GANGGUAN BIPOLAR
Pembimbing:
Disusun oleh:
030.15.003
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
kasih sayang serta nikmat-Nya, sehingga penulis sebagai dokter muda Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti dapat menyelesaikan Tugas Reading dengan judul
“Peran Trauma Masa Kanak Dalam Gangguan bipolar”.
Tugas Reading ini dibuat untuk memenuhi tugas dan pembelajaran dalam menempuh
kepanitieraan klinik ilmu kesehatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto Heerjan
Jakarta. Penyusunan Tugas Reading ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan
berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. M Riza Syah, SpKJ
sebagai pembimbing dalam penyusunan Tugas Reading ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan Tugas Reading ini masih banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis memohon maaf atas kekurangannya. Kritik dan
saran dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk memperbaiki kekurangan yang
ada. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada pembaca dan semoga Tugas
Reading ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
HALAMAN PENGESAHAN
READING
Judul:
GANGGUAN BIPOLAR
Abstrak
Ulasan ini akan membahas peran trauma masa kanak pada gangguan bipolar.
Studi yang relevan diidentifikasi melalui Medline (PubMed) dan basis data PsycINFO
diterbitkan hingga dan Juli 2015. Review ini bertujuan untuk memahami konsekuensi
negative stress pada masa kanak, serta kejadian trauma masa kanak-kanak dalam
konteks kekerasan biologis dan membahas konsekuensi patofisiologis jangka panjang
pada gangguan bipolar. Peristiwa traumatis pada masa kanak adalah faktor risiko dalam
terjadinya gangguan bipolar, di samping manifestasi klinis yang lebih parah seiring
waktu (terutama pada onset usia dini dapat peningkatan risiko percobaan bunuh diri
dan penyalahgunaan zat zat adiktif). Trauma masa kanak-kanak menyebabkan
perubahan fisiologis tubuh seperti menurunnya kontrol impuls, dan fungsi kognitif
yang mungkin menurun, serta kemampuan untuk mengatasi stresor pada masa dewasa
kelak. Trauma masa kanak-kanak berinteraksi dengan beberapa gen pathway biologis
[ Seperti axis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA), transmisi serotonergik,
neuroplastisitas, imunitas, dan ritme sirkadian] untuk mengurangi onset timbulnya
gangguan pada usia muda atau meningkatkan risiko bunuh diri. Faktor epigenetik juga
dapat terlibat dalam konsekuensi neurobiologis trauma masa kanak-kanak pada
gangguan bipolar. Sekuele biologis seperti peradangan kronis, gangguan tidur, atau
pemendekan telomer sebagai mediator yang sangat potensial akan timbul dari efek
negatif trauma masa kanak-kanak pada gangguan bipolar, khususnya yang berkaitan
dengan kesehatan fisik. Implikasi klinis utama adalah menilai trauma masa kanak-
kanak secara sistematis pada pasien dengan gangguan bipolar, atau setidaknya pada
mereka dengan yang parah atau tidak stabil. Tantangan untuk tahun-tahun berikutnya
adalah mengisi kesenjangan antara klinis dan penelitian mendasar dan praktik rutin,
karena rekomendasi untuk menatalaksana gangguan bipolar ini masih kurang. Secara
khusus, sedikit yang diketahui tentang psikoterapi mana yang harus disediakan atau
target terapi mana yang harus difokuskan pada, serta bagaimana trauma masa kanak
bisa menjelaskan resistensi terhadap mood stabilizer.
Interaksi antara trauma masa kanak dan stressor dalam gangguan bipolar
Secara singkat, paparan stres berinteraksi dengan faktor genetik otak, yang
mengarah pada kekerasan yang diukur dengan perubahan fungsi otak atau biomarker
lainnya. Stresor lebih lanjut selama masa remaja atau dewasa muda (penyalahgunaan
zat, peristiwa stres). Efek tambahan dari trauma masa kanak-kanak telah ditunjukkan
oleh peningkatan angka untuk upaya bunuh diri (Aas et al. 2014b)
Beberapa penelitian telah meneliti peran stres pada kehidupan dewasa dan
kekambuhan episode gangguan bipolar (Cohen et al. 2004; Johnson dan Roberts 1995;
Swendsen et al. 1995). Tidak ada studi yang secara khusus menyelidiki interaksi antara
trauma masa kanak-kanak dan peristiwa kehidupan dewasa untuk keparahan gangguan
bipolar.
Sistem biologis terlibat dalam asosiasi antara trauma masa kanak dan gangguan
bipolar
Mekanisme yang menghubungkan trauma masa kanak dengan gangguan
bipolar kekerasan bergantung pada mekanisme neuroplastisitas, pada BDNF ( Brain-
derived neurotrophic factor) tertentu. yang merupakan neurotropik penting untuk
pertumbuhan dan diferensiasi neuron selama perkembangan otak dan pemeliharaan
neuron pada saat dewasa. Penurunan kadar serum atau mRNA BDNF (Aas et al. 2014c;
Kauer-Sant’Anna et al. 2007) telah diamati setelah paparan peristiwa traumatis pada
gangguan bipolar. Kedua, terlepas dari diagnosa psikiatrik, Trauma pada masa kanak-
kanak menyebabkan perubahan jangka panjang pada proses peradangan (Baumeister
et al. 2015; Coelho et al. 2014; Tursich et al. 2014). Hal ini harus dipelajari pada pasien
dengan gangguan bipolar yang menunjukkan kelainan CRP (Dargel et al. 2015), dan
berbagai sitokin seperti reseptor Interleukin (IL) -2, tumor necrosis factor-α, faktor
necrosis tumor terlarut reseptor tipe 1, IL-6, dan IL-4 (Munkholm et al. 2013).
Menariknya, beberapa penulis telah mengusulkan potensi interaksi antara peningkatan
BDNF dan kadar sitokin pro-inflamasi setelah trauma (Bucker et al. 2015), dengan
peningkatan level BDNF menjadi upaya yang mungkin untuk menetralisir efek negatif
CT pada otak.
Gangguan tidur diamati pada gangguan bipolar (Geoffroy et al. 2015; Ng et
al. 2015) juga harus dipelajari dalam konteksnya trauma masa kanak. dalam populasi
umum, kesulitan masa kanak adalah faktor risiko untuk gangguan tidur orang dewasa.
Meta-analisis oleh Norman et al. (2012) mengeksplorasi konsekuensi jangka panjang
dari kekerasan dan penelantaran pada masa kanak, dan menemukan asosiasi tidak
hanya dengan kejiwaan, tetapi juga dengan gangguan fisik.