Anda di halaman 1dari 15

Gangguan Somatisasi

Nilasari Wulandari
102011367
e-mail: nilasariwulandari@ymail.com
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Gangguan somatisasi sudah dikenal sejak zaman mesir kuno.Nama awalnya untuk
gangguan somatisasi adalah hysteria, suatu keadaan yang secara tidak tepat diperkirakan hanya
mengenai wanita saja. Hysteria berasal dari bahasa Yunani Hysteria yang diartikan sebagai
rahim. Pada abad ke-17, Thomas syndenham menemukan bahwa faktor psikologis yang
dinamakannya penderitaan yang mendahului (antecendent sorrow) adalah terlibat dalam
patogenese gejala somatisasi. Ditahun 1859 Paul Briquet, seorang dokter Perancis mengamati
banyaknya gejala dan sistem organ yang terlibat dalam perjalanan penyakit yang biasanya
kronis. 1
Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani soma yang berarti tubuh.Dan gangguan
somatoform adalah kelompok penyakit luas dan memiliki tanda serta gejala berkaitan dengan
tubuh sebagai komponen utama.Gangguan ini mencakup interaksi pikiran tubuh.Pada
pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukan adanya kaitan dengan keluhan pasien.
Gangguan somatoform meliputi: Gangguan somatisasi (somatization disorder), Gangguan
konversi

(conversion

disorder),

Gangguan

nyeri

(pain

disorder),

Hipokondriasis

(hypochondriasis), Gangguan dismorfik tubuh (body dysmorphic Disorder).1,2


Prosedur Pemeriksaan
Pemeriksaan psikiatrik lengkap berbeda dari pemeriksaan medik umum, dalam hal
perhatian khusus yang diarahkan pada manifestasi fungsi mental, emosional dan perilaku.
Pemeriksaan dilakukan untuk menyusun laporan tentang keadaan psikologik dan psikopatologik
pasien.kerangka umum pemeriksaan lengkap terdiri atas:2

1. Pemeriksaan tidak langsung (indirect examination)

Anamnesis-keluhan tentang gangguan sekarang dan laporan pasien mengenai


perkembangan tentang keluhannya itu, serta riwayat situasi hidup pasien.

Keterangan mengenai pasien yang diperoleh dari pihak keluarga atau orang yang
mengenalnya.

2. Pemeriksaan langsung (direct examination)

Pemeriksaan fisik terutama status internus dan neurologik

Pemeriksaan khusus psikik: penampilan umum, bidang emosi, bidang


pikiran/ideasi, bidang motorik/perilaku.

3. Pemeriksaan tambahan, yang dilakukan apabila ada tambahan khusus untuk


melaksanakan pemeriksaan itu seperti uji psikologik, elektroensefalografi, foto sinar
tembus, CT scan, pemeriksaan zat kimia tubuh misalnya hormon, dll.
Inti prosedur pemeriksaan psikiatrik adalah pemeriksaan khusus psikik (penampilan
umum, bidang emosi-afek, pikiran ideasi, motorik perilaku) selanjutnya evaluasi data yang
diperoleh harus dibuat dalam konteks keseluruhan data yang dihasilkan dari pemeriksaan
lengkap.2
Data khusus psikiatrik yang dihasilkan dari suatu pemeriksaan psikiatrik adalah data
perihal fungsi kejiwaan, yang diperoleh melalui observasi penampilan dan perilaku pasien,
pengamatan interaksi antara dokter dan pasien, pengamatan interaksi antara pasien dan
lingkungannya, dan pemahaman humanistiksang dokter mengenai pasien. alat pemeriksaan
psikiatrik adalah kepribadian dokter sendiri. Pemeriksaan ini diarahkan , dan data diungkapkan
dalam pembicaraan antara dokter dan pasien, yang disebut wawancara psikiatrik.
Wawancara Psikiatrik
Wawancara merupakan wadah utama pemeriksaan psikiatrik.Secara teknis sukar
dipisahkan, misalnya antara anmnesis dan pemeriksaan khusus psikik dan antara bidang-bidang
khusus pemeriksaan psikik.Agar wawancara dapat menghasilkan data yang dapat diandalkan
hendaknya senantiasa diusahakan untuk menciptakan dan memelihara hubungan yang optimal
anatara dokter dan pasien.Pemeriksa membuka percakapan dengan perkenalan yang dilanjutkan
dengan pengambilan anamnesis yang terdiri atas keluhan utama, hal mengenai penyakit saat ini,
riwayat lampau, riwayat keluarga.Anamnesis diambil dari pasien sendiri dan dapat dilakukan
2

allo-anamnesis kepada keluarga, teman dan orang-orang sekitar yang berhubungan langsung
dengan pasien.2
1. Data pribadi
Berupa nama, alamat, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
bahasa, suku bangsa dan agama. Catat pula tempat dan situasi saat dilakukan wawancara
terhadap pasien sumber informasi dan apakah gangguan yang dialami pasien adalah
gangguan yang pertama kali dialami pasien.Tanyakan atau perlu diketahui apakah pasien
datang sendiri dibawa oleh anggota keluarga atau dikonsultasikan oleh sejawat.
2. Keluhan utama
Tanyakan keluhan yang membuat pasien datang berobat.gangguan kesehatan apa yang
saudara alami?. Pada umumnya pertanyaan ini dapat memacu pasien untuk bercakap
bebas yang menghasilkan keterangan yang jauh lebih bermakna.Keluhan utama dapat
bersifat kabur seperti: perasaan tegang, ragu, firasat yang aneh Seringkali pasien
menggunakan sejumlah gejala somatik, sakit kepala, sakit pinggang, mual, muntah, sesak
nafas.
3. Riwayat gangguan sekarang
Gambaran tentang awal dan perkembangan peyakitnya, riwayat keluhannya sekarang
secara kronologis dan menyeluruh.Perlu pula dinilai faktor lingkungan hidup menjelang
awal gejala/perubahan perilaku, latar belakang kepribadian.Dapatkan data mengenai
dampak gangguan terhadap kehidupan pasien sekarang, sifat disfungsinya.Eksplorasi
pula kemungkinan adanya gejala psikofisiologis, kaitan timbal balik antara gejala atau
faktor psikologis dan gejala fisik, serta kecemasan dan sifatnya.2
4. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kejadian yang pernah dialami pasien dari lingkungan luar maupun dalam
dirinya dan reaksi-reaksi terhadapnya. Tanyakan penyakit yang diderita sebelumnya
5. Riwayat Keluarga
Tanyakan apakah keluarga pasien adanya yang mengalami keluhan yang sama.
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga.

Pemeriksaan Fisik
Dari anamnesis dapat diperoleh hal-hal tertentu yang perlu diperiksa secara khusus atau
lebih mendalam pada pemeriksaan fisik.Apabila pemeriksaan fisik sudah dilakukan sebelumnya,
dapat ditentukan pemeriksaan fisik tambahan lainnya yang masih perlu.
Penampilan dan perilaku umum:

Apakah pasien terlihat rapih atau lusuh; apakah

sikapnya tegang, santai, kaku, tak peduli; apakah ia banyak bicara atau sedikit; nada suara
lembut atau keras, terbata-bata atau lancer.
Kesadaran:

Nilai kesadaran pasien, keadaan sadar yang baik

yaknicompos mentis,

kesadaran menurun , sopor, somnolen, koma.


Ekspresi
Tanda-tanda vital
Gangguan somatisasi
Gangguan somatisasi banyak dicirikan dengan gejala-gejala somatik yang banyak tidak
dapat dijelaskan berdasarkan pemeriksaan fisik maupun laboratorium.Keluhan yang diutarakan
pasien sangat melimpah dan meliputi berbagai sistem organ seperti gastrointestinal, seksual saraf
dengan keluhana nyeri.Gangguan ini bersifat kronis berkaitan dengan stresor psikologis yang
bermakna, menimbulkan hendaya dibidang sosial dan okupasi, serta adanya perilaku mencari
pertolongan medis yang berlebihan. Dikenal juga dengan briquets syndrome.3
Keluhan yang paling sering biasanya berhubungan dengan sistem organ gastrointestinal
(perasaan sakit, kembung, bertahak, mual dan muntah ) dan keluhan pada kulit seperti rasa gatal,
terbakar, kesemutan, baal dan pedih. Pasien juga sering mengeluhkan rasa sakit di berbagai
organ atau sistem tubuh, misalnya persendian, tulang belakang, dada atau nyeri saat berhubungan
badan.Kadangjuga terdapat keluhan disfungsi seksual dan gangguan haid.4

Epidemiologi
Prevalensi sepanjang hidup gangguan pada populasi diperkirakan adalah 0,1 0,2%
walaupun beberapa kelompok penelitian percaya bahwa angka sesungguhnya mungkin
mendekati 0,5 %. Wanita dengan gangguan somatisasi melebihi jumlah laki laki sebesar 5-20
kali, walupun perkiraan tertinggi mungkin karena kecenderungan awal yang tidak mendiagnosis
4

ganguan somatisasi pada laki-laki. Namum demikian, dengan rasio wanita berbanding laki-laki
adalah 5 berbanding 1, prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi pada wanita dipopulasi
umum adalah 1 atau 2 persen. Gangguan somatisasi didefinisikan dimulai sebelum usia 30
tahun, tetapi seringkali mulai usia belasan tahun (remaja). 1,3
Etiologi
a. Faktor Psikososial
Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui.Secara psikososial gejala gangguan ini
merupakan bentuk komunikasi sosial yang bertujuan untuk menghindari kewajiban,
mengekspresikan emosi, atau menyimpulkan perasaan.Pengajaran orang tua, contoh orang
tua, dan budaya dapat mengakibatkan pasien terbiasa menggunakan somatisasi.3
b. Faktor Biologis
Data genetik menunjukan bahwa

gangguan somatisasi memiliki komponen genetic.

Gangguan cendrung menurun pada kelurga dan terjadi pada 10-20% wanita turunan
pertama sedangkan saudara laki-lakinya cenderung menjadi penyalahgunaan zat dan
gangguan kepribadian antisosial. Pada kembar monozigot transmisi terjadi 29%
sedangkan dizigot 10%.1
Pada penelitian sitokin, suatu area studi ilmu neurologi dasar dapat relevan dengan
gangguan somatisasi dan somatoform lainnya. Sitokin ini molekul pembawa pesan yang
digunakan sistem imun untuk berkomunikasi didalam dirinya sendiri dan dengan sistem
saraf , termasuk otak. Sejumlah studi melaporkan adanya penurunan metabolism lobus
frontalis dan hemisfer nondominan.1
Gambaran Klinis
Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan riwayat medik
yang panjang dan rumit.Gejala-gejala umum yang sering dikeluhkan adalah mual, muntah
(bukan karena kehamilan), sulit menelan, sakit pada lengan dan tungkai, nafas pendek (bukan
pada olahraga), amnesia, komplikasi kehamilan dan menstruasi adalah gejala yang lazim
ditemui.Seringkali pasien beranggapan dirinya menderita sakit sepanjang hidupnya.Gejala
5

pseudoneurologik sering dianggap gangguan neurologic namun tidak patognomonik. Misalnya


gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan lokal, sulit menelan atau
merasa ada gumpalan ditenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau
sakit, penglihatan kabur, buta, tuli, bangkitan atau kehilangan kesadaran bukan karena pingsan.1,3
Selama perjalanan penyakit, penderita gangguan somatisasi mengeluhkan sekurangkurangnya empat gejala nyeri yaitu dua gejala gastrointestinal, satu gejala seksual dan satu
gejala neurologis yang tidak dapat dijelaskan melalui pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Penderitaan psikologik dan masalah interpersonal menonjol, dengan cemas dan depresi
merupakan gejala psikiatri yang paling sering muncul.Ancaman sering bunuh diri sering
dilakukan, namun bunuh diri aktual sangat jarang.Biasanya pasien mengungkapkan keluhannya
secara dramatik, dengan muatan emosi dan berlebihan. Pasien-pasien ini biasanya tampak
mandiri, terpusat pada dirinya, haus penghargaan dan pujian, dan manipulatif.3
Diagnosis
Diagnosis gangguan somatisasi menurut DSM IV TR memberi syarat awitan gejala
sebelum usia 30 tahun. Selama perjalanan gangguan, keluhan pasien harus memenuhi minimal 4
gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala seksual, dan 1 gejala pseudoneurologik, serta tak
satupun dapat dijelaskan melalui pemeriksaan fisik dan laboratorik. Berikut kriteria diagnosis
gangguan somatisasi menurut DSM IV TR. 1
a) Riwayat banyak keluhan fisik, yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi
selama periode lebih dari beberapa tahun dan menyebabkan pencarian pengobatan
atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya.1
b) Kombinasi dari gejala-gejala yang tidak terjelaskan, yang terjadi kapanpun selama
perjalanan dari gangguan, yang semuanya harus dipenuhi. Gejala-gejala yang
dimaksud antara lain 1,3,5:
i. 4 gejala nyeri (melibatkan minimal 4 lokasi atau fungsi yang berbeda meliputi
kepala dan leher, abdomen, punggung, sendi, ekstremitas, dada, rektum,
selama menstruasi, selama hubungan seksual, dan saat berkemih)
ii. 2 gejala gastrointestinal selain nyeri (meliputi mual, kembung, muntah, diare,
dan intoleransi makanan)
6

iii. Satu gejala seksual (kehilangan keinginan seksual, disfungsi seksual, mens
ireguler, perdarahan mens yang berlebihan, muntah-muntah selama hamil)
iv. Satu gejala pseudoneurologik yang bukan nyeri (meliputi gangguan
keseimbangan,

kelemahan,

kesulitan

menelan,

halusinasi,kehilagan sensasi sakit dan raba,

afonia,

retensi

urin,

pandangan ganda, kebutaan,

ketulian, kejang, disosiasi, dan kehilangan kesadaran)


c) Salah satu dari: 1. Setelah penelusuran yang sesuai, tiap gejala pada kriteria B tak
dapat sepenuhnya dijelaskan sebagai akibat kondisi medik umum atau merupakan
efek langsung dari zat, karena medikasi) 2. Apabila terdapat kondisi medik umum
yang terkait, keluhan fisik atau hendaya sosial atau pekerjaan yang diakibatkannya
melebihi daripada yang diharapkan berdasarkan riwayat, penemuan fisik dan
laboratorium
d) Gejala-gejalanya tidak dibuat secara sengaja atau berpura-pura.
Diagnosis gangguan somatisasi menurut PPDGJ III.F45.0 pedoman diagnostik. Diagnosis
pasti memerlukan semua hal berikut5:
a) Adanya keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas
dasar adanya kelainan fisik yang sudah belangsung sedikitnya 2 tahun
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya
c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya dimasyarakat dan keluarga yang berkaitan dengan
sifat keluhan-keluhannya yang tampak dari perilakunya.
Perjalanan penyakit
Perjalanan penyakit gangguan somatisasi bersifat kronik. Diagnosisnya dtegakkan
sebelum usia 25 tahun, namun gejala awal sudah dimuali saat remaja. Masalah menstruasi
biasanya merupakan keluhan paling dini yang muncul pada wanita.Periode keluhan yang ringan
berlangsung 9-12 bulan, sedangkan gejala yang berat pengembangan dari keluhan-keluhan baru
berlangsung selama 6-9 bulan.Sebelum setahun biasanya pasien sudah mencari pertolongan
medis.Adanya tekanan peningkatan tekanan kehidupan mengakibatkan eksaserbasi gejala-gejala
somatik.3
7

Prognosis
Gangguan somatisasi cenderung bersifat kronis dan berfluktuasi. Remisi total jarang
tercapai. Dengan tatalaksana yang tepat maka distress dapat dikurangi namun tidak dapat sama
sekali dihilangkan.
Tatalaksana
Non-Farmakoterapi
I.

Etiologi fisik gangguan somatisasi tidak diketahui. Oleh karena itu, pendekatan
untuk tatalaksana pasien yang mengalami gangguan tersebut adalahdengan
mencari dasar gangguan jiwa yang dialami pasien.Gangguan cemas dan depresi
merupakan dua diagnosisyang biasanya mendasari gangguan somatisasi.
Walaupun untuk keadaan saat inikeluhan depresi dan cemas sering ditemukan
sudah tidaklagi memenuhi kriteria diagnosis, namun biasanya dari riwayatpasien
ditemukan adanya suatu gangguan depresi dancemas di masa lalu.Tata laksana
pasien

dengan

kondisi

somatisasi

sebenarnya

lebih

bertumpu

pada

upayapsikoterapi dan psikoedukasi.


Tiga pilar utama dalampenanganan kasus somatisasi (a)hubungan dokter pasien
yang kuat di antara keduanya, (b)edukasi pasien tentang sebab dan asal mula
keluhan somatik,serta (c) dukungan dan bantuan yang menenangkan pasien.
Fokus utama hubungan antara dokter dan pasien adalahbahwa dokter (psikiater)
percaya bahwa gejala dan penderitaanyang dialami pasien adalah benar.
Kepercayaanterhadap pasien akan memperlihatkan bahwa doktermempunyai
minat terhadap kondisi pasien dan niat yangtinggi untuk membantu masalahnya.6
II.

Edukasipasien. Keluhan somatic adalah keluhan yang dikenal di dalam dunia


medis.

Untuk

itudokter

yang

menangani

pasien

seperti

ini

perlu

mempunyaipengetahuan yang cukup tentang konsep biopsikososial,patofisiologi


gangguan kejiwaan, neuropsikiatri, ilmu perilaku,dan psikoneuroimunologi
sebagai salah satu cabang ilmuterbaru yang mendukung penjelasan tentang faktor
stress psikososial dan hubungannya dengan terjadinya keluhansomatik pasien.6

III.

Langkah ketiga adalah selalu memberikan kepastiankepada pasien. Pasien dengan


gangguan somatisasi seringkali tetap selalu memperhatikan tentangkeluhan
somatiknya dari waktu ke waktu. Suatu waktu dalammasa kehidupannya, keluhan
somatiknya akan berulang daninilah saat dokter diuji dalam memberikan
dukungan kepastiantentang keadaan yang sebenarnya.Hubungan yang kuat antara
dokter dan pasien menjadihal yang sangat penting untuk memberikan keamanan
dankenyamanan bagi pasien. Pasien harus diberikan pemahamanbahwa segala hal
yang dianggap sebagai faktor penyebabkondisinya telah dinilai. Tujuan jangka
panjangnya adalahmengubah diskusi pasien mengenai keluhannya menjadidiskusi
tentang kehidupan pasien sehari-hari.6

Farmakoterapi
Gangguan cemas dan depresi.Gangguan cemas yang paling sering dialami oleh
pasiendengan

keluhan

somatik

adalah

gangguan

panik

dangangguan

cemas

menyeluruh.Hampir semua gejala kecemasanmelibatkan sistem saraf otonom sehingga


menimbulkangejala khas, seperti palpitasi, nafas pendek, mual atauperasaan tidak
nyaman di perut, serta mulut kering.Haltersebut yang membuat dokter memberikan obat
anti cemas golongan benzodiazepin ketikamenemukan kasus keluhan somatik di tempat
praktiknya.
a) Obat golongan benzodiazepine
Sangat

efektif mengatasicemas.Efeknya

obat.Namun,penggunaan
penyalahgunaan,toleransi,

obat
dan

yang beragam

tersebut

banyak

ketergantungan.Hal

itu

tergantung

jenis

menimbulkan
disebabkanoleh

penggunaan benzodiazepin dalam jangka waktu panjang,tanpa dosis yang tepat


dan tanpa pengawasan dokter.Beberapa obat golongan benzodiazepin yang
seringdigunakan

dalam

pengobatan

keluhan

cemas

adalahalprazolam,

clonazepam, lorazepam, dan diazepam.Alprazolamdan clonazepam telah lama


dipakai sebagai obat untukgangguan panik karena efektif dan cepat mengatasi
gejalaserangan panik.Dosis alprazolam yang digunakan untukpengobatan
gangguan cemas panik lebih besar daripadapengobatan gangguan cemas
menyeluruh. Rentang dosisyang biasa digunakan dalam praktik sehari-hari adalah
0,5mg sampai 1,5 mg untuk kondisi gangguan panik dengandosis terbagi.6
9

b) Obat golongantrisiklik
Efektif untuk mengobati gangguan cemas panik.Imipramin adalah salah satu obat
dari golongan trisiklikyang merupakan pilihan utama.Namun, obat tersebut
sulitditemukan selain harganya yang agak tinggi.Selainimipramin, terdapat
beberapa obat golongan trisoklik lainAmitriptilin dapat digunakandengan dosis
antara 12,5-50 mg. Obat tersebut merupakanantidepresan trisiklik yang sangat
murah dan banyak terdapatdi pusat pelayanan primer di Indonesia.6
Rujuk Psikiatri
Merujuk pasien kepada dokter ahli jiwa.Untuk mendapatkan penatalaksanaan yang lebih
tepat.
Diagnosis Banding
a. Hipokondriasis
Hipokondriasis didefinisikan sebagai orang yang berpreokupasi dengan ketakutan
atau keyakinan menderita penyakit yang serius. Pasien dengan hipokondriasis memiliki
interpretasi yang tidak realistis maupun akurat tentang gejala atau sensasi fisik, meskipun
tidak ditemukan penyebab medis. Preokupasi pasien menimbulkan penderitaan bagi
dirinya dan mengganggu kemampuannya untuk berfungsi secara baik dibidang sosial,
interpersonal maupun pekerjaan.3
Epidemiologi , prevalensi hipokondriasis 4-6% dari populasi pasien medik umum,
dan kemungkinan tertinggi adalah 15%. Awitan dari gejala dapat terjadi pada segala usia,
namun yang tersering adalah usia 20-30 tahun. Angka kejadian tak dipengaruhi oleh
strata sosial, pendidikan maupun perkawinan, namun bersifat sementara saja. 1,3
Etiologi hipokondriasis disebabkan pasien memiliki skema kognitif yang
salah.Pasien

menginterpretasikan

sensasi

fisik

yang

mereka

rasakan

secara

berlebihan.Sebagai contoh, seseorang secara normal mempersepsikan sebagai rasa


kembung, oleh pasien hipokokndriasis menambah dan memperbesar sensasi somatic yang
dialaminya. Menurut teori psikodinamik hipokondriasis terjadi karena permusuhan dan
agresi dipindahkan ke dalam bentuk somatik melalui mekanisme repression dan
displacement kedalam keluahan somatic.Kemarahan yang dimaksud berasal dari kejadian
10

penolakan dan ketidakpuasan di masa lalu. Selain kemarahan, dapat juga penyebabnya
adalah rasa bersalah dan gejala timbul karena pasien ingin menebus kesalahannya melalui
penderitaan somatik.3
Gambaran klinis. Pasien hipokondriasis yakin bahwa mereka menderita penyakit
serius yang belum bisa didetaksi, den mereka sulit diyakinkan yang sebaliknya. Mereka
mempertahankan keyakinan bahwa dirinya mengidap suatu penyakit, dan dengan
berjalannya waktu

keyakinanya beraslih ke penyakit lain. Keyakinannya bertahan

meskipun hasil laboratorium negative.Jinaknya perjalanan penyakit yang dicurigai, dan


penentraman dari dokter.Meskipun demikian peyakinan tersebut tidak sampai bertaraf
waham. Hipokondriasis seringkali disertai dengan gejala depresi, atau berkomerbid
dengan gangguan depresi atau gangguan cemas.3
Meskipun DSM-IV-TR menyebutkan bahwa gangguan ini harus sudah
berlangsung sekurangnya 6 bulan, keadaan hipokondriakal sesaat dapat saja terjadi
setelah adanya tekanan yang berat misalnya kematian atau penyakit serius yang diderita
seseorang yang bermakna bagi pasien. Keadaan ini yang berlangsung kurang dari 6 bulan
harus didiagnosa sebagai gangguan somatoform yang tak tergolongkan.Kondisi
hipokondriasis sesaat sebagai respon terhadap tekanan biasanya hilang bila tekanan tidak
ada lagi, tetapi bisa menjadi kronik bila diperkuat oleh orang dalam sistem pasien atau
oleh profesi kesehatan.
Diagnosis berdasarkan DSM-IV, kriteria diagnosis hipokondriasis adalah sebagai
berikut

1,3,5,8:

a. Preokupasi dengan ketakutan atau ide bahwa seseorang mempunyai penyakit


serius berdasarkan interpretasi yang salah terhadap gejala-gejala tubuh
b. Preokupasi menetap meskipun telah dilakukan evaluasi medik dan penentraman
c. Keyakinan pada kriteria A tidak mempunyai intensitas seperti waham
d. Preokupasi menimbulkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau hendaya
dlaam bidang sosial, pekerjaan, dan fungsi penting lainnya
e. Lamanya gangguan sekurangnya 6 bulan
f. Preokupasi bukan disebabkan gangguan cemas menyeluruh, gangguan obsesif
kompulsif, gangguan panic

11

Perjalanan penyakit hipokondriasis biasanya episodik, yang durasinya setiap


episode berkisar antara bulan-tahun.Dapat terjadi periode tenang di antara episodeepisode.
Hipokondriasis cenderung menjadi kronis dengan periode remisi dan eksaserbasi
yang dipicu stres.Prognosis yang baik berkaitan dengan status sosial ekonomi yang
tinggi, pengobatan terhadap cemas dan depresi yang responsif, onset gejala mendadak,
tidak ada gangguan kepribadian, dan tidak ada gangguan medis non-psikiatrik yang
terkait. Bila yang menderita hipokondriasis adalah anak-anak maka akan membaik saat
remaja atau dewasa awal.3
b. Depresi
Sebelum membahas lebih lanjut tentang gangguan depresi, lebih dahulu dipahami
apa yang dimaksud dengan emosi dan mood dan mengapa kedua tanda tersebut harus
dipahami. Dalam pembahasan emosi tercakup antara lain afek, mood, emosi yang lain
dan gangguan psikologi yang berhubungan dengan mood. Oleh karena bagian ini
membahas tentang gangguan depresi, maka pembahasan dibatasi pada emosi dan mood.7
Emosi merupakan kompleksitas perasaan yang meliputi psikis, somatik dan
perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood. Dalam buku yang lain emosi
biasanya sinonim dengan afek, yaitu suasana perasaan hati seorang individu. Mungkin
lebih tepat menggunakan kata emosi untuk perasaan yang dihayati secara sadar,
sedangkan kata afek dirujukan pada dorongan yang lebih mendalam yang mendasari
kehidupan perasaan yang sadar maupun nirsadar. Mood merupakan subjektivitas
peresapan emosi yang dialami dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang
lain; termasuk sebagai contoh adalah depresi, elasi dan marah.
Pasien dengan keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan
minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau
bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas,
kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif. Gangguan ini hampir selalu
menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.1
Kreteria diagnostik pasien depresi Mood terdepresi, kehilangan minat dan
berkurangnya energi adalah gejala utama dari depresi.

12

Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih atau kehilangan minat selama 2


minggu atau ditambah 4 karteria berikut ini.2,8
-

Tidur insomnia atau hipersomnia hamper setiap hari

Menurunnya minat dan kesenagan terhadap kegiatan sepanjang waktu

Perasaan bersalah berlebihan atau rasa tidak berharga

Kehilangan energy

Konsentrasi dan kemampuan berpikir menurun, sulit membuat keputusan

Selera makan menurun atau bertambah

Timbul pikiran bunuh diri berulang kali

c. Gangguan Cemas
Gangguan cemas merupakan kondisi gangguan ditandai dengan kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistic
terhadap berbagai peristiwa sehari-hari. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk
dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatic seperti tegang otot,
iritabilitas, kesulitan tidur, kegelisahan, sehingga menimbulkan penderitaan yang
bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.9
Gambaran klinis kecemasan sifat berlebihan dan mempengaruhi aspek kehidupan
pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai gemetaran, kelehan, sakit
kepala.Hiperaktivitas otonom timbul pernapasan pendek, berkeringat, palpitasi, disertai
gejala gangguan pencernaan. Pasien datang kedokter umum dengan keluhan somatic atau
karena gelisah spesifik seperti diare kronik.
Kriteria diagnostic cemas menurut DSM IV-TR : Kecemasan atau kekhawatiran
timbul berlebihan hampir setiap hari dan terjadi sekurangnya 6 bulan penderita sulit
mengendalikan kekhawatirannya. Kecemasan dan khawatirnya disertai 3 atau lebih dari 6
gejala berikut: kegelisahan; merasa mudah lelah; sulit berkonsentrasi dan pikiran jadi
kosong; iritabilitas; ketegangan otot; gangguan tidur. 9
d. Gangguan Panik
Diantara gangguan cemas yang dikenal, gangguan panik merupakan gangguan
yang lebih sering dijumpai akhir-akhir ini. Dari penelitian diketahui bahwa dinegara13

negara barat, gangguan panik dialami lebih kurang 1,7% dari populasi orang dewasa.
Angka kejadia sepanjang hidup gangguan panik dilaporkan 1,5-5 %, sedangkan serangan
panik sebanyak 3-5%.1
Tanda dan gejala. Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik yang
berulang, serangan panik terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala
otonomik yang kuat, terutama sistem kardiovaskuler dan sistem peenapasan. Serangan
sering dimulai selama 10 menit, gejala meningkat secara cepat. Kondisi cemas pada
gangguan panik biasanya dialami secara tiba-tiba, dapat meningkat hingga sangat tinggi
disetai gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu rasa nyeri didada, berdebar-debar
keringat dingin, hingga merasa seperti tercekik. Hal ini dialami tidak terbatas pada situasi
rangkaian kejadian tertentu dan biasanya tidak terduga sebelumnya. Kondisi ini dapat
berulang hingga membuat individu yang mengalaminya menjadi sangat khawatir bahwa
dia akan mengalami lagi keadaan tersebut (disebut anticipatory anxiety). Hal ini
membuatnya berulangkali berusaha mencari pertolongan dengan pergi kerumah sakit
terdekat.10
Kesimpulan
Dokter harus menggunakan pendekatan biopsikososial dalam tata laksana pasien
walaupun bukan pasien dengan kondisi gangguan jiwa.Untuk diagnosis gangguan somatoform
berdasarkan DSM IV-TR terdapat gejala nyeri, dua gejala gastrointestinal, satu gejala seksual,
dan satu gejala neurologis semu, yang pemeriksaan fisik atau laboratorium tidak adekuat. Tata
laksana pasien dengan gangguan somatisasi berlangsung secara menyeluruh baik dari segi
farmakoterapi dan psikoterapi.
Daftar Pustaka
1. Kaplan HI, Sadock BJ. Buku ajar psikistri klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2010.h. 268-70.
2. Utama H. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
h. 265-68.
3. Hadisukanto G. Ganngguan somatoform. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting.
Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2010. h.265-79.

14

4. Zubaidah S. Gangguan somatoform. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera


Utara; 2009.h.10.
5. Maslim, R. Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2003.h.84.
6. Andri. Konsep biopsikososial pada keluhan psikosomatik. J Indon Med Assoc September
2011; 61(9):377-79.
7. Ismail RI, Siste K. Gangguan depresi.Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting.
Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2010. h.265-79.209-19.
8. Kaplan MD, Harlod I, Benjamin J, Sadock. Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta:
Penerbit Widya Medika; 1998.h. 227-31.
9. Redayani P. Gangguan cemas. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku ajar
psikiatri. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2010. h.231-33.
10. Elvira S, Kusumadewi I. Gangguan panik. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G,
penyunting. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2010. h.235-39.

15

Anda mungkin juga menyukai