Anda di halaman 1dari 14

Anemia Defisiensi Besi

Nilasari Wulandari
102011367
e-mail: nilasariwulandari@ymail.com
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Anemia merupakan masalah medik yang sering dijumpai di klinik di seluruh
dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat terutama di negara
berkembang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta
kesehatan fisik. Oleh karena frekuensinya demikian sering, anemia terutama anemia
ringan seringkali tidak mendapat perhatian dan dilewati para dokter di praktek klinik.
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunn jumlah massa eritrosit
(red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen
dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer yang disebut penurunan oxygen carrying
capacity. Secara praktis anemia ditunjukkan

oleh penurunan kadar hemoglobin,

hematokrit, atau hitung eritrosit. Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri
(disease entity), tapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying
disease). Oleh karena itu, dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai label anemia
tapi harus ditetapkan penyakit dasar penyebab anemia tersebut.
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoeisis, karena pcadangan besi kosong (depleted iron store)
yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan haemoglobin berkurang.ADB ditandai
oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium menunjukkan cadangan besi
kosong.
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis
terbagi menjadi dua tipe, yang pertama autoanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan
langsung kepada pasien, yang kedua alloanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan
1

kepada pihak keluarga, orang tua, atau kerabat selain pasien. Yang termasuk didalam
alloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan
semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Dalam kasus ini yang
perlu dilakukan adalah autoanamnesis karena pasien sudah dapat untuk dimintai
keterangan secara langsung. Yang perlu ditanyakan pada anamnesis adalah sebagai
berikut:
a. Identitas : Nama lengkap, Umur, Jenis kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama dan
suku bangsa
b. keluhan utama: Keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat
c. Riwayat perjalanan penyakit :
o Lama keluhan
o Bertambah berat/ berkurang
o Pertama kali dirasakan/ pernah sebelumnya
o Upaya pengobatan yang dilakukan dan hasilnya
o Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? (Lelah, malaise, sesak napas, nyeri
dada atau tanpa gejala)
o Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?
o Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe.
o

Adakah gejala yang konsisten dengan malabsorpsi? Adakah tanda tanda


kehilangan darah dari saluran cerna? tinja gelap, darah per rektal, muntah
butiran kopi)?

o Jika pasien seorang wanita, adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan?


Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, penggunaan tampn serta
pembalut?
o Adakah sumber kehilangan darah yang lain?
d. Riwayat penyakit dahulu
o Adakah dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya ?
o Adakah riwayat penyakit kronis (misalnya artritis reumatoid atau gejala yang
menunjukkan keganasan)?
2

o Adakah tanda-tanda kegagalan sumsum tulang (memar, perdarahan, dan infeksi


yang tidak lazim atau rekuren)?
o

Adakah hemolisis? misalnya ikterus.

o Adakah riwayat anemia sebelumnya?


o Adakah disfagia (akibat lesi esofagus yang menyebabkan anemia atau selaput
pada esofagus akibat anemia defisiensi besi)?
o Apakah pernah mengalami gastrektomi parsial atau total ?
e. Riwayat keluarga: Adakah riwayat anemia dalam keluarga ? (talasemia, dan anemia
hemolitik)
f. Riwayat berpergian: kemungkinan infeksi parasit (misalnya cacing tambang dan
malaria)?
g. Obat-obatan: Obat-obatan tertentu berhubungan dengan kehilangan darah
(misalnya OAINS menyebabkan erosi lambung atau supresi sumsum tulang akibat
obat sitotoksik)
Pemeriksaan Fisik
1. umum
a. Keadaan umum: Tampak sakit ringan, pucat.
b. Kesadaran: Kompos mentis
c. Tanda-tanda vital: dalam batas normal.
2. Pemeriksaan lain
a. Inspeksi
ditemukan konjungtiva anemis. Dapat juga ditemukan stomatitis angularis,
atrofi papil lidah
Ekstremitas Khas ditemukan koilonikia yaitu kelainan pada kuku, tidak
ditemukan edema pada tungkai.
b. Palpasi : Abdomen - Bisa ditemukan splenomegali pada pasien ADB yang
berat, persisten dan ADB yang tidak diterapi.
c. Auskultasi: Thoraks - murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung

Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap (Kadar hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, trombosit, hitung
retikulosit, gambaran darah tepi)
a) Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit
Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar
hemogglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun.
MCV <70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia
major. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung
lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi. 1
b) Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis
dan poiklilositosis. Makin berat derajat anemia, makin berat derajat
hipokromia. Jika terjadi

hipokromia dan mikrositosis ekstrim, maka sel

tampak sebagai sebuah cincin (ring cell), atau memanjang seperti elips,
disebut sebagai sel pensil (pencil cell atau cigar cell). Kadang-kdang dijumpai
sel target. 1
c) Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia
ringan dapat dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena
cacing tambang dijumpai eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada
ADB dengan dengan episode perdarahan akut.1
d) Hitung retikulosit, presentase normal 0,5-2,5%. Jika hitung retikulosit
menurun menunjukan adanya gangguan fungsi sumsum tulang atau kurangnya
rangsang eritropoitin. ( kapita selekta)
2. Kimia Darah ( Serum iron, TIBC, Saturasi transferin dan feritin serum)
a) Konsentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) untuk
mengukur banyaknya besi yang diikat transferin nila serum dijenuhkan
dengan besi. Normal rasio serum besi : TIBC= 1:3. Pada anemia defisiensi
besi meningkat >350g/dl,
b) Kadar besi serum (SI) mengukur kadar besi serum yang terikat transferin.
Pada keadaan anemia defisiensi besi kadar besi serum menurun <50g/dl.
c) Saturasi transferin untuk mengukur presentase transferin yang berikatan
dengan besi. Dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk
4

kriteria diganosis ADB saturasi transferin <15%. Ada juga memakai saturasi
transferin <16%, atau <18%. 1
d) Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik kecuali
pada keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cutt off point)
untuk feritin serum pada ADB diapakai angka <12g/l, tetapi ada juga yang
memakai <15g/l. untuk daerah tropik di mana angka infeksi dan inflamasi
masih tinggi. Feritin

serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk

diagnosis ADB yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik di
klinik maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak
terlalu sensitif. Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan
adanya defisiensi besi, tetapi feritin serum di atas 100mg/dl dapat memastikan
tidak adanya defisiensi besi.
3. Protoporfirin
Protoporfirin merupakan bahan antara dalam pembentukan heme. Apabila sintesis
heme terganggu, misalnya karena defisiensi

besi,

maka protoporfirin akan

menumpuk dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari 30 mg/dl. Untuk
defisiensi besi, protoporfirin bebas adalah lebih dari 100mg/dl. Keadaan yang sama
juga didapatkan pada anemia akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam.1
4. Pemeriksaan sumsum tulang
Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang
dengan normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur.
Normoblas ini disebut sebagai mikronormoblast. Pewarnaan sumsum tulang
dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir
hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal

40-60% normoblast

mengandung

granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblast negatif. Di klinik,


pewarnaan besi pada sumsum tulang dianggap sebagai baku emas (gold standard)
diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir ini perannya banyak diambil alih
oleh pemeriksaan ferritin serum yang lebih paraktis.1 Keterbatasan metode ini bersifat
subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang
memadai dan teknik yang digunakan. Pemeriksaan ini suatu teknik invasif, sehingga
sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.
5

Diagnosis Kerja
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah suatu anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi dalam proses eritropoesis. Keadaan ini dapat timbul oleh
karena gangguan absorpsi besi, perdarahan menahun, kebutuhan yang meningkat, serta
asupan nutrisi yang kurang sehingga hal ini dapat menyebabkan cadangan besi menjadi
kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin pun juga akan
berkurang sehingga pasien akan tampak lemas dan pucat. Untuk menegakan diagnois
dilakukan berdasrkan pemeriksaan fisik dan gejala klinis serta pemeriksaan penunjang.
Adapun hasil pemeriksaan darah untuk menegakan diagnosis adalah: 1,2

Kadar hemoglobin yang rendah (laki-laki < 13g/dl; perempuan <12g/dl)

Nilai hematokrit yang rendah (laki-laki <47 %; perempuan < 42%)

Volume eritrosit rata-rata (MCV) < 80 fl

Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata (MCHC) < 31% (N:32-35%)

Kadar Fe serum (SI) <50 ug/dl (N:80-180ug/dl)

Saturasi Transferin <15% (N:20-50%)

Feritin serum < 20 mg/I (laki-laki 30-300ng/mL; perempuan 10-200 ng/mL)

Daya ikat Besi total ( TIBC) > 350 mg/dl (Rasio SI: TIBC: 1:3)

Jumlah sel darah merah yang rendah, diikuti morfologi sel darah merah akan
tampak hipokrom mikrositik

. Diagnosis Banding

Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran


anemia hipokromik mikrositer lain. Keadaan yang sering memberi gambaran klinis
dan laboratorium yang hampir sama dengan ADB adalah talasemia minor dan anemia
karena penyakit kronis. Keadaan lainnya adalah anemia

sideroblastik.

membedakannya diperlukan

dan

anamnesis,

pemeriksaan fisik

ditunjang

Untuk
oleh

pemeriksaan laboratorium.
1. Anemia sideroblastik
Anemia sideroblastik merupakan kelompok gangguan heterogen dengan defek yang
umum. Dimana terjadi ketidakmampuan menggunakan zat besi dalam sintesis
6

hemoglobin meskipun simpanan besi tersedia dalam jumlah memadai. Anemia tipe ini
dapat bersifat herediter atau didapat (akuisita). Anemia tipe herediter umumnya
responsif dengan pemberian piridoksin (vitamin B6), namun untuk tipe yang akuisita
ini bersifat resisten dengan pengobatan dan biasanya berakhir fatal dalam waktu 10
tahun. Penyakit ini memiliki kemiripan dengan anemia deffisiensi besi oleh karena
pada pemeriksaan dapat kita temukan bahwa struktur sel darah merah akan tampak
mikrositik hipokrom. Namun dari segi gejala yang ditimbulkan anemia sideroblastik
memiliki gejala umum (sindroma anemia) yang lebih nyata, disebabkan oleh
pewarisan akibat kromosom X. Sedangkan penyebab anemia sideroblastik yang
didapt ialah akibat zat toksik seperti alcohol dan isoniazid. Serta penyakit lain seperti
atritis rematoid , SLE, multiple myeloma, tuberculosis.3
2. Thalasemia
Penyakit Thalasemia merupakan kelompok herediter anemia hemolitik ditandai
dengan gangguan sintesis rantai polipeptida komponen protein pada hemoglobin.3
Gambaran klinis ditemukan hepatomegali dan spenomegali. Pada talasemia minor
morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara sederhana untuk
membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlah sel darah merah
yang meningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya pada
ADB jumlah sel darah merah menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan
MCV. Cara mudah dapat diperoleh dengan cara membagi MCV dengan jumlah
eritrosit, bila nilainya <13 menunjukkan talasemia minor

sedangkan bila >13

merupakan ADB. Pada talasemia minor didapatkan basophilic stippling, peningkatan


kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA2.
3. Anemia penyakit kronik
Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan anemia. Merupakan salah satu
penyakit yang paling banyak diderita pada pasien dengan penyakit inflamasi kronis
dan malignansi. Inflamasi kronis dapat disebabkan oleh infeksi (misalnya abses paru,
pneumonia, TB paru) dan penyakit bukan infeksi (misalnya rheumatoid arthritis, SLE,
sarkoidosis, penyakit Crohn). Penyakit keganasan yang dapat menyebabkan anemia
diantaranya adalah limfoma, karsinoma, dan sarcoma.3 Gambaran morfologi darah
tepi anemia karena penyakit kronis biasanya normokrom normositik, tetapi bisa
7

juga ditemukan hipokrom mirkositik. Terjadinya anemia pada penyakit kronis


disebabkan oleh terganggunya mobilisasi besi dan makrofah oleh transferin. Dapat
ditemukan: 2
o Morfologi eritrosit normokromik, normositik, atau hipokromik ringan (MCV
jarang kurang dari 75 fL)
o Anemia ringan dan non-progresif (hemoglobin jarang kurang dari 9.0 g/dL) di
mana beratnya anemia tergantung dari penyakit dasarnya.
o Besi serum dan daya ikat besi total berkurang
o Ferritin serum normal atau meningkat
o Elektroforesis Hb normal
o Simpanan zat besi retikuloendotelial sumsum tulang normal namun zat besi
eritroblas berkurang.

Algoritme pendekatan diagnosis pasien dengan anemia hipokrom mikrositer

Epidemiologi
Dari segi prevalensi terjadinya penyakit ADB merupakan jenis anemia yang
paling sering ditemukan baik di klinis ataupun masyarakat terutama di negara
berkembang. Di Indonesia penyakit ini dapat mengenai laki-laki maupun wanita baik
yang sedang hamil ataupun tidak, namun prevalensinya lebih sering dialami oleh wanita
8

hamil yaitu sekitar 42-92% kasus dibandingkan laki-laki dewasa yang mencapai 16-50%
kasus dan wanita tak hamil 25-48% kasus. Tingginya prevalensi kasus ADB pada wanita
hamil disebabkan oleh karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat serta minimnya
kepatuhan ibu untuk meminum pil besi pada saat masa kehamilan.1
Faktor resiko
Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:
-

Wanita menstruasi

Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi

Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat

Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan
daging dan telur selama bertahun-tahun.

Menderita penyakit maag, Colon cancer

Penggunaan aspirin jangka panjang

Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan
brokoli dan bayam

Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi,
gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat pendarahan menahunKehilangan besi
akibat pendarahan menahun dapat berasal dari: 1

Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang

Saluran genitalia perempuan : monorrhagia atau metrorhagia

Saluran kemih : hematuria

Saluran napas : hemoptoe

Faktor nutrisi : akibat kurangnya besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C,
dan rendah daging)

Kebutuhan besi meningkat: prematuritas, masa pertumbuhan, dan kehamilan

Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, kolitis kronik


9

Gejala klinis
Dari aspek gejalnya pasien yang mengalami ADB dapat dibagi kedalam tiga
golongan besar, yaitu gejala umum dari anemia, gejala khas akibat deffisiensi besi, serta
gejala pada penyakit dasar.1
Pada aspek gejala umum dari anemia atau yang bisa kita sebut sebagai (anemia
syndrome) biasa dapat kita temukan apabila pasien dalam keadaan anemia berat dimana
Hb menurun sampai dibawah 7-8 g/dl diamana dalam keadaan normal kadar Hb seorang
wanita adalah 12-14 g/dl. Biasa gejala yang dapat kita temukan seperti lemah, lesu, cepat
lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga yang mendenging. Namun gejala ini tidak
terlalu mencolok olh karena pada pasien ADB penurunan Hb tidak berlangsung secara
drastis dibandingkan anemia lain yang mengalami penurunan Hb dengan cepat, hal ini
dikarenakan tubuh dapat melakukan mekanisme kompensasinya dengan baik.1,4
Selain itu terdapat gejala khas yang dapat kita temukan pada pasien yang
mengalami ADB antara lain : 1,4

Koilonychias : suatu kondisi yang ditandai dengan kuku sendok (spoon nail),
kuku menjadi rapuh, bergaris vertical, dan menjadi cekung sehingga tampak
seperti sendok.

Atrofi papil lidah : suatu kondisi yang ditandai dengan papil lidah menjadi licin
dan mengkilap oleh karena papil yang menghilang.

Stomatitis angularis : suatu kondisi yang ditandai dengan adanya peradangan pada
sudut mulut yang ditandai dengan adanya bercak berwarna pucat keputihan.

Disfagia : suatu kondisi yang ditandai dengan nyeri saat menelan oleh karena
kerusakan epitel hipofaring

Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan kondisi akhloridia (asam lambung


tidak terbentuk)
Selain itu juga dapat kita temukan gejala oleh karena penyakit dasar, contohnya

bila pasien mengalami ADB oleh karena infeksi cacing tambang biasa pada pasien dapat
kita temukan gejala dyspepsia, parotis yang membengkak, serta kulit telapak tangan
bewarna kuning seperti jerami.1

10

Gambar 1: stomatitis angularis 2

Gambar 2: glossitis 2

Gambar 3: Koilonychia 2

Patogenesis ADB
Simpanan besi umumnya cukup untuk dipakai selama beberapa tahun, pada orang
sehat tetap terjadi pengeluaran besi secara terus menerus sehingga keseimbangan besi
bergantung pada asupan dan penyerapan yang adekuat. Besi terutama dihemoglobin dan
disimpan di sebagian besar sel tubuh dalam bentuk feritin.4
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi
makinmenurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau
negative iron balance. Keadaan ini ditandai dengan penurunan kadar ferritin serum,
peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang.1
Apabila berkurangnya besi berlanjut terus menerus maka cadangan besi menjadi
kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoeisis berkurang sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi.
Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoeisis. Pada fase ini, kelainan pertama
yang dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorpyrin
dalam eritrosit. Saturasi transrferin menurun dan Total Iron Binding Capacity (TIBC)
meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan reseptor
transferin dalam serum.1
Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoeisis semakin terganggu
sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik
mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan
besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku,
epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.1

11

Tatalaksana
Dalam menangani kasus ADB oleh karena faktor nutrisi maka penanganan yang
dapat dilakukan adalah dengan memberikan preparat besi untuk menggantikan
kekurangan besi dalam tubuh dengan memberikan terapi besi oral atau parentral.
Terapi Besi Oral: Pemberian terapi besi oral ferrous sulphat merupakan terapi
pilihan utama oleh karena efektif, murah, dan aman. Dosis anjuran adalah
3x200 mg, preparat ini bermanfaat dalam meningkatkan proses eritropoiesis.
Preparat ini sebaiknya diberikan saat lambung kosong, namun kemungkinan
timbulnya efek samping lebih sering dibanding saat makan. Adapun efek
samping yang mungkin terjadi adalah gangguan gastrointestinal (mual, muntah,
dan konstipasi) sehingga untuk mencegah dapat dilakukan dengan menurunkan
dosisnya. Pengobatan ini dapat dilakukan selama 6-12 bulan sampai kadar Hb
normal. Dan untuk mencegah kekambuhan maka dapat dilakukan pemberian
dosis pemeliharaan sebesar 100-200 mg. 1,5

Pemberian preparat besi dengan injeksi juga dapat dilakukan bila terjadi
intoleransi dengan pemberian oral, gangguan pencernaan, atau kepatuhan
pasien untuk minum obat yang rendah. Preparat yang digunakan iron dextran
kompleks yang mengandung 50 mg besi/ml, dan efek samping yang mungkin
muncul adalah reaksi anafilaktik, mual, muntah, dan nyeri perut.1,5

Pengobatan lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan diet yaitu
dengan makan-makanan yang tinggi protein terurtama yang berasal dari hewan.
Selain itu mengkonsumsi vitamin C juga dapat meningkatkan absorpsi besi
dosis yang dapat diberikan yaitu 3x100 mg.

Transfusi darah dilakukan bila penyakit jantung anemik dengan ancaman


payah jantung. Anemia dengan gejala simptomatik pusing yang mencolok,
serta wanita yang sedang hamil trimester akhir atau preoperasi.1,5

Prognosis
Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja
dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala
anemia dan menifestasi klinis lannya akan membaik dengan pemberian preparat besi.
12

Komplikasi

Overdosis supplement besi oral atau IM yang dapat menimbulkan


ganggungan pada saluran cerna.

Anemia yang parah dapat menghasilkan hipoksemia dan meningkatkan


terjadinya insufisiensi koroner dan iskemia miokard. Demikian pula, dapat
memperburuk status paru pasien dengan penyakit paru kronis.6

Kardiomegali hingga gagal jantung akibat jantung harus bekerja lebih


keras dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik .

Kerusakan struktur dan fungsi jaringan epitel dapat diamati pada


pasienkekurangan zat besi. Kuku menjadi rapuh atau longitudinal
bergerigi dengan perkembangan koilonychia (kuku sendok). Lidah dapat
menunjukkan atrofi papila lingual dan kelihatan mengkilap. Angular
stomatitis dapat terjadi dengan celah di sudut mulut.

Pada defisiensi zat besi dengan kehilangan progresif sekresi asam, pepsin,
dan faktor intrinsik dan pembentukan antibodi terhadap sel parietal
lambung. Vili usus kecil menjadi tumpul.6

Pencegahan
Adapun pencegahan yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi timbulnya
penyakit ADB adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan, pemberantasan infeksi
cacing tambang, pemberian supplement besi sebagai langkah profilaksis untuk
masyarakat yang rentan mengalami ADB, dan fortifikasi bahan makanan agar dapat
memenuhi kebutuhan tubuh akan besi.1,5
Kesimpulan
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoeisis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store)
yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan haemoglobin berkurang.ADB ditandai
oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium menunjukkan cadangan besi
kosong. Anemia hanya sebagai gejala, jadi untuk diagnosis harus sebisa mungkin dicari
13

penyakit dasar yang menyebabkan anemia defisiensi besi yang dialami pasien. Preparat
besi oral merupakan terapi pilihan utama, namu jika ada indikasi tertentu, pemberian
parenteral dapat dipertimbangkan. Selain itu perubahan dalam diet dan sanitasi
lingkungan terutama untuk mencegah infeksi cacing tambang adalah sangat penting dan
signifikan untuk membantu proses penyembuhan dan sekaligus sebagai langkah
pencegahan.
Daftar pustaka
1.

Bakta M I, Suega K, Dharmayuda T G. Anemia defisisnesi besi. Dalam: Sudoyo


Aru w, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus Simadibrata, Setiati S, penyunting. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publisihing;2009.h.1131-6.

2.

Hoffbrand AV, Moss P. Kapita selekta hematologi. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2013.h.35-42.

3.

Kowalak, Welsh, Mayer. Sistem hematologi. Dalam: Buku Ajar Patofisiologi.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h. 444-51.

4.

Davoren JB. Kelainan darah. Dalam: McPhee S, Ganong WF. Patofisologi penyakit.
Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011. h. 138-40.

5.

Ahmad HA. Anemia deffisiensi besi. Dalam: Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. h. 358-60.

6.

Permono B, Sutaryo ,Ugrasena. Anemia defisiensi

besi. Dalam: Buku ajar

hematologi-onkologi. Jakarta: Badan penerbit IDAI;2005.h.30-42.

14

Anda mungkin juga menyukai