Anda di halaman 1dari 16

GANGGUAN SIMTOM SOMATIK

1. PENDAHULUAN
Istilah somatoform berasal dari bahasa yunani soma yang artinya tubuh; dan
gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta
gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Gangguan ini
mencakup interaksi pikiran tubuh; di dalam interaksi ini, dengan cara yang masih
belum diketahui, otak mengirimkan berbagai sinyal yang mempengaruhi kesadaran
pasien dan menunjukkan adanya masalah serius di dalam tubuh. Disamping itu
perubahan ringan neurokimia, neurofisiologi, dan neuroimunologi dapat terjadi akibat
mekanisme otak atau jiwa yang tidak diketahui yang menyebabkan penyakit. 1
Di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text
Revition (DSM IV –TR), memasukkan lima gangguan somatoform spesifik : (1)
gangguan somatisasi, ditandai dengan banyaknya keluhan fisik yang mengenai
banyak sistem organ, (2) gangguan konversi, ditandai dengan satu atau dua keluhan
neurologis, (3) hipokondriasis, ditandai dengan lebih sedikit fokus gejala dari pada
keyakinan pasien bahwa mereka memiliki suatu penyakit spesifik,(4) gangguan
dismorfik tubuh, ditandai dengan keyakinan yangsalah atau persepsi yang
berlebihan bahwa suatu bagian tubuhnya cacat, (5) gangguan nyeri, yang ditandai
dengan gejala nyeri yang hanya disebabkan, atau secara signifikan diperberat faktor
psikologis.1
Pada DSM-5 dianosis utama di kelas diagnostik ini, merupakan gangguan
simtom somatik yang menekankan diagnosis dibuat atas dasar gejala dan tanda-
tanda positif (simtom somatik yang sangat diderita, ditambah pikiran abnormal,
perasaan, perilaku dalam menanggapi gejala yang ada). Karakteristik khas dari
banyak individu dengan gangguan simtom somatik, bukan hanya gejala somatik,
melainkan cara mereka mempresentasikan dan menafsirkannya. Memasukkan
afektif, kognitif, dan perilaku komponen ke dalam kriteria untuk gangguan simtom
somatik yang menyediakan refleksi yang lebih komprehensif dan akurat dari
gambaran klinis yang benar daripada yang biasa dicapai dengan menilai keluhan
somatik saja.2

1
Pada referat ini akan dibahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
diagnosis, gambaran klinis, diagnosis banding, perjalanan gangguan dan
prognosis, serta terapi pada gangguan simtom somatik.

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.I. Definisi
Gangguan simtom somatik merupakan suatu polysimptomatic gangguan
somatoform ditandai dengan beberapa perasaan berulang dari rasa sakit bagian
sistem pencernaan, seksual dan pseudoneurological, gejala yang terjadi biasanya
pada onset usia sebelum 30 tahun, dan dapat berlanjut tahunan. 1,3
Gangguan simtom somatik berbeda dengan gangguan somatoform lainnnya
karena banyaknya keluhan dan banyaknya sistem organ yang terlibat (contohnya
gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini bersifat kronis dan disertai
penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial dan pekerjaan, serta
perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan. 1
Menurut Barsky, istilah somatisasi dapat didefinisikan secara luas yang
mencakup berbagai gejala fisik yang terjadi tanpa adanya patologi organik atau
amplifikasi sensasi tubuh yang menyertai kondisi fisik luar mereka yang dapat
dijelaskan oleh patologi organik. Somatisasi juga telah ditetapkan sebagai tubuh
atau ekspresi somatik dari tekanan psikis kata-kata pasien yang seharusnya
mengeluh masalah dalam kehidupan sehari-hari sering fokus pada sensasi tubuh
dan mencari obat medis untuk masalah ini.4
Abbey mengatakan bahwa istilah somatisasi adalah kecendrungan untuk
mengalami, berkomunikasi, dan memperkuat psikologis dan kesulitan interpersonal
dalam bentuk distres somatik dengan gejala medis lain yang tidak jelas. Kebanyakan
pasien jatuh ke dalam salah satu dari empat kategori hal berikut : (1) gejala medis
yang tidak dapat dijelaskan, (2) presentasi gangguan simtom somatik pasien dengan
gangguan kejiwaan, (3) gangguan somatoform pada pasien yang datang dengan
gejala fisik yang menunjukkan gangguan kesehatan, namun tidak ada gangguan
medis, atau jika ada, tidak dapat sepenuhnya menjelaskan keluhan, (4) gangguan
buatan atau berpura-pura sakit pada pasien dengan gejala yang mengklaim memiliki
penyakit medis.5
Pada tahun 1859, Paul Briket, seorang dokter dari Perancis, mengamati
keragaman gejala dan sistem organ yang terkena serta menguraikan perjalanan
2
gangguan yang biasanya kronis. Karena pengamatan yang tajam, gangguan ini
disebut sindrom Briquet.1,4

II.2. Epidemiologi
Secara umum presentasi somatik sangat umum di semua negara dan
budaya. Walaupun gejala fisik tidak dapat dianggap sebagai presentasi yang paling
umum untuk gangguan mental di seluruh dunia, namun untuk frekuensi kejadian,
tetap terus meningkat.6

Prevalensi seumur hidup gangguan simtom somatik dalam populasi umum


diperkirakan 0,1 sampai 0,2 persen walaupun beberapa kelompok riset yakinangka
sebenarnya dapat lebih mendekati 0,5 persen. Perempuan dengan gangguan
simtom somatik jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali tetapi perkiraan
tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak mendiagnosis gangguan
somatisasi pada pasien laki-laki. Meskipun demikian, gangguan ini adalah gangguan
yang lazim ditemukan. Dengan rasio perempuan banding laki-laki adalah 5 banding
1, prevalensi seumur hidup gangguan simtom somatikpada perempuan di populasi
umum mungkin 1 atau 2 persen. Diantara pasein yang ditemui di tempat praktik
dokter umum dan dokter keluarga, sebanyak 5 sampai 10 persen dapat memenuhi
kriteria diagnostik gangguan simtom somatik. Gangguan ini berbanding terbalik
dengan posisi sosial dan terjadi paling sering pada pasien yang memiliki sedikit
edukasi dan tingkat pendapatan yang rendah, dan paling sering dimulai pada masa
remaja seseorang.1

Menurut DSM V, prevalensi gangguan simtom somatik akan lebih tinggi


dibandingkan dengan DSM IV, dengan gangguan simtom somatik yang lebih
terperinci (<1 %), tetapi lebih rendah dari gangguan somatoform yang tidak
tergolongkan sekitar (19 %). Prevalensi gangguan simtom somatik pada umumnya
populasi dewasa mungkin sekitar 5%-7% .2

Karena pasien dengan gangguan simtom somatik secara aktif mencari


bantuan medis, prevalensi mereka dalam perawatan medis lebih tinggi daripada di
populasi umum. Gangguan simtom somatik telah didiagnosis dalam 1% - 5% dari
pasien perawatan primer. Menurut data yang ada lebih dari satu setengah dari
semua pasien yang datang ke perawatan primer datang dengan keluhan atau gejala

3
fisik idiopatik. Namun, meskipun hal utama yang dikeluhkan mereka adalah simtom
somatik mereka, pasien tersebut tampaknya tidak memiliki penyakit fisik saat di
diagnosis. Bahkan proporsi pasien dalam perawatan medis umum dengan gejala
fisik idiopatik yang tidak ada penyebab gejala organik, dapat ditemukan sekitar 20 –
80 persen. Hal ini sangat umum untuk gejala fisik idiopatik untuk bersamaan dengan
terjadinya gangguan kejiwaan, khususnya dengan gangguan kecemasan dan mood.
Perubahan pola praktek memiliki kemunkinan menyebabkan untuk pasien gangguan
simtom somatik sedikit yang dirawat di rumah sakit. 6,7

Menurut Golding dan kawan-kawan, selain sering dijumpai pada usia sebelum
30 tahun, dapat juga ditemukan pada waktu menarche berkisar diawal 20-an. Risiko
depresi, gangguan penyalahgunaan alkohol, dan keperibadian anti sosial meningkat
pada tingkat pertama individu dengan gangguan simtom somatik. 7

II.3. Etiologi

1. Faktor psikososial
Formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai
komunikasi sosial, akibatnya adalah menghindari kewajiban (contohnya harus
pergi ke tempat kerja yang tidak disukai), mengekspresikan emosi (contohnya
marah kepada pasangan), atau menyimbolkan suatu perasaan atau
keyakinan (nyeri di usus). Interpretasi gejala psikoanalitik yang kaku
bertumpu pada hipotesis bahwa gejala-gejala tersebut menggantikan impuls
berdasarkan insting yang ditekan. Faktor-faktor sosial, budaya, dan etnis juga
mungkin terlibat dalam perkembangan gejala. 1,6
2. Faktor biologis
Ada sedikit informasi tentang faktor biologis pada gangguan simtom
somatik. Studi neurofisiologis telah menyarankan bahwa somatoform dan
gangguan simtom somatik fungsional mungkin berhubungan dengan
ketajaman proprioseptif, kelainan respon otonom dan proprioseptif, masalah-
masalah dengan sumbu hipofisis – hipotalamus, dan temuan non spesifik
lainnya. Studi oleh Bruce D. Naliboff dan kolaborator, memeriksa aktivasi otak
pada psien dengan sindrom usus dan kontrol iritasi selama stimulasi
rektosigmoid, menunjukkan perbedaan aktivitas belahan kanan dan

4
hipoperfusi dari belahan yang tidak dominan pada pasien dengan sindrom
gastrointestinal fungsional.6
Sejumlah studi lain mengemukakan bahwa pasien memiliki perhatian
yang khas dan hendaya kognitif yang menghasilkan persepsi dan penilaian
input somatosensorik yang salah. Hendaya ini mencakup perhatian yang
mudah teralih, ketidakmampuan menghabituasi stimulus berulang,
pengelompokan konstruksi kognitif dengan dasar impresionistik, hubungan
parsial dan sirkumstansial, serta kurangnya selektivitas, seperti yang
ditunjukkan sejumlah studi bangkitan potensial. Sejumlah terbatas studi
pencitraan otak melaporkan adanya penurunan metabolisme lobus frontalis
dan hemisfer dominan.1
Dimana subjek dengan gangguan simtom somatik memiliki pola
simetris yang lebih bilateral pada disfungsi lobus frontal dibandingkan dengan
subjek yang normal, dan gangguan hemisfer dominan yang lebih besar
dibandingkan subjek depresi. Belahan disfungsi yang non dominan juga
mengidentifikasi penurunan lebih besar dalam anterior sebagai lawan ke
daerah posterior. Namun, subjek dengan gangguan simtom somatik memiliki
hal yang kurang dominan terhadap belahan dari disorganisasi dibandingkan
pada subjek skizofrenia. Yang menarik, pada temuan ini mirip dengan pasien
laki-laki dengan antisosial gangguan kepribadian. 3
3. Genetika
Data genetika menunjukkan bahwa, setidaknya dalam beberapa keluarga,
transmisi gangguan simtom somatik memiliki komponen genetik Gangguan
simtom somatik cendrung berjalan dalam keluarga dan terjadi pada 10
sampai 20 persen dari tingkat pertama perempuan dengan riwayat gangguan
simtom somatik. Sedangkan tingkat pertama laki-laki rentan terhadap
penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian antisosial. 1

Satu studi juga melaporkan tingkat kesesuaian dari 29 persen pada


kembar monozigot dan 10 persen pada kembar dizigot, berindikasi untuk efek
genetik.pada pria dan wanita dengan gangguan somatisasi menunjukkan
peningkatan risiko gangguan kepribadian anti sosial dan gangguan zaat
terkait. Memiliki orang tua kandung atau angkat dengan salah satu dari tiga

5
gangguan ini meningkatkan risiko mengembangkan gangguan kepribadian
antisosial, gangguan zat terkait dan gangguan simtom somatik. 1

4. Sitokin
Sitokin merupakan molekul pembawa pesan yang menggunakan
sistem kekebalan tubuh untuk brkomunikasi dalam dirinya sendiri dan dengan
sistem saraf, termasuk otak.4

II.4. Diagnosis

Kriteria diagnosis berdasarkan DSM V adalah sebagai berikut :

a. Satu atau lebih gejala somatik yang menyakitkan atau menimbulkan


gangguan signifikan kehidupan sehari-hari
b. Pikiran yang berlebihan, perasaan, atau perilaku yang berkaitan dengan
gejala somatik atau berhubungan dengan masalah kesehatan seperti yang
dituturkan oleh setidaknya salah satu dari berikut :
1. Pikiraan yang tidak proporsional dan terus menerus tentang keseriusan
gejala seseorang.
2. Masih tingginya kecemasan tentang kesehatan atau gejala
3. Waktu dan energi yang berlebihan yang ditujukan untuk gejala ini atau
masalah kesehatan.
c. Meskipun salah satu gejala somatik mungkin tidak terus menerus hadir,
keadaan menjadi gejala yang persisten (biasanya lebih dari 6 bulan).
Tentukan jika :
Dengan nyeri predominan ( sebelumnya gangguan nyeri) : ini dikhususkan
untuk individu yang gejala somatiknya terutama melibatkan rasa sakit.
Tentukan jika :
Terus menerus : sebuah rangkaian yang terus menerus ditandai dengan
gejala berat, gangguan yang ditandai dan durasi yang panjang (lebih dari 6
bulan).
Menentukan tingkat keparahan :
Ringan : hanya salah satu gejala yang ditentukan dalam kriteria B terpenuhi.
Sedang : dua atau lebih gejala ditentukan dalam kriteria B terpenuhi.
Berat : dua atau lebih gejala ditentukan dalam kriteria B terpenuhi, ditambah
ada beberapa keluhan somatik (atau satu gejala somatik yang sangat berat). 2

6
II.4.a. Diagnostik Utama

Individu dengan gangguan simtom somatik biasanya memiliki beberapa,


gejala somatik yang menyakitkan atau menimbulkan gangguan signifikan dari
kehidupan sehari-hari (kriteria A), meskipun kadang-kadang hanya satu gejala yang
berat, nyeri paling umum, adanya gejala khusus (seperti, nyeri setempat) atau relatif
tidak spesifik (misalnya, kelelahan). Gejala kadang-kadang merupakan sensasi
tubuh normal atau ketidaknyamanan yang umumnya tidak berarti penyakit serius.
Gejala somatik tanpa penjelasan medis jelas tidak cukup untuk membuat diagnosis
ini. Penderitaan individu secara nyata, terhadap apakah atau tidak dijelaskan secara
medis.2

Gejala-gejala yang mungkin atau tidak mungkin dapat berhubungan dengan


kondisi medis lain. Diagnosa gangguan simtom somatik dan penyakit medis saling
bersamaan tidak saling terpisah, dan sering terjadi bersama-sama. Individu dengan
gangguan simtom somatik cendrung memiliki tingkat kekhawatiran yang sangat
tinggi tentang penyakitnya ( kriteria B). Mereka menilai gejala yang ada pada tubuh
mereka dinilai dapat mengancam, berbahaya atau memberatkan dan sering berpikir
yang terburuk tentang kesehatan mereka, bahkan ketika ada bukti sebaliknya,
beberapa pasien masih takut terhadap gejala medis yang mereka alami. 2

Pada gangguan simtom somatik yang berat, masalah kesehatan dapat


mengasumsikan peran sentral dalam kehidupan individu, dan menjadi fitur bagi
identitas dirinya dan mendominasi hubungan antar pribadi. 2

Individu biasanya mengalami penderitaan yang terutama difokuskan pada


gejala somatik dan signifikansi yang mereka rasakan. Ketika ditanya secara
langsung tentang penderitaan mereka, beberapa orang menggambarkan kaitannya
secara mendalam dengan aspek-aspek lain dari kehidupan mereka, sementara yang
lain menolak terhadap sumber penderitaan selain gejala somatik. Kualitas yang
berhubungan dengan kesehatan hidup sering terganggu, baik secara fisik dan
mental. Pada gangguan simtom somatik yang berat, gangguan ini ditandai, secara
terus menerus sehingga gangguan tersebut dapat menyebabkan kedaan yang tidak
berguna.2

7
Tingginya mencari pemanfaatan dalam perawatan medis, tidak juga
meredakan kegelisahan individu. Akibatnya pasien mungkin mencari perawatan dari
beberapa dokter untuk hal dan gejala yang sama.orang-orang seperti ini sering
tampak tidak responsif terhadap intervensi medis, dan adanya intervensi baru hanya
memperburuk gejala yang muncul. Beberapa individu dengan gangguan tersebut
tampaknya sangat sensitif terhadap efek samping obat. Sebagian merasa bahwa
penilaian medis yang diberikan dan pengobatan yang diberikan belum memadai. 2

II.4.b. Fitur yang Mendukung Diagnosis

Fitur yang mendukung diagnosis dalam DSM V meliputi dua hal utama, yaitu
fitur kognitif dan perilaku. Dalam fitur perilaku yang paling menonjol adalah sikap
individu yang selalu berulang-ulang dalam mencari pengobatan, menghindari
aktivitas fisik, mengunjungi tempat-tempat perawatan medis, praktik medis, guna
mendapatkan kepuasan dalam mencari penjelasan tentang apa yang dideritanya
saat ini. Tidak jarang pasien dengan gangguan simtom somatik memiliki dokter ahli
lebih dari satu orang (Docter Shopping), bahkan melakukan pemeriksaan medis
yang berulang-ulang. Hal ini dikarenakan untuk mencari penyebab utama terhadap
rasa sakit yang dideritanya, yang bagi mereka dianggap sebagai suatu gejala
somatik yang berat dan mencari pengobatan untuk perbaikan dari gejala yang ada
selama ini.2

Konsultasi medis yang dilakukan individu biasanya hanya terfokus pada


keluhan dan keprihatinan mereka tentang gejala somatik yang ada, dan sulit
biasanya bagi mereka untuk diarahkan ke hal yang lain, sehingga sering timbul
ketidakpuasan bagi mereka jika hanya dengan satu orang dokter ahli dalam
memberikan pelayanan terapi. Hal ini juga yang sering menyebabkan individu
dengan gangguan simtom somatik lebih sering mendatangi praktik dokter dalam
pelayanan medis umum, dibandingkan dengan dokter ahli pelayanan kesehatan
mental (psikiater).2

Bagi individu dengan gangguan simtom somatik percaya bahwasanya dia


dalam keadaan sakit yang benar-benar harus mendapatkan perawatan dan
pengobatan, meskipun tidak terbukti adanya penyakit dalam pemeriksaan yang
dilakukan. Individu dengan gangguan simtom somatik juga sering membesar-
besarkan gejala yang yang ada. Pola perilaku yang seperti inilah yang akan terus

8
berlanjut, meskipun fakta perawatan kesehatan yang telah disediakan dan
ditawarkan kepada mereka telah akurat, namun bagi mereka belum mencapai hal
yang maksimal dan belum memadai. Sehingga diharapkan kejelian yang lebih bagi
seorang psikiater dalam menerima kondisi mereka yang datang dengan gangguan
simtom somatik yaitu dengan mebina hubungan dokter-pasien yang baik, dan
berusaha meyakinkan mereka melakukan prosedur terapi yang benar dan rutin. 5

II.5. Gambaran Klinis

Pasien dengan gangguan simtom somatik memiliki banyak keluhan somatik


dan riwayat medis yang rumit dan panjang.mual dan muntah (selain selama masa
kehamilan), kesulitan menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek, tidak
berkaitan dengan olahraga, amnesia, dan komplikasi kehamilan serta menstruasi
adalah gejala yang paling lazim ditemui. Pasien sering meyakini bahwa mereka telah
sakit selama sebagian besar hidup mereka. Gejala pseudoneurologis mengesankan,
tetapi tidak patogonomik untuk adanya gangguan neurologis. 1

Biasanya lebih sering terjadi pada wanita, dimana gejala tersebut telah
dialaminya pada awal masa remaja dan selalu merasa sakit-sakitan selama
bertahun-tahun dan terus mengulangi keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan yang
melibatkan sistem organ. Untuk membuat diganosis, berdasarkan DSM IV – TR,
membutuhkan sejarah pada beberapa waktu minimal, empat gejala sakit, dua gejala
gastrointestinal, satu gejala seksual, satu gejala pseudoneurological, yang semua
dijelaskan secara medis.5

Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal menonjol pada gangguan


ini; ansietas dan depresi adalah keadaan paling sering. Ancaman bunuh diri lazim
ada tetapi bunuh diri yang sesungguhnya jarang terjadi. Jika terjadi bunuh
diri,biasanya sering terkati dengan penyalahgunaan zat. Riwayat medis pasien
sering berbelit-belit, samar, tidak pasti, tidak konsisten, dan kacau. 1

Pasien secara klasik, tetapi tidak selalu menggambarkan keluhannya dengan


cara yang dramatik, emosional, dan berlebihan, dengan bahasa yang jelas dan
berwarna; mereka dapat bingung dengan urutan waktu dan tidak dapat
membedakan dengan jelas gejala saat ini dengan yang lalu. Pasien perempuan
dengan gangguan simtom somatik dapat berpakaian dengan cara yang

9
ekshibionistik. Pasien dapat dianggap sebagai seorang yang tidak mandiri, terpusat
pada diri sendiri, haus pemujaan, dan manipulatif. 1

Dengan demikian, tidak mengherankan bahwa gangguan simtom somatik


dapat hadir secara sugestif dari beberapa kondisi medis, dan aspek penting dari
gangguan simtom somatik adalah simulasi dari sindrom lainnya. Menurut Cloniger
ada beberapa cara lain untuk menggambarkan perbedaaan antara kondisi medis
umum dengan gangguan simtom somatik, yaitu dengan cara “metode corong
terbalik”, dimana cara ini cocok untuk gangguan simtom somatik yang memiliki
keluhan fisik dan kejiwaan yang berlebihan. Meskipun tidak ada kriteria eksklusi
yang spesifik mengenai gangguan kejiwaan lainnya, kita harus berhati-hati dalam
menerima komorbiditas dan harus kritis dalam mengevaluasi apakah sindrom yang
dijabarkan adalah sindrom yang benar-benar tambahan atau hanya manifestasi dari
gangguan simtom somatik. Seperti halnya terjadi tumpang tindih antara gangguan
simtom somatik dengan gangguan ansietas dan depresi. 3,7

Sebanyak 75 % dari pasien dengan gangguan simtom somatik memiliki


komorbiditas dengan diagnosis Axis I, yang paling sering atau utama adalah
gangguan depresi, dystymia, gangguan panik, fobia dan substansi. Sebanyak dua
pertiga dari pasien dengan gangguan somatisasi, memiliki gejala yang memenuhi
kriteria untuk satu atau lebih gangguan kepribadian, yaitu kepreibadian anti sosial,
paranoid, obsesi kompulsif, dan dramatis.5,7

Gangguan dapat terjadi akibat substrat biologis umum atau faktor sosial
lingkungan, seperti pelecehan pada anak. Pasien dengan gangguan simtom somatik
sering memiliki beberapa masalah sosial dan gaya hidup yang kacau, ditandai
dengan hubungan interpersonal yang buruk, mengganggu atau perilaku yang sulit,
penyalahgunaan zat dan menunjukkan signifikan kerja serta kerusakan sosial. 7

Menurut DSM V, Pada individu yang lebih tua, gejala somatik dan penyakit
medis bersamaan dengan kondisi umum dan fokus pada kriteria B sangat penting
untuk membuat diagnosis. Gangguan simtom somatik mungkin kurang terdiagnosis
pada orang dewasa yang lebih tua baik karena gejala somatik tertentu (misalnya,
nyeri, kelelahan) dianggap sebagai bagian dari penuaan normal, atau karena rasa
khawatir yang dapat dimengerti pada orang dewasa yang lebih tua yang memiliki
penyakit medis yang lebih umum dan obat-obatan daripada orang yang lebih muda.

10
Gangguan depresi bersamaan adalah umum pada orang tua yang hadir dengan
berbagai macam gejala somatik. Pada anak-anak, gejala yang paling umum adalah
nyeri perut berulang, sakit kepala, kelelahan, dan mual. Gejala tunggal yang
menonjol lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. 2

II.6. Diagnosa Banding

Klinisi harus selalu menyingkirkan keadaan medis non psikiatri yang dapat
menjelaskan gejala pasien. Sejumlah gangguan medis sering menunjukkan kelainan
yang sementara dan non spesifik pada kelompok usia yang sama. Awitan berbagai
gejala somatik pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun harus dianggap
disebabkan oleh keadaan medis non psikiatri sampai pemeriksan medis yang
mendalam telah dilengkapi.1

Jika gejala somatik konsisten dengan gangguan mental lainnya (misalnya,


gangguan panik), dan kriteria diagnostik untuk gangguan yang terpenuhi, maka
gangguan mental harus dipertimbangkan sebagai alternatif atau diagnosis
tambahan. Diagnosis terpisah gangguan simtom somatik tidak dibuat jika gejala
somatik dan pikiran terkait, perasaan, atau perilaku hanya terjadi selama episode
depresi utama. Jika seperti yang biasa terjadi, kriteria untuk kedua gangguan
simtom somatik dan diagnosis gangguan mental lainnya terpenuhi, maka keduanya
harus dikodekan, karena keduanya mungkin memerlukan pengobatan. Beberapa
yang termasuk dalam diagnosa banding gangguan simtom somatik :

1. Kondisi medis lainnya


2. Panic disorder
3. Gangguan kecemasan umum
4. Gangguan depresi
5. Gangguan depresi
6. Gangguan konversi
7. Gangguan delusi
8. Gangguan dismorfik tubuh
9. Gangguan obsesi kompulsif.2

II.7. Perjalanan Gangguan dan Prognosis

11
Gangguan simtom somatik adalah gangguan yang bersifat kronis dan sering
membuat tak berdaya. Menurut definisi, gejala harus dimulai sebelum usia 30 tahun,
dan harus ada selama beberapa tahun. Episode meningkatnya keparahan gejala
dan timbulnya gejala yang baru dianggap bertahan selama 6 hingga 9 bulan dan
dipisahkan periode yang tidak terlalu simtomatik selama 9 hingga 12 bulan.
Meskipun demikian, pasien dengan gangguan somatisasi, jarang selama lebih dari
satu tahun tidak mencari perhatian medis. Sering terdapat hubungan antara periode
meningkatnya stres dan memberatnya gejala somatik. 1,7

II.8. Terapi

Gangguan simtom somatik yang paling baik diterapi ketika pasien memiliki
satu dokter yang diketahui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari satu klinisi
yang terlibat, pasien memiliki kesempatan lebih mengekspresikan keluhan
somatiknya. Dokter utama harus melihat pasien selama kunjungan yang terjadwal
teratur, biasanya dengan interval satu bulan. Kunjungan ini harus relatif singkat
walaupun pemeriksaan fisik parisal harus dilakukan untuk memberikan respon
terhadap keluhan somatik baru. Prosedur laboratorium dan didiagnostik tambahan
umunya harus dihindari. Ketika gangguan simtom somatik telah ditegakkan, dokter
yang merawat harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosi, bukan
sebagai keluhan medis.1

Psikoterapi, baik individu maupun kelompok, menurunkan pengeluaran untuk


perawatan kesehatan pribadi pasien hingga 50 persen, sebagian besar dengan
menurunkan angka perawatan rumah sakit.pada lingkungan psikoterapi pasien
dibantu beradaptasi dengan gejalanya, mengekspresikan perasaaanya. 1

Memberikan obat psikotropik ketika ganggguan simtom somatik timbul


bersamaan dengan gangguan mood atau gangguan ansietas, selalu memiliki risiko,
tetapi juga diindikasikan terapi psikofarmakologis dan terapi psikoterapeutik pada
gangguan yang timbul bersamaan. Obat harus diawasi karena pasien dengan
gangguan simtom somatik cendrung menggunakan obatnya dengan tidak tertatur
dan tidak dapat dipercaya. Pada pasien tanpa gangguan jiwa lain, sedikit data yang
tersedia menunjukkan bahwa terapi farmakologis efektif baagi mereka. 1

Managemen gangguan simtom somatik antara lain :

12
1. Mendirikan atau mengembangkan hubungan dokter-pasien.
2. Perlakuan suasana komorbiditas atau gangguan kecemasan, jika ada.
3. Membuat jadwal pertemuan biasa.
4. Secara bertahap mengurangi frekuensi pertemuan.
5. Lakukan pemeriksaan fisik secara teratur.
6. Jangan mengejar keluhan somatik dengan evaluasi lanjut pada uji
laboratorium.
7. Secara bertahap menggeser penekanan dari keluhan somatik yang
didengarkan untuk bicara tentang stresor psikososial.
8. Bekerjasama dengan keluarga untuk memverifikasi sejarah dan membantu
memantau pasien dengan sistem perawatan kesehatan ataupun asupan obat.
9. Mengantisipasi bahwa pasien akan menerima resep obat atau diagnostik
prosedur dari dokter lain
10. Melindungi pasien dari masalah indikasi pembedahan. 5

13
III. KESIMPULAN

Diagnosis gangguan simtom somatik meliputi ; empat gejala nyeri, dua gejala
gastrointestinal, salah satu gejala seksual, salah satu gejala pseudoneurological.
Onset yang terjadi pada gangguan simtom somatik biasanya sebelum usia 30 tahun.
Hal yang dirasakan oleh pasien, biasanya membuat pasien dengan gangguan
simtom somatik akan terus mencoba mencari pengobatan terhadap gejala somatik
yang ada.
Prevalensi seumur hidup gangguan simtom somatik dalam populasi umum
diperkirakan 0,1 sampai 0,2 persen walaupun beberapa kelompok riset yakin angka
sebenarnya dapat lebih mendekati 0,5 persen. Perempuan dengan gangguan
simtom somatik jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali tetapi perkiraan
tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak mendiagnosis gangguan
somatisasi pada pasien laki-laki.
Menurut DSM V, prevalensi gangguan simtom somatik akan lebih tinggi
dibandingkan dengan DSM IV, dengan gangguan simtom somatik yang lebih
terperinci (<1 %), tetapi lebih rendah dari gangguan somatoform yang tidak
tergolongkan sekitar (19 %). Prevalensi gangguan simtom somatik pada umumnya
populasi dewasa mungkin sekitar 5%-7% . Etiologi meliputi ; faktor psikososial,
faktor biologis, genetika dan sitokin.
Gangguan simtom somatik sering terjadi pada wanita, dimana gejala tersebut
telah dialaminya pada awal masa remaja dan selalu merasa sakit-sakitan selama
bertahun-tahun dan terus mengulangi keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan yang
melibatkan sistem organ. Untuk membuat diganosis, berdasarkan DSM IV – TR,
membutuhkan sejarah pada beberapa waktu minimal, empat gejala sakit, dua gejala
gastrointestinal, satu gejala seksual, satu gejala pseudoneurological, yang semua
dijelaskan secara medis. Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal menonjol
pada gangguan ini; ansietas dan depresi adalah keadaan paling sering. Ancaman
bunuh diri lazim ada tetapi bunuh diri yang sesungguhnya jarang terjadi. Jika terjadi
bunuh diri,biasanya sering terkati dengan penyalahgunaan zat. Riwayat medis
pasien sering berbelit-belit, samar, tidak pasti, tidak konsisten, dan kacau.

14
Beberapa yang termasuk dalam diagnosa banding gangguan simtom somatik :

1. Kondisi medis lainnya


2. Panic disorder
3. Gangguan kecemasan umum
4. Gangguan depresi
5. Gangguan depresi
6. Gangguan konversi
7. Gangguan delusi
8. Gangguan dismorfik tubuh
9. Gangguan obsesi kompulsif.

Managemen gangguan simtom somatik antara lain :

1. Mendirikan atau mengembangkan hubungan dokter-pasien.


2. Perlakuan suasana komorbiditas atau gangguan kecemasan, jika ada.
3. Membuat jadwal pertemuan biasa.
4. Secara bertahap mengurangi frekuensi pertemuan.
5. Lakukan pemeriksaan fisik secara teratur.
6. Jangan mengejar keluhan somatik dengan evaluasi lanjut pada uji
laboratorium.
7. Secara bertahap menggeser penekanan dari keluhan somatik yang
didengarkan untuk bicara tentang stresor psikososial.
8. Bekerjasama dengan keluarga untuk memverifikasi sejarah dan membantu
memantau pasien dengan sistem perawatan kesehatan ataupun asupan obat.
9. Mengantisipasi bahwa pasien akan menerima resep obat atau diagnostik
prosedur dari dokter lain
10. Melindungi pasien dari masalah indikasi pembedahan.

15
IV. DAFTAR RUJUKAN
1. Sadock BJ, Sadock VA. Somatoform Disorder. In Kaplan & Sadock Synopsis
of Psychiatry. 10th edition. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins, 2007. p.
635-651.
2. American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder, 5 th.Edition. American Psychistric Association. 2013 .p. 309-314.
3. Kay J, Tasman A, Essentials of Psychiatry, USA : John Willey & Sons, 2006,
p. 654-677.
4. Lezzi T, Duckworth MP, adams HE, Somatoform and Facitious Disorders. In
Adams & Sutleer, Editors. Comprehensive Handbook of Psychopathology. 3 th.
Edition, New York : Kluwer Academic Publisher, 2002, p. 211-250.
5. Loise MG, Rundell JR, Clinical Manual of Psychosomatic Medicine,
Washington DC : american Psychiatric Publishing Inc, 2005, p. 121-148.
6. Escobar JI, Somatoform Disorder. In Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan &
Sadock’s, Editors. Comprehensive Texbook of Psychiatry. 9 th. Edition, vol I
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2009, p. 1928-1947.
7. Abbey ES, Somatization and Somatoform Disorders. In Laenson JL, Editors.
Textbook of Psychosomatic Medicine, Washington DC : American Psychiatric
Publishing Inc, 2005, p. 271-294.

16

Anda mungkin juga menyukai