Nilasari Wulandari
102011367
e-mail: nilasariwulandari@ymail.com
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Gangguan somatisasi sudah dikenal sejak zaman mesir kuno.Nama awalnya untuk
gangguan somatisasi adalah hysteria, suatu keadaan yang secara tidak tepat diperkirakan hanya
mengenai wanita saja. Hysteria berasal dari bahasa Yunani Hysteria yang diartikan sebagai
rahim. Pada abad ke-17, Thomas syndenham menemukan bahwa faktor psikologis yang
dinamakannya penderitaan yang mendahului (antecendent sorrow) adalah terlibat dalam
patogenese gejala somatisasi. Ditahun 1859 Paul Briquet, seorang dokter Perancis mengamati
banyaknya gejala dan sistem organ yang terlibat dalam perjalanan penyakit yang biasanya
kronis. 1
Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani soma yang berarti tubuh.Dan gangguan
somatoform adalah kelompok penyakit luas dan memiliki tanda serta gejala berkaitan dengan
tubuh sebagai komponen utama.Gangguan ini mencakup interaksi pikiran tubuh.Pada
pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukan adanya kaitan dengan keluhan pasien.
Gangguan somatoform meliputi: Gangguan somatisasi (somatization disorder), Gangguan
konversi
(conversion
disorder),
Gangguan
nyeri
(pain
disorder),
Hipokondriasis
Keterangan mengenai pasien yang diperoleh dari pihak keluarga atau orang yang
mengenalnya.
allo-anamnesis kepada keluarga, teman dan orang-orang sekitar yang berhubungan langsung
dengan pasien.2
1. Data pribadi
Berupa nama, alamat, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
bahasa, suku bangsa dan agama. Catat pula tempat dan situasi saat dilakukan wawancara
terhadap pasien sumber informasi dan apakah gangguan yang dialami pasien adalah
gangguan yang pertama kali dialami pasien.Tanyakan atau perlu diketahui apakah pasien
datang sendiri dibawa oleh anggota keluarga atau dikonsultasikan oleh sejawat.
2. Keluhan utama
Tanyakan keluhan yang membuat pasien datang berobat.gangguan kesehatan apa yang
saudara alami?. Pada umumnya pertanyaan ini dapat memacu pasien untuk bercakap
bebas yang menghasilkan keterangan yang jauh lebih bermakna.Keluhan utama dapat
bersifat kabur seperti: perasaan tegang, ragu, firasat yang aneh Seringkali pasien
menggunakan sejumlah gejala somatik, sakit kepala, sakit pinggang, mual, muntah, sesak
nafas.
3. Riwayat gangguan sekarang
Gambaran tentang awal dan perkembangan peyakitnya, riwayat keluhannya sekarang
secara kronologis dan menyeluruh.Perlu pula dinilai faktor lingkungan hidup menjelang
awal gejala/perubahan perilaku, latar belakang kepribadian.Dapatkan data mengenai
dampak gangguan terhadap kehidupan pasien sekarang, sifat disfungsinya.Eksplorasi
pula kemungkinan adanya gejala psikofisiologis, kaitan timbal balik antara gejala atau
faktor psikologis dan gejala fisik, serta kecemasan dan sifatnya.2
4. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kejadian yang pernah dialami pasien dari lingkungan luar maupun dalam
dirinya dan reaksi-reaksi terhadapnya. Tanyakan penyakit yang diderita sebelumnya
5. Riwayat Keluarga
Tanyakan apakah keluarga pasien adanya yang mengalami keluhan yang sama.
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga.
Pemeriksaan Fisik
Dari anamnesis dapat diperoleh hal-hal tertentu yang perlu diperiksa secara khusus atau
lebih mendalam pada pemeriksaan fisik.Apabila pemeriksaan fisik sudah dilakukan sebelumnya,
dapat ditentukan pemeriksaan fisik tambahan lainnya yang masih perlu.
Penampilan dan perilaku umum:
sikapnya tegang, santai, kaku, tak peduli; apakah ia banyak bicara atau sedikit; nada suara
lembut atau keras, terbata-bata atau lancer.
Kesadaran:
yaknicompos mentis,
Epidemiologi
Prevalensi sepanjang hidup gangguan pada populasi diperkirakan adalah 0,1 0,2%
walaupun beberapa kelompok penelitian percaya bahwa angka sesungguhnya mungkin
mendekati 0,5 %. Wanita dengan gangguan somatisasi melebihi jumlah laki laki sebesar 5-20
kali, walupun perkiraan tertinggi mungkin karena kecenderungan awal yang tidak mendiagnosis
4
ganguan somatisasi pada laki-laki. Namum demikian, dengan rasio wanita berbanding laki-laki
adalah 5 berbanding 1, prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi pada wanita dipopulasi
umum adalah 1 atau 2 persen. Gangguan somatisasi didefinisikan dimulai sebelum usia 30
tahun, tetapi seringkali mulai usia belasan tahun (remaja). 1,3
Etiologi
a. Faktor Psikososial
Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui.Secara psikososial gejala gangguan ini
merupakan bentuk komunikasi sosial yang bertujuan untuk menghindari kewajiban,
mengekspresikan emosi, atau menyimpulkan perasaan.Pengajaran orang tua, contoh orang
tua, dan budaya dapat mengakibatkan pasien terbiasa menggunakan somatisasi.3
b. Faktor Biologis
Data genetik menunjukan bahwa
Gangguan cendrung menurun pada kelurga dan terjadi pada 10-20% wanita turunan
pertama sedangkan saudara laki-lakinya cenderung menjadi penyalahgunaan zat dan
gangguan kepribadian antisosial. Pada kembar monozigot transmisi terjadi 29%
sedangkan dizigot 10%.1
Pada penelitian sitokin, suatu area studi ilmu neurologi dasar dapat relevan dengan
gangguan somatisasi dan somatoform lainnya. Sitokin ini molekul pembawa pesan yang
digunakan sistem imun untuk berkomunikasi didalam dirinya sendiri dan dengan sistem
saraf , termasuk otak. Sejumlah studi melaporkan adanya penurunan metabolism lobus
frontalis dan hemisfer nondominan.1
Gambaran Klinis
Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan riwayat medik
yang panjang dan rumit.Gejala-gejala umum yang sering dikeluhkan adalah mual, muntah
(bukan karena kehamilan), sulit menelan, sakit pada lengan dan tungkai, nafas pendek (bukan
pada olahraga), amnesia, komplikasi kehamilan dan menstruasi adalah gejala yang lazim
ditemui.Seringkali pasien beranggapan dirinya menderita sakit sepanjang hidupnya.Gejala
5
iii. Satu gejala seksual (kehilangan keinginan seksual, disfungsi seksual, mens
ireguler, perdarahan mens yang berlebihan, muntah-muntah selama hamil)
iv. Satu gejala pseudoneurologik yang bukan nyeri (meliputi gangguan
keseimbangan,
kelemahan,
kesulitan
menelan,
afonia,
retensi
urin,
Prognosis
Gangguan somatisasi cenderung bersifat kronis dan berfluktuasi. Remisi total jarang
tercapai. Dengan tatalaksana yang tepat maka distress dapat dikurangi namun tidak dapat sama
sekali dihilangkan.
Tatalaksana
Non-Farmakoterapi
I.
Etiologi fisik gangguan somatisasi tidak diketahui. Oleh karena itu, pendekatan
untuk tatalaksana pasien yang mengalami gangguan tersebut adalahdengan
mencari dasar gangguan jiwa yang dialami pasien.Gangguan cemas dan depresi
merupakan dua diagnosisyang biasanya mendasari gangguan somatisasi.
Walaupun untuk keadaan saat inikeluhan depresi dan cemas sering ditemukan
sudah tidaklagi memenuhi kriteria diagnosis, namun biasanya dari riwayatpasien
ditemukan adanya suatu gangguan depresi dancemas di masa lalu.Tata laksana
pasien
dengan
kondisi
somatisasi
sebenarnya
lebih
bertumpu
pada
Untuk
itudokter
yang
menangani
pasien
seperti
ini
perlu
III.
Farmakoterapi
Gangguan cemas dan depresi.Gangguan cemas yang paling sering dialami oleh
pasiendengan
keluhan
somatik
adalah
gangguan
panik
dangangguan
cemas
efektif mengatasicemas.Efeknya
obat.Namun,penggunaan
penyalahgunaan,toleransi,
obat
dan
yang beragam
tersebut
banyak
ketergantungan.Hal
itu
tergantung
jenis
menimbulkan
disebabkanoleh
dalam
pengobatan
keluhan
cemas
adalahalprazolam,
b) Obat golongantrisiklik
Efektif untuk mengobati gangguan cemas panik.Imipramin adalah salah satu obat
dari golongan trisiklikyang merupakan pilihan utama.Namun, obat tersebut
sulitditemukan selain harganya yang agak tinggi.Selainimipramin, terdapat
beberapa obat golongan trisoklik lainAmitriptilin dapat digunakandengan dosis
antara 12,5-50 mg. Obat tersebut merupakanantidepresan trisiklik yang sangat
murah dan banyak terdapatdi pusat pelayanan primer di Indonesia.6
Rujuk Psikiatri
Merujuk pasien kepada dokter ahli jiwa.Untuk mendapatkan penatalaksanaan yang lebih
tepat.
Diagnosis Banding
a. Hipokondriasis
Hipokondriasis didefinisikan sebagai orang yang berpreokupasi dengan ketakutan
atau keyakinan menderita penyakit yang serius. Pasien dengan hipokondriasis memiliki
interpretasi yang tidak realistis maupun akurat tentang gejala atau sensasi fisik, meskipun
tidak ditemukan penyebab medis. Preokupasi pasien menimbulkan penderitaan bagi
dirinya dan mengganggu kemampuannya untuk berfungsi secara baik dibidang sosial,
interpersonal maupun pekerjaan.3
Epidemiologi , prevalensi hipokondriasis 4-6% dari populasi pasien medik umum,
dan kemungkinan tertinggi adalah 15%. Awitan dari gejala dapat terjadi pada segala usia,
namun yang tersering adalah usia 20-30 tahun. Angka kejadian tak dipengaruhi oleh
strata sosial, pendidikan maupun perkawinan, namun bersifat sementara saja. 1,3
Etiologi hipokondriasis disebabkan pasien memiliki skema kognitif yang
salah.Pasien
menginterpretasikan
sensasi
fisik
yang
mereka
rasakan
secara
penolakan dan ketidakpuasan di masa lalu. Selain kemarahan, dapat juga penyebabnya
adalah rasa bersalah dan gejala timbul karena pasien ingin menebus kesalahannya melalui
penderitaan somatik.3
Gambaran klinis. Pasien hipokondriasis yakin bahwa mereka menderita penyakit
serius yang belum bisa didetaksi, den mereka sulit diyakinkan yang sebaliknya. Mereka
mempertahankan keyakinan bahwa dirinya mengidap suatu penyakit, dan dengan
berjalannya waktu
1,3,5,8:
11
12
Kehilangan energy
c. Gangguan Cemas
Gangguan cemas merupakan kondisi gangguan ditandai dengan kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistic
terhadap berbagai peristiwa sehari-hari. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk
dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatic seperti tegang otot,
iritabilitas, kesulitan tidur, kegelisahan, sehingga menimbulkan penderitaan yang
bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.9
Gambaran klinis kecemasan sifat berlebihan dan mempengaruhi aspek kehidupan
pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai gemetaran, kelehan, sakit
kepala.Hiperaktivitas otonom timbul pernapasan pendek, berkeringat, palpitasi, disertai
gejala gangguan pencernaan. Pasien datang kedokter umum dengan keluhan somatic atau
karena gelisah spesifik seperti diare kronik.
Kriteria diagnostic cemas menurut DSM IV-TR : Kecemasan atau kekhawatiran
timbul berlebihan hampir setiap hari dan terjadi sekurangnya 6 bulan penderita sulit
mengendalikan kekhawatirannya. Kecemasan dan khawatirnya disertai 3 atau lebih dari 6
gejala berikut: kegelisahan; merasa mudah lelah; sulit berkonsentrasi dan pikiran jadi
kosong; iritabilitas; ketegangan otot; gangguan tidur. 9
d. Gangguan Panik
Diantara gangguan cemas yang dikenal, gangguan panik merupakan gangguan
yang lebih sering dijumpai akhir-akhir ini. Dari penelitian diketahui bahwa dinegara13
negara barat, gangguan panik dialami lebih kurang 1,7% dari populasi orang dewasa.
Angka kejadia sepanjang hidup gangguan panik dilaporkan 1,5-5 %, sedangkan serangan
panik sebanyak 3-5%.1
Tanda dan gejala. Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik yang
berulang, serangan panik terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala
otonomik yang kuat, terutama sistem kardiovaskuler dan sistem peenapasan. Serangan
sering dimulai selama 10 menit, gejala meningkat secara cepat. Kondisi cemas pada
gangguan panik biasanya dialami secara tiba-tiba, dapat meningkat hingga sangat tinggi
disetai gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu rasa nyeri didada, berdebar-debar
keringat dingin, hingga merasa seperti tercekik. Hal ini dialami tidak terbatas pada situasi
rangkaian kejadian tertentu dan biasanya tidak terduga sebelumnya. Kondisi ini dapat
berulang hingga membuat individu yang mengalaminya menjadi sangat khawatir bahwa
dia akan mengalami lagi keadaan tersebut (disebut anticipatory anxiety). Hal ini
membuatnya berulangkali berusaha mencari pertolongan dengan pergi kerumah sakit
terdekat.10
Kesimpulan
Dokter harus menggunakan pendekatan biopsikososial dalam tata laksana pasien
walaupun bukan pasien dengan kondisi gangguan jiwa.Untuk diagnosis gangguan somatoform
berdasarkan DSM IV-TR terdapat gejala nyeri, dua gejala gastrointestinal, satu gejala seksual,
dan satu gejala neurologis semu, yang pemeriksaan fisik atau laboratorium tidak adekuat. Tata
laksana pasien dengan gangguan somatisasi berlangsung secara menyeluruh baik dari segi
farmakoterapi dan psikoterapi.
Daftar Pustaka
1. Kaplan HI, Sadock BJ. Buku ajar psikistri klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2010.h. 268-70.
2. Utama H. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
h. 265-68.
3. Hadisukanto G. Ganngguan somatoform. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting.
Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2010. h.265-79.
14
15