DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
Kelompok 5
TA 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk
para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................................................4
1.2 Tujuan................................................................................................................................................5
1.3 Ruang Lingkup..................................................................................................................................6
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................................................6
1.5 Metode Penulisan..............................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................................7
2.1 Definisi Syok.....................................................................................................................................7
2.2 Penilaian Awal Syok.........................................................................................................................8
2.3 Syok Hipovolemik.............................................................................................................................9
2.4 Etiologi............................................................................................................................................12
2.5 Patofisiologi.....................................................................................................................................13
2.6 Manifestasi klinis.............................................................................................................................16
2.7 Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................................16
2.9 Komplikasi......................................................................................................................................19
2.10 Penanganan Kegawatdaruratan.....................................................................................................19
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN SYOK
HIPOVOLEMIK....................................................................................................................................23
3.1 Pengkajian.......................................................................................................................................23
3.2 Diagnosis Keperawatan...................................................................................................................25
3.3 Intervensi.........................................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................38
3
BAB I
PENDAHULUAN
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi
jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular.
Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok.
Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok
harus ditentukan (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok).(Bruner &
Suddarth,2002).
Syok merupakan suatu gangguan sirkulasi akibat penghantaran oksigen ke jaringan atau
perfusi yang tidak adekuat, ditandai dengan penurunan tahanan vaskuler sistemik terutama di
arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat kecilnya curah
jantung (George et al., 2009; Guyton dan Hall, 2010; Sinniah, 2012; Schwarz et al., 2014).
Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen dan nutrisi ke sel- sel
tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi sehingga menyebabkan kematian sel yang progressif,
gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian penderita.
Tanpa adanya energi yang cukup, fungsi sel normal tidak dapat dipertahankan,
akibatnya akan terjadi ketidakseimbangan pompa potasium sodium. Sel membengkak dan
4
permeabilitas membran sel meningkat. Aktivitas mitokondria menjadi turun dan membran
lisosom menjadi rusak, sel akan rusak dan selanjutnya terjadi kematian sel. Kematian seluler
akan meluas di seluruh tubuh sehingga terjadi nekrosis jaringan yang memengaruhi fungsi
organ. Akhirnya terjadi kerusakan di semua sistem organ dan kematian pada pasien syok.
(Barkman dan Pooler, 2009; Guyton dan Hall, 2010; Schwarz et al., 2014).
Asuhan keperawatan dengan kasus Syok memerlukan tindakan cepat sebab penderita
berada pada keadaan Gawat darurat, obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat
darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan
waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. Oleh karena
itu penulis akan membahas mengenai Asuhan keperawatan kegawatdaruratan syok
khususnya syok hipovolemik.
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar Syok dan
mengaplikasikannya Asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada klien dengan
syok hipovolemik.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan
kegawatdaruratan syok hipovolemik.
5
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada klien dengan
kegawatdaruratan syok hipovolemik.
c. Mahasiswa Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
kegawatdaruratan syok hipovolemik.
d. Mahasiawa Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
kegawatdaruratan syok hipovolemik.
e. Mahasiswa mampu Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan
kegawatdaruratan syok hipovolemik.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
2.2 Penilaian Awal Syok
Syok merupakan keadaan kekurangan suplai oksigen dan nutrisi Keadaan ini
disebabkan oleh menurunnya oksigenasi jaringan. Kekurangan oksigen akan
berhubungan dengan Asidosis Lactate Acid, dimana kadar lactat tubuh merupakan
indikator dari tingkat berat-ringannya syok. Terjadinya hambatan di dalam peredaran
darah perifer menyebabkan perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel
akan zat makanan dan membuang sisa metabolisme
Langkah pertama dalam pengelolaan penderita syok adalah dengan mengenali
adanya syok itu sendiri melalui gejala syok atau tanda-tanda klinis terjadinya syok,
Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera. Diagnosa dibuat
berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Diagnosis awal di dasarkan pada adanya gangguan perfusi organ dan oksigenasi
jaringan.
Langkah kedua adalah menentukan sebab dari syok. Pada penderita trauma,
semua jenis syok mungkin ditemukan. Kebanyakan penderita dalam hemoragik syok,
namun kardiogenik syok atau syok karena tension pneumotoraks harus dipertimbangkan
pada perlukaan diatas diafragma. Syok neurogenic dapat diakibatkan perlukaan luas
pada SSP atau medulla spinalis. Pada umumnya trauma kapitis tidak menyebabkan syok.
Penderita dengan trauma medulla spinalis pada keadaan awal dapat dalam keadaan syok
baik karena vasodilatasi (neurogenic) maupun karena hemoragik. Syok septik jarang
ditemukan, namun harus dipertimbangkan pada penderita yang datang pada keadaan
lebih lanjut. Dengan demikian langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan
penilaian terhadap penderita sehingga dengan cepat syok dapat diketahui. Terapi syok
dimulai sambil mencari sebab syok. Respon terhadap terapi awal, digabung dengan
penemuan klinis biasanya memberikan cukup informasi untuk dapat menentukan
penyebab syok. Perdarahan adalah sebab tersering dari syok pada penderita trauma.
Setiap keadaan syok pada penderita trauma memerlukan konsultasi bedah. Syok lanjut
yang ditandai oleh perfusi yang kurang ke kulit, ginjal dan SSP yang dengan mudah di
kenal.
Katergantungan pada tekanan darah sebagai satu-satunya indicator syok akan
menyebabkan terlambatnya diagnosis syok. INGAT : mekanisme kompensasi dapat
8
menjaga tekanan darah sampai penderita kehilangan 30% volume darah. Perhatian harus
di arahkan pada nadi, laju pernafasan, sirkulasi kulit, dan tekanan nadi (perbedaan antara
tekanan sistolik dan diastolic). Gejala paling dini adalah tachikardia dan vaso-kontriksi
perifer. Dengan demikian setiap penderita trauma yang dalam keadaan tachikardia dan
kulit dingin dianggap dalam keadaan syok.
Pemeriksaan hematocrit atau kadar Hb tidak dapat dipakai untuk mengukur
kehilangan darah ataupun diagnosis syok. Kadar hematokirt yang rendah menunjukkan
kehilangan darah dalam jumlah cukup besar (anemia yang sebelum trauma sudah ada),
sedangkan hematocrit normal dapat saja terjadi walaupun sudah ada kehilangan darah
cukup banyak. (Theodore 1993).
9
b. Terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan darah masih
dapat dipertahankan
2. Tahap II:
a. terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
b. tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik, gelisah, pucat.
3. Tahap III
a. bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
b. terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2, perfusi jaringan secara
cepat
c. terjadi iskemik pada organ
d. terjadi ekstravasasi cairan
10
Dehidrasi ingan - Nadi normal Penggantian volume cairan
atau meningkat yang hilang dengan cairan
Kehilangan cairan - Selaput lendir kristaloid (NaCL 0,9% atau
tubuh sekitar 5 % kering Ringer Laktat atau Ringer
BB Asetat
2. Perdarahan
Syok yang diakibatkan oleh perdarahan dapat dibagai dalam beberapa kelas:
11
3. Penyebab
a. Dehidrasi karena berbagai sebab (muntah, diare yang sering/frekuensi,
peritonitis)
b. Luka bakar (grade II-III & luas luka bakar >30%)
c. Perdarahan (trauma dengan perdarahan, non-trauma (perdarahan post partum /
HPP massif, KET-kehamilan ekstra-uterina terganggu)).
4. Diagnosa
a. Perubahan perfusi perifer: Ekstremitas: dingin, basah dan pucat, Capillary
refill time memanjang > 2 detik
b. Tachikardia
c. Pada keadaan lanjut: Takipneu, Penurunan tekanan darah, Penurunan
produksi urine dan Tampak pucat, lemah, apatis, kesadaran menurun
5. Tindakan
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan berikan infus cairan
kristaloid, pada perdarahan diberikan sejumlah kristaloid melebihi yang hilang.
2.4 Etiologi
Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh
hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:
1. Kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh
seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya: fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur
femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.
3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma
atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
a. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis
b. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison
c. Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis
12
2.5 Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):
2.5.1 Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan
gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk
menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah
ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan
vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi
pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung
untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki
ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal
mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan
tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2.5.2 Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan
darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan, metabolisme
terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.
Dinding pembuluh darah melemah dan tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi
bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler
diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung.
Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi
koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan
respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia
menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi
13
jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa
usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan
penurunan fungsi detoksikasi hepar Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata,
integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat
ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
2.5.3 Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi meluas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal
sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru
menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya
anoksia dan hiperkapnea.
14
Trauma,
Luka
Bakar dll
Pathway
Kehilang
an darah
dan
elektroli
Syok
hipovolem
ik
Penurunan curah jantung
Pelepasan humoral
TD arteri O2
↓ diarteri ↓ Gangguan metabolisme
Otak
Aliran darah Vena balik ↓ Filtrasi
tidak bisa glomerulus Anoksia
↓ usus
kembali
kejantung
↓ Gg
kesadara vasomot
Timbul n or ↓produk ↓integrit Gg perfusi jarinan periferdan darah sem
Kebutuhan oksigen
trombos si urin as usus
is
Intoleran Resik
si o Gg Bakteri
Koagulopa aktivitas ceder elimin usus
ti asi kesirkul Jantung tidak bisa mengko
intravasa/D
Resik
o 15
infek
Jantung tidak bisa memindahkan cairan di sirkulas
↑tek Edema
Nyeri Nyeri dada
kapiler paru/
2.6 Manifestasi klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi
premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan
kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat
dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya
dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi
pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu
yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).
Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia,
penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit.
Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis
penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting
untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan
curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan
tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri
turun tidak dibawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada
orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.
16
3. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan ( trombositopenia ) dapat terjadi
karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang mengindentifikasikan
koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati / sirkulasi toksin / status syok.
4. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
5. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneogenesis dan
glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan selulaer dalam metabolisme.
6. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi , ketidakseimbangan /
gagalan hati.
7. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya dalam tahap
lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic terjadi karena kegagalan
mekanismekompensasi.
8. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul protein dan SDM.
9. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindentifikasikan udara bebas
didalam abdomen dapat menunjukan infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.
10. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan disritmia yang
menyerupai infark miokard.
2.8 Penatalaksanaan
a. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan ventilator
tambahan sesuai kebutuhan.
b. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai
ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan
mempertahankan perfusi jaringan.
1) Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk
bertindak sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral
kontinu (CVP) memberi petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar;
kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume cairan darurat.
2) Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau
lebih kateter mungkin perlu untuk penggantiaqn cairan cepat dan pengembalian
ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
17
a) Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena perifer. Dua tau lebih kateter
mungkin perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan
hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
b) Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan
darah dan pencocokan silang, dan hemtokrit.
c) Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat
yang memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada
kondisi klinis pasien.
3) Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini
mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan
waktu untuk pemeriksaan golongan darah danm pencocockan silang, perbaiki
sirkulasi, dan bertindak sebgai tambahan terapi komponen darah.
4) Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan
darah telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.
5) Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit
sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan
6) Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi
cairan dan darah sesuai ketentuan.
c. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine
menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
d. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
e. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah,
denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran
koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan.
Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menytakan
perbaikan atau pentimpangan pasien.
f. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong
aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera
kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
18
g. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk
meningkatkan kerja kardiovaskuler.
h. Dukung mekanisme devensif tubuh
a) Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa
khawatir.
b) Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.
c) Pertahankan suhu tubuh.
1) Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi
tubuh dari vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.
2) Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi
meningkatkan efek metabolik selular terhadap syok.
2.9 Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena
hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang
luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
19
2) Sirkulasi - kontrol perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,
memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung
pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat
digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau
ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat.
Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan.
Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.
Posisi syok:
Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi ± 45o. 300 – 500
cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral
21
memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan
dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan
crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes
kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada
saat ini. Foto torak haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau
vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan
terjadinya pneumo atau hemotorak.
3. Tersieri survey
Terapi awal cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi
intravaskuler dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan
cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan
intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis
adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan terbaik
namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik.
Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi ginjalnya kurang baik.
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN SYOK HIPOVOLEMIK
3.1 Pengkajian
1. Pengkjian Primer
a. Airway
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk
mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila perlu
untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100 mmHg.
b. Breathing
frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dinding
dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas,
kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya
trauma pada dada.
c. Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup besar
dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka eksternal biasanya dapat
dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti di kepala,
leher dan ekstremitas. Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen
pada fase pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG (gurita)
dapat dipakai mengontrol perdaran pelvis dan ekstermitas inferior, tetapi alat ini
tidak boleh mengganggu pemasangan infus. Pembidaian dan spalk-traksi dapat
membantu mengurangi perdarahan pada tulang panjang.
d. Disability – Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan tingkat
kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi pupil, fungsi motorik dan sensorik.
Data ini diperlukan untuk menilai perfusi otak
23
2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas pasien
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit
mungkin hanya didapatkan dari keluarga, atau orang yang mengetahui
kejadiannya
b. Keluhan utama
Klien dengan syok mengeluh sulit bernafas, mengeluh muntah dan mual, kejang-
kejang.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Riwayat trauma (banyak perdarahan)
2) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
4) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti klien
sebelumnya.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat
sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia), Warna
pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan
syok hemoragi terminal)dan Basah pada fase lanjut syok (sering kering
pada syok septik).
2) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih
tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau
meninggi pada awal syok septik)
3) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
24
4) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi
lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
5) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun,
sopor sampai koma.
6) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
7) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik
dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
8) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok
kardiogenik
9) Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena
takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru)
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin,
glukosa darah.
2) Analisa gas darah
3) EKG
Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih peka
terhadap tanda dan gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan segera. Mahasiswa
dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syock.
26
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC. Doenges, E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC.
.
Mansjoer, arif. Dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media aesculapius.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Zmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C. 1997. Diagnosis and Management of Shock, dalam buku: Fundamental
Critical Support. Society of Critical
27