Anda di halaman 1dari 11

OPINI

BUDAYA KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY CULTURE)


DAN
PROSES SERAH TERIMA KLINIS

Disusun
Untuk Memenuhi UAS Mata Kuliah Keselamatan Pasien Dan Kesehatan Kerja
Dalam Keperawatan
Dosen Pengampuh : Yosephina M.H. Keytimu, S.Kep.,Ns.,M.P.H

OLEH
PIUS NASUTION MAU
NIM : 011221092

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NUSA NIPA
INDONESIA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan sistem rumah sakit yang
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya dilakukan. European Society (2006) WHO patient safety (2009),
menyatakan budaya keselamatan pasien merupakan integrasi pola individu dan
perilaku organisasi didasari oleh keyakinan dan nilai-nilai untuk meminimalkan
kondisi yang membahayakan pasien secara terus menerus.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefenisikan keselamatan pasien
sebagai pencegahan kesalahan dan efek samping pada pasien yang terkait
dengan perawatan kesehatan dan untuk tidak membahayakan pasien.
Penyerahan adalah proses kritis namun sering dilakukan secara
serampangan, dengan metode dan tingkat informasi sangat bervariasi. Serah
terima klinis didefenisikan sebagai pertukaran informasi antara profesional
kesehatan tentang pasien atau tanggung jawab untuk pasien. Serah terima klinis
harus memastikan bahwa penyimpangan dalam kesinambungan perawatan
pasien, kesalahan dan bahaya berkurang di rumah sakit atau komunitas. Fungsi
utama serah terima klinis adalah untuk meningkatkan efektivitas tindakan yang
diambil oleh penerima. Meskipun penting, serah terima klinis seringkali
dilakukan dengan buruk dengan konsekuensi yang berpotensi serius bagi
pasien.
BAB II
SERAH TERIMA KLINIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI
RUMAH SAKIT

A. Serah Terima Klinis


Serah terima klinis bekerja paling baik ketika semua pihak
menggunakan kerangka kerja yang sama dan ISBAR menyediakan
model bersama untuk transfer informasi yang relevan dan ringkas antara
dokter. Dengan menyediakan kerangka kerja yang jelas dan
terstandarisasi, dapat membantu mengurangi perebedaan kekuatan yang
dapat mengahambat transfer informasi. Transfer informasi dapat
meliputi dokter ke dokter, perawat ke perawat, dokter ke perawat, tim
kesehatan lain ke dokter, dan perawat ke tim kesehatan lain. ISBAR
dapat digunakan dalam sejumlah interaksi, seperti :
1. Pergantian shift
2. Transfer antar rumah sakit
3. Laporan dan pengarahan
4. Keadaan darurat medis
5. Pemulangan pasien ke layanan masyarakat
Pendekatan ini tidak hanya berlaku untuk komunikasi verbal, tetapi juga
dapat digunakan dalam bentuk tertulis, termasuk memo, formulir
permintaan radiologi dan dokumen rujukan.

Tips mempersiapkan ISBAR.


Ada elemen penting yang perlu diperhatikan dalam proses serah terima
klinis. Serah terima klinis harus mencakup pengalihan tanggung jawab
untuk perawatan pasien, dan kerahasiaan pasien harus dijaga. Kiat
utama untuk mempersiapkan ISBAR antara lain :
1. Persiapan sangat penting dengan alas an rujukan yang jelas
2. Setelah menulis, menyiapkan pertanyaan yang membantu
3. Penting untuk mengumpulkan semua informasi pasien sebelum
serah terima, misalnya rontgen, EKG,ECG
4. Mencatat dan merekam setiap instruksi
5. ISBAR berfungsi paling baik saat kedua pihak menggunakan
kerangka kerja yang sama.
Aliran informasi pasien sangat penting untuk keselamatan pasien, dan
keseimbangan antara efisiensi dan kelengkapan sangat diperlukan.
Dalam perencanaan dan pengorganisasian serah terima klinis, penting
untuk mempertimbangkan :
1. Siapa yang harus terlibat?
2. Kapan itu harus dilakukan?
3. Dimana harus dilakukan?
4. Bagaimana seharusnya itu terjadi?
5. Informasi apa yang harus diserahkan?
Banyak komponen individu dari transisi pasien dari ruang operasi ke
ICU telah ditemukan sangat penting untuk keberhasilan serah terima
pasien. Komponen-komponen tersebut antara lain :
1. Pergantian monitor dan peralatan pasien yang efisien
2. Membatasi diskusi untuk hal-hal yang terkait dengan pasien
3. Berbagi informasi secara tatap muka dan diskusikan rencana
antar semua penyedia layanan
4. Membatasi interupsi selama penyerahan informasi.
Serah terima klinis yang komprehensif mengacu pada transfer informasi
dan tanggung jawab professional serta kemampuan akuntabel antara
individu dan tim dalam keseluruhan sistem perawatan. Tujuan utamanya
adalah menciptakan proses transisi yang aman,penerapan protocol yang
jelas, dan menghasilkan proses yang lebih efisien.
Berdasarkan tiga literatur yang menggunakan beberapa data mengenai
serah terima klinis ditemukan masih ada kesalahan atau kelalaian yang
terjadi dalam proses serah terima pasien. Studi menunjukkan bahwa
12%-14% praktisi menyaksikan kesalahan yang terjadi selama serah
terima setidaknya setiap minggu. Hal ini menunjukkan bahwa
kurangnya pengetahuan dan keterampilan pemberi pelayanan dalam
menerapkan proses serah terima klinis. Untuk itu sangat diharapakan
perlu dilaksanakan pelatihan-pelatihan berkelanjutan bagi tenaga
kesehatan mengenai proses serah terima klinis. Pada tempat saya bekerja
proses serah terima klinis tidak sesuai dengan terori, hal ini karena tidak
adanya pelatihan-pelatihan tentang serah terima klinis serta keterbatasan
sarana dan fasilitas yang tidak mendukung dan juga kurangnya
pemahaman dari petugas kesehatan tentang proses serah terima klinis
yang baik dan efektif.

B. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Budaya Keselamatan


Pasien Di Rumah Sakit.
Colla et al (2005) menyatakan organisasi dengan budaya positif
dikarakteristik dengan adanya komunikasi yang saling percaya, saling
berbagi presepsi tentang pentingnya keselamatan dan adanya keyakinan
terhadap kemampuan melakukan tindakan pencegahan. Budaya
keselamatan merupakan kunci untuk mendukung tercapainya
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja dalam organisasi (KKP-
RS 2007).
Menurut Depkes RI (2008) dalam Panduan Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, langkah pertama program keselamatan pasien di rumah sakit
adalah membangun budaya keselamatan pasien atau menumbuhkan
kesadaran pada seluruh karyawan akan pentingnya nilai keselamatan di
rumah sakit.
Cara meningkatkan mutu pelayanan keselamatan pasien di tingkat unit
maka harus dilakukan upaya perubahan budaya keselamatan pasien di
seluruh unit rumah sakit.
a. Budaya keselamatan pasien
Budaya keselamatan merupakan faktor penting untuk memahami
upaya untuk memajukan perawatan pasien yang aman. Untuk
meningkatkan budaya keselamatan pasien, kesadaran perawat
tentang pentingnya keselamatan pasien juga perlu ditingkatkan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi praktek manajemen
keselamatan pasien adalah beban kerja, dan sistem konstruksi
manajemen keselamatan pasien. Hal ini menunjukan bahwa jika
beban kerja terlalu banyak dan sistem konstruksi manajemen yang
tidak baik akan mempengaruhi praktek manajemen keselamatan
tidak maksimal dan efisien.
b. Insiden keselamatan pasien
Hasil penelitian menemukan 13,6% perawat yang bekerja di ICU
menghadapi potensi ancaman terhadap insiden keselamatan pasien,
dimana 48,8% dari insiden tersebut adalah jatuh dan sebagian besar
perawat tidak pernah mendokumentasikan insiden tersebut. Oleh
karena itu kesadaran perawat tentang keselamatan pasien harus
ditingkatkan dan pengetahuan yang terkait harus terus di update
dengan sering memberikan pelatihan kepada perawat. (Yilmas &
Goris,2015).
c. Pelaporan insiden keselamatan pasien
Meningkatkan kualitas dan keselamatan pasien kesalahan saat ini.
Kejadian sistem laporan tidak menyediakan cakupan yang cukup dan
memadai sebagai faktor yang berkontribusi terhadap gangguan
keamanan dan perawatan yang berkualitas.
Berdasarkan hasil dua literatur yang menggunakan beberapa data masih
ditemukan mengenai faktor keselamatan pasien masih rendah
diakibatkan oleh kurangnya kesadaran perawat dan tim lainnya dalam
meningkatkan derajat keselamatan pasien, untuk meningkatkan
kebijakan keselamatan pasien sangat perlu dilakukan adalah patient
safety. Dengan lebih mengutamakan patient safety maka tujuan untuk
meningkatkan derjata keselamatan pasien akan berhasil.
Pada tempat saya bekerja, kebijakan tentang patient safety belum di buat
karena belum adanya sosialisasi tentang patient safety dan terkadang
jika terjadi insiden keselamatan pasien tidak dilaporkan secara resmi.
Hal ini menunjukkan budaya keselamatan pasien ditempat kerja saya
belum diterapkan secara baik dan benar.
BAB III
PENUTUP

Serah terima klinis yang efektif merupakan komponen penting dari


perawatan pasien yang aman untuk memastikan pengurangan kesalahan, bahaya
pasien, dan meningkatkan kesinambungan perawatan. Sangat penting bagi
pemimpin layanan kesehatan dan profesional dari seluruh disiplin ilmu
kesehatan bekerja sama untuk memastikan praktik serah terima klinis yang baik
dikembangkan dan dipertahankan.
Dan dengan meningkatkan budaya keselamatan pasien maka angka
kejadian insiden keselamatan pasien dapat diminimalkan. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan penerapan budaya keselamatan pasien
untuk meminimalkan insiden keselamatan pasien adalah dengan melakukan
pelaporan insiden kesalamatan pasien, baik KNC, KPC, KTC apalagi KTD.
Namun, masih banyak praktisi keperawatan yang mengabaikan pelaporan
insiden karena menganggap insiden tersebut masih bisa ditangani dengan
sendirinya atau mereka tidak melaporkan jika tidak terjadi cedera pada pasien
dan hanya melaporkan jika sudah terjadi cedera.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Burgess, A., Diggele, C. Van, Roberts, C., & Mellis, C. (2020). Mengajar serah
terima klinis dengan ISBAR. 20(Suppl 2), 1–8.

Habib, M., Lawati, A. L., Dennis, S., Short, S. D., & Abdulhadi, N. (2018).
Akses terbuka Keselamatan pasien dan budaya keselamatan dalam perawatan
kesehatan primer : tinjauan sistematis. 0, 1–12.

November, P., Joy, B. F., Elliott, E., Hardy, C., Sullivan, C., Backer, C. L., &
Kane, J. M. (n.d.). Protokol multidisiplin standar meningkatkan penyerahan
pasien bedah jantung ke unit perawatan intensif Protokol multidisiplin standar
meningkatkan serah terima pasien bedah jantung ke unit perawatan intensif *.
November 2014. https://doi.org/10.1097/PCC.0b013e3181fe25a1

Sakit, R., Newham, U., & Ndlovu, N. (2022). Translated by Google Abstrak
Machine Translated by Google Metode. 1–12.
https://doi.org/10.20944/preprints202205.0202.v2

Sakit, U. R. (2009). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Budaya


Keselamatan Pasien di Rumah sakit Latar belakang.
BUDAYA KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY CULTURE)
DAN
PROSES SERAH TERIMA KLINIS

Keselamatan (Safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Oleh karena itu, keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk
dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan terjadinya Insiden Keselamatan
Pasien (IKP) dirumah sakit. Menurut Depkes RI (2008) dalam Panduan
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, langkah pertama program
keselamatan pasien di rumah sakit adalah membangun budaya keselamatan atau
menumbuhkan kesadaran pada seluruh karyawan akan pentingnya nilai
keselamatan di rumah sakit.
Budaya keselamatan merupakan faktor penting untuk memahami upaya
untuk memajukan perawatan pasien yang aman. Ada beberapa faktor budaya
keselamatan pasien yaitu budaya keselamatan itu sendiri, insiden keselamatan
pasien dan pelaporan insiden keselamatan pasien. Untuk meningkatkan budaya
keselamatan pasien, kesadaran perawat tentang pentingnya keselamatan pasien
juga perlu ditingkatkan.
Dalam hal penerapan budaya keselamatan pasien tidak terlepas pada
proses serah terima klinis. Ada elemen penting yang perlu diperhatikan dalam
proses serah terima klinis. Serah terima klinis harus mencakup pengalihan
tanggung jawab untuk perawatan pasien, dan kerahasiaan pasien harus dijaga.
Banyak komponen individu dari transisi pasien dari ruang operasi ke ICU telah
ditemukan sangat penting untuk keberhasilan serah terima pasien.
Serah terima klinis yang komprehensif mengacu pada transfer informasi
dan tanggung jawab profesional serta kemampuan akuntabel antara individu
dan tim dalam keseluruhan sistem perawatan. Tujuan utamanya adalah
menciptakan proses transisi yang aman, penerapan protokol yang jelas, dan
menghasilkan proses yang lebih efisien.
Pada Puskesmas Wolofeo, budaya keselamatan pasien belum sepenuhnya
dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan adanya perawat yang pada saat bertugas
jarang kontak dengan pasien, terutama pada pasien rawat inap. Perawat kadang-
kadang membiarkan pasien di ruang perawatan bersama keluarganya dan jika
dibutuhkan baru kontak dengan pasien. Pada saat pergantian dinas, terkadang
perawat meninggalkan pasien di ruang perawatan, proses serah terima klinis
tidak dilakukan jika perawat yang bertugas pada shift berikutnya datang
terlambat. Begitu pula dengan proses serah terima klinis tidak sesuai standar
karena tidak ada kerangka kerja yang jelas. Terkadang perawat melakukan
serah terima hanya melaporkan jumlah pasiennya saja. Fungsi kontrol sebagai
perawat tidak dilaksanakan dengan baik karena tidak tegasnya pemimpin dalam
membina staf puskesmas. Hal ini menunjukan bahwa kurangnya pengetahuan
dan keterampilan pemberi pelayanan dalam menerapkan budaya keselamatan
dan proses serah terima klinis.
Insiden pasien jatuh pernah terjadi di ruang perawatan. Dan perawat yang
bertugas pada saat itu tidak pernah mendokumentasikan insiden tersebut.
Perawat terkadang menganggap sepeleh terhadap potensi ancaman terhadap
insiden keselamatan pasien. Oleh karena itu kesadaran perawat tentang
keselamatan pasien harus ditingkatkan dan pengetahuan yang terkait harus terus
di update dengan sering memberikan pelatihan kepada perawat.
Jika terjadi insiden perawat tidak melaporkan insiden tersebut kepada
pimpinan. Perawat seolah-olah menyembunyikan insiden tersebut karena takut
mendapat sanksi dari pimpinan atau perawat takut jika melaporkan insiden
tersebut akan diproses secara hukum. Hal ini karena kejadian sisten laporan
tidak menyediakan cakupan yang cukup dan memadai sebagai faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan keamanan dan perawatan yang berkualitas.
Berdasarkan faktor keselamatan pasien yang masih rendah yang
diakibatkan oleh kurangnya kesadaran perawat dan tim lainya dalam
meningkatkan derajat keselamatan pasien, untuk meningkatkan kebijakan
keselamatan pasien sangat perlu dilakukan adalah patient safety. Dengan lebih
mengutamakan patient safety maka tujuan untuk meningkatkan derajat
keselamatan pasien akan berhasil.
Untuk meningkatkan budaya keselamatan maka para pemimpin harus
memprioritaskan budaya keselamatan agar resiko terhadap pasien tidak akan
terjadi. Pemimpin perlu membuat kebijakan tentang patient safety dan
mensosialisasikan tentang patient safety kepada semua karyawannya. Dan
kesadaran perawat tentang pentingnya keselamatan pasien perlu di tingkatkan
dengan cara peningkatan sumber daya dan mengikuti pelatihan-pelatihan
tentang manajemen keselamatan pasien.
Dan dengan meningkatkan budaya keselamatan pasien maka angka
kejadian insiden keselamatan pasien dapat diminimalkan. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan penerapan budaya keselamatan pasien
untuk meminimalkan insiden keselamatan pasien adalah dengan melakukan
pelaporan insiden keselamatan pasien, baik KNC, KPC, KTC apalagi KTD.

Anda mungkin juga menyukai