1. PENDAHULUAN
Istilah somatoform berasal dari bahasa yunani soma yang artinya tubuh; dan
gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta
gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Gangguan ini
mencakup interaksi pikiran tubuh; di dalam interaksi ini, dengan cara yang masih
belum diketahui, otak mengirimkan berbagai sinyal yang mempengaruhi kesadaran
pasien dan menunjukkan adanya masalah serius di dalam tubuh. Disamping itu
perubahan ringan neurokimia, neurofisiologi, dan neuroimunologi dapat terjadi akibat
mekanisme otak atau jiwa yang tidak diketahui yang menyebabkan penyakit. 1
Di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text
Revition (DSM IV –TR), memasukkan lima gangguan somatoform spesifik : (1)
gangguan somatisasi, ditandai dengan banyaknya keluhan fisik yang mengenai
banyak sistem organ, (2) gangguan konversi, ditandai dengan satu atau dua keluhan
neurologis, (3) hipokondriasis, ditandai dengan lebih sedikit fokus gejala dari pada
keyakinan pasien bahwa mereka memiliki suatu penyakit spesifik,(4) gangguan
dismorfik tubuh, ditandai dengan keyakinan yangsalah atau persepsi yang
berlebihan bahwa suatu bagian tubuhnya cacat, (5) gangguan nyeri, yang ditandai
dengan gejala nyeri yang hanya disebabkan, atau secara signifikan diperberat faktor
psikologis.1
Pada DSM-5 dianosis utama di kelas diagnostik ini, merupakan gangguan
simtom somatik yang menekankan diagnosis dibuat atas dasar gejala dan tanda-
tanda positif (simtom somatik yang sangat diderita, ditambah pikiran abnormal,
perasaan, perilaku dalam menanggapi gejala yang ada). Karakteristik khas dari
banyak individu dengan gangguan simtom somatik, bukan hanya gejala somatik,
melainkan cara mereka mempresentasikan dan menafsirkannya. Memasukkan
afektif, kognitif, dan perilaku komponen ke dalam kriteria untuk gangguan simtom
somatik yang menyediakan refleksi yang lebih komprehensif dan akurat dari
gambaran klinis yang benar daripada yang biasa dicapai dengan menilai keluhan
somatik saja.2
1
Pada referat ini akan dibahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
diagnosis, gambaran klinis, diagnosis banding, perjalanan gangguan dan
prognosis, serta terapi pada gangguan simtom somatik.
II.2. Epidemiologi
Secara umum presentasi somatik sangat umum di semua negara dan
budaya. Walaupun gejala fisik tidak dapat dianggap sebagai presentasi yang paling
umum untuk gangguan mental di seluruh dunia, namun untuk frekuensi kejadian,
tetap terus meningkat.6
3
fisik idiopatik. Namun, meskipun hal utama yang dikeluhkan mereka adalah simtom
somatik mereka, pasien tersebut tampaknya tidak memiliki penyakit fisik saat di
diagnosis. Bahkan proporsi pasien dalam perawatan medis umum dengan gejala
fisik idiopatik yang tidak ada penyebab gejala organik, dapat ditemukan sekitar 20 –
80 persen. Hal ini sangat umum untuk gejala fisik idiopatik untuk bersamaan dengan
terjadinya gangguan kejiwaan, khususnya dengan gangguan kecemasan dan mood.
Perubahan pola praktek memiliki kemunkinan menyebabkan untuk pasien gangguan
simtom somatik sedikit yang dirawat di rumah sakit. 6,7
Menurut Golding dan kawan-kawan, selain sering dijumpai pada usia sebelum
30 tahun, dapat juga ditemukan pada waktu menarche berkisar diawal 20-an. Risiko
depresi, gangguan penyalahgunaan alkohol, dan keperibadian anti sosial meningkat
pada tingkat pertama individu dengan gangguan simtom somatik. 7
II.3. Etiologi
1. Faktor psikososial
Formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai
komunikasi sosial, akibatnya adalah menghindari kewajiban (contohnya harus
pergi ke tempat kerja yang tidak disukai), mengekspresikan emosi (contohnya
marah kepada pasangan), atau menyimbolkan suatu perasaan atau
keyakinan (nyeri di usus). Interpretasi gejala psikoanalitik yang kaku
bertumpu pada hipotesis bahwa gejala-gejala tersebut menggantikan impuls
berdasarkan insting yang ditekan. Faktor-faktor sosial, budaya, dan etnis juga
mungkin terlibat dalam perkembangan gejala. 1,6
2. Faktor biologis
Ada sedikit informasi tentang faktor biologis pada gangguan simtom
somatik. Studi neurofisiologis telah menyarankan bahwa somatoform dan
gangguan simtom somatik fungsional mungkin berhubungan dengan
ketajaman proprioseptif, kelainan respon otonom dan proprioseptif, masalah-
masalah dengan sumbu hipofisis – hipotalamus, dan temuan non spesifik
lainnya. Studi oleh Bruce D. Naliboff dan kolaborator, memeriksa aktivasi otak
pada psien dengan sindrom usus dan kontrol iritasi selama stimulasi
rektosigmoid, menunjukkan perbedaan aktivitas belahan kanan dan
4
hipoperfusi dari belahan yang tidak dominan pada pasien dengan sindrom
gastrointestinal fungsional.6
Sejumlah studi lain mengemukakan bahwa pasien memiliki perhatian
yang khas dan hendaya kognitif yang menghasilkan persepsi dan penilaian
input somatosensorik yang salah. Hendaya ini mencakup perhatian yang
mudah teralih, ketidakmampuan menghabituasi stimulus berulang,
pengelompokan konstruksi kognitif dengan dasar impresionistik, hubungan
parsial dan sirkumstansial, serta kurangnya selektivitas, seperti yang
ditunjukkan sejumlah studi bangkitan potensial. Sejumlah terbatas studi
pencitraan otak melaporkan adanya penurunan metabolisme lobus frontalis
dan hemisfer dominan.1
Dimana subjek dengan gangguan simtom somatik memiliki pola
simetris yang lebih bilateral pada disfungsi lobus frontal dibandingkan dengan
subjek yang normal, dan gangguan hemisfer dominan yang lebih besar
dibandingkan subjek depresi. Belahan disfungsi yang non dominan juga
mengidentifikasi penurunan lebih besar dalam anterior sebagai lawan ke
daerah posterior. Namun, subjek dengan gangguan simtom somatik memiliki
hal yang kurang dominan terhadap belahan dari disorganisasi dibandingkan
pada subjek skizofrenia. Yang menarik, pada temuan ini mirip dengan pasien
laki-laki dengan antisosial gangguan kepribadian. 3
3. Genetika
Data genetika menunjukkan bahwa, setidaknya dalam beberapa keluarga,
transmisi gangguan simtom somatik memiliki komponen genetik Gangguan
simtom somatik cendrung berjalan dalam keluarga dan terjadi pada 10
sampai 20 persen dari tingkat pertama perempuan dengan riwayat gangguan
simtom somatik. Sedangkan tingkat pertama laki-laki rentan terhadap
penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian antisosial. 1
5
gangguan ini meningkatkan risiko mengembangkan gangguan kepribadian
antisosial, gangguan zat terkait dan gangguan simtom somatik. 1
4. Sitokin
Sitokin merupakan molekul pembawa pesan yang menggunakan
sistem kekebalan tubuh untuk brkomunikasi dalam dirinya sendiri dan dengan
sistem saraf, termasuk otak.4
II.4. Diagnosis
6
II.4.a. Diagnostik Utama
7
Tingginya mencari pemanfaatan dalam perawatan medis, tidak juga
meredakan kegelisahan individu. Akibatnya pasien mungkin mencari perawatan dari
beberapa dokter untuk hal dan gejala yang sama.orang-orang seperti ini sering
tampak tidak responsif terhadap intervensi medis, dan adanya intervensi baru hanya
memperburuk gejala yang muncul. Beberapa individu dengan gangguan tersebut
tampaknya sangat sensitif terhadap efek samping obat. Sebagian merasa bahwa
penilaian medis yang diberikan dan pengobatan yang diberikan belum memadai. 2
Fitur yang mendukung diagnosis dalam DSM V meliputi dua hal utama, yaitu
fitur kognitif dan perilaku. Dalam fitur perilaku yang paling menonjol adalah sikap
individu yang selalu berulang-ulang dalam mencari pengobatan, menghindari
aktivitas fisik, mengunjungi tempat-tempat perawatan medis, praktik medis, guna
mendapatkan kepuasan dalam mencari penjelasan tentang apa yang dideritanya
saat ini. Tidak jarang pasien dengan gangguan simtom somatik memiliki dokter ahli
lebih dari satu orang (Docter Shopping), bahkan melakukan pemeriksaan medis
yang berulang-ulang. Hal ini dikarenakan untuk mencari penyebab utama terhadap
rasa sakit yang dideritanya, yang bagi mereka dianggap sebagai suatu gejala
somatik yang berat dan mencari pengobatan untuk perbaikan dari gejala yang ada
selama ini.2
8
berlanjut, meskipun fakta perawatan kesehatan yang telah disediakan dan
ditawarkan kepada mereka telah akurat, namun bagi mereka belum mencapai hal
yang maksimal dan belum memadai. Sehingga diharapkan kejelian yang lebih bagi
seorang psikiater dalam menerima kondisi mereka yang datang dengan gangguan
simtom somatik yaitu dengan mebina hubungan dokter-pasien yang baik, dan
berusaha meyakinkan mereka melakukan prosedur terapi yang benar dan rutin. 5
Biasanya lebih sering terjadi pada wanita, dimana gejala tersebut telah
dialaminya pada awal masa remaja dan selalu merasa sakit-sakitan selama
bertahun-tahun dan terus mengulangi keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan yang
melibatkan sistem organ. Untuk membuat diganosis, berdasarkan DSM IV – TR,
membutuhkan sejarah pada beberapa waktu minimal, empat gejala sakit, dua gejala
gastrointestinal, satu gejala seksual, satu gejala pseudoneurological, yang semua
dijelaskan secara medis.5
9
ekshibionistik. Pasien dapat dianggap sebagai seorang yang tidak mandiri, terpusat
pada diri sendiri, haus pemujaan, dan manipulatif. 1
Gangguan dapat terjadi akibat substrat biologis umum atau faktor sosial
lingkungan, seperti pelecehan pada anak. Pasien dengan gangguan simtom somatik
sering memiliki beberapa masalah sosial dan gaya hidup yang kacau, ditandai
dengan hubungan interpersonal yang buruk, mengganggu atau perilaku yang sulit,
penyalahgunaan zat dan menunjukkan signifikan kerja serta kerusakan sosial. 7
Menurut DSM V, Pada individu yang lebih tua, gejala somatik dan penyakit
medis bersamaan dengan kondisi umum dan fokus pada kriteria B sangat penting
untuk membuat diagnosis. Gangguan simtom somatik mungkin kurang terdiagnosis
pada orang dewasa yang lebih tua baik karena gejala somatik tertentu (misalnya,
nyeri, kelelahan) dianggap sebagai bagian dari penuaan normal, atau karena rasa
khawatir yang dapat dimengerti pada orang dewasa yang lebih tua yang memiliki
penyakit medis yang lebih umum dan obat-obatan daripada orang yang lebih muda.
10
Gangguan depresi bersamaan adalah umum pada orang tua yang hadir dengan
berbagai macam gejala somatik. Pada anak-anak, gejala yang paling umum adalah
nyeri perut berulang, sakit kepala, kelelahan, dan mual. Gejala tunggal yang
menonjol lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. 2
Klinisi harus selalu menyingkirkan keadaan medis non psikiatri yang dapat
menjelaskan gejala pasien. Sejumlah gangguan medis sering menunjukkan kelainan
yang sementara dan non spesifik pada kelompok usia yang sama. Awitan berbagai
gejala somatik pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun harus dianggap
disebabkan oleh keadaan medis non psikiatri sampai pemeriksan medis yang
mendalam telah dilengkapi.1
11
Gangguan simtom somatik adalah gangguan yang bersifat kronis dan sering
membuat tak berdaya. Menurut definisi, gejala harus dimulai sebelum usia 30 tahun,
dan harus ada selama beberapa tahun. Episode meningkatnya keparahan gejala
dan timbulnya gejala yang baru dianggap bertahan selama 6 hingga 9 bulan dan
dipisahkan periode yang tidak terlalu simtomatik selama 9 hingga 12 bulan.
Meskipun demikian, pasien dengan gangguan somatisasi, jarang selama lebih dari
satu tahun tidak mencari perhatian medis. Sering terdapat hubungan antara periode
meningkatnya stres dan memberatnya gejala somatik. 1,7
II.8. Terapi
Gangguan simtom somatik yang paling baik diterapi ketika pasien memiliki
satu dokter yang diketahui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari satu klinisi
yang terlibat, pasien memiliki kesempatan lebih mengekspresikan keluhan
somatiknya. Dokter utama harus melihat pasien selama kunjungan yang terjadwal
teratur, biasanya dengan interval satu bulan. Kunjungan ini harus relatif singkat
walaupun pemeriksaan fisik parisal harus dilakukan untuk memberikan respon
terhadap keluhan somatik baru. Prosedur laboratorium dan didiagnostik tambahan
umunya harus dihindari. Ketika gangguan simtom somatik telah ditegakkan, dokter
yang merawat harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosi, bukan
sebagai keluhan medis.1
12
1. Mendirikan atau mengembangkan hubungan dokter-pasien.
2. Perlakuan suasana komorbiditas atau gangguan kecemasan, jika ada.
3. Membuat jadwal pertemuan biasa.
4. Secara bertahap mengurangi frekuensi pertemuan.
5. Lakukan pemeriksaan fisik secara teratur.
6. Jangan mengejar keluhan somatik dengan evaluasi lanjut pada uji
laboratorium.
7. Secara bertahap menggeser penekanan dari keluhan somatik yang
didengarkan untuk bicara tentang stresor psikososial.
8. Bekerjasama dengan keluarga untuk memverifikasi sejarah dan membantu
memantau pasien dengan sistem perawatan kesehatan ataupun asupan obat.
9. Mengantisipasi bahwa pasien akan menerima resep obat atau diagnostik
prosedur dari dokter lain
10. Melindungi pasien dari masalah indikasi pembedahan. 5
13
III. KESIMPULAN
Diagnosis gangguan simtom somatik meliputi ; empat gejala nyeri, dua gejala
gastrointestinal, salah satu gejala seksual, salah satu gejala pseudoneurological.
Onset yang terjadi pada gangguan simtom somatik biasanya sebelum usia 30 tahun.
Hal yang dirasakan oleh pasien, biasanya membuat pasien dengan gangguan
simtom somatik akan terus mencoba mencari pengobatan terhadap gejala somatik
yang ada.
Prevalensi seumur hidup gangguan simtom somatik dalam populasi umum
diperkirakan 0,1 sampai 0,2 persen walaupun beberapa kelompok riset yakin angka
sebenarnya dapat lebih mendekati 0,5 persen. Perempuan dengan gangguan
simtom somatik jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali tetapi perkiraan
tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak mendiagnosis gangguan
somatisasi pada pasien laki-laki.
Menurut DSM V, prevalensi gangguan simtom somatik akan lebih tinggi
dibandingkan dengan DSM IV, dengan gangguan simtom somatik yang lebih
terperinci (<1 %), tetapi lebih rendah dari gangguan somatoform yang tidak
tergolongkan sekitar (19 %). Prevalensi gangguan simtom somatik pada umumnya
populasi dewasa mungkin sekitar 5%-7% . Etiologi meliputi ; faktor psikososial,
faktor biologis, genetika dan sitokin.
Gangguan simtom somatik sering terjadi pada wanita, dimana gejala tersebut
telah dialaminya pada awal masa remaja dan selalu merasa sakit-sakitan selama
bertahun-tahun dan terus mengulangi keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan yang
melibatkan sistem organ. Untuk membuat diganosis, berdasarkan DSM IV – TR,
membutuhkan sejarah pada beberapa waktu minimal, empat gejala sakit, dua gejala
gastrointestinal, satu gejala seksual, satu gejala pseudoneurological, yang semua
dijelaskan secara medis. Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal menonjol
pada gangguan ini; ansietas dan depresi adalah keadaan paling sering. Ancaman
bunuh diri lazim ada tetapi bunuh diri yang sesungguhnya jarang terjadi. Jika terjadi
bunuh diri,biasanya sering terkati dengan penyalahgunaan zat. Riwayat medis
pasien sering berbelit-belit, samar, tidak pasti, tidak konsisten, dan kacau.
14
Beberapa yang termasuk dalam diagnosa banding gangguan simtom somatik :
15
IV. DAFTAR RUJUKAN
1. Sadock BJ, Sadock VA. Somatoform Disorder. In Kaplan & Sadock Synopsis
of Psychiatry. 10th edition. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins, 2007. p.
635-651.
2. American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder, 5 th.Edition. American Psychistric Association. 2013 .p. 309-314.
3. Kay J, Tasman A, Essentials of Psychiatry, USA : John Willey & Sons, 2006,
p. 654-677.
4. Lezzi T, Duckworth MP, adams HE, Somatoform and Facitious Disorders. In
Adams & Sutleer, Editors. Comprehensive Handbook of Psychopathology. 3 th.
Edition, New York : Kluwer Academic Publisher, 2002, p. 211-250.
5. Loise MG, Rundell JR, Clinical Manual of Psychosomatic Medicine,
Washington DC : american Psychiatric Publishing Inc, 2005, p. 121-148.
6. Escobar JI, Somatoform Disorder. In Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan &
Sadock’s, Editors. Comprehensive Texbook of Psychiatry. 9 th. Edition, vol I
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2009, p. 1928-1947.
7. Abbey ES, Somatization and Somatoform Disorders. In Laenson JL, Editors.
Textbook of Psychosomatic Medicine, Washington DC : American Psychiatric
Publishing Inc, 2005, p. 271-294.
16