Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Somatic Symtpom Disorder atau lebih dikenal dengan gangguan

somatoform adalah suatu kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta

gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Pada gangguan ini

terjadi perubahan ringan neurokimia, neurofisiologi, dan neuroimunologi akibat

mekanisme otak atau jiwa yang tidak diketahui yang menyebabkan penyakit.1

Somatic Symptom Disorder bermanifestasi ke dalam beberapa bentuk yang

dapat diklasifkasikan menjadi gangguan somatisasi, hipokondriasi, gangguan

nyeri, atau kondisi somatoform lainnya. Prevalensi gangguan somatoform ini

berbeda-beda sesuai dengan gangguan yang terjadi. Survey layanan kesehatan

primer di Amerika Utara dan Eropa Barat mendapatkan prevalensi gangguan

somatisasi sebanyak <2% populasi. WHO (World Health Organization)

mendapatkan prevalensi hipokondriasis sebanyak 0,8% dari keseluruhan kasus

sedangkan gangguan nyeri merupakan manifestasi terbanyak dengan prevalensi

15-20%.2

Somatic symptom disorder merupakan suatu kondisi yang berjalan kronis

dan dapat terjadi kekambuhan. Keluhan somatic symptom disorder yang

bermanifestasi pada satu atau lebih simptom somatik dapat menyebabkan

pikiran, perasaan atau perilaku berlebihan yang berkaitan dengan simptom-

simptom tersebut dan mengakibatkan gangguan yang berarti di kehidupan sehari-

hari. Berdasarkan hal di atas, penulis mengangkatkan topik CSS kami dengan

judul Somatic Symptom Disorder.


1.2 Batasan Masalah

CSS ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi

klinis, pedoman diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis somatic symptom

disorder.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan CSS ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan

pembaca mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis, pedoman

diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis somatic symptom disorder..

1.4 Metode Penulisan

CSS ini disusun berdasarkan pada studi kepustakaan yang merujuk pada

berbagai literatur.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Somatic Symptom Disorder atau dikenal dengan gangguan somatoform

adalah suatu kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta gejala yang

berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Pada gangguan ini terjadi

perubahan ringan neurokimia, neurofisiologi, dan neuroimunologi akibat

mekanisme otak atau jiwa yang tidak diketahui yang menyebabkan penyakit.1

2.2 Epidemiologi

Gangguan somatoform pada dasarnya dibagi menjadi gangguan somatisasi,

Hipokondriasi, gangguan nyeri, kondisi somatoform yang lain. Prevalensi dari

pembagian tersebut juga berbeda-beda yang berada di masyarakat. Prevalensi

Gangguan somatisasi yang didapatkan di Amerika Utara dan Eropa Barat <2%

dengan survey di layanan kesehatan primer. Pada hipokondriasi adanya

keterbatasan dalam metode standardisasi untuk penilaian terhadap gangguan ini.

Pada survey yang dilakukan prevalensinya <1%, dan WHO melakukan survey

untuk hipokondriasi mendapatkan 0,8% dari keseluruhan. Berbeda dengan

gangguan nyeri, banyak ditemukan di layanan primer dimana survey yang

dilakukan didapatkan 15-20%.2

2.3 Etiologi1

2.3.1 Faktor Psikososial

3
Faktor psikososial melibatan interpretasi gejala sebagai komunikasi social,

akibatnya adalah menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi, menyimbolkan

suatu perasaan atau keyakinan.

2.3.2 Faktor Biologis dan Genetik

Data genetic menunjukkan bahwa gangguan somatoform dapat memiliki

komponen genetik. Gangguan somatisasi dapat menurun dalam keluarga dan

terjadi pada 10-20 persen kerabat perempuan derajat pertama pasien dengan

gangguan somatofom. Dan pada kerabat laki-laki derajat pertama rentan terhadap

penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian antisosial. Dan studi melaporkan

pada kembar monozigot 29 persen dan 10 persen pada kembar dizigot

menunjukkan adanya efek genetik.

2.4 Faktor Risiko

Sifat kepribadian dari afektifitas negatif (neurotisisme) telah diidentifikasi

sebagai faktor berkorelasi / risiko independen dari sejumlah besar gejala somatik.

Komorbiditas kecemasan atau depresi adalah umum dan dapat memperburuk

gejala dan gangguan. Gangguan somatoform lebih sering pada orang yang

beberapa tahun bersekolah dan status ekonomi rendah dan baru saja mengalami

pengalaman hidup yang mengakibatkan stress.

Gejala somatik persisten dikaitkan dengan fitur demografi (Jenis kelamin

perempuan, usia yang lebih tua, pendidikan yang lebih sedikit, status sosial

ekonomi yang lebih rendah, pengangguran),riwayat kekerasan seksual yang

dilaporkan atau kesulitan masa kecil lainnya, bersamaan penyakit fisik kronis atau

gangguan kejiwaan (depresi, kecemasan, depresi persisten) gangguan

4
[dysthymia], panik), stres sosial, dan memperkuat faktor sosial seperti sakit

manfaat. Faktor kognitif yang mempengaruhi perjalanan klinis termasuk

sensitisasi terhadap rasa sakit, meningkat perhatian terhadap sensasi tubuh, dan

atribusi gejala tubuh ke kemungkinan medis penyakit daripada mengenali mereka

sebagai fenomena normal atau tekanan psikologis.

2.5 Manifestasi Klinis

2.5.1 Gangguan Somatisasi

Pada penderita gangguan memiliki banyak keluhan somatik. Mual dan

muntah( selain selama kehamilan), kesulitan menelan, nyeri di lengan dan

tungkai, napas pendek tidak berkaitan dengan olahraga, amnesia, dan komplikasi

kehamilan serta menstruasi adalah gejala yang sering ditemui.

2.5.2 Gangguan Konversi

Gejala gangguan konversi yang paling sering ditemukan adalah paralisis,

buta, dan mutisme. Pada gangguan konversi bisa disertai dengan kepribadian pasif

agresif, dependen, antisosial, dan histrionik. Pada gangguan konversi bisa disertai

dengan gangguan depresi dan ansietas dan berisiko untuk bunuh diri.

2.5.3 Hipokondriasi

Pasien yang mengalami hipokondriasi meyakini bahwa mereka mengalami

penyakit berat yang belum terdeteksi dan mereka tidak dapat dibujuk untuk

berpikir sebaliknya. Hipokondriasis sering disertai gejala deresi dan ansietas, dan

sering timbul bersamaan dengan gangguan ansietas serta gangguan depresif.

Hipokondriasis harus ada setidaknya minimal 6 bulan akan tetapi bisa terjadi

5
secara sigkat karena adanya stress berat, contohnya adanya kematian atau

penyakit berat yang diderita oleh orang terdekat oleh pasien.

2.5.4 Gangguan Dismorfik tubuh

Adanya kekhawatiran mencakup ketidaksempurnaan wajah terutama yang

meliputi anggota tubuh tertentu (contohnya hidung). Gejala yang terkait dan

sering ditemukan adalah gagasan atau waham rujukan, baik mengaca berlebihan

maupun menghindari permukaan yang memantul, serta upaya menyembunyikan

deformitas yang dianggap.Pasien yang mengalami gangguan ini menghindari

pajanan sosial serta pekerjaan. Sebanyak sepertiga pasien dapat mendekam di

rumah karena khawatir diejek untuk deformitas yag diduga dan seperlima pasien

mencoba bunuh diri.

2.5.5 Gangguan Nyeri

Rasa nyeri pasien dapat berupa neuropatik, neurologis, iatrogenic, atau

musculoskeletal, pascatrauma. Untuk memenuhi diagnosis gangguan nyeri,

gangguan tersebut harus memiliki faktor psikologis yang dinilai secara signifikan

terlibat dalam gejala nyeri dan percabangannya. Banyak pasien mengeluhkan

nyeri punggung bawah sakit kepala, nyeri fasial atipikal, nyeri pelvis kronis dan

jenis nyeri yang lain.

Pasien dengan gangguan nyeri sering memiliki riwayat perawatan medis

dan pembedahan yang panjang. Mengunjungi banyak dokter, memimnta banyak

obat dan terutama dapat terus menerus menginginkan pembedahan. Gambaran

klinis dapat dipersulit dengan gangguan terkait zat karena pasien berupaa

mengurangi nyeri melalui penggunaan alcohol dan zat lain.Gejala depresif yang

paling menonjol pada pasien dengan gangguan nyeri adalah anergia, anhedonia,

6
libido kurang, insomnia, dan iritabilitas, variasi diurnal, turunnya berat badan, dan

retardasi psikomotor.

2.5.6 Gangguan somatoform yang tidak terinci

Pada gangguan somatoform yang tidak terinci, gejala harus menimbulkan

distress emosi yang signifikan atau mengganggu fungsi social maupun pekerjaan

mereka. Dua jenis pola gejala yang dapat dilihat pada pasien dengan gangguan

somatoform yang tidak terinci, yaitu melibatkan sensasi Lelah atau lemah.

Dalam gangguan bangkitan otonom, beberapa pasien mengalami gejala

gangguan somatoform yang terbatas pada fungsi tubuh yang dipersarafi sistem

saraf otonom. Pasien juga memiliki keluhan yang melibatkan sistem

kardiovaskular, respirasi, gastrointestinal, urogenital, dan dermatologis. Pasien

lain mengeluhkan kelelahan fisik dan jiwa, kelemahan fisik dan ketidakmampuan

melakukan banyak aktivitas sehari-hari karena gejalanya.

2.5.7 Gangguan somatoform yang tidak tergolongkan

Pasien seperti ini dapat memiliki gejala yang tidak tercakup dalam

gangguan somatoform lain (contohnya pseudosiesis) atau dapat tidak memenuhi

kriteria 6 bulan gangguan somatoform lain.

2.6 Diagnosis

Somatic symptom disorder memberikan masalah baik untuk dokter atau

pasien sendiri karena dapat membuat pasien melakukan pemeriksaan dan

perawatan yang seharusnya tidak diperlukan. Keluhan pada somatic symptom

disorder bisa bermanifestasi pada satu atau lebih simptom somatik yang

menyebabkan pikiran, perasaan atau perilaku yang berlebihan yang berkaitan

7
dengan simptom-simptom tersebut dan mengakibatkan gangguan yang berarti di

kehidupan sehari-hari.3 Satu atau lebih dari gejala:4

1. satu atau lebih simptom somatik yang mengganggu atau mengakibatkan

gangguan yang berarti di kehidupan sehari-hari

2. pikiran, perasaan atau perilaku yang berlebihan yang berkaitan dengan

simptom somatik atau masalah kesehatan yang bermanifestasi pada paling

sedikit dari gejala di bawah ini:

 pikiran yang persisten dan tidak seimbang tentang keseriusan dari satu

simptom penyakit

 cemas yang berlebihan dan persisten akan kesehatan dan simptom-

simptom

 menghabiskan waktu dan energi yang berlebihan untuk memperhatikan

simptom-simptom

3. walaupun semua simptom somatik tidak berlangsung terus-menerus, gejala

harus persisten (muncul selama > 6 bulan)

8
Tabel 1. Kriteria Diagnostik Somatic Symptom Disorder4

Dua kondisi spesifik berdasarkan DSM 5 adalah “dengan nyeri yang

predominant” dan “persisten”. Gangguan ini bisa ringan, sedang atau berat (tabel

1). Karakteristik dari somatic symptom disorder dideskripsikan pada tabel 2.4

Tabel 2. Karakteristik Somatic Symptom Disorder4

9
Sedangkan menurut PPDGJ, somatic sympton disorder atau yang

gangguan somatoform (F45) memiliki ciri utama adanya keluhan-keluhan gejala

fisik yang berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik.

Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan

fisiknya dengan problem atau konflik kehidupan yang dialaminya, bahkan

meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi. Selain itu terdapat pula

tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan

penyebab keluhan-keluhannya yang menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada

kedua belah pihak.

Menurut PPGJ, gangguan somatoform diklasifikasikan menjadi:

 F 45.0 Gangguan Somatisasi, memerlukan semua hal berikut:

o Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak

dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah

berlangsung sedikitnya 1 tahun

o Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter

o Terdapat diabilitas mengenai fungsinya di keluarga dan masyarakat

 F45. 1 Gangguan Somatoform Tidak Terinci

o Keluhan-keluhan fisik yang bersifat multipel, bervariasi dan menetap

akan tetapi gambaran khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak

terpenuhi

o Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas,

tetapi tidak boleh ada penyebab fisik drai keluhan-keluhan

 F 45.2 Gangguan Hipokondrik, harus ada 2 hal berikut ini:

10
o Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik

yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan

yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai,

ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau

perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)

o Tidak mau menerima nasehatan atau dukungan penjelasan dari beberapa

dokter bahwa tidak ditemukan penyakit

 F 45.3 Disfungsi Otonomik Somatoform

o Adanya gejala bangkita otonomik, seperti: palpitasi, berkeringat, tremor,

muka panas/flushing yang menetap dan mengganggu

o Gejala subjektif tambahan mengaju pada sistem organ tertentu

o Preokupasi dengan dan penderitaan mengenai kemungkinan adanya

gangguan yang serius dari sistem organ tertentu

o Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada fungsi/struktur

dari sistem atau organ yang dimaksud

 F 45.4 Gangguan Nyeri Somatoform Menetap

o Keluhan utama adalah nyeri hebat, menyiksa dan menetao yang tidak

dapat dijelaskan sepenuhnay atas dasar proses fisiologik maupun

gangguan fisik

o Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional yang

cukup jelas

o Dampaknya dalah peningkatan perhatian dan dukungan

 F 45.8 Gangguan Somatoform Lainnya

11
o Tidak memenuhi sistem otonom dan terbatas secara spesifik pada bagian

tubuh tertentu.

 F 45.9 Gangguan Somatoform YTT

Skrinning

Patient Health Questionnaire-15 (Tabel 3) sangat sering digunakan

sebagai intrumen screening untuk deteksi simptom somatisasi di populasi umum.5

Tabel 3. The Patient Health Questionnaire-15

Baru-baru ini telah dikembangkan Somatic Symptom Scale-8 (tabel 4)


yang menunjukan perhitungan beban somatic symptom4. Karena adanya overlap
dengan simptom-simptom depresi dan cemas maka klinisi direkomendasikan
untuk menilai juga komorbid yang ada.

12
Tabel 4. Somatic Symptom Scale-8

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis penyerta lain harus dipikirkan pada pasien dengan kecurigaan

mengalami somatic symptom disorder karena simptom-simptom tersebut juga bisa

mengindikasikan gangguan mental lainnya seperti depresi, gangguan panik,

gangguan cemas menyeluruh, dan kondisi medik non psikiatrik.5

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan somatic symptom disorder membutuhkan pendeketan yang

multipel yang disesuaikan dengan tiap-tiap pasien. Untuk menentukan rencana

terapi yang tepat, harus melibatkan faktor psikologikal, sosial dan kulturan yang

13
mempengaruhi simptom somatik. Prinsip penatalaksanaan umum untuk dokter

antara lain:9

 menjadwalkan kunjungan rutin berjarak singkat supaya dapat menciptakan

suatu kesepakatan

 memabangun hubungan kolaboratif-terapeutik dengan pasien

 mengenali dan menegakkan diagnosis setelah dipastikan pasien tidak

mengidap penyakit medis dan psikiatrilainnya

 membatasi pemeriksaan diagnostik

 meyakinkan pasien bahwa keluhannya bukan merupakan penyakit medis

yang serius

 mengedukasi pasien bagaimana mengatasi gejala fisik

 menyusun tujuan penatalaksanaan dengan fokus pada peningkatan fungsional

daripada pengobatan.

Pendekatan penatalaksanaan CARE MD (consultation/cognitive behavior

theraphy, assessment, regular visit, empathy, medical/psychiatric interface, do no

harm) dikembangkan unutk membantu dokter bekerja lebih efektif mengelola

pasien dengan gangguan gejala somatik. Terapi yang diberikan oleh dokter

spesialais antara lain cognitive behavior therapy dan mindfulness based therapy.3

Farmakoterapi

Pada sebuah penelitian meta-analisis, penggunaan antidepresan memberikan

manfaat lebih dengan pengobatan sebanyak 3 kali. Antidepresan trisiklik memiliki

keberhasilan bermakna dan berhubungan dengan efektivitas yang lebih besar

daripada selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI). Amitriptylin merupakan

14
jenis obat trisiklik yang paling banyak diteliti dan memberikan manfat terhadap

minimal salah satu dari keluhan: nyeri, kekakuan pada pagi hari, tidur, kelelahan.

Dari semua SSRI yang telah diteliti, fluoxetine memberikan manfaat yang sama

dengan amitriptylin. Banyak ahli yang tidak mendukung pemakaian monoamine

oxidase inhibitor, brupopion antiepilepsi atau antipsikotik pada pengobatan

gangguan gejala somatik.8

2.9 Prognosis

Gangguan gejala somatik secara umum berlangsung kronis dengan gejala

kambuh-kambuhan. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien bisa

sembuh. Riwayat alamiah dari gangguan ini memperkirakan hampir 50-70%

pasien dengan gejala medis yang tidak dapat dijelaskan menunjukkan peningkatan

dimana terdapat 10-30% penyimpangan. Indikator prognosisnya baik yaitu gejala

fisik lebih sedikit dan pada dasarnya masih dapat berfungsi. Sebuah hubungan

yang kuat dan positif antara dokter dan pasien penting dan harus dibarengi dengan

kunjungan rutin dan suportif, menghindari bujukan untuk mengobati atau

pemeriksaan apabila intervensi tersebut tidak diperlukan secara jelas.9

15
BAB 3
PENUTUP

Somatic Symtpom Disorder atau lebih dikenal dengan gangguan

somatoform adalah suatu kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta

gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Pada gangguan ini

terjadi perubahan ringan neurokimia, neurofisiologi, dan neuroimunologi akibat

mekanisme otak atau jiwa yang tidak diketahui yang menyebabkan penyakit1

Prevalensi gangguan somatoform ini berbeda-beda sesuai dengan

gangguan yang terjadi. Somatic Symptom Disorder bermanifestasi ke dalam

beberapa bentuk yang dapat diklasifkasikan menjadi gangguan somatisasi,

hipokondriasi, gangguan nyeri, atau kondisi somatoform lainnya.2

Penegakkan diagnosis somatic symptm disorder dilakukan apabila

ditemukan satu atau lebih dari gejala berikut:5

1. satu atau lebih simptom somatik yang mengganggu atau mengakibatkan

gangguan yang berarti di kehidupan sehari-hari

2. pikiran, perasaan atau perilaku yang berlebihan yang berkaitan dengan

simptom somatik atau masalah kesehatan yang bermanifestasi pada paling

sedikit dari gejala di bawah ini:

 pikiran yang persisten dan tidak seimbang tentang keseriusan dari satu

simptom penyakit

 cemas yang berlebihan dan persisten akan kesehatan dan simptom-

simptom

 menghabiskan waktu dan energi yang berlebihan untuk memperhatikan

simptom-simptom

16
3. walaupun semua simptom somatik tidak berlangsung terus-menerus, gejala

harus persisten (muncul selama > 6 bulan)

Penatalaksanaan somatic symptom disorder membutuhkan pendeketan yang

multipel yang disesuaikan dengan tiap-tiap pasien dengan melibatkan faktor

psikologikal, sosial dan kultural yang mempengaruhi simptom somatik.9

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan & Saddock. Textbook of Psychiatry. Philadelphia : Wolters


Kluer.2017. 4684
2. Gelder MG, Andersen NC, Lopez JJ, Godden JR. New Oxford Textbook of
Psychiatry. Oxford : Oxford University press. 2009. 996-998
3. Kurlansik S, Mario M. Somatic Symptom Disorder. New Jersey: American
Academy of Family Physicians; 2015.
4. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders. 5th ed. Washington, DC: American Psychiatric Association;
2013.
5. Kocalevent RD, Hinz A, Brähler E. Standardization of a screening instrument
(PHQ-15) for somatization syndromes in the general population. BMC
Psychiatry. 2013; 13:91.
6. Gierk B, Kohlmann S, Kroenke K, et al. The Somatic Symptom Scale-8 (SSS-
8): a brief measure of somatic symptom burden. JAMA Intern Med.
2014;174(3):399-407.
7. Abbey SE, Wulsin L, Levenson JL. Somatization and somatoform disorders.
In: Levenson JL, ed. The American Psychiatric Publishing Textbook of
Psychosomatic Medicine. 1st ed. Washington, DC: American Psychiatric
Publishing; 2005:261.
8. O’Malley PG, Jackson JL, Santoro J, Tomkins G, Balden E, Kroenke K.
Antidepressant therapy for unexplained symptoms and symptom syndromes. J
Fam Pract. 1999; 48(12):980-990.
9. Olde Hartman TC, Borghuis MS, Lucassen PL, van de Laar FA, Speckens AE,
van Weel C. Medically unexplained symptoms, somatisation disorder and
hypochondriasis: course and prognosis. A systematic review. J Psychosom Res.
2009;66(5):363-377.

18
19

Anda mungkin juga menyukai