Gambaran Skripsi
DisusunOleh :
Intan Febrian
NIM : 211000414201074
2024/2025
BAB 1
PENDAHULUAN
Perkembangan adalah proses seumur hidup dengan pengalaman sejak masa kanak-kanak
yang berpotensi berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan sepanjang usia paruh baya dan
seterusnya [ 1 – 3 ]. Trauma masa kanak-kanak yang ditandai dengan pelecehan dan konflik
keluarga adalah salah satu pengalaman awal kehidupan yang tidak hanya berdampak buruk
selama masa kanak-kanak, namun juga dapat meninggalkan “bekas luka” hingga masa
remaja, bahkan masa dewasa. Bukti empiris terbaru menunjukkan bahwa trauma masa
kanak-kanak dikaitkan dengan berkurangnya dukungan emosional dan lebih banyak
ketegangan dalam hubungan sosial di masa dewasa [ 6 ], tingkat kesejahteraan yang lebih
rendah [ 7 ], dan timbulnya keterbatasan fungsional, penyakit, dan kematian dini [ 8 – 10 ].
Trauma masa kanak-kanak dalam bentuk pelecehan emosional, fisik, atau seksual,
serta kemalangan masa kanak-kanak dapat berdampak buruk dan bertahan lama terhadap
perkembangan sepanjang masa hidup. Misalnya, meta-analisis oleh Wegman dan Stetler
[ 21 ] menemukan bahwa ukuran efek yang menghubungkan pelecehan pada masa kanak-
kanak dengan hasil kesehatan fisik yang negatif di masa dewasa adalah d = 0,42
(Confidence Interval = 0,39–0,45). Demikian pula, Caspi dan rekannya [ 22-23 ]
menemukan bahwa penganiayaan anak dan peristiwa traumatis di awal kehidupan
dikaitkan dengan rendahnya kesejahteraan dan tekanan psikologis yang lebih besar di
masa dewasa muda . Meskipun terdapat bukti substansial yang menghubungkan trauma
masa kanak-kanak dengan kesehatan pada usia paruh baya dan lanjut usia, penelitian
empiris yang meneliti jalur spesifik yang dapat mendasari hubungan ini masih sangat
sedikit.
Konsekuensi dari trauma masa kanak-kanak terhadap perkembangan pada usia
Dewasa diperkirakan dipicu oleh proses biopsikososial yang terjadi seiring berjalannya
waktu sehingga meningkatkan risiko kesehatan yang buruk. Miller dan rekannya [ 4 ]
meninjau bukti untuk beberapa jalur, termasuk pemrograman biologis, kebiasaan perilaku,
hubungan sosial, dan regulasi sosial-emosional (laporan dan reaktivitas terhadap pemicu
stres), sebagai mekanisme yang masuk akal. Kami fokus pada eksplorasi regulasi sosial-
emosional sebagai salah satu jalur di mana trauma masa kanak-kanak dapat menyebabkan
hasil kesehatan yang berbeda karena trauma masa kanak-kanak berpotensi mempengaruhi
dinamika kehidupan sehari-hari. Kehidupan sehari-hari terakumulasi untuk
mempengaruhi perkembangan sepanjang masa hidup melalui berbagai rangkaian
pengalaman, interaksi, dan peristiwa.
“Mental” memiliki arti yang berhubungan dengan watak dan batin manusia. Dari
kata Latin “mens” (mentis) berarti jiwa, nyawa, suksma, roh, semangat. Adapun istilah
mentalitas menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bermakna aktivitas jiwa, cara
berpikir, dan berperasaan. Mental diartikan sebagai suasana kejiwaan dan pola pikir
(mindset) seseorang atau sekelompok orang. Maka revolusi mental dapat ditafsirkan
sebagai aktivitas mengubah kualitas manusia kearah yang lebih bermutu dan bermental
kuat dalam berbagai aspek dengan jangka waktu yang cepat.
Psikis adalah berbagai hal yang terkait dengan kondisi emosi dan kejiwaan
seseorang. Jika disimpulkan, psikis adalah gejala jiwa atau tingkah laku yang tampak
maupun tidak tertampak yang dipelajari dari aktivitas sehari-hari orang tersebut.
Childood Trauma dikaitkan dengan berbagai perubahan dalam struktur otak serta
fungsi dan sistem neurobiologis yang responsif terhadap stress yang dapat mengganggu
proses metabolisme tubuh sehingga kesehatan anak terganggu. Pola stress yang tidak
normal pada proses perkembangan otak anak dapat merusak aktivitas sistem
neurobehavioral (hubungan antara fungsi otak dan perilaku manusia dan cara berpikir)
yang mendalam dan dapat bertahan lama hingga seseorang tumbuh dewasa.
Di Indonesia sendiri, data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan angka
orang-orang yang berusia di atas 15 tahun yang mengalami depresi adalah sekitar 6%
sedangkan untuk gangguan mental emosional seperti kecemasan memiliki prevalensi
sebesar 9,8% yang meningkat dari 6% pada tahun 2013.
Kesehatan Seseorang yang terganggu akibat trauma ini menyangkut pada kondisi
psikis maupun fisik. Stress yang dihasilkan akan mengganggu kondisi imun seorang.
Menurut Sharma DN et al (1997) stress dapat menyebabkan penipisan hormone
norepinefrin (NE) dan dopamin (DA) di beberapa daerah otak dengan peningkatan kadar
asetilkolin (Ach) dan beberapa hipotalamopituitari yaitu poros Adrenal hormon seperti
ACTH, B endorphin dan kortikosteroid. Akibat hal tersebut akan berdampak pada
kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit.
Pengalaman buruk masa kecil terjadi sebelum seseorang berusia 18 tahun dan
termasuk pelecehan dan pengabaian secara fisik, seksual dan emosional, serta viktimisasi
dan perceraian orang tua. Terjadinya trauma ini secara langsung meningkatkan
kemungkinan seorang memiliki kesehatan mental dan psikis yang buruk. pengalaman
buruk pada seseorang dikaitkan dengan penyakit mental dan psikis kronis seseorang di
usia dini karena tidak dilakukannya perawatan yang tepat pada penderita.Kesehatan
mental dan psikis merupakan bagian penting dari kesehatan umum karena dengan adanya
masalah kesehatan mental dan psikis dapat menyebabkan gangguan pada efek kesehatan
yaitu adanya rasa sakit dan mengganggu aktivitas seperti bersosialisasi dan
mempengaruhi nutrisi seseorang.
Kesehatan mental dan psikis merupakan indikator utama kesehatan secara
keseluruhan, kesejahteraan dan kualitas hidup. Mental adalah cermin kesehatan atau
penyakit, yang bertindak sebagai model yang dapat diakses untuk mempelajari jaringan
dan organ lain. Mental merupakan sumber patologi potensial yang dapat mempengaruhi
sistem dan organ lain. Meskipun adanya kesehatan mental yang baik mencakup lebih dari
sekadar memilikimental yang sehat, terdapat masih banyak sesorang yang memiliki
kesehatan mental yang tidak memadai karena gangguan kejiwaan yang aktif dan tidak
terkontrol.
Kesehatan mental dan psikis yang buruk disebabkan karena kecemasan yang
berlebihan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Maria Lenk et al di Jerman pada
pasien rawat inap dengan penyakit mental menunjukkan bahwa 42% pasien dengan
gangguan stres pascatrauma akibat trauma masa kecil chilldood trauma atau pelecehan
dan penelantaran pada masa kanak-kanak (Adverse Childhood Experiences) menderita
mental anxiety dan psikis anxiety yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan kurang nya
serta ketidak mampuan seseorang individu dalam berinteraksi maupun bersosialisasi
dengan orang lain. Memiliki rasa ketidak percayaan diri, merasa diri tidak sempurna,
bahkan merasa kan tidak layaknya diri tersebut. Selain itu, Adverse Childhood Trauma
Experience juga dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit berbahaya yang menyerang
organ-organ tubuh, hal ini di sebabkan oleh ketidak berdayaanya seseorang individu
dalam menangani luka akan masa kecilnya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
menelaah lebih lanjut mengenai Hubungan (Adverse Childhood Trauma Experiences)
terhadap kesehatan Mental dan Psikis Seseorang Individu Mahasiswi Di Univrsitas Prima
Nusantara Bukittinggi.
a.Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini yaitu : Mengetahui
Hubungan Adverse Childhood Trauma Experiences) terhadap kesehatan Mental dan
Psikis Seseorang Individu Mahasiswi Di Univrsitas Prima Nusantara Bukittinggi
b. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi dampak hubungan Hubungan Adverse Childhood Trauma
Experiences) terhadap kesehatan Mental dan Psikis Seseorang Individu Mahasiswi Di
Universitas Prima Nusantara Bukittinggi.
b) Mengidentifikasi bagaimana pengaruh Adverse Childhood Trauma Experiences)
terhadap kesehatan Mental dan Psikis Seseorang Individu
c) Menganalisa Hubungan Adverse Childhood Trauma Experiences) terhadap
kesehatan Mental dan Psikis Seseorang Individu Mahasiswi Di Univrsitas Prima
Nusantara Bukittinggi.