengan mencicipi bumbunya. Menurut
suami Helen, Helen telah kehilangan minat untuk melakukan hubungan intim
dan mereka hanya melakukan hubungan seksual sebanyak satu kali dalam
waktu beberapa bulan sekali, biasanya atas desakan suami Helen. Helen
mengeluhkan kram yang sangat menyakitkan saat periode menstruasi dan
pada saat yang lain, ia merasa bahwa “dalam dirinya merasa terbakar”.
Karena sakit yang dirasakan dipunggung, kaki dan dadanya, Helen ingin tetap
berada ditempat tidur sepanjang hari. Helen tinggal disebuah rumah besar
bergaya victoria yang jarang sekali ia kelilingi “karena saya harus berbaring
pada saat kaki saya sakit”.
Karakteristik Diagnostik:
1. Diagnosis ini ditujukan kepada orang yang bahkan belum mencapai usia
30 tahun yang telah memiliki banyak keluhan fisik selama bertahun-tahun,
sehingga mereka mencari treatmen atau mengalami pengalaman yang
tidak menyenangkan dalam kehidupan social, pekerjaan, dan area fungsi
penting lainnya.
2. Individu ini mengalami symptom dari setiap 4 kategori berikut:
(1.) Sakit : memiliki setidaknya 4 simptom riwayat sakit (seperti
pada kepala, perut, punggung, sendi, dada, rectum).
(2.) Gastrointestinal : memiliki riwayat setidaknya 2 simptom
gastrointestinal ( seperti mual, kembung, muntah-muntah, diare)
(3.) Seksual : memiliki riwayat setidaknya 1 simtom seksual atau
reproduksi selain dari rasa sakit (seperti disfungsi ereksi atau ejakulasi,
menstruasi yang tidak teratur, pendarahan saat menstruasi).
(4.) Pseudoneurological : memiliki riwayat setidaknya satu simtom
atau gangguan yang menandakan adanya kondisi neurologis yang
tidak terbatas pada rasa sakit (seperti simtom konversi, misalnya
gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan
pada daerah tertentu, kesulitan menelan, halusinasi, kehilangan indra
peraba atau sensasi terhadap rasa sakit, simtom disosiatif)
3. Salah satu dari (1) simtom tidak dapat diatribusikan seluruhnya dengan
kondisi medis tertentu atau karena penggunaan obat-obatan tertentu atau
(2) jika terdapat kondisi medis tertentu, keluhan, atau gangguan fisik
merupakan hal yang dapat dipergunakan untuk dapat memperkirakan apa
yang akan terjadi.
4. Simtom-simtom tidak ditampilkan dengan sengaja.

Teori dan Treatment Gangguan Somatoform


Teori Psikodinamika : Untuk memahami apa yang menjadi motivasi
seseorang untuk terlihat sakit, akan sangat membantu untuk menyimak apa yang
disebut sebagai keuntungan primer oleh psikolog dan keuntungan sekunder yang
berhubungan dengan perilaku sakit. Keuntungan primer adalah menghindari
tanggung jawab yang membebani individu karena individu merasa “tidak mampu”.
Keuntungan sekunder adalah simpati dan perhatian yang diterima oleh individu yang
sakit dari orang lain.

Teori Belajar : Berfokus pada halhal yang secara langsung menguatkan


simtom dan peran sekundernya dalam membantu individu menghindari atau
melarikan diri dari situasi tidak nyaman atau situasi yang membangkitkan
kecemasan. Orang yang menerima penguatan semacam ini saat sakit dimasa lalu
cenderung belajar untuk mengadopsi peran sakit bahkan saat ia sedang tidak
sakit(kendell,1983)

Gangguan somatoform dapat dijelaskan dengan cara yang lebih baik sebagai
gangguan yang dipengaruhi oleh factor biologis, pengalaman belajar, factor
emosional, dan kesalahan kognitif. Menurut pendekatan integral, peristiwa pada
masa kanak-kanak dapat menentukan perkembangan simtom pada masa yang akan
datang. Sebagian besar pendekatan kontemporer dalam menangani gangguan
somatoform adalah dengan menggali kebutuhan klien dalam memerankan peran
sakit, mengevaluasi kontribusi stress dalam kehidupan seseorang, dan menyediakan
klien teknik kognitif-perilaku untuk mengendalikan simtom. Teknik kognitif perilaku
memberikan treatmen yang paling efektif bagi individu dengan gangguan
somatoform. Suatu intervensi yang menarik muncul dari beberapa penelitian
terhadap tretmen. Jika klinisi yang sedang melakukan penanganan berkomunikasi
dengan dokter utama yang sedang merawat klien mengenai menejemen simtom,
maka strategi ini dapat membawa keuntungan bagi klien. Bahkan, surat dari klinisi
mental dapat memberikan pengarahan untuk menuntun dokter dalam membantu
menagemen perilaku dari simtom yang dialami klien (Kroenke, 2007). Dan
dimungkinkan obat-obatan akan ikut digunakan dalam rencana treatmen (antidepresi
memberi peran penting dalam treatmen). Tanpa menimbulkan ketergantungan
dengan teknik spesifik yang digunakan oleh terapis, mengembangkan hubungan
yang penuh dengan dukungan dan saling percaya dengan klien yang memiliki
gangguan somatoform sangatlah penting.

Daftar Pustaka

Nevid JS, Rathus SA dan Beverly Greene, 2003, Psikologi Abnormal: Edisi
Kelima Jilid I, Penerbit: Erlangga.

Kusua W. Trans, Sypnosis of Psychiatry. By Kaplan HI. Sadock BJ. Grebb JA,
Jakarta. Binarupa Aksara. 1997

Halgin RP, Whitbourne SK. 2009. Psikologi Abnormal: Perspektif Klinis pada
Gangguan Psikologis. Penerbit: Salemba Humanika. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai