Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KELOMPOK 3

- GANGGUAN SOMATOFORM DAN DISOSIATIF


- GANGGUAN BUATAN DAN GANGGUAN MOOD

Dosen pengampu : rizka kurniwati,S.ps,I M.psi

Disusun oleh :
Masayu alifah saznabila (2130901225)
Nabillah saputri (2130901235)
Fahirah mayangsari (2130901240)
Miranti entahna anugeraya (2130901242)
Jimi mardiansyah (2130901245)
Salsabilla rahma octavia (2130901246)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2023
GANGGUAN SOMATOFORM DAN DISOSIATIF
1. Gangguan somatoform
A. Pengertian dan definisi gangguan somatoform
Berdasarkan definisi yang berasal dari bahasa Yunani, “soma memiliki arti
“tubuh. Somatoform disorder dapat diketahui bahwa suatu keadaan gangguan
mental yang ditunjukkan pada gangguan fisik, namun pada gangguan tersebut
tidak ada penjelasan secara medis atas rasa sakit pada fisik tersebut. Gangguan
somatoform dapat terjadi apabila memiliki masalah terhadap konflik
psikologisnya.

Gangguan Somatoform adalah sekelompok gangguan kejiwaan di mana


pasien datang dengan segudang gejala klinis yang signifikan tetapi gejala fisik
yang tidak dapat dijelaskan. Gangguan tersebut termasuk gangguan somatisasi,
gangguan somatoform tak berdiferensiasi, hipokondriasis, gangguan konversi,
gangguan nyeri, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatoform yang
tidak disebutkan secara spesifik. Gangguan ini sering kali menyebabkan tekanan
emosional yang signifikan bagi pasien dan merupakan tantangan bagi dokter
keluarga. ( Oyama dkk, 2007)

Gangguan Somatoform biasanya lebih dikenal di masyarakat umum dengan


istilah gangguan psikosomatik. Ciri utama dari gangguan somatoform adalah
adanya keluhan gejala fisik yang berulang, lalu disertai dengan permintaan
pemeriksaan medis, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan
juga telah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fissik yang
menjadi dasar keluhannya. Pasien biasa-nya menolak adanya kemungkinan
penyebab psikologis, walaupun ditemukan gejala anxietas dan depresi yang
nyata. Gangguan somatisasi: ciri utama adanya gejala fissik yang bermacam-
macam, berulang dan sering berubah-ubah. Biasanya sudah berlangsung
bertahun-tahun (sekurang-kurangnya 2 tahun), disertai riwayat pengo-batan yang
panjang dan sangat kompleks, baik ke pelayanan kesehatan dasar maupun
spesialistik, dengan hasil pemeriksaan atau bahkan operasi yang negatif hasilnya
(‘doctor’ shopping). Keluhannya dapat mengenai setiap sistem atau bagian
tubuh yang manapun, tetapi yang paling lazim adalah keluhan gangguan
gastrointestinal (perasaan sakit perut, kembung, berdahak, mual, muntah, dan
sebagainya), keluhan perasaan abnormal pada kulit (perasaan gatal, rasa
terbakar, kesemutan, baal, pedih dan sebagainya) serta bercak-bercak pada kulit,
keluhan mengenai seksual dan haid sering muncul. (Indarjo, 2009)

Individu yang mengalami gangguan somatisasi akan merasa bahwa dirinya


memiliki penyakit yang serius sehingga harus diperiksakan ke dokter dan perlu
diobati. Seperti contohnya, seseorang dengan gangguan somatisasi khawatir
sakit kepalanya merupakan tanda penyakit tumor otak atau jika sesak nafas
adalah tanda dari penyakit asma. Memiliki khawatir yang berlebihan diiringi
dengan perasaan takut dan panik dirinya memiliki penyakit langka dan segera
memeriksakan diri ke dokter. Gangguan somatoform adalah suatu gangguan
yang menunjukkan gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan penyebab atau
gejalanya. Gangguan fisik tersebut berhubungan dengan masalah stress
psikologis seseorang.

Keluhan umum yang terjadi pada orang normal adalah kelelahan dan
perasaan lemah atau kurang energi pada angka 20-40%. Isaac dkk,(1995)
meneliti dan mendapatkan hasil bahwa penderita gangguan somatoform sering
mengeluhkan gangguan usus besar dan pencernaan. Somatisasi juga dapat
digunakan sebagai alat untuk mengomunikasikan perasaan atau pikiran melalui
fisiknya dalam simbol, contohnya pada individu yang lumpuh yang histerus
untuk menggabungkan simbolisasi dan menyampaikan ketidakberdayaannya.

B. Faktor-faktor penyebab terjadinya ganggua somatoform


1. Faktor genetik dan faktor genetikk, seperti hipersensitivitas terhadap rasa
sakit
2. Faktor dari pengaruh keluarga yang dapat berupa genetik atau lingkungan.
Dapat juga gabungan dari dua faktor tersebut.
3. Faktor kepribadian yang negatif sehingga dapat mempengaruhi individidu
dalam mengenali dan merasakan kondisi penyakit dan tubuh yang
dialaminya.
4. Penurunan kesadaran atau faktor kecerdasan emosi dalam menghadapi suatu
masalah yang menyebabkan mereka lebih fokus pada masalah fisik
dibandingkan masalah emosional.
5. Faktor perilaku yang dipelajari, upaya dalam mendapatkan perhatian lebih
dan manfaat dari gejala penyakit yang dirasakan, misalnya menghindari
kegiatan tertentu karena dianggap memperburuk gejala yang dialami.

Faktor lain yang dapat menyebabkan gangguan gejala somatik adalah:

1. Individu yang menderita kecemasan atau depresi


2. Individu yang mengidap penyakit atau sedang dalam pemulihan dari
penyakit tertentu
3. Individu yang berisko terkena penyakit, misalnya dalam keluarga tersebut
memiliki riwayat penyakit yang berat seperti diabetes
4. Individu yang memiliki pengalaman menyedihkan dan mengalami fase
kehidupan yang sangat berat sebelumnya dan traumatis
5. Individu yang pernah mengalami peristiwa traumatis seperti kekerasan dan
pelecehan seksual di masa lampau
6. Individu dengan tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi yang rendah.

Ada tiga kriteria klinis umum yang diperlukan untuk masing-masing


gangguan somatoform: Gejala fisik (1) tidak dapat sepenuhnya dijelaskan oleh
kondisi medis umum, gangguan mental lain, atau efek suatu zat; (2) bukan
merupakan akibat dari kelainan buatan atau berpura-pura; dan (3) menyebabkan
gangguan signifikan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi lainnya.
( Oyama dkk, 2007)

2. Gangguan disosiatif
Secara fisiolofis, gangguan disosiatif adalah kondisi yang ditandai oleh
kehilangan sebagian atau seluruh integrasi normal ingatan masa lalu,
kesadaran akan identitas atau penghayatan, dan kendali terhadap gerakan
tubuh.
Gangguan ini juga sering disebut dengan gangguan identitas disosiatif yang
merupakan sebuah gangguan yang dimana seseorang mempunyai dua atau lebih
kepribadian yang berbeda dalam dirinya. Diagnosis gangguan identitas disosiatif
dapat dibenarkan apabila seseorang memiliki sekurang-kurangnya dua
kepribadian yang terpisah, berubah-ubah, kondisi yang berbeda dalam
keberadaan, perasaan dan tindakan satu sama lain tidak saling mempengaruhi
dan yang sering sekali muncul memegang kendali pada waktu yang berbeda.
Gangguan identitas disosiatif ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak,
meski kebanyakan pasien berusia remaja. Kira-kira tiga sampai sembilan kali
lebih banyak wanita dari pada laki-laki yang didiagnosis memiliki gangguan ini.
Dan wanita cenderung memiliki jumlah alter yang lebih banyak dari pada laki-
laki. Beberapa percaya bahwa perbedaan jenis kelamin yang ada ini di sebabkan
oleh banyaknya proporsi pelecehan seksual masa kecil yang lebih besar pada
wanita di banding laki-laki, tetapi ini prihal yang sangat kontroversial (Karlina,
2018).

Gangguan disosiatif (konversi) adalah keadaan hilangnya sebagian atau


seluruh integrasi normal ingatan masa lalu, pengenalan dan apresiasi, dan
kendali gerakan. Secara fisik, ada kendali sukarela atas ketiganya. Kerusuhan
diperkirakan terjadi dalam masyarakat di mana struktur sosial menghalangi
orang untuk mengungkapkan perasaannya. Kelainan somatik dianggap mewakili
konflik yang belum terselesaikan, masalah yang belum terselesaikan, dan emosi
negatif. Kelainan motoric dan sensorik yang terjadi tidak bergantung pada jalur
anatominya (tidak terdefinisi). Dalam konflik ini ada pengemudi pertama dan
kedua. Manfaat utamanya adalah emosi negatif berubah menjadi gejala fisik,
sehingga mengurangi kecemasan. Manfaat kedua dari pekerjaan pasien: orang
tersebut mendapat perhatian yang tidak akan ia terima jika ia sehat, ia
ditinggalkan dalam berbagai pekerjaan karena sakit, ia mendapat dukungan,
nasehat dan penghargaan atas jabatannya, dapat mengendalikan orang lain.
Orang dengan gangguan disosiatif seringkali menolak untuk mempunyai
masalah. (Karlina, 2018)
Penyebab dari gangguan identitas disosiatif atau kepribadian ganda bukan
terjadi karena efek zat psikoaktif atau kondisi medis umum, namun gangguan
tersebut disebabkan muncul dan berkepanjangan ketika anak memiliki
pengalaman trauma di masa kecil. Trauma ini terkait dengan emosi, fisik,
kekerasan seksual dan penolakan dari orang tua. Meskipun masih menjadi
pertanyaan apakah kepribadian ganda adalah fenomena nyata atau suatu bentuk
bermain peran, tidak ada keraguan bahwa orang yang menampilkan tingkah laku
tersebut memiliki kesulitan emosional dan perilaku yang serius.

Membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk, menentukan bahwa


seseorang mengalami kepribadian ganda, karena tanda-tandanya bisa mirip
dengan penyakit mental lain. Gejala yang terdapat pada seseorang dengan
kepribadian ganda bisa ditandai dengan munculnya perubahan dalam cara
pandang tentang dirinya sendiri dan lingkungannya. Seseorang dengan
kepribadian ganda bisa melakukan sesuatu yang mungkin tidak akan di
lakukakan oleh kepribadiannya yang normal. Saat alter ego-nya muncul, mereka
tanpa sadar bisa melakukan tindakan yang membahayakan dirinya maupun
orang lain (Ramadhan, 2020)

Gangguan ini bisa berlangsung berjam-jam, berhari-hari, atau bahkan


bertahun-tahun. Jika menyangkut peristiwa kehidupan yang traumatis, biasanya
berakhir dalam beberapa minggu atau bulan. Jika dikaitkan dengan
permasalahan jangka panjang, permasalahan yang tidak dapat diterima, atau
permasalahan sosial, maka permasalahan tersebut dapat berupa paralisis aau
anestesi dan dapat berlangsung selama 1 hingga 2 tahun. (Karlina, 2018)

Gangguan disosiatif (konversi) meliputi amnesia disosiatif, fugue disosiatif,


stupor disosiatif, gangguan trans dan kesurupan, gangguan motorik disosiatif,
konvulsi disosiatif, anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif, sindrom Ganser,
serta gangguan kepribadian ganda. Amnesia disosiatif dicirikan dengan
hilangnya daya ingat tentang peristiwa traumatis yang mengancam kehidupan
yang baru terjadi, seperti kecelakaan, kedukaan yang tiba-tiba, peperangan. Sifat
amnesianya parsial dan selektif. Gejala yang menyertainya dapat berupa
bingung, tegang dan beraneka taraf perilaku untuk mencari perhatian. Biasanya
amnesia ini berlangsung 1-2 hari. (Karlina, 2018)

Gangguan motorik disosiatif ditandai oleh hilangnya kemampuan bergerak


atau penginderaan. Biasanya individu mengeluhkan penyakit fisik, walau tidak
dijumpai kelainan fisik untuk menjelaskan gejala-gejala itu. Ketidakmampuan
akibat kehilangan fungsinya membantu individu dalam usaha untuk menghindari
konflik, menunjukkan ketergantungan atau penolakan secara tidak langsung.
Individu menyangkal ada masalah, walau orang lain dapat melihatnya atau
mengetahuinya, biasanya ada masalah sosial atau hubungan interpersonal.
(Karlina, 2018)

GANGGUAN BUATAN DAN GANGGUAN MOOD

1. Gangguan buatan
a.pengertian ganggun buatan
Gangguan Buatan (Factitious Disorder) merupakan kondisi mental dimana
seseorang bertindak seolah-olah dia sedang sakit baik secara fisik ataupun
mental, yang ia lakukan dengan sadar bahwa ia sedang berpura-pura untuk
membuat orang berasumsi bahwa ia benar-benar sakit. Kondisi mental ini
digambarkan sebagai kemampuan kognitif yang abnormal dan pola emosional
yang terganggu. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara seseorang dalam
berpikir, merasa dan bertindak terhadap orang lain dan sekitarnya.

Tujuan dari gangguan buatan ini adalah agar orang tersebut diperhatika dan
mendapatkan dukungan emosional dengan cara memainkan peran sebagai orang
yang sakit.

Menurut diagnosa DSM-IV-TR; Asosiasi Psikiatri Amerika 2000, seseorang


mengidap Factitious Disorder (gangguan buatan) yaitu orang yang dengan
sengaja membesar-besarkan atau berpura-berpura sakit secara fisik maupun
mental, yang sebenarnya tidak sakit sama sekali, biasanya meneraka melukai,
dan meracuni dirinya sendiri serta mereka yang memiliki gangguan buatan ini
selalu berusaha mencari-cari alasan untuk mendapatkan izin perwatan medis
degan beberapa kasus contohnya: berpura-pura depresi dan demensia dan lain-
lain.

Kesimpulan dari teori gangguan buatan di atas, penulis menyimpulkan


bahwa gangguan buatan merupakan gangguan yang dibuat oleh seseorang hanya
untuk mendapatkan perawatan medis ataupun menjadi pasien psikiatri agar
mendapatkan perhatian dari sekitarnya bahwa ia sedang sakit baik secara fisik
maupun mental. Gangguan tersebut murni ditujukan untuk mendapatkan
perhatian dari lingkungan sekitar tanpa adanya tujuan untuk kepentingan pribadi
yang menguntungkan dirinya. Contoh yang sudah parah atau yang sudah
berlarut-larut yaitu penyakit skizofrenia

b. faktor gangguan buatan

menurut ahli psikiatri amerika 2000

1. Terkait adanya Trauma pada masa kanak-kanak dengan contohkekerasan


secara emosional, fisik atau seksual
2. Mempunyai Sebuah penyakit serius selama masa kanak-kanak
3. Merasa bahwa identitasnya atau memiliki harga diri yang buruk
4. Kehilangan orang yang dicintai melalui kematian, sakit atau
ditinggalkan sejak awal kehidupan
5. Adanya Keinginan tak terpenuhi dalam pencapaian hidup
6. Gangguan kepribadian

2. Gangguan mood
a.Pengertian gangguan mood
Gangguan mood merupakan suatu masalah psikiatri yang muncul dari
adanya gangguan depresi. Dimana depresi adalah suatu gangguan keadaan
perasaan yang secara umum ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimis, dan
kesepian Depresi juga sering dikatakan sebagai gangguan mood atau suasana
hati.

Menurut (Meier, 2000., dalam Widiyawati, 2020) “Mood merupakan


perpanjangan dari emosi yang berlangsung selama beberapa waktu, bisa
beberapa jam beberapa hari atau bahkan dalam berapa orang yang mengalami
sampai berbulan-bulan, mood yang dialami dalam kehidupan individ ini sedikit
banyak akan berpengaruh kuat terhadap cara seseorang berinteraks.

Orang-orang yang mengalami gangguan mood ini akan mengalami


perubahan mood yang ekstrem, bagaikan naik roller coaster emosional dengan
ketinggian yang membuat pusing dan turunan yang ekstrem, padahal lingkungan
sekitarnya baik-baik saja. Gangguan mood pada seseorang, umumnya terjadi
karena banyaknya tekanan yang terjadi pada dirinya dan biasanya akan terlarut
dalam tekanan yang meningkatkan risiko berkembangnya gangguan mood lalu
kemudian dapat berubah menjadi depresi.

Dari teori diatas penulis menyimpulkan bahwa gangguan mood


merupakan gangguan yang muncul karna perubahan emosi yang terjadi secara
berkepanjangan. Umumnya terjadi karena banyaknya tekanan yang muncul
hingga berkembang menjadi gangguan mood yang kemudian dapat berubah
menjadi depresi

b. faktor gangguan mood

Gangguan mood sendiri pada umumnya terbagi menjadi dua, yaitu

gangguan unipolar dan gangguan bipolar, sebagaimana pengertiannya

- Gangguan atau kelainan unipolar adalah suatu disfungsi kesehatan mental


terkait dengan beban penyakit yang berat sehingga mempengaruhi pasien,
keluarga, masyarakat dan juga perekonomian (Weise, 2011; Gellis dan
McCracken, 2010). Diagnosa gangguan depresi disertakan DSM-V dan
gangguan manik akut bisa menggunakan Skala Penilaian Mania Muda
(YMRS) (Sajatovic dan Chen, 2011; Taylor, 2015).
- Gangguan bipolar adalah gangguan mood yang dialami pasien baik
episode depresi dan gangguan manik (Aziz et al., 2006). Gangguan
bipolar dapat juga diartikan sebagai kelainan biologis pada otak dan
dapat menyebabkan gangguan mood yang serius. Gangguan bipolar
adalah perubahan suasana hati yang dramatis tinggi atau marah atau
sedih dan putus asa Episode tertinggi dan terendah disebut episode
manik akut gangguan bipolar

C. Faktor Gangguan Unipolar dan bipolar

a. Secara biologis

Obat-obatan dalam berbagai penyakit sendiri dapat mempengaruhi suasana hati


yang menyebabkan depresi dan terkadang untuk kesenangan atau mania.

b. Pengaruh genetik

Dalam penelitian, gangguan unipolar tersebut (Levinson,2006,2009 ;


Wallace dkk., 2002) Penelitian keluarga menunjukkan bahwa prevalensi
gangguan suasana hati kira-kira dua sampai tiga kali lebih tinggi diantara
kerabat sedarah orang dengan depresi unipolar yang didiagnosis secara klinis
daripada populasi pada umumnya.

c. Faktor Neurokimia

Depresi timbul dikarenakan adanya gangguan pada keseimbangan zal


neutrotransmiter yang mengatur dan menengahi aktivitas sel saraf otak telah
mendapat banyak perhatian.

d. Faktor Hormonal

(Southwick, 2005; Thase, 2009). Meneliti dan mengngkapkan bahwa pasien


yang mengalami depresi dengan peningkatkan kortisol juga cenderung
menunjukkan gangguan memori dan masalah yang mana dengan pemikiran
abstrak dan pemecahan masalah yang kompleks.
KESIMPULAN

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwasanya gangguan buatan dan


gangguan mood merupakan gangguan kejiwaan akan tetapi memiliki pengertian serta
penanganan yang berbeda. Gangguan buatan merupakan gangguan yang sengaja dibuat-
buat oleh seseorang untuk mendapatkan pengobatan dari dokter ataupun psikolog
dengan berbagai cara, seperti terlihat sakit baik secara fisik ataupun mental agar dapat
dirawat. Sedangkan, gangguan mood merupakan gangguan yang terjadi karena faktor
perubahan emosi akibat adanya tekanan yang muncul lalu merubah suasana hati hingga
berkepanjangan dan mengganggu aktivitas sehari-hari sampai menjadi depresi.

.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilyani, R., Fahlevi, R., Irwanto, & dkk. (2023). Psikologi abnormal. Padang: Global
Eksekutif Teknologi.

Oyama dkk. (2007, November 1). Somatoform Disorders. American Family Physician,
76 (9), 1333-1338.

Indarjo, S. (2009). Kesehatan Jiwa Remaja. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5 (1), 48-57.

Karlina, D. (2018). Laporan Kasus ; Gangguan Disosiasi (Konversi). Majalah


Kedokteran UKI , 126-130.

Karlina, D. (2018). Laporan Kasus: Gangguan Disosiatif (Konversi). Kedokteran UKI,


34(3), 126–131.
Ramadhan, A. (2020). Gangguan Identitas Disosiatif Pada Tokoh Utama Dalam Novel
Don’t Tell Me Anything Karya Vasca Vannisa. Journal of Humanities, 2(2),
123. https://doi.org/10.32493/piktorial.v2i2.7640
Davison, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2021). Psikologi Abnormal.Intervensi
Cognitive Behavioral Therapy pada Pasien dengan Gangguan Kepribadian
Menghindar (Avoidant) (ke-9 ed., Vol. 2). Jakarta: Jakarta : Rajawali
PersAfriyenti, L.U.

Hooley, J. M., Butcher, J. N., Nock, M. K., & Mineka, S. (2018). Abnormal
Psychology, 17th Edition : Upper Saddle River. New Jersey: Pearson Education

Mardatila, A. (2022, Juli 21). Memahami Mood Disorder atau Gangguan Suasana Hati,
Ketahui Gejala dan Penyebabnya. Merdeka.com, hal. 1-3. Diambil kembali dari
https://www.merdeka.com/sumut/memahami-mood-disorder-atau-gangguan-
suasana-hati-pahami-gejala-dan-penyebabnya-kln.html

Anda mungkin juga menyukai