Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN HASIL SURVEY

BUDAYA KESELAMATAN PASIEN


PADA BADAN LAYANAN UMUM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER
AGOESDJAM
KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG


BADAN LAYANAN UMUM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER AGOESDJAM
TAHUN 2019
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurangnya kemanan dan sistem yang baik merupakan
masalah yang dihadapi oleh penyedia pelayanan kesehatan
untuk menyeberangi jurang dari perawatan yang bisa diberikan
saat ini untuk mencapai perawatan yang seharusnya diberikan
(IOM, 2000). Keselamatan Pasien/KP (Patient Safety)
merupakan issue Global dan Nasional bagi rumah sakit dan
merupakan komponen penting dari mutu pelayanan kesehatan,
serta merupakan prinsip dasar dalam pelayanan pasien dan
komponen kritis dalam manajemen mutu (WHO, 2004).
Perhatian dan Fokus terhadap Keselamatan Pasien ini didorong
oleh masih tingginya angka kejadian Tak Diinginkan (KTD) atau
Adverse Event (AE) di rumah sakit baik secara global maupun
nasional. KTD yang terjadi di berbagai negara dipekirakan
sekitar 4.0 – 16.6 % (Vincent 2005 dalam Raleigh, 2009) dan
hampir 50 % diantaranya adalah kejadian yang dapat dicegah
(Cahyono, 2008, Yahya, 2011). Adanya KTD tersebut selain
berdampak pada peningkatan biaya pelayanan juga dapat
membawa rumah sakit ke area blamming, menimbulkan
konflik antara dokter/petugas kesehatan lain dan pasien, dan
tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum yang dapat
merugikan bagi rumah sakit (Depkes RI, 2006). Data KTD di
Indonesia masih sangat sulit diperoleh secara lengkap dan
akurat, tetapi dapat diasumsikan tidaklah kecil (KKP-RS,
2006).
Sebagai upaya memecahkan masalah tersebut dan
mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih aman diperlukan
suatu perubahan budaya dalam pelayanan kesehatan dari
budaya yang menyalahkan individu menjadi suatu budaya di
mana insiden dipandang sebagai kesempatan untuk
memperbaiki sistem (IOM, 2000). Sistem pelaporan yang

1
mengutamakan pembelanjaran dari kesalahan dan perbaikkan
sistem pelayanan merupakan dasar budaya keselamatan
(Reason, 1997). Meningkatnya kesadaran pelayanan kesehatan
mengenai pentingnya mewujudkan budaya keselamatan pasien
menyebabkan meningkatnya pula kebutuhan untuk mengukur
budaya keselamatan. Perubahan budaya keselamatan dapat
dipergunakan sebagai bukti keberhasilan implementasi
program keselamatan pasien.
RS. dr Agoesdjam memulai gerakan keselamatan pasien
pada tahun 2006 dengan dibentuknya Tim keselamatan Pasien
RS, namun sampai tahun 2009 belum ada data yang pasti
mengenai jumlah KTD. Minimnya data insiden mengakibatkan
rendahnya proses pembelajaran yang berdampak buruk pada
usaha pencegahan dan pengurangan cedera pada pasien.
Akibatnya, rumah sakit mengalami kesuitan untuk
mengidentifikasi potensi bahaya atau risiko yang dihadapi
dalam sistem pelayanan kesehatan.
Rendahnya sistem pelaporan dan pembelajaran insiden
di RS Panti Rapih tersebut merupakan bukti nyata bahwa
kesadaran staf rumah sakit akan potensi timbulnya kesalahan-
kesalahan masih rendah, masih tingginya budaya
menyalahkan (blamming culture) dan rasa takut untuk terbuka
dalam pelaporan jika terdapat insiden. Oleh sebab itu
dibutuhkan suatu upaya untuk meningkatkan keberhasilan
sistem pelaporan dan pembelanjaran yang berfokus pada
sistem mengurangi terjadinya cedera pasien di RS dr
Agoesdjam.
Langkah penting yang harus dilakukan adalah
membangun budaya keselamatan. Langkah pertama dalam
membangun budaya keselamatan adalah melakukan survey
budaya keselamatan pasien rumah sakit. Survey budaya
bermamfaat untuk mengetahui tingkat budaya keselamatan
rumah sakit sebagai acuan menyusun program kerja dan
melakukan evaluasi keberhasilan program keselamatan pasien
(Nieva, Sorra, 2003). Assesmen dalam survey ini

2
menggambarkan tingkat budaya keselamatan pasien dalam
satu waktu tertentu saja sehingga membutuhkan pengulangan
assesmen secara berkala untuk menilai perkembangannya.
Berdasarkan uraian di atas , maka dibuat laporan hasil
survey budaya keselamatan pasien di RS dr Agoesdjam
Ketapang.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran tingkat keberhasilan implementasi
program kerja Panitia Keselamatan Pasien RS dr Agoesdjam
dalam membangun budaya keselamatan pasien ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Melakukan evaluasi terhadap program kerja yang telah
dilakukan sebagai upaya membangun budaya keselamatan
di RS dr Agoesdjam dan pembelanjaran.
2. Tujuan Khusus:
a. Meningkatkan kesadaran tentang budaya keselamatan
pasien
b. Mengidentifikasi area membutuhkan pengembangan
dalam budaya keselamatan sesuai komponen Reason
untuk menyusun program kerja selanjutnya.
c. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam
pelaksanaan program keselamatan pasien khususnya
pelaporan insiden dan pembelanjaran.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi pimpinan Rumah Sakit dr Agoesdjam
a. Memberikan masukan tentang gambaran budaya
keselamatan pasien yang ada di RS dr Agoesdjam
Ketapang
b. Sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan
terkait dengan pelaksanaan program keselamatan pasien,
khususnya dalam membangun budaya keselamatan.
2. Bagi Panitia Keselamatan Pasien RS dr Agoesdjam
a. Dapat dipergunakan untuk melakukan evaluasi tingkat
keberhasilan program kerja panitia keselamatan pasien.

3
b. dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun
program kerja keselamatan pasien yang sesuai dengan
karakteristik rumah sakit

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit


1. Pengertian
Budaya organisasi adalah suatu pola keyakinan, nilai-
nilai perilaku, norma-norma yang disepakati/diterima dan
melingkupi semua proses sehingga membentuk bagaimana
seseorang berperilaku dan bekerja bersama. Budaya
organisasi merupakan kekuatan yang sangat besar dan
sesuatu yang tetap ada walaupun terjadi perubahan tim dan
perubahan personal.
Budaya keselamatan memiliki 4 pengertian utama:
1. kesadaran (awareness) yang aktif dan konstan tentang
potensi terjadinya kesalahan,
2. terbuka dan adil,
3. pendekatan sistem,
4. pembelanjaran dari pelaporan insiden.
Manfaat penting dari budaya keselamatan (NPSA, 2004):
a. Organisasi kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan yang
akan terjadi atau jika kesalahan telah terjadi.
b. Meningkatkan pelaporan insiden dan belajar dari insiden
yang terjadi untuk mengurangi berulangnya dan
keparahan dari insiden keselamatan.
c. Kesadaran keselamatan pasien yaitu bekerja untuk
mencegah error dan melaporkan bila terjadi kesalahan
sehinnga dapat mengurangi cedera fisik dan psikis
terhadap pasien.
d. Mengurangi biaya pengobatan dan ekstra terapi.
e. Mengurangi sumber daya untuk manajemen komplain
dan klaim.
f. Mengurangi jumlah staf yang stres, merasa bersalah,
malu, kehilangan kepercayaan diri, dan moril rendah.

5
2. Komponen Budaya Keselamatan
Menurut Reason, komponen budaya keselamatan terdiri
atas budaya pelaporan, budaya adil, budaya fleksibel, dan
budaya pembelanjaran. Keempat komponen tersebut
mengidentifikasikan nilai-nilai kepercayaan dan perilaku yang
ada dalam organisasi dengan budaya informasi dimana
insiden dilaporkan untuk dilakukan tindakan untuk
meningkatkan keamanan. Organisasi yang aman tergantung
pada kesediaan karyawan untuk melaporkan kejadian cedera
dan nearmiss (learning culture). Kerelaan karyawan dalam
melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa manajemen
akan memberikan support dan penghargaan terhadap
pelaporan insiden dan tindakan disiplin diambil berdasarkan
akibat dari resiko (risk taking), merupakan pelaksanaan budaya
adil. Kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena
atasan bersikap tenang ketika informasi disampaikan sebagai
bentuk penghargaan terhadap pengetahuan petugas,
merupakan pelaksanaan budaya fleksibel. Terpenting, kerelaan
karyawan untuk melaporkan insiden karena kepercayaan
bahwa organisasi akan melakukan analisa informasi insiden
untuk kemudian dilakukan perbaikan sistem, merupakan
pelaksanaan budaya pembelanjaran. Interaksi antara keempat
komponen tersebut akan mewujudkan budaya keselamatan
yang kuat.

3. Terbuka dan Adil


Menurut NPSA (National Patient safety Agency) (2006),
bagian yang fundamental dari organisasi dengan budaya
keselamatan adalah menjamin adanya keterbukaan dan adil.
Keterbukaan dan adil berartisemua pegawai/staff berbagi
informas secara bebas dan terbuka mengenai insiden yang
terjadi.
Bagian yang paling mendasar dari organisasi dengan
budaya keselamatan (culture of safety ) adalah meyakinkan
bahwa organisasi memiliki “keterbukaan dan adil” (being open

6
and fair ). Ini berarti bahwa (NSPA, 2004):
a. Staff yang terlibat dalam insiden merasa bebas
untukmenceritakan insiden tersebut atau terbuka tentang
insiden tersebut;
b. Staff dan organisasi bertanggung jawab untuk tindakan
yangdiambil;
c. Staff merasa bisa membicarakan semua insiden yang terjadi
kepada teman sejawat dan atasannya;
d. Organisasi kesehatan lebih terbuka dengan pasien-pasien.
Jikaterjadi insiden, staff dan masyarakat akan mengambil
pelajaran dari insiden tersebut;
e. Perlakuan yang adil terhadap staf jika insiden terjadi
Untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan adil kita
harus menyingkirkan dua mitos utama:
a. Mitos kesempurnaan: jika seseorang berusaha cukup keras,
mereka tidak akan berbuat kesalahan
b. Mitos hukuman: jika kita menghukum seseorang yang
melakukan kesalahan, kesalahan yang terjadi akan
berkurang; tindakan remedial dan disipliner akan membawa
perbaikan dengan meningkatnya motivasi.
Terbuka dan adil sangat penting diterapkan karena staff tidak
akan membuat laporan insiden jika mereka yakin kalau laporan
tersebut akan menyebabkan mereka atau koleganya kena
hukuman atau tindakan disiplin. Lingkungan yang terbuka dan
adil akan membantu staff untuk yakin membuat laporan insiden
yang bisa menjadi pelajaran untuk perbaikan.

4. Just Culture
Just Culture adalah suatu lingkungan dengan
keseimbangan antara keharusan untuk melaporkan insiden
keselamatan pasien (tanpa takut dihukum) dengan perlunya
tindakan disiplin.
Organisasi perlu memahami dan mengakui bahwa
petugas garis depan rentan melakukan kesalahan yang
biasanya bukan disebabkan oleh kesalahan tunggal individu

7
namun karena sistem organisasi yang buruk.

Gambar 1. Unsafe Act Algoritme/Incident Decision Tree

Incident Decision Tree adalah suatu tool untuk membantuk


mengidentifikasi apakah suatu tindakan dari individu karena:
a. Kesalahan sistem
b. Sengaja melakukan tindakan sembrono
c. Melakukan unsafe act atau tindakan criminal
IDT merubah pertanyaan: “siapa yang harus disalahkan?”
menjadi “Mengapa seseorang berbuat kesalahan.”

HUMAN ERROR PERILAKU PERILAKU


BERESIKO CEROBOH

Slip, Lapse Tidak menyadari Secara


adanya resiko sadar/sengaja
mengabaikan resiko

TINDAKAN: TINDAKAN: TINDAKAN:

Lakukan  Insentif  Tindakan


Perubahan: untuk yang remedial
 Proses berperilaku
 Prosedur “safety”

8
 Training  Tumbuhkan  Tindakan
 Desain kesadaran hukuman
akan safety
DUKUNGAN PELATIHAN HUKUMAN

5. Pendekatan sistem terhadap keselamatan


Memiliki budaya keselamatan akan mendorong
terciptanya lingkungan yang mempertimbangkan semua
komponen sebagai faktor yang ikut berkontribusi terhadap
insiden yang terjadi. Hal ini menghindari kecenderungan untuk
menyalahkan individu dan lebih melihat kepada sistem di mana
individu tersebut bekerja. Semua insiden patient safety
mempunyai empat komponen dasar. Tiap komponen
merupakan pendekatan sistem (NPSA,2004):
Faktor Penyebab (Causal factors): Faktor ini berperan
penting dalam setiap insiden.
Menghilangkan factor ini dapat mencegah atau mengurangi
kemungkinan terulangnya
kejadian yang sama. Faktor penyebab dapat digolong kan:
a. Kegagalan Aktif (Active failures): Ini adalah tindakan yang
sering disebut sebagai ‘tindakan yang tidak safe’ (unsafe
acts). Tindakan ini dilakukan oleh petugas kesehatan yang
langsung berhubungan dengan pasien. Kegagalan aktif ini
termasuk kekhilafan, kesalahan atau pelanggaran
prosedur,guideline atau kebijakan, stress, training yang
tidak adekuat, supervise yang buruk dan beban kerja yang
terlalu tinggi.
b. Kondisi laten (Latent system conditions): Sistem yang kurang
tertata yang menjadi predisposisi terjadinya error,
misalnya:SOP tidak jelas; tata ruang yang tidak jelas;
termometer yang hanya punya satu untuk banyak pasien
c. Pelanggaran (Violation): Ini terjadi ketika individual dan grup
dengan sengaja tidak mengikuti prosedur atau memilih

9
untuk tidak mengikuti prosedur yang baku karena alasan
tertentu,termasuk: kemungkinan tidak mengetahui SOP;
situasi tertentu yang mengakibatkan penyimpangan dari
SOP/kebijakan yang ada; karena kebiasaan; SOP/kebijakan
tidak ditemukan pada saat pekerjaan akan dilakukan;
prosedur yang dilakukan secara berlebihan tapi tidak
dituliskan pada prosedur yang berlaku.
d. Faktor-faktor yang memberi kontribusi (Contributory
factors) terjadinya insiden adalah:
1) Pasien: Pasien bisa menjadi faktor yang memberi
kontribusi terjadinya insiden seperti umur atau
perbedaan bahasa.
2) Individual: Faktor individual termasuk faktor psikologis,
faktor kenyamanan, dan hubungan kerja.
3) Komunikasi (Communication): Komunikasi termasuk
komunikasi tertulis, verbal dan nonverbal. Komuikasi
bisa mengkontribusi terjadinya insiden jika komunikasi
tidak efektif, tidak adekuat, membingungkan atau
komunikasi terlambat. Faktor-faktorini berkaitan antar
individual, dalam atau antar organisasi.
4) Tim dan faktor sosial, yang termasuk dalam faktor-faktor
ini adalah: komunikasi dalam satu tim; gaya
kepemimpinan; struktur hierarki tradisional; kurang
menghargai anggota senior dalam tim dan persepsi staf
terhadap tugas/tanggung jawab.
5) Pendidikan dan pelatihan: Ketersediaan dan kualitas
pelatihan untuk staff sangat berpengaruh pada
kemampuan staff melakukan pekerjaannya atau untuk
merespon pada situasi darurat/emergency.
6) Peralatan dan sumber daya (Equipment and resources),
yang termasuk pada faktor peralatan adalah apakah
peralatan tersebut sesuai dengan kebutuhannya;
apakah staf mengetahui cara menggunakan alat
tersebut; dimana menyimpannya dan seberapa sering
peralatan diperiksa.

10
7) Faktor lingkungan (environment factors) dan kondisi
kerja (Working conditions): hal ini mempengaruhi
kemampuan staff untuk bekerja, termasuk gangguan
dan interupsi dalam bekerja seperti: suhu ruangan yang
tidak menyenangkan; penerangan yang tidak adekuat;
keributan dan ruang kerja yang sempit.
8) Waktu (Timing): Faktor waktu ini adalah kombinasi
antara faktor penyebab dengan kegagalan pada system
(pencegahan atau control) yang merupakan penyebab
insiden terjadi.
9) Konsekuensi (Consequences): Ini adalah akibat atau
dampak dari insiden yang bisa terjadi, yaitu: level rendah
(low), level menengah (moderate), level parah (severe) dan
kematian(death).
10) Faktor yang mengurangi akibat insiden (Mitigating
factors):Beberapa faktor, baik kejadian yang merupakan
kesempatan ataukeberuntungan, kemungkinan
mempunyai faktor yang bisa mengurangi akibat insiden
yang lebih serius. Sangat penting jika faktor-faktor ini
dijabarkan pada saat investigasi sehingga faktor tersebut
bisa mendukung praktek keselamatan (Safety Practice).

B. ASESMEN BUDAYA PASIEN SAFETY


Saat ini, budaya patient safety biasanya dinilai dengan
self-completion questionnaires. Biasanya dilakukan dengan cara
mengirimkan kuesioner kepada semua staff, untuk kemudian
dihitung nilai rata-rata respon terhadap masing- masing item
atau faktor.
Langkah pertama dalam proses pengembangan budaya
patient safety adalah dengan menilai budaya yang ada. Tidak
banyak alat yang tersedia untuk menilai budaya patient safety,
salah satunya adalah ‘Manchester Patient safety Framework’
Biasanya ada jenis pernyataan yang digunakan untuk
menilai dimensi budaya patient safety, pertama adalah
pernyataan-pernyataan untuk mengukur nilai, pemahaman dan

11
sikap dan kedua adalah pernyataan-pernyataan untuk
mengukur aktifitas atau perilaku yang bertujuan untuk
pengembangan budaya patient safety, seperti kepemimpinan,
kebijakan dan prosedur. Pertanyaan kunci untuk penilaian
budaya patient safety
1. Apakah patient safety menjadi prioritas utama dari
organisasi pelayanan kesehatan, termasuk pemimpinnya?
2. Apakah patient safety dipandang sebagai sesuatu yang
positive dan mendapatkan fokus perhatian pada semua
aktivitas?
3. Apakah ada sistem blame free untuk mengidentifikasi ancaman-
ancaman pada patient safety, berbagi informasi dan
belajar dari pengalaman?
4. Apakah ada penilaian resiko pada semua aktivitas yang
terjadi di dalam organisasi pelayanan kesehatan?
5. Apakah ada lingkungan kerjasama yang baik sehingga
semua anggota tim bisa berbagi informasi mengenai patient
safety?
6. Apakah pasien dan keluarga pasien terlibat dalam proses
pengembangan patient safety?

Survey Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit


(Hospital Survey on Patient safety Culture), dikeluarkan oleh
AHRQ (American Hoaspital Research and Quality) pada bulan
November, 2004, didesain untuk mengukur opini staf rumah
sakit mengenai isue keselamatan pasien, medical errors, dan
pelaporan insiden. Survey ini terdiri atas 42 item yang
mengukur 12 dimensi keselamatan pasien.
Tabel 2. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien dan Definisi
Dimensi Budaya Definisi
Keselamatan Pasien
1. Komunikasi terbuka Staf bebas berbicara ketika mereka melihat
sesuatu yang berdampak negatif bagi pasien
dan bebas menanyakan masalah tersebut
kepada atasan

12
2. Komunikasi dan Staf diberi informasi mengenai insiden yang
Umpan Balik terjadi, diberi umpan balik mengenai
mengenai insiden implementasi perbaikan, dan
mendiskusikan cara untuk mencegah
3. Frekuensi pelaporan Kesalahan
kesalahan dengan tipe berikut
insiden ini dilaporkan: (1)kesalahan diketahui dan
dikoreksi sebelum mempengaruhi pasien
(2)kesalahan tanpa potensi cedera pada
pasien (3)kesalahan yang dapat mencederai

4. Handoffs dan pasien tetapi


Informasi tidak terjadi
mengenai pasien yang penting
Transisi dapat dikomunikasikan dengan baik antar
unit dan antar shift.

5. Dukungan Managemen rumah sakit mewujudkan iklim


managemen untuk bekerja yang mengutamakan keselamatan
keselamatan pasien pasien dan menunjukkan bahwa
keselamatan pasien merupakan priotitas
6. Respon utamamerasa
Staf kesalahan dan pelaporan
nonpunitif (tidak insiden tidak dipergunakan untuk
menghukum) menyalahkan mereka dan tidak
terhadap
1. Pembelajaran dimasukkan kedalam
Kesalahan penilaian personal
dipergunakan untuk
kesalahan
organisasi – perubahan kearah positif dan perubahan
8. Peningkatan
Persepsi Prosedur dan sistem sudah baik dalam
dievaluasi efektifitasnya
keselamatan pasien
berkelanjutan mencegah kesalahan dan hanya ada sedikit
secara keseluruhan masalah keselamatan pasien
9. Staffing Jumlah staf cukup untuk
menyelesaikan beban kerja dan jumlah jam
kerja sesuai untuk memberikan pelayanan
yang terbaik untuk keselamatan pasien
10. Ekspektasi dan Atasan mempertimbangkan masukan staf
Upaya Atasan dalam untuk meningkatkan keselamatan pasien,
meningkatkan memberikan pujian bagi staf yang
keselamatan pasien melaksanakan prosedur keselamatan
pasien,
11. Kerja sama tim antar Unit kerjadan tidaksakit
di rumah terlalu
bekerjamembesar-
sama dan
unit besarkan masalah
berkoordinasi keselamatan
antara pasien unit
satu unit dengan
yang lain untuk memberikan pelayanan
yang terbaik untuk pasien
13
12. Kerja sama Staf saling mendukung satu sama lain,
dalam tim unit saling menghormati, dan bekerja sama
kerja sebagai tim

Survey ini juga mengandung dua pertanyaan kepada


responden mengenai tingkat budaya keselamatan di unit
kerja masing-masing dan banyaknya jumlah insiden yang
telah mereka laporkan selama satu tahun terakhir. Sebagai
tambahan, responden juga ditanyai mengenai latar belakang
responden (unit kerja, jabatan staf, apakah mereka
berinteraksi langsung dengan pasien atau tidak.

14
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan dalam Penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
B. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala Ukur


Operasional
Budaya Suatu pola Menggunakan Nilai respon positif
Keselamatan keyakinan, nilai kuesioner survey aspek/item
Pasien nilai perilaku, AHRQ yang terdiri atas >70%:
Rumah norma-norma 12 aspek dan 42 item Area Kekuatan
Sakit yang pernyataan. budaya
disepakati/diteri Mengelompokkan keselamatan
ma yang dalam 4 komponen RS
tercermin dari budaya (Reason, 1997)
keinginan Skala: Menggunakan
organisasi skala Likert yang terdiri
untuk dari 5 label bergerak .
belajar dari
kesalahan di
RS.dr
Agoesdjam

C. Subyek Penelitian
1) Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang diteliti
(Arikunto, 2006; Notoatmojo, 2005). Populasi adalah
sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik
tertentu. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
karyawan yang bekerja di RS dr. Agoesdjam Ketapang
dengan jumlah 602 orang karyawan.

15
2) Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan subyek yang
diteliti dan dipilih dengan cara tertentu yang dianggap dapat
mewakili populasi (Notoatmojo, 2005; Arikunto, 2006). Jenis
Sampel dalam penelitian ini adalah probability sampling
yaitu setiap subyek dalam populasi mempunyai kesempatan
yang sama untuk terpilih dan tidak terpilih sebagai sampel
yang representatif (Nursalam, 2003). Teknik pengambilan
sampel secara konsekutif sampling, sejumlah 20 % dari
total populasi yaitu 121 karyawan. Menurut AHRQ (2004),
bila menghendaki respon rate (angka formulir dijawab
lengkap) >60%, maka dibutuhkan formulir survey 30- 50%
lebih banyak dari jumlah total responden. Apabila dalam
penelitian ini menggunakan 121 responden maka
membutuhkan 300 formulir survey.
3) Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan seluruh unit yang ada di
Rumah Sakit dr Agoesdjam Ketapang.
4) Waktu Penelitian
Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan April sampai
dengan Agustus 2019 , sedangkan pengambilan data akan
dilaksanankan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2019.
D. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen “Hospital Survey
on Patient Safety Culture” (Survey Budaya Keselamatan Pasien
Rumah Sakit) yang disusun oleh AHRQ yang sudah teruji
validitas dan reabilitasnya dan sudah digunakan dibeberapa
negara untuk mengukur tingkat budaya keselamatan pasien di
rumah sakit. Instrumen ini dirancang untuk mengukur
persepsi karyawan rumah sakit terhadap issue keselamatan
pasien, medical errors, dan pelaporan insiden. Instrumen ini
terdiri atas 42 item pertanyaan dalam 12 aspek keselamatan
pasien yang menilai persepsi karyawan.

16
E. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara bertahap, meliputi :
editing, coding, dan tabulating dengan menggunakan
menggunakan program SPSS Statisic 23.

17
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Demografi Responden
Dari hasil survey jumlah responden berdasarkan posisi di
RS dr Agoesdjam Ketapang yakni terdiri dari dr spesialis/drg
speliasis 8.5%, dr umum/ drg umum 4%, perawat 40%, bidan
7.5%, terapis 1.5%, ahli gizi 2.5%, laboratorium 4%, farmasi 2%,
dan bekerja di bagian lainnya 30%. Berdasarkan data tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut.

40

30

8.5 7.5
4 2.5 4
1.5 2

presentase

Gambar 2. Grafik posisi di RS dr Agoesdjam

Berdasarkan lama bekerja di RS dr Agoesdjam terbagi menjadi


bekerja selama <1 tahun 13.5%, 1-5 tahun 22.50%, 6-10 tahun
22.5%, 11-15 tahun 18.5%, 16-20 tahun 15.5%,dan >21 tahun
7.5%.

18
presentase
22.5 22.5

18.5

15.5
13.5

7.5

<tahun 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun >21 tahun

presentase

Gambar 3. Grafik lama bekerja di RS dr Agoesdjam

Berdasarkan lama bekerja di bidang sendiri terdari dari <1


tahun 15%, 1-5 tahun 35.5%, 6-10 tahun 22.5%, 11-15 tahun
35.5%, 16-20 tahun 15%,dan >21 tahun 1%. Berdasarkan data
diatas dapat digambarkan grafik sebagai berikut

35.5 35.5

22.5

15 15

<1 tahun 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun >21 tahun

Presentase

Gambar 4. Grafik lama bekerja di bidang sendiri

Berdasarkan lama jam kerja dalam satu minggu terbagi menjadi


<20 jam/minggu 2%, 20-30 jam/minggu 47%, dan 40-
59jam/minggu 51 %. Berdasarkan data tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut

19
presentase
47

2 3.5

<20 jam/minggu 20-30 jam/minggu 40-59 jam/minggu

presentase

Gambar 5. Grafik lama jam bekerja dalam satu minggu

Berdasarkan interaksi dengan pasien, terdiri dari langsung


interaksi dengan pasien 70% dan tidak interaksi langsung
dengan pasien 30%. Berdasarkan data tersebut data
digambarkan pada grafik berikut

presentase
70

30

interaksi langsung dengan pasien tak interaksi langsung dengan pasien

presentase

Gambar 6. Grafik responden kontak langsung atau tidak dengan


pasien

Berdasarkan lama bekerja di profesi terbagi menjadi <1 tahun


6.5%, 1-5 tahun 32%, 6-10 tahun 22%, 11-15 tahun 16%, 16-
20 tahun 15%,dan >21 tahun 8.5%. Berdasarkan data tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut

20
32

22

16 15

8.5
6.5

<1 tahun 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun >21 tahun

Presentase

Gambar 7. Grafik lama bekerja di profesi sendiri

B. Hasil Survey Budaya Keselamatan RS dr Agoesdjam


Dari hasil survey yang telah dilakukan untuk menilai 12
dimensi budaya keselamatan didapatkan rata-rata hasil sebagai
berikut; persepsi keselamatan pasien 48%, frekuensi pelaporan
insiden 13%, supervisi 53%, pembelajaran organisasi 92%,
Kerjasama intra bagian/ subdepartemen 90%, Keterbukaan dan
komunikasi 70%, timbal balik kesalahan 91%, sangsi kesalahan
22%, staf/ pegawai 24%, dukungan manajemen 71%, kerjasama
antar bagian/subdepartemen 65%, dan pemindahan dan
pergantian 55%. Dari data tersebut dapat digambarkan menjadi
grafik sebagai berikut

21
presentase
92 90 91

70 71
65
53 55
48

22 24
13

Gambar 8. Grafik hasil survey budaya keselamatan di RS


dr Agoesdjam

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa masih banyak komponen


yang masih kurang dari 12 komponen budaya keselamatan yang
dinilai. Komponen yang nilainya <70% yakni persepsi
keselamatan pasien, frekuensi pelaporan insiden, supervis,
sangsi kesalahan, staf/ pegawai, kerjasama antar bagian/sub
departemen. Untuk komponen pembelajaran organisasi,
kerjasama intra bagian/ subdepartemen, keterbukaan dan
komunikasi, keterbukaan dan komunikasi, timbal balik
kesalahan, dan pemindahan dan pergantian nilai nya sudah
cukup.
1. Persepsi keselamatan pasien
Persepsi keselamatan pasien diukur dengan kuesioner;
a. A15 “Keselamatan pasien tidak pernah dikorbankan
untuk menyelesaikan pekerjaan” hasil respon positif nya
adalah 95% dan hasil respon negatif nya adalah 5%
b. A10 “Hanya sesekali saja kesalahan serius terjad” hasil
respon postifnya adalah 11% dan hasil respon negatifnya
adalah 89%

22
c. A17 “Kami mempunyai masalah keselamatan pasien di
bagian/departemen ini” hasil respon positifnya adalah
23% dan hasil respon negatifnya adalah 77%
d. A 18 “Prosedur sistem di bagian/departemen ini dapat
mencegah terjadinya kesalahan” hasil respon positifna
adalah 66% dan hasil respon negative adalah 34%
Dari hasil tersebut didapatkan rata-rata respon positif
48% dan hal tersebut masih dibawah standar. Dari data
tersebut dapat digambarkan grafik sebagai berikut :

95
89
77
66

34
23
11
5

A15 A10 A17 A18


Respon positif Respon negatif

Gambar 9. Grafik persentasi respon tentang persepsi


keselamatan pasien
Berdasarkan data diatas persepsi tentang keselamatan
pasien di RS dr Agoesdjam Ketapang. Hal tersebut
dikarenakan kurang nya pengetahuan petugas tentang
budaya keselamatan pasien.

2. Frekuensi pelaporan insiden


Frekuensi pelaporan insiden diukur dengan kuesioner ;
a. D 1 “Ketika kesalahan terjadi, tetapi tertangkan dan telah
diperbaiki sebelum sampai pada pasien, seberapa
seringkah hal tersebut dilaporkan?” hasil respon positif
nya adalah 12% dan hasil respon negatif nya adalah 88%
b. D 2 “Ketika kesalahan terjadi, tetapi tidak berpotensi
membahayakan pasien, seberapa seringkah dilaporkan ?”

23
hasil respon positif nya adalah 11% dan hasil respon
negatif nya adalah 89%
D 3 “Ketika kesalahan terjadi yang mungkin
membahayakan pasien, tetapi hal tersebut tidak terjadi,
seberapa seringkah hal tersebut dilaporkan ?” hasil
respon positif nya adalah 15% dan hasil respon negatif
nya adalah 85% Dari hasil tersebut didapatkan rata-rata
respon positif 13% dan hal tersebut masih dibawah
standar. Dari data tersebut dapat digambarkan grafik
sebagai berikut

88 89
85

15
12 11

D1 D2 D3

Respon positif Respon negatif

Gambar 10. Grafik persentasi frekuensi pelaporan


insiden
Berdasarkan data diatas persepsi tentang keselamatan
pasien di RS dr Agoesdjam Ketapang termasuk masih
kurang. Hal tersebut dikarenakan adanya blaming culture
, dan budaya tidak enak, sehingga ada keengganan untuk
melaporkan kasus sendiri maupun rekan kerja. Hal itu
terbukti dengan masih rendahnya kesadaran melakukan
pelaporan atas insiden keselamatan pasien.

24
3. Supervisi
Respon untuk komponen supervisi diukur dengan kuesioner
;
a. B 1” Supervisor/kepala saya senang ketika dia melihat
pekerjaan yang dilakukan sesuai prosedur keselamatan
pasien”. Hasil respon positif nya adalah 89% dan hasil
respon negatif nya adalah 11%.
b. B 2 “Supervisor/ kepala saya sangat serius
mempertimbangkan saran stafnya guna peningkatan
keselamatan pasien”. Hasil respon positif nya adalah 83%
dan hasil respon negatif nya adalah 17%.
c. B 3 “Ketika tercipta suatu tekanan kerja,
supervisor/kepala saya menginginkan semua dilakukan
dengan cepat walaupun itu berarti mengambil jalan
pintas”. Hasil respon positif nya adalah 23% dan hasil
respon negatif nya adalah 77%.
d. B 4 “Supervisor/ kepala saya selalu membahas masalah
keselamatan pasien terus menerus”. Hasil respon positif
nya adalah 17% dan hasil respon negatif nya adalah 83%.

Dari hasil tersebut didapatkan rata-rata respon positif


53% dan hal tersebut masih dibawah standar. Dari data
tersebut dapat digambarkan grafik sebagai berikut :

89
83 83
77

23
17 17
11

B1 B2 B3 B4

Respon positif Respon negatif

Gambar 11. Grafik persentasi komponen supervisi

25
Berdasarkan data diatas komponen supervisi di RS dr
Agoesdjam Ketapang dinilai masih kurang. Hal ini
menunjukan bahwa kepemimpinan yang ada pada unit
kerja di rumah sakit masih perlu ditingkatkan lagi,
sehingga tugas supervisi dapat berjalan dengan baik
sesuai dengan tanggung jawa nya atas departemen/unit
yang mereka pimpin.

4. Sangsi Kesalahan
Respon komponen sangsi kesalahan dapat diukur dengan
kuesioner ;
a. A8 “Staf merasa kesalahan yang ada selalu diselesaikan
bersama”. Hasil respon positif nya adalah 1% dan hasil
respon negatif nya adalah 99%.
b. A 12 “Ketika ada pelaporan kasus, yang menjadi fokus
individu bukan masalahnya”. Hasil respon positif nya
adalah 46% dan hasil respon negatif nya adalah 54%.
c. A 16 “Para staf takut jika kesalahan mereka akan
disimpan dalam file rumah sakit”. Hasil respon positif nya
adalah 21% dan hasil respon negatif nya adalah 29%.
Dari hasil tersebut didapatkan rata-rata respon positif
22% dan hal tersebut masih dibawah standar. Dari data
tersebut dapat digambarkan grafik sebagai berikut

99

54
46

29
21

A8 A12 A16

Respon positif Respo negatif

26
Gambar 12. Grafik persentasi komponen sangsi
kesalahan
Berdasarkan data diatas komponen sangsi kesalahan di
RS dr Agoesdjam Ketapang dinilai masih kurang.
Pemberian sanksi kepada unit kerja atau individu yang
melakukan kesalahan adalah hal yang paling sulit
dilakukan oleh pihak rumah sakit. Padahal sanksi
terhadap kesalahan harus digunakan sebagai pelajaran
yang berharga dan jika perlu disertai dengan sanksi yang
sesuai dengan prosedur untuk mencegah terjadinya atu
terulangnya kekeliruan yang sama. Tetapi hal ini harus
dijauhkan dengan blaming culture, melainkan sebagai
upaya untuk perbaikan dalam upaya meningkatkan
keselamatan pasien.
5. Staf /pegawai
Respon komponen sangsi kesalahan dapat diukur dengan
kuesioner ;
a. A 2 “Kami mempunyai jumlah staf memadai guna
menanggulangi pekerjaan yang ada”. Hasil respon positif
nya adalah 52% dan hasil respon negatif nya adalah 48%.
b. A 5 “Staf di bagian ini akan bekerja lebih lama dari jam
kerja demi pelayanan pasien”. Hasil respon positif nya
adalah 20% dan hasil respon negatif nya adalah 80%.
c. A 7 “Terkadang kami menggunakan staf tambahan/
sementara demi keselamatan pasien”. Hasil respon positif
nya adalah 21% dan hasil respon negatif nya adalah 79%.
d. A 14 “Kami bekerja dengan pola “kritikal”, banyak bekerja
dan harus cepat”. Hasil respon positif nya adalah 4% dan
hasil respon negatif nya adalah 96%.

Dari hasil tersebut didapatkan rata-rata respon positif


24% dan hal tersebut masih dibawah standar. Dari data
tersebut dapat digambarkan grafik sebagai berikut.

27
Chart Title

96
80 79

52 48

20 21
4

A2 A5 A7 A14

Respon positif Respon negatif

Gambar 12. Grafik persentasi komponen staf/pegawai


Berdasarkan data diatas komponen staf/pegawai di RS
dr Agoesdjam Ketapang dinilai masih kurang. Staf yang
adekuat juga menjadi faktor penentu dalam penerapan
budaya keselamatan pasien. Kurangnya jumlah maupun
kualitas staf/pegawai berdampak pada tingginya beban
kerja perawat yang merupakan faktor kontribusi terbesar
sebagai penyebab human error dalam pelayanan
keperawatan. Oleh karena itu, sangat direkomendasikan
untuk meningkatkan jum-lah staf yang adekuat untuk
meningkatkan ke-selamatan pasien.13 Rumah sakit
dengan staf keperawatan yang tidak memadai sangat
berisiko untuk terjadi kesalahan yang berujung kepada
terjadinya hal yang tidak diinginkan.

6. Kerjasama antar bagian/sub departemen


Respon komponen kerjasama antar bagian/ sub departemen
dapat diukur dengan kuesioner ;
a. F 4 “Adanya kerjasama yang baik antara bagian di rumah
sakit”. Hasil respon positif nya adalah 76% dan hasil
respon negatif nya adalah 24%.
b. F 10 “Bagian/departemen di rumah sakit saling
berkerjasama untuk pelayanan terbaik bagi pasien”. Hasil
respon positif nya adalah 87% dan hasil respon negatif
nya adalah 12%.

28
c. F 2 “Antar bagian/departemen di rumah sakit tidak
terkoordinasi dengan baik”. Hasil respon positif nya
adalah 41% dan hasil respon negatif nya adalah 59%.
d. F 6 “Tidak menyenangkan jika berkerja dengan
bagian/departemen lain di rumah sakit”. Hasil respon
positif nya adalah 59% dan hasil respon negatif nya
adalah 41%. Dari hasil tersebut didapatkan rata-rata
respon positif 65% dan hal tersebut masih dibawah
standar. Dari data tersebut dapat digambarkan grafik
sebagai berikut.

Chart Title
87
76

59 59

41 41

24
12

F4 F10 F2 F6

Respon positif Respon negatif

Gambar 13. Grafik persentasi komponen staf/pegawai


Berdasarkan data diatas komponen komponen kerjasama
antar bagian/ sub departemen di RS dr Agoesdjam
Ketapang dinilai masih kurang. Kurangnya respon
komponen antar/sub departeman di Rumah Sakit
dr Agoesdjam dapat disebabkan karena Rumah Sakit
dr Agoesdjam memiliki sistem budaya keselamatan pasien
yang masih kurang terorganisir dan membuat tenaga
kesehatan di masih kurang sadar terhadap pentingnya
budaya keselamatan dalam pemberian pelayanan
kesehatan kepada pasien. Selain itu koordinasi setiap
unit dalam memberikan pelayanan kesehatan juga lebih
mudah.

29

Anda mungkin juga menyukai