Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN SYOK

Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis
Dosen Pengampuh : Ode Irman, S.Kep.,Ns.,M.Kep

OLEH

PIUS NASUTION MAU


NIM : 011221092

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NUSA NIPA
INDONESIA
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha ESa karena
atas berkat, rahmat, serta petunjuknya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul ’’Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Syok’’ tepat
waktu.
Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar, karena adanya
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ode Irman, S.Kep.,Ns.,M.Kep sebagai dosen mata kuliah dan dosen
pembimbing pembuatan makalah ini.
2. Teman-teman seangkatan mahasiswa lintas jalur Program Studi S1
Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Nusa Nipa Angkatan
2022 yang telah mendukung penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan makalah ini.
Dengan adanya makalah ini, dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih

Maumere, April 2023


Penulis,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR………………………………………………………..….. ii

DAFTAR ISI………………………………………….…………………….…… iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………........1
A. Latar Belakang…………………………………………………...……...1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………...…..2
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………......2
D. Manfaat……………………...………………………………………..…3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………..4


A. Konsep Dasar Medis………………….………………............................4
1. Pengertian Syok………………………….……..………………...…4
2. Klasifikasi Syok……………………………………………………..5
3. Etiologi Syok……….…..……………………………………...……8
4. Patofisiologi…………………………….………….........................10
5. Pathway………………………………….……………………..….14
6. Manifestasi Klinis………….………….………………………...…15
7. Penatalaksanaan……………….……………………………...……19
B. Konsep ASKEP...……………………………………………………...24
1. Pengkajian………………………………..……………………...…24
2. Diagnosa Keperawatan……….………………………..…………..26
3. Intervensi Keperawatan………………………………..…………..27
4. Implementasi Keperawatan………………………………………..32
5. Evaluasi…………………………………………………………….32

BAB III PENUTUP………………………………………………………………33


A. Kesimpulan……………………………….............................................33
B. Saran……………………………………...............................................33
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar belakang
Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit,
membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat, maka dari itu perlu
adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu
penanganan gawat darurat dengan respon time yang cepat (Kemenkes,
2009). Salah satu penyedia layanan pertolongan (dokter, perawat, dan tim
medis lainnya) dituntut agar memberikan pelayanan yang cepat dan tepat
agar dapat menangani kasus kegawatdaruratan (Herkutanto, 2007). Salah
satu kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan segera, yaitu syok. Syok
merupakan gangguan sirkulasi, dalam arti yaitu tidak adekuatnya transpor
oksigen ke jaringan yang disebabkan oleh gangguan hemo dinamik.
Berdasarkan mekanisme terjadinya syok, syok dibedakan menjadi empat
diantaranya : syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok distributif, dan
syok obstruktif (Hardisman, 2013).
Menurut WHO cidera akibat kecelakaan setiap tahunnya
menyebabkan terjadinya lima juta kematian di seluruh dunia. Angka
kematian pada pasien trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah
sakit dengan tingkat pelayanan lengkap mencapai 6%. Sedangkan angka
kematian kematian akibat trauma yang mengalami syok hipovolemik di
rumah sakit dengan peralatan yang kuranmemadai mencapai 36%
(Diantoro, 2014).
Syok hipovolemik juga terjadi pada wanita dengan perdarahan pada
kasus obstetri, angka kematian akibat syok hipovolemik mencapai 500%
tahun dan 99% kematian tersebut terjadi dinegara berkembang. Sebagian
besar penderita syok hipovolemik akibat perdarahan, meninggal setelah
beberapa jam terjadinya perdarahan karena tidak mendapat
penatalaksanaan yang adekuat dan tepat. Diare pada balita juga merupakan
salah satu penyebab terjadinya syok hipofelemik. Sedangkan insiden diare

1
yang menyebabkan syok hipofelemik pada balita di Indonesia 6,7%. Lima
propinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh 10,2%, Papua 9,6%,
DKI Jakarta 8,9%, Sulawesi Selatan 8,1% dan Banten8,0% (Rickhesdas,
2013).
Dalam penanganan syok hipofelemik, ventilasi tekanan positif
yang berlebihan dapat mengurangi aliran balik vena, mengurangi kardiak
output, dan memperburuk keadaan syok. Walaupun oksigenasi dan
ventilasi penting, kelebihan ventilasi tekanan postif dapat merugikan bagi
pasien yang menderita syok hipovolemik. Apabila syok hipovolemik
berkepanjangan tanpa penanganan yang baik maka mekanisme
kompensasi akan gagal mempertahankan curah jantung dan isi
sekuncup yang adekuat sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi atau
perfusi jaringan, hipotensi, dan kegagalan organ. Pada keadaan ini kondisi
pasien sangat buruk dan tingkat mortalitas sangat tinggi. Apabila syok
hipovolemik tidak ditangani segera akan menimbulkan kerusakan
permanen bahkan kematian. Perlu pemahaman yang baik mengenai syok
dan penanganannya guna menghindari kerusakan organ lebih lanjut 
(Danusantoso, 2014).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang diatas, maka rumusan
masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Kritis
Pada Pasien Syok.”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah
mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan kritis pada
pasien syok secara benar.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada pasien syok
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien syok

2
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien syok
d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien syok
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien syok sesuai dengan
rencana keperawatan.

D. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tinjauan keilmuan serta menambah dan memperluas wawasan
tentang syok .
2. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan kritis
bagi pasien syok.
3. Bagi Penulis Selanjutnya
Sebagai bahan pembelajaran untuk digunakan dalam memberikan
asuhan keperawatan kritis pada pasien syok.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Pengertian Syok 
Syok adalah suatu keadaan klinis akibat perfusi jaringan yang
tidak adekuat (Michael Eliastam, 1998). Syok adalah ketidak
seimbangan antara volume darah yang beredar dan ketersediaan sistem
vaskular sehingga menyebabkan terjadinya hipotensi, penurunan
atau perfusi jaringan atau organ, hipoksia sel dan perubahan
metabolisme aerob menjadi anaerob (Manuaba, 2007).
Syok merupakan sindrom klinis yang kompleks yang mencakup
sekelompok keadaan dengan manifestasi hemo dinamika yang
berfariasi; tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya
perfusi jaringan ketika kemampuan jantung untuk memompa darah
mengalami kerusakan (Muttaqin, 2009). Curah jantung merupakan
fungsi baik untuk volume sekuncup maupun frekuensi jantung. Jika
volume sekuncup dan frekuensi jantung menurun atau menjadi tidak
teratur, tekanan darah akan turun dan perfusi jaringan akan terganggu.
Bersama dengan jaringan organ lain mengalami penurunan suplai
darah, otot jantung sendiri menerima darah yang tidak mencukupi dan
mengalami kerusakan perfusi jaringan.
Keadaan hipo perfusi ini memperburuk penghantaran oksigen dan
zat-zat gizi, dan pembuangan sisa-sisa metabolik pada tingkat jaringan.
Hipoksia jaringan akan menggeser metabolisme dari jalur oksidatif ke
jalur anaerobik, yang mengakibatkan pembentukan asam laktat.
Kekacauan metabolisme yang progresif menyebabkan syok menjadi
berlarut-larut, sehingga jika sudah mencapai puncaknya akan
menyebabkan kemunduran sel dan kerusakan multi sistem.

4
2. Klasifikasi Syok
a. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah suatu kondisi dimana terdapat
kehilangan volume darah sirkulasi efektif (Diane C. Baughman,
2000). Tipe ini merupakan tipe syok yang paling umum, yang
disebabkan oleh kehilangan cairan eksternal akibat hemoragi
(perdarahan), perpindahan cairan internal, dehidrasi berat, edema
hebat atau asites, kehilangan cairan akibat muntah atau diare
berkepanjangan.
Dalam buku Patofisiologi untuk Keperawatan syok
hipovolemik atau status syok akibat dari kehilangan volume
cairan sirkulasi (penurunan volume darah), dapat diakibatkan oleh
berbagai kondisi yang secara bermakna menguras volume darah
normal, plasma, atau air. Bila tindakan untuk memperbaiki atau
menghilangkan penyebab kehilangan volume cairan dapat di
lakukan, syok ini masih dalam tahap non progresif dan harus
dicegah atau diatasi. Bila kehilangan volume cairan berlebihan
atau tindakan terapeutik tidak efektif, tahap awal syok dapat
berlanjut pada tahap yang irreversibel.
Hipovolemia ringan (≤20% volume darah) menimbulkan
takikardia ringan dengan sedikit gejala yang tampak, terutama
pada penderita muda yang sedang berbaring. Pada hipovolemia
sedang (20-40% dari volume darah) pasien menjadi lebih cemas
dan takikardia menjadi lebih jelas, meski tekanan darah bisa
ditemukan normal pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan
dengan jelas hipotensi orthostatik dan takikardia. Sedangkan pada
hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan
darah menurun drastis dan tidak stabil walau posisi berbaring,
psaien menderita takikardia berat, oliguria, agitasi atau bingung.
Penurunan kesadaran adalah gejala penting. Transisi dari syok
hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau malah

5
sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan yang memiliki
penyakit berat dimana kematian mengancam.
b. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh
penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intra
vaskuler yang cukup, dan dapat mengakibatkan hipoksia jaringan.
Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri yang berat,
tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri
cukup baik.
Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai
cut off untuk tekanan darah sistolik <90 mmHg. Dengan
menurunya tekanan darah sistolik akan meningkatkan kadar
katekolamin yang mengakibatkan konstriksi arteri dan vena
sistemik. Tanda dan gejala dapat ditemukan tanda-tanda
diantaranya hipo perfusi sitemik yang mencakup status mental,
kulit dingin, dan oliguria.
Syok kardiogenik didefinisikan tekanan darah sistolik <90
mmHg selama >1 jamdimana: tidak merespon dengan pemberian
cairan saja, sekunder terhadap disfungsi jantung atau berkaitan
dengan tanda-tanda hipoperfusi. Bisa dikatakan syok kardiogenik
jika terdapat tanda-tanda pasien dengan tekanan darah sistolik
meningkat > 90 mmHg dalam 1 jam setelah pemberian obat
inotropik, pasien meninggal dalam 1 jam hipotensi tetapi
memenuhi kriteria lain syok kardiogenik.
Prognosis dari syok kardiogenik selalu buruk. Jika terjadinya
akibat infark miokard, mortalitasnya 60-80%. 30-40% massa
ventrikel kiri yang rusak oleh infark dapat berakibat syok
kardiogenik.
c. Syok distributif
Syok distributif adalah suatu kondisi klinis yang diakibatkan
dari vasodilatasi sebagai kebalikan dari hipovolemia atau
disfungsi jantung. Pada hakekatnya volume darah tidak

6
berkurang, tetapi kapasitas sirkulasi yang mengakomodasi
volume tersebut meningkat. Kategori kondisi yang
mengakibatkan vasodilatasi hebat atau peningkatan kapasitas
vaskular adalah depresi pusat vasomotor, sepsis dan anafilaksis.
Syok distributif dibagi menjadi 3 kategori diantaranya:
1) Syok neurogenik
Syok neurogenik atau syok spinal (depresi pusat
vasomotor) disebabkan oleh susunan saraf simpatis dilatasi
arteriola dan kenaikan kapasitas vaskuler. Syok ini
menimbulkan hipotensi, dengan penumpukan darah pada
pembuluh menyimpan atau penampung dan kapiler organ
splanknik. Salah satu contoh syok neurogenik adalah kondisi
cedera kepala yang secara langsung atau tidak langsung
berefek negatif pada area medula batang otak. Cedera
langsung edema cerebral, dengan peningkatan tekanan intra
kranial yang menyertai trauma kepala atau iskemia otak.
2) Syok septik
Syok septik didefenisikan sebagai kondisi kolaps
vaskuler hebat dan berakibat infeksi sistemik yang umumnya
disebabkan oleh organisme gram negatif. Biasanya ditandai
dengan peningkatan cardiak output, penurunan resistensi
pembuluh darah sistemik, hipotensi dan redistribusi aliran
darah regional mengakibatkan gangguan perfusi jaringan.
Contoh dari syok septik diantaranya meliputi pancreatitis,
luka bakar, trauma multipel, toxik shock sindrom, afilaksis
dan anafilaksis obat-obatan atau termasuk gigitan serangga,
reaksi transfusi dan keracunan logam berat.
3) Syok anafilatik
Syok anafilatik adalah keadaan alergi yang mengancam
jiwa yang ditandai dengan penurunan tekanan darah secara
tiba-tiba dan penyempitan saluran pernapasan, menyebabkan
penderita jatuh pingsan dan tidak sadarkan diri. Hal ini

7
biasanya dipicu oleh reaksi alergi yang disebabkan oleh
respon sistem kekebalan tubuh yang abnormal terhadap
benda asing.

3. Etiologi Syok
1) Syok hipovolemik
a. Kehilangan darah
1) Dapat akibat eksternal seperti melaui luka terbuka
2) Perdarahan internal dapat menyebabkan syok hipovolemik
jika perdarahan ini di dalam thoraks, abdomen, retro
peritoneal atau tungkai atas. 
b. Kehilangan plasma merupakan akibat yang umum dari luka
bakar, cedera berat atau inflamasi peritoneal
c. Kehilangan cairan dapat disebabkan oleh hilangnya cairan
secara berlebihan melalui jalur gastrointestinal, urinarius atau
kehilangan lainnya tanpa adanya penggantian yang adekuat
2) Syok kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh etiologi koroner maupun
non koroner. Syok kardiogenik koroner lebih sering terjadi pada
pasien dengan infark miokard, sedangkan syok non koroner
termasuk temponade jantung, embolisme pulmonal, kardiomiopati,
karusakan katup, dan distrimia (Diane C. Baughman, 2000).
Terdapat beberapa penyebab dari terjadi syok kardiogenik
diantaranya :
a. Gangguan kontraktilitas miokardium
b. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya
kongesti paru dan/ atau hipoperfusi iskemik
c. Infark miokard akut (AMI)
d. Komplikasi dari infark miokard , seperti : ruptur otot papillary,
ruptur septum, atau infark ventrikel kanan, dapat
mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik
pada pasien dengan infark-infark lebih kecil.

8
e. Valvular stenosis
f. Myokarditis (inflamasi myokardium, peradangan otot jantung)
g. Cardiomyopathy (myocardiomyopati, gangguan otot jantung
yang tidak diketahui penyebabnya)
h. Trauma jantung
i. Temponade jantung akut
j. Komplikasi bedah jantung (Liyanti, 2015)
3) Syok distributif
a. Syok Neurogenik
Keadaan ini diakibatkan oleh cedera medula spinalis
dengan faso dilatasi perifer akibat hilangnya pengaruh faso
kontriksi neural dibawah tempat lesi.
b. Syok septik
1) Penyebab yang paling sering dari syok septik adalah
bakterimia dan organisme enterik gram negative yaitu
erchechia colly, klebsiella, enterobacter, proteus,
pseudomonas, dll.
2) Lebih jarang adalah gram positif, virus, jamur, dan riketsia
yang bertanggung jawab atas infeksi yang menyebabkan
syok septik.
3) Banyak pasien yang mempunyai faktor presdiposisi yang
mempermudah terjadinya infeksi yang berat. Dapat berupa
penyakit kkronis seperti diabetes, keganasan alkoholisme,
sirosis: imunosupresi atau baru menjalani operasi atau
tindakan instrumentasi fraktus urinarius.
c. Syok anafilatik
Berbagai mekanisme terjadinya anafilaksis, baik melalui
mekanisme IgE maupun melalui non IgE. Tentu saja selain
obat ada juga penyebab anafilaksis yang lain seperti makanan,
kegiatan jasmani, serangan tawon, faktor fisik seperti udara
yang panas, air yang dingin pada kolam renang dan bahkan
sebagian anafilaksis penyebabnya tidak diketahui.

9
4. Patofisiologi
a. Syok hipovolemik
Syok hipovelemik merupakan kehilangan volume darah karena
perdarahan lambung atau ulkus bluodenim merangsang reseptor
tekanan di aorta, jantung dan arteria karotis untuk mengeluarkan
epineprip, aldosteron, dan hormon anti geuretik. Hormon-hormon
ini akan menambah denyut jantung dan tekanan kontraksi
merangsang faso kontriksi, dan mengurangi kehilangan
volume dari ginjal. Kenaikan curah jantung membantu
mempertahankan volume darah agar tetap memenuhi kebutuhan
jaringan akan oksigenasi. Fase kontruksi perifer, sekunder terhadap
epineprin dan norepineprin, membawa darah kejaringan vital,
mengurangi aliran darah ke organ non vital.
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh
darah rata-rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung.
Curah jantung yang rendah dibawah normal akan menimbulkan
beberapa kejadian pada beberapa organ, diantaranya :
1) Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik
akan berusaha untuk meningkatkan tekanan sistemik guna
menyediakan perfusi yang cukup bagi jangtung dan otot
melebihi jaringan lain. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan
metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel
organ itu tidak mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga
keduanya sangat bergantung atas kesediaan oksigen dan nutrisi
tetapi sangat rentan bila terkena iskemia yang berat. Ketika
tekanan arterial rata-rata jatuh hingga ≤ 60 mmHg,  maka aliran
ke organ akan turun drastis dan fungsi semua organ akan
terganggu.
2) Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh
baro reseptor dan kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi

10
berperan dalam respon autonom tubuh yang mengatur perfusi
serta substrat lain.
3) Kardiovaskuler
Tiga variabel seperti pengisian atrium, tahanan terhadap
tekanan ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras
dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung, penentu
utama dalam perfusi jaringan merupakan  hasil kali volume
sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan
penurunn pengisian ventrikel yang pada akhirnya menurunkan
volume sekuncup.
4) Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal,
maka terjadi peningkatan absorbsi endotoksin yang dilepaskan
oleh bakteri gram negatif yang mati di dalam usus. Hal ini
memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan
metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan
menyebabkan depresi jantung.
5) Ginjal
Gagal ginjal akut adalah salah satu komplikasi dari syok
dan hipo perfusi, frekuensi terjadinya sangat jarang karena
cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi
adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis
dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida.
Pada saat aliran darah diginjal berkurang, tahanan antriole
afferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus
yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopressin
bertanggung jawab terhadap menurunya produksi urin
b. Syok kardiogenik
Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik
adalah depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan tekanan
darah rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi
penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Paradigma klasik

11
memprediksi bahwa fasokontriksi sistemik berkompensasi dengan
peningkatan resistensi vaskular sistemik yang terjadi sebagai
respon dari penurunan curah jantung. Penelitian menunjukkan
adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard. Pada pasien pasca
IMA, diduga terdapat aktifasi sitokin inflamasi yang berakibat
pada peninggian kadar Inos, NO dan peroksinitrit yang berefek
buruk multipel antara lain :
1) Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
2) Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
3) Efek terhadap metabollisme glukosa
4) Efek proinflamasi
5) Penurunan responsivitas katekolamin
6) Merangsang fasodilatasi sistemik
c. Syok distributif
1) Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan syok distribusi dimana
penurunan perfusi jaringan dalam syok distribusi merupakan
hasil utama dari hipotensi arterior karena penurunan resistensi
pembuluh darah sistemik. Sebagai tambahan, penurunan dalam
efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari
penurunan venustone, pengumpulan darah di pembuluh darah
vena, kehilangan volume intra veskuler dan intersisial karena
peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya terjadi disfungsi
miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel,
penurunan freksi ejeksi, dan penuruanan kurva fungsi ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler
dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam
sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus
simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok
neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardia atau vasokonsepsi
kulit.

12
2) Syok septik
Pelepasan endotoksin oleh mikroba akan menyebabkan
proses inflamasi yang melibatkan beberapa mediator inflamasi
yaitu sitokin, neutrofil, komplemen NO, dan berbagai mediator
lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses
homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan
anti inflamasi. Bila mana terjadi proses inflamasi yang
melebihi kemampuan homeostasis maka akan terjadi proses
inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses
inflamasi yang bersifat destruktif. Keadaan tersebut akan
menimbulkan gangguan pada tingkat seluler berbagai organ.
Gangguan pada tingkat sel juga menyebabkan disfungsi
endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO menyebabkan
terjadinya maldistribusi volume darah sehingga terjadi
hipoperfusi dan syok. Faktor lain yang juga berperan adalah
disfungsi miokard akibat pengaruh berbagai mediator sehingga
terjadi penurunan curah jantung. Proses inflamasi yang
maladaptif akan menyebabkan gangguan berbagai organ yang
dikenal dengan disfungsi organ multipel (MODS). Proses ini
merupakan kerusakan pada tingkat seluler, gangguan perfusi ke
organ sebagai akibat hipoperfusi, iskemia reperfusi dan
mikrotrombos. Faktor yang turut berperan dalam faktor
humoral sirkulasi yaitu malnutrisi kalori-protein, translokasi
toksin bakteri, gangguan pada eritrosit dan efek samping yang
di berikan.
3) Syok anafilatik
Berbagai mekanisme terjadi anafilaksis baik melalui
mekanisme IgE maupun melalui non IgE. Tentu saja selain
obat ada juga penyebab anafilaksis yang lain, seperti makanan,
kegiatan jasmani, sengatan tawon, faktor fisik seperti udara
yang panas, air yang dingin pada kolam renang dan bahkan
sebagian anafilaksis yang tidak diketahui penyebabnya.

13
5. Pathway
Kehilangan cairan kehilangan cairan Infark miokard miokarditis
internal eksternal temponade jantung

Luka bakar trauma Hemoragi diare Penurunan curah jantung


anafilaksis dehidrasi

Peningkatan Penurunan volume Penurunan aliran balik


permeabilitas darah vena Penurunan Penurunan
tekanan darah perfusi jaringan

Volume cairan
kurang dari Perfusi jaringan Vasokontriksi Cedera Takipnea
kebutuhan tubuh tidak efektif arioksik

Cemas atau Perubahan Berkurangnya suplai Metabolisme tubuh Ketidakefektifan


ansietas mental darah ke otak menjadi anaerob pola napas

Nyeri Asam laktat Menghasilkan


merangsang asam laktat
mediator nyeri

14
6. Manifestasi Klinis
a. Syok hipovolemik
1) Status mental
Perubahan dalam sesdorium merupakan tanda khas dari
stadium syok. Ansietas, tidak bisa tenang, takut, apatis, stupor
atau koma dapat ditemukan. Kelainan-kelainan ini
menunjukkan adanya perfusi serebral yang menurun.
2) Tanda tanda vital
a) Tekanan darah
Perubahan awal dari tekanan darah adalah adanya
pengurangan selisih antara tekanan sistolik dan diastolik.
Ini merupakan akibat adanya peningkatan tekanan diastolik
yang disebabkan oleh vasokontriksi atas rangsangan
simpatis. Tekanan sistolik dipertahankan pada batas normal
sampai terjadinya kehilangan darah 15-25%. Hipotensi
postural dan hipotensi pada keadaan terbaring akan timbul.
Perbedaan postural lebih besar dari 15 mmHg.
b) Denyut nadi
Takikardi postural dan bahkan dalam keadaan berbaring
adalah karakteristik untuk syok. Perubahan postural lebih
dari 15 denyutan permenit adalah bermakna. Dapat
ditemukan adanya penurunan amplitudo denyutan.
Takikardi dapat tidak ditemukan pada pasien yang diobati
dengan beta bloker.
c) Pernafasan
Takipnea adalah karakteristik, dan alkalosis resipiratorius
sering ditemukan pada tahap awal dari syok.
3) Kulit
a) Kulit dapat terasa dingin, pucat, dan berbintik-bintik.
Secara keseluruhan mudah berubah menjadi pucat.

15
b) Vena ekstermitas menunjukkan tekanan yang rendah yang
dinamakan vena perifer yang kolaps. Tidak ditemukan
adanya distensi vena jugularis.
4) Gejala pasien mengeluh mual, lemah atau lelah, sering
ditemukan rasa haus yang sangat.
b. Syok kardiogenik
1) Anamnesis
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya
syok kardiogenik tersebut, yaitu pada pasien dengan infark
miokard akut datang dengan keluhan tipikal nyeri dada yang
akut, dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat jantung
koroner sebelumnya. Biasanya terjadi dalam beberapa hari
sampai seminggu setelah onset infark tersebut. Umumnya
pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-
tiba yang menunjukkan adanya edema paru akut atau bahkan
henti jantung.
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan
tekanan darah sistolik yang menurun sampai <90 mmHg,
bahkan dapat turun sampai <80 mmHg pada pasien yang tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat. Denyut jantung
biasanya cenderung meningkat sebagai akibat stimulasi
simpatis, demikian pula dengan frekuensi pernafasan yang
biasanya meningkat sebagai akibat kongesti paru. Pemeiksaan
dada akan menunjukkan adanya ronchi. Pasien dengan infark
ventrikel kanan atau pasien dengan keadan hipovolemik yang
menurut studi sangat kecil kemungkinannya dapat
menyebabkan kongesti paru. Sistem kardiovaskuler yang dapat
dievaluasi seperti vena karotis sering kali meningkat
distensinya, letak impuls apikal dapat bergeser pada pasien
dengan kardiomiopati dilatasi, dan intensitas bunyi jantug akan
jauh menurun pada efusi perikardial atau temponade.

16
3) Pemeriksaan penunjang
a) EKG (Elekto Kardiografi)
Gambaran rekaman EKG dapat membantu menentukan
etiologi dari syok kardiogenik. Misalnya pada infark
miokard akut akan terlihat gambaranya pada rekaman
tersebut. Demikian pula bila lokasi infark terjadi pada
ventrikel kanan maka akan terlihat proses sandapan jantung
sebelah kanan. Begitu pula bila gangguan irama atau
aritmia sebagai etiologi terjadinya syok kardiogenik, maka
dapat dilihat melalui rekaman aktivitas listrik jantung
tersebut.
b) Foto Rontgen dada
Terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru
atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat.
Gambaran kongesti paru menunjukkan kecil kemungkinan
terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan atau keadaan
hipovolemia.
c) Ekokardiografi
Dapat dilihat penilaian fungsi ventrikel kanan-
kiri (global maupun segmental), fungsi katup-katup jantung
( stenosis atau regurgetasi), tekanan ventrikel kanandan
deteksi adanya shunt atau (misalnya pada defekseptal
ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi perikardial
atau tamponade.
d) Saturasi oksigen
Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan
dapat dilakukan pada saat pemasangan kateter swan-
ganz, yang juga dapat mendeteksi adanya defekseptal
ventrikel, bila terdapat pintas darah yang kaya oksigen dari
ventrikel kiri ke ventrikel kanan maka akan terjadi saturasi
oksigen yang step up bila dibandingkan dengan saturasi
oksegen vena dari vena kava dan arteri pulmonal.

17
c. Syok distributive
1) Syok neurogenik
a) Hipotensi
b) Reaksi refleks simpatis khas dari syok tidak terjadi, seperti
takikardi dan takipnea
2) Syok septic
Tanda dan gejala syok septik dibagi menjadi 2 yaitu fase
hiperdinamik dan hipodinamik.
i. Fase hiperdinamika
a. Suhu tubuh meningkat
b. Tampak kemerahan dan timbul petechie
c. Peningkatan CO secara signifikan
d. Tahanan vaskuler sistemik turun sehubungan dengan
fasodilatasi
e. Takikardia, takipnea
f. Tekanan darah sistolik hampir mendekati normal ,
tetapi sebaliknya tekanan diastolik rendah
g. Perubahan status mental seperti rasa tidak enak di
badan, agitas, cemas.
ii. Fase hipodinamika
a. Suhu tubuh mendekati sub normal
b. Pernapasan cepat dan dalam
c. Penurunan kardiak output
d. Hipotensi dan takikardia
e. Peningkatan tahanan vaskuler sistemik sehubungan
dengan fase konstruksi
f. Perfusi jaringan tidak adekuat sehingga
menyebabkan akral dingin dan pucat
g. Hipoperfusi renal sehingga menurunkan output urin
< 30ml/jam
h. Peningkatan serum laktat sebagai akibat dari
metabolisme anaerob dan asidosis metabolik

18
i. Perubahan status mental letargi, koma
3) Syok anafilatik
a) Mengi berat dan dispnea
b) Diaphoresis
c) Edema bibir, faring, dan ekstermitas
d) Ruam merah menyebar
7. Penatalaksanaan
1) Syok hipovolemik
a) Pemantauan
Pemantauan yang harus dilakukan selama stabilisasi dan
pengobatan denyut jantung, frekuensi pernapasan, tekanan
darah, tekanan vena sentral (CVP) dan pengeluaran urine.
Pengeluaran urin yang kurang dari 30 ml/jam (atau 0,5
ml/kg/jam) menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.
b) Penatalaksanaan pernapasan
Pasien harus diberi aliran oksigen yang tinggi melalui masker
atau kanula. Jalan napas yang bersih harus dipertahankan
dengan posisi kepala dan mandibula yang tepat dan aliran
pengisapan darah dan sekret yang sempurna. Penentuan gas
darah arterial harus dilakukan untuk mengamati ventilasi dan
oksigenasi. Jika ditemukan kelainan secara klinis atau
laboratorium analisis gas darah, pasien harus di intubasi dan
diventilasi dengan ventilator yang volumenya terukur. Volume
tidak harus diatur sebesar 12-15 ml/kg, frekuensi pernapasan
sebesar 12-16/mnt. Oksigen harus diberikan untuk
mempertahankan PO2 sekitar 100 mmHg. Jika pasien
“melawan” terhadap ventilator, maka obat sedatif atau
pelumpuh otot harus diberikan. Jika cara pemberian ini gagal
untuk menghasilkan oksigenasi yang adekuat, atau jika fungsi
paru-paru menurun harus ditambahkan 3-10 cm tekanan
ekspirasi akhir positif.
c) Pemberian cairan

19
Penggantian cairan harus dimulai dengan memasukan Ringer
Laktat (RL) atau larutan garam fisiologis secara cepat.
Kecepatan pemberian dan jumlah aliran intravena yang
diperlukan berfariasi tergantung beratnya syok. Umumnya
paling sedikit 1-2 l larutan ringer laktat harus diberikan dalam
45-60 menit pertama atau lebih, bisa lebih cepat lagi apabila
dibutuhkan. Jika hipotensi dapat diperbaiki dan tekanan darah
tetap stabil, ini merupakan indikasi bahwa kehilangan darah
sudah minimal. Jika hipotensi tetap berlangsung harus
dilakukan transfusi darah pada pasien ini secepat mungkin dan
kecepatannya serta jumlah yang diberikan disesuaikan dengan
respon yang dipantau.
d) Vasoprosesor
Pemakaian vasopresor pada penanganan syok hipovolemik
akhir-akhir ini jarang dipergunakan. Alasannya yaitu bahwa hal
ini lebih mengurangi perfusi jaringan. Pada kebanyakkan
kasus, vasopresor tidak boleh digunakan. Terapi vasopresor
mungkin bermanfaat pada beberapa keadaan.
Vasopresor dapat diberikan sebagai tindakan sementara untuk
meningkatan tekanan darah sampai didapatkannya cairan
pengganti yang adekuat. Hal ini terutama bermanfaat
bagi pasien yang lebih tua dengan penyakit koroner atau
penyakit pembuluh darah otak yang kuat. Zat yang digunakan
adalah norepineprin 4-8 mg yang dilarutkan dalam 500 ml 5%
dekstrosa dalam air (D5W), atau metaraminol 5-10 mg yang
dilarutkan dalam 500 ml D5W, yang bersifat vasokontriktor
predominon dengan efek yang minimal pada jantung. Dosis
harus disesuaikan dengan tekanan darah.
2) Syok kardiogenik
a) Etiologi syok harus ditentukan secepat mungkin
b) Pemantauan hemodinamik (kalau mungkin memakai kateter
Swan-ganz)

20
c) Pemberian oksigen (kalau mungkin oksigen 28-48 % dengan
ventury face mask)
d) Menghilangkan nyeri dengan morfin 4-8 mg intravena
e) Berikan dopamin 2-15 µg/kg/m, norepineprin 2-20 µg/kg/m
atau dobutamin 2,5-10 µg/kg/m untuk meninggikan tekanan
perfusi arterial dan kontraktilitas. Boleh juga diberikan amrinon
IV (kalo ada)
f) Cairan intravena kalau mungkin berikan dekstra 40
g) Furosemid 40-80 mg atau asam etakrinik 50 mg (bila ada
bendungan paru). Diuretik menyebabkan vasodilatasi vena dan
dieresis, hingga bendungan paru berkurang dan oksigenasi
darah meningkat. Juga ukuran jantung serta kebutuhan oksigen
dikurangi.
h) Digitalis hanya diberikan pada takikardia supra ventrikel dan
fibrilasi atrial.
i) Vasodilator hanya diberikan bila dijumpai vasokontriksi perifer
hebat dan penderita dipantau tetap secara klinik dan
hemodimik 
j) Tindakan pintas koroner dan angioplasti darurat kalau perlu
3) Syok distributif
a) Syok neurogenik
Terapi konservatif :
1. Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring ditempat tidur selama
beberapa hari dengan sikap yang baik adalah sikap dalam
posisi setenga duduk, yaitu tungkai dalam sikap fleksi pada
sendi panggul dan lutut tertentu. Tempat tidur tidak boleh
memakai pegas sehingga tempat tidur harus dari papan yang
lurus dan ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah baring
bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut.
Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya
gangguan yang dirasakan penderita.

21
2. Medikamentosa
a. Simptomatik
b. Causal; kolagen
3. Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan
jangkauan permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi
otot dan mengurangi lordosis. Terapi operatif dikerjakan
jika dengan tindakan konservatif tidak memberikan hasil
yang nyata, kambuh berulang atau terjadi devisit neurologis.
Rehabilitasi Mengupayakan penderita segera bekerja seperti
semula agar tidak menggantungkan diri pada orang lain
dalam melakukan kegiatan sehari-hari, serta klien tidak
mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih,
dsb.
b) Syok septik
1. Penggantian cairan harus dimulai untuk menggantikan
cairan yang keluar dari pembuluh darah. Harus dilakukan
pengawasan terhadap tanda tanda klinis gagal jantung
kongestif dan pemantauan tekanan vena sentral
2. Karena organisme yang dapat menyebabkan syok septik
jarang diketahui pada permulaan pemeriksaan, maka
sprektum anti biotika yang dipakai harus ditentukan secara
empiris. Setelah kultur darah dan faktor-faktor lain yang
berkaitan dengan urin, sputum, luka, cairan cerebrospinal
sesuai indikasi, pemakaian antibiotika yang tepat harus
dimulai. Diberikan gentamicin atau topramicin 5
mg/kg/hari secara intravena dan ampicilin 2 gr intravena
setiap 6 jam. Jika organisme anaerob yang dicurigai,
clindamicin 20 mg/kg/hari intravena atau cloramfenikol 4
gr/hari intravena atau cefoxitin 8 gr/hari intravena, dalam
dosis terbagi. Jika pseudomonas diperkirakan sebagai

22
organisme penyebab, karbenisilin 500 mg/kg/hari intravena
dalam dosis terbagi harus ditambahkan.
3. Kortikosteroid adrenal dapat diberikan tapi pemakaiannya
dalam syok septik masih kontoversial, dan tidak jelas
apakah pemakaiannya secara bermakna merubah keadaan
pasien
4. Jika pemberian cairan pengganti gagal mengatasi hipotensi,
obat-obatan vasoaktif diindikasikan. Diberikan dopamin 2-
20 µg/kg/menit
5. Plasma segar beku harus diberikan jika terdapat DIC
c) Syok anafilatik
Tanpa memandang beratnya derajat anafilaksis, sekali
diagnosis sudah ditegakkan pemberian epinefrin tidak boleh
ditundah. Hal ini karena cepatnya mula penyakit dan lamanya
gejala anafilaksis berhubungan erat dengan kematian. Dengan
demikian sangat masuk akal apabila pemberian epinefrin
1:1000 yang diberikan adalah 0,01 ml/kgBB sampai mencapai
maksimal 0,3 ml subkutan dan diberikan setiap 15-20 menit
sampai 3-4 kali, seandainya gejala penyakit bertambah buruk
atau dari awalnya kondisi penyakitnya sudah berat, suntikan
dapat diberikan secara intramuskuler dan bahkan kadang-
kadang dosis epinefrin dapat dinaikan sampai 0,5 ml sepanjang
pasien tidak mengidap kelainan jantung. Bila pencetusnya
allergen seperti suntikan imunoterapi, penicilin atau sengatan
serangga, segera diberikan suntikan infiltrasi epinefrin 1:1000,
0,1-0,3 ml dibekas tempat suntikan untuk mengurangi absorbsi
agen tadi. Bila mungkin dipasang torniquet proksimal dari
tempat suntikan dan kendorkan setiap 10 menit. Selanjutnya
dua hal penting yang harus segera diperhatikan dalam
memberikan terapi pada pasien anafilaksis yaitu mengusahakan
agar :
1. Sistem pernafasan yang berjalan baik.

23
2. Sistem kardiovaskuler yang juga harus berfungsi baik
sehingga perfusi jaringan memadai.

B. KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
1) Pengkajian primer
a. Airway : penilaian akan kepatenan jalan napas,
meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan
napas,adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara
dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula penanganan
adanya suara napas tambahan seperti mendengkur.
b. Breathing : frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot
bantu pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas.
Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji
adanya suara napas tambahan seperti ronchi, mengi, dan kaji
adanya trauma pada dada.
c. Sirkulasi : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan
curah jantung serta adanya perdarahan. Pengkajian juga
mencakup status hemodinamik, warna kulit, nadi.
d. Disability : nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi
motorik
e. Eksposur
a) Paparkan tubuh pasien secara luas
b) Memeriksa dan meraba bagian belakang untuk kelainan,
menggunakan tindakan pencegahan tulang belakang leher
untuk menggulingkan pasien jika ada kemungkinan trauma.
Juga, periksa kulit untuk ruam, lesi jelas lainnya dan tanda-
tanda trauma
c) Perhatikan setiap bau tertentu tentang pasien
d) Mengukur suhu rectal

24
2) Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis dapat memanfaatkan format AMPLE (alergi,
medikasi, penyakit masa lalu, makanan terakhir, dan
lingkungan). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki
dan juga dapat ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih
spesifik seperti foto thoraks,dll.
3) Sirkulasi
a. Gejala: riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner,
GJK, masalah tekanan darah, diabetes melitus.
b. Tanda: tekanan darah turun <90 mmHg atau dibawah,
perubahan postural kata dari tidur sampai duduk berdiri, nadi
cepat tidak kuat atau lemah, tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4
mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan
kontraktilitas. Gejala hipoperfusi jaringan kulit; diaforesis
(kulit lembab) pucat, akral dingin, sianosis, vena-vena pada
punggung tangan dan kaki kolaps.
4) Eliminasi
a. Gejala: produksi urine <30ml/jam
b. Tanda: oliguri
5) Nyeri atau ketidaknyamanan
a. Gejala: nyeri dada yang mendadak dan sangat hebat, tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin, lokasi tipikal pada
dada anterior substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan,
wajah, tidak tentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
perut, punggung, leher, dengan skala biasanya 10 pada skala 1-
10, mungkin merasakan pengalaman nyeri paling buruk yang
pernah ada dialami.
b. Tanda: wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang,
mengeliat, menarik diri, kehilangan kontak mata, perubahan
frekuensi atau irama jantung, tekanan darah, pernafasan, warna
kulit atau kelembaban bahkan penurunan kesadaran.

25
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan terkait yang muncul antara lain :
1) Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan
aliran arteri dan atau vena.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(misalnya inflamasi, iskemia, neoplasma)
4) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(misalnya nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)

26
3. Intervensi
Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Perfusi jaringan tidak efektif Setelah dilakukan perawatan Manajemen syok
berhubungan dengan penurunan diharapkan perfusi perifer Tindakan
aliran arteri dan atau vena. meningkat (L02011) Observasi :
 Monitor status kardiopulmonal
Defenisi : penurunan sirkulasi darah Kriteria Hasil : (frekuensi dan kekuatan nadi,
pada level kapiler yang dapat  Parastesia menurun frekuensi napas, TD, MAP).
mengganggu metabolisme tubuh.  Pengisian kapiler membaik  Monitor status oksigenasi (oksimetri
 Akral membaik nadi, AGD).
Gejala dan Tanda Mayor :  Nadi perifer  Monitor status cairan (masukan dan
Subyektif : - membaik/teraba haluaran,CRT).
Obyektif : - pengisian kapiler > 3  Monitor tingkat kesadaran dan
detik. respon pupil.
- Nadi perifer menurun Terapeutik :
atau tidak teraba  Pertahankan jalan napas paten.
- Akral teraba dingin  Berikan oksigen untuk
- Warna kulit pucat mempertahankan saturasi oksigen
>94%.
Gejala dan Tanda Minor :
 Persiapkan intubasi dan ventilasi
Subyektif : parastesia
mekanis jika perlu.
Obyektif : -
 Berikan posisi syok (modified
trendelenbarg).
 Pasang jalur IV.
Kolaborasi :
 Pemberian infus cairan kristaloid 1-2
L pada dewasa.

27
 Pemberian infus cairan kristaloid 20
mL/kgBB pada anak
 Pemberian transfusi darah jika perlu.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan  Setelah dilakukan perawatan Manajemen Energi
dengan ketidakseimbangan antara suplai diharapkan toleransi aktivitas Tindakan
dan kebutuhan oksigen. meningkat (L05047) Observasi :
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
Defenisi : ketidakcukupan energi untuk Kriteria Hasil : mengakibatkan kelelahan
melakukan aktivitas sehari-hari.  Frekuensi nadi meningkat  Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Saturasi oksigen meningkat  Monitor pola dan jam tidur
Gejala dan Tanda Mayor :  Kemudahan dalam melakukan  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
Subyektif : mengeluh lelah aktivitas sehari-hari meningkat selama melakukan aktivitas
Obyektif : frekuensi jantung meningkat  Keluhan lelah menurun Terapeutik :
>20 % dari kondisi istirahat.  Dispnea saat/setelah aktivitas  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
menurun stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
Gejala dan Tanda Minor :
 Aritmia saat/setelah aktivitas  Lakukan latihan rentang gerak pasif
Subyektif : - dispnea saat/ seteah aktivitas
menurun dan/atau aktif
- Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas  Sianosis menurun  Berikan aktivitas distraksi yang
- Merasa lemah menyenangkan
  Edukasi :
Obyektif : - tekanan darah berubah >20%
dari kondisi istirahat  Anjurkan tirah baring
- Gambaran EKG  Anjurkan melakukan aktivitas secara
menunjukan aritmia bertahap
saat/setelah aktivitas  Anjurkan menghubungi perawat jika
- Sianosisi tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
 Anjurkan strategi koping untuk

28
mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
3. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan Manajemen nyeri
agen pencedera fisiologis (misalnya diharapkan tingkat nyeri menurun Tindakan
inflamasi, iskemia, neoplasma). (L08066) Observasi :
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Defenisi : pengalaman sensorik atau Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
emosional yang berkaitan dengan  Keluhan nyeri menurun  Identifikasi skala nyeri
kerusakan jaringan aktual atau  Gelisah menurun  Identifikasi respon nyeri non verbal
fungsional, dengan onset mendadak  Menarik diri menurun  Identifikasi faktor yang memperberat dan
atau lambat dan berintensitas ringan  Berfokus pada diri sendiri memperingan nyeri
hingga berat yang berlansung kurang menurun  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
dari 3 bulan.  Kesulitan tidur menurun tentang nyeri
 Pupil dilatasi menurun  Identifikasi pengaruh budaya terhadap
Gejala dan Tanda Mayor :
 Pola napas membaik respon nyeri
Subyektif : mengeluh nyeri
Obyektif : - tampak meringis  Frekuensi nadi membaik  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
- Bersikap protektif  Tekanan darah membaik hidup
(misalnya waspada,  Monitor keberhasilan terapi
posisi menghindari komplementer yang sudah diberikan
nyeri)  Monitor efek samping penggunaan
- Gelisah analgetik
- Frekuensi nadi Terapeutik :
meningkat  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
- Sulit tidur. mengurangi rasa nyeri (misalnya
Gejala dan Tanda Minor : hypnosis, akupresur, terapi music,

29
Subyektif : - biofeedback, terapi pijat, aroma terapi)
Obyektif : - tekanan darah  Kontrol lingkungan yang memperberat
meningkat rasa nyeri (misalnya suhu ruangan,
- Pola napas berubah pencahayaan, kebisingan)
- Napsu makan berubah  Fasilitasi istirahat dan tidur
- Proses berpikir  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
terganggu dalam pemilihan strategi meredakan
- Menarik diri nyeri
- Berfokus pada diri Edukasi :
sendiri  Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
 Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Pemberian analgetik jika perlu
4. Pola napas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan perawatan Manajemen jalan napas
dengan hambatan upaya napas (misalnya diharapkan pola napas membaik Tindakan
nyeri saat bernapas, kelemahan otot (L01004) Observasi :
pernapasan)  Monitor pola napas (frekuensi,
Kriteria Hasil : kedalaman, usaha napas)
Defenisi : inspirasi dan/atau ekspirasi yang  Ventilasi semenit meningkat  Monitor bunyi napas tambahan (misalnya
tidak memberikan ventilasi adekuat.  Kapasitas vital meningkat gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
 Diameter thoraks anterior-

30
Gejala dan Tanda Mayor : posterior meningkat kering)
Subyektif : dispnea  Tekanan ekspirasi dan inspirasi  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Obyektif : - penggunaan otot bantu meningkat Terapeutik :
pernapasan  Penggunaan otot bantu napas  Pertahankan kepatenan jalan napas
- Fase ekspirasi memanjang menurun dengan head-tiit dan chin-tiit (jaw-thrust
- Pola napas abnormal  Pemanjangan fase ekspirasi jika curiga trauma servikal)
(misalnya takipnea, menurun  Posisikan semi-fowler atau fowler
bradipnea, hiperventilasi,  Ortopnea menrun  Berikan minum hangat
kussmaul, cheyne-stokes)  Pernapasan pursed-tip  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
menurun  Lakukan pengisapan lender kurang dari
Gejala dan Tanda Minor :
 Pernapasan cuping hidung 15 detik
Subyektif : ortopnea
menurun  Lakukan hiperoksigenasi sebelum
Obyektif : - pernapasan pursed-tip
 Frekuensi napas membaik penghisapan endotrakeal
- Pernapasan cuping hidng
- Diameter thoraks anterior-  Kedalaman napas membaik  Keluarkan sumbatan benda padat dengan
posterior meningkat  Ekskursi dada membaik forsep McGiil
- Ventilasi semenit menurun  Berikan oksigen jika perlu
- Kapasitas vital menurun Edukasi :
- Tekanan ekspirasi menurun  Anjurkan asupan cairan 200 ml/hr, jika
- Tekanan inspirasi menurun tidak kontraindikasi
- Ekskursi dada berubah  Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
Pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik jika perlu

31
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan yang telah dibuat oleh untuk mencapai hasil yang efektif
dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan dan
keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga
pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian rencana yang
telah ditentukan tercapai.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari
tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap
tahapan poses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan
evaluasi itu sendiri.

32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syok merupakan suatu keadaan gawat darurat yang sering terjadi
pada anak akibat adanya kegagalan sirkulasi dalam memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi jaringan. Pada keadaan kegawatdaruratan harus segera
ditangani dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui jenis-
jenis syok serta derajat syok. Tindakan resusitasi cairan merupakan salah
satu tatalaksana dari syok. Pemberian obat-obatan inotripoik dapat
meningkatkan kontraktilitas miokard dan memiliki berbagai macam efek
pada resisten vaskular perifer pada pasien syok dan tidak terkompensasi.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Untuk menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan kritis pada
pasien syok.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Agar dapat digunakan sebagai wacana dan pengetahuan tentang
perkembangan ilmu keperawatan terutama asuhan keperawatan kritis
pada pasien syok.

33
DAFTAR PUSTAKA

Baughman,J.C.(2000).Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :EGC.

Danusantoso. (2014). Pengukuran Indeks Syock Untuk Deteksi Dini Syock


Hipofelemik Pada Anak Takikardi: Telaah Terhadap Perubahan Indeks Isi
Sekuncup.Sari Pediatri, 319-20.

Hardisman. (2013). Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok


Hipovolemik. Jurnal Kesehatan Andalas, 82-178.

.Manuaba, C. M. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

Michael Eliastam,G.L.(1998).Penuntun Kedaruratan Medis Edisi 5.Jakarta: EGC.

Muttaqin,A.(2009).Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiov
askuler. Jakarta: Salemba Medika.

PPNI DPP SDKI Pokja Tim. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
I : Jakarta : DPP PPNI

PPNI DPP SDKI Pokja Tim. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indones
Edisi I : Jakarta : DPP PPNI

PPNI DPP SDKI Pokja Tim. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi I : Jakarta : DPP PPNI

Rickhesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Tambayong, d. J. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

34

Anda mungkin juga menyukai