GANGGUAN SOMATIK
Oleh :
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Beberapa orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan
fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan
penyebabnya. Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang
memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana
tidak dapat ditemukan penjelasan medis. Suatu diagnosis gangguan
somatoform mencerminkan penilaian klinis bahwa faktor psikologis adalah
suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala.
Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari
atau gangguan buatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan gangguan somatoform ?
2. Apakah gangguan somatisasi itu ?
3. Apakah hipokondriasis itu ?
4. Apakah yang dimaksud dengan gangguan konversi ?
5. Apakah gangguan dismorfik tubuh itu?
C. Tujuan
1. Supaya mahasiswa dapat memahami apa itu gangguan somatoform
2. Supaya mahasiswa paham dan dapat membedakan apa itu gangguan
konversi, hipokondriasi, dismorfik, dan gangguan somatisasi
3. Agar mahasiswa dapat menganalisis contoh-contoh kasus tentang
gangguan somatoform
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui teori yang digunakan dalam konteks
gangguan somatoform
BAB II
Pembahasan
1. GANGGUAN SOMATOFORM
2. GANGGUAN SOMATISASI
Gangguan somatisasi adalah gangguan dengan karakteristik berbagai
keluhan atau gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara akurat (tidak
memenuhi syarat) dengan menggunakan hasil pemeriksaan fisik maupun
laboratorium. Gangguan ini bersifat kronis (muncul selama beberapa tahun dan
terjadi sebelum usia 30 tahun) dan berhubungan dengan stres psikologis yang
signifikan, hendaknya dalam kehidupan sosial dan pekerjaan serta upaya mencari
pertolongan medis yang berlebihan.
Etiologi
Belum diketahui. Teori yang ada, teori belajar, terjadi karena individu
belajar untuk mensomatiskan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan
kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain.
Epidemiologi
Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda.
Rasio tertinggi usia 20- 30 tahun.
- Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
- Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa
tahun.
- 4 gejala (G) nyeri : sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan
(misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rectum,
selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi).
- Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari
riwayat pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium.`
Etiologi
Tidak diketahui.
Epidemiologi
- Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas, akan
tetapi tidak boleh ada penyeba fisik dari keluhan-keluhannya, atau :
- Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood,
gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
3. GANGGUAN HIPOKONDRIASIS
Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simptom
fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang
mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada meskipun
telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak berdasar. Gangguan ini
paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat terjadi di usia berapa
pun. Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan symptom
fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali rasa nyeri
yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran
sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, danmenjelaskan situasi dimana rasa nyeri
yang dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang (Adler et al., dalam
Davidson, Neale, Kring, 2004).Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah
bertindak sebaliknya.
Etiologi
Tidak diketahui.
Epidemiologi
Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan
keluhan nyeri punggung.
- Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti
pada gangguan buatan atau berpura-pura).
- Nyeri tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Prognosis
Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan,
cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).
Pedoman Diagnostik
Keluhan yanga da tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik pada bagian
tubuh/sistem tertentu.
4. GANGGUAN KONVERSI
Adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau
kendala dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas.
Gangguan ini dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa
gangguan tersebut penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang
direpresikan ke simptom fisik. Simtom-simtom itu tidak dibuat secara sengaja atau
yang disebut malingering.
Simtom fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan.
Tangan seorang tentara dapat menjadi “lumpuh” saat pertempuran yang hebat,
misalnya. Dinamakan gangguan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika
bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi dari energi
seksual atau agresif yang direpresikan ke simtom fisik. Gangguan ini sebelumnya
disebut neurosis histerikal atau hysteria dan memainkan peranan penting dalam
perkembangan psikoanalisis Freud. Menurut DSM, simptom konversi menyerupai
kondisi neurologis atau medis umum yang melibatkan masalah dengan fungsi
motorik (gerakan) yang volunter atau fungsi sensoris. Beberapa pola simtom yang
klasik melibatkan kelumpuhan, epilepsi, masalah dalam koordinasi, kebutaan, dan
tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang berada tepat di depan mata), kehilangan
indra pendengaran atau penciuman, atau kehilangan rasa pada anggota badan
(anastesi). Simtom-simtom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi sering
kali tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya konversi epilepsi,
tidak seperti pasien epilepsi yang sebenarnya, dapat mempertahankan kontrol
pembuangan saat kambuh; konversi kebutaan, orang yang penglihatannya
seharusnya mengalami hendaknya dapat berjalan ke kantor dokter tanpa
membentur mebel; orang yang menjadi “tidak mampu” berdiri atau berjalan di lain
pihak dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara normal.
Etiologi
Epidemiologi
Terjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia anak-
anak (akhir) hingga dewasa (awal). Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan
setelah 35 tahun.
Prognosis
Baik jika, onset awal, ada faktor presipitasi yang jelas, intelegensia
masih baik, segera dilakukan treatment. Prognosis buruk jika terjadi hal sebaliknya.
Etiologi
Tidak diketahui.
Epidemiologi
Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja
dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia soaial, gangguan kepribadian
(Phillips&McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring,2004).
- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia
nervosa)
Terapi/Pendekatan Penanganan
Penanganan Biomedis
Terapi Kognitif-Behavioral
1. Gangguan Konversi
Tiffany, seorang banker berusia 32 tahun, berfikir bahwa ia telah mengalami
stres daripada yang dapat ditangani oleh satu orang. Ia berpikir jika dirinya
adalah orang yang selalu mengalami hal-hal yang aneh dan ia biasanya
menciptakan situasi tersebut dari yang dapat diterapkan. Pada suatu malam
ia mengendarai mobil dijalanan yang penuh dengan salju, kemudian secara
tidak sengaja ia menabrak seorang pria tua yang sedang berjalan disisi jalan
yang mengakibatkan cedera yang fatal. Pada bulan-bulan berikutnya, ia
terjebak pada proses hukum yang memakan waktu, sehingga perhatiannya
teralihkan dari pekerjaannya dan menyebabkan stress emosional yang besar
dalam kehidupannya. Pada suatu senin pagi, ia mendapati dirinya berjalan
terguyung-guyung disekitar kamar tidurnya, tidak dapat melihat apapun selain
bayangan benda-benda yang ada dikamarnya. Pada awalnya ia mengira ia
hanya mengalami kesulitan untuk bangun dari tidurnya. Setelah pagi berjalan,
ia kemudian menyadari jika ia telah kehilangan penglihatannya. Ia menunggu
dua hari sebelum berkonsultasi dengan doctor. Pada saat ia pergi menuju
pertemuan medisnya, ia memiliki keanehan karena kurangnya perhatian
terhadap yang tampaknya seperti kondisi fisik yang serius.
Karakteristik Diagnosik:
1. Diagnosis ini diberikan pada orang dengan satu symptom atau lebih atau
gangguan yang dengan sendirinya mempengaruhi fungsi sensoris dan
motoric yang menandakan individu berada dalam kondisi neurologis atau
kondisi medis umum.
2. Factor psikologis dinilai berhubungan dengan kondisi tersebut yang
dimulai atau diperparah akibat adanya konflik atau stressor.
3. Kondisi tersebut tidak secara sengaja diciptakan atau dipalsukan.
4. Setelah penyelidikan yang memadai, kondisi klien tidak dapat
diatribusikan dengan kondisi medis pada umumnya, akibat penggunaan
obat-obatan terlarang, atau secara kultur memberikan sanksi kepada
perilaku atau pengalaman tersebut.
5. Kondisi tersebut menyebabkan stress dan gangguan yang signifikan atau
membutuhkan evaluasi medis.
6. Kondisi tersebut tidak terbatas pada rasa sakit atau disfungsi seksual atau
tidak dapat dijelaskan dengan gangguan mental lainnya.
7. Tipe-tipe kondisi mencakup:
(1.) Gangguan atau symptom motoric; (2.) Gangguan atau symptom
sensoris; (3.) Kejang atau sawan, dan ; (4.) Symptom atau gangguan
campuran.
2. Gangguan Somatisasi
Helen, seorang wanita berusia 29 tahun, sedang mencari treatmen karena
dokter mengatakan bahwa tidak ada lagi yang dapat ia lakukan untuk Helen.
Ketika ditanyakan mengenai permasalahan kesehatannya, Helen
menceritakan serangkaian keluhan, termasuk seringnya ia tidak dapat
mengingat peristiwa yang telah terjadi padanya dan pada waktu yang lain
penglihatannya menjadi kabur, sehingga ia tidak dapat membaca huruf pada
halaman cetak. Helen sangat suka membaca dan melakukan pekerjaan lain
disekitar rumahnya, tetapi ia merasa mudah lelah dan susah bernafas karena
alas an yang tidak jelas. Ia sering kali tidak dapat memakan makanan yang
telah ia siapkan karena ia akan merasa mual dan ingin muntah dengan
makanan apapun, bahkan hanya dengan mencicipi bumbunya. Menurut
suami Helen, Helen telah kehilangan minat untuk melakukan hubungan intim
dan mereka hanya melakukan hubungan seksual sebanyak satu kali dalam
waktu beberapa bulan sekali, biasanya atas desakan suami Helen. Helen
mengeluhkan kram yang sangat menyakitkan saat periode menstruasi dan
pada saat yang lain, ia merasa bahwa “dalam dirinya merasa terbakar”.
Karena sakit yang dirasakan dipunggung, kaki dan dadanya, Helen ingin tetap
berada ditempat tidur sepanjang hari. Helen tinggal disebuah rumah besar
bergaya victoria yang jarang sekali ia kelilingi “karena saya harus berbaring
pada saat kaki saya sakit”.
Karakteristik Diagnostik:
1. Diagnosis ini ditujukan kepada orang yang bahkan belum mencapai usia
30 tahun yang telah memiliki banyak keluhan fisik selama bertahun-tahun,
sehingga mereka mencari treatmen atau mengalami pengalaman yang
tidak menyenangkan dalam kehidupan social, pekerjaan, dan area fungsi
penting lainnya.
2. Individu ini mengalami symptom dari setiap 4 kategori berikut:
(1.) Sakit : memiliki setidaknya 4 simptom riwayat sakit (seperti
pada kepala, perut, punggung, sendi, dada, rectum).
(2.) Gastrointestinal : memiliki riwayat setidaknya 2 simptom
gastrointestinal ( seperti mual, kembung, muntah-muntah, diare)
(3.) Seksual : memiliki riwayat setidaknya 1 simtom seksual atau
reproduksi selain dari rasa sakit (seperti disfungsi ereksi atau ejakulasi,
menstruasi yang tidak teratur, pendarahan saat menstruasi).
(4.) Pseudoneurological : memiliki riwayat setidaknya satu simtom
atau gangguan yang menandakan adanya kondisi neurologis yang
tidak terbatas pada rasa sakit (seperti simtom konversi, misalnya
gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan
pada daerah tertentu, kesulitan menelan, halusinasi, kehilangan indra
peraba atau sensasi terhadap rasa sakit, simtom disosiatif)
3. Salah satu dari (1) simtom tidak dapat diatribusikan seluruhnya dengan
kondisi medis tertentu atau karena penggunaan obat-obatan tertentu atau
(2) jika terdapat kondisi medis tertentu, keluhan, atau gangguan fisik
merupakan hal yang dapat dipergunakan untuk dapat memperkirakan apa
yang akan terjadi.
4. Simtom-simtom tidak ditampilkan dengan sengaja.
Gangguan somatoform dapat dijelaskan dengan cara yang lebih baik sebagai
gangguan yang dipengaruhi oleh factor biologis, pengalaman belajar, factor
emosional, dan kesalahan kognitif. Menurut pendekatan integral, peristiwa pada
masa kanak-kanak dapat menentukan perkembangan simtom pada masa yang akan
datang. Sebagian besar pendekatan kontemporer dalam menangani gangguan
somatoform adalah dengan menggali kebutuhan klien dalam memerankan peran
sakit, mengevaluasi kontribusi stress dalam kehidupan seseorang, dan menyediakan
klien teknik kognitif-perilaku untuk mengendalikan simtom. Teknik kognitif perilaku
memberikan treatmen yang paling efektif bagi individu dengan gangguan
somatoform. Suatu intervensi yang menarik muncul dari beberapa penelitian
terhadap tretmen. Jika klinisi yang sedang melakukan penanganan berkomunikasi
dengan dokter utama yang sedang merawat klien mengenai menejemen simtom,
maka strategi ini dapat membawa keuntungan bagi klien. Bahkan, surat dari klinisi
mental dapat memberikan pengarahan untuk menuntun dokter dalam membantu
menagemen perilaku dari simtom yang dialami klien (Kroenke, 2007). Dan
dimungkinkan obat-obatan akan ikut digunakan dalam rencana treatmen (antidepresi
memberi peran penting dalam treatmen). Tanpa menimbulkan ketergantungan
dengan teknik spesifik yang digunakan oleh terapis, mengembangkan hubungan
yang penuh dengan dukungan dan saling percaya dengan klien yang memiliki
gangguan somatoform sangatlah penting.
Daftar Pustaka
Nevid JS, Rathus SA dan Beverly Greene, 2003, Psikologi Abnormal: Edisi
Kelima Jilid I, Penerbit: Erlangga.
Kusua W. Trans, Sypnosis of Psychiatry. By Kaplan HI. Sadock BJ. Grebb JA,
Jakarta. Binarupa Aksara. 1997
Halgin RP, Whitbourne SK. 2009. Psikologi Abnormal: Perspektif Klinis pada
Gangguan Psikologis. Penerbit: Salemba Humanika. Jakarta.