DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
B. DEFINIS .............................................................................................................. 3
C. TUJUAN .............................................................................................................. 4
Kesimpulan ............................................................................................... 31
Komite PMKP
1. Latar Belakang
Dugaan malpraktek yang dilakukan petugas pelayanan kesehatan yang
mengakibatkan pasien mengalami kerugian mulai dari materi, cacat fisik bahkan
sampai meninggal dunia memperlihatkan masih rendahnya mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit.Patient safety (keselamatan pasien) belum menjadi
budaya yang harus diperhatikan oleh rumah sakit di Indonesia. Perubahan
paradigma dalam lembaga pelayanan kesehatan yang saat ini beralih pada patient
centered care belum benar-benar dijalankan dengan baik. Masih ada rumah sakit
yang berorientasi pada kepentingann manajemen yang pada akhirnya melupakan
keselamatan pasien di rumah sakit. Undang-undang Kesehatan no. 36 tahun 2009
sudah dengan jelas bahwa rumah sakit saat ini harus mengutamakan
keselamatan pasien diatas kepentingan yang lain sehingga sudah seharusnya
rumah sakit berkewajiban menerapkan budaya keselamatan pasien.
Tidak ada lagi alasan bagi setiap rumah sakit untuk tidak menerapkan
budaya keselamatan pasien karena bukan hanya kerugian secara materi yang
didapat tetapi juga ancaman terhadap hilangnya nyawa pasien. Apabila masih ada
rumah sakit yang mengabaikan keselamatan pasien sudah seharusnya diberi
sanksi yang berat baik untuk rumah sakit maupun petugas pelayanan kesehatan.
Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, pihak rumah sakit bahkan petugas
pelayanan kesehatan tidak mendapat sanksi apapun sehingga menjadikan
penegakan hukum kesehatan di Indonesia masih sangat lemah. Sudah
seharusnya apabila terjadi kelalaian bahkan kesengajaan dari pihak rumah sakit
yang mengakibatkan terancamnya keselamatan pasien maka tidak hanya sanksi
internal tetapi juga sudah masuk ke ranah pidana. Inilah yang sampai saat ini
belum berjalan sehingga masyarakat yang dirugikan karena lemahnya penegakan
hukum yang pada akhirnya kasusnya menguap begitu saja.
Ada beberapa faktor yang menajdi penyebab kenapa budaya keselamatan
pasien belum benar-benar diterapkan di berbagai rumah sakit. Pertama,
rendahnya tingkat kepedulian petugas kesehatan terhadap pasien, hal ini bisa
dilihat dengan masih ditemukannya kejadian diskriminasi yang dialami oleh pasien
terutama dari masyarakat yang tidak mampu. Kedua, beban kerja petugas
kesehatan yang masih terlampaui berat terutama perawat. Perawatlah yang
bertanggung jawab terkait asuhan keperawatan kepada pasien sedangkan disisi
lain masih ada rumah sakit yang memiliki keterbatasan jumlah perawat yang
menjadikan beban kerja mereka meningkat. Selain perawat, saat ini di Indonesia
juga masih kekurangan dokter terutama dokter spesialis serta distribusi yang tidak
merata. Ini berdampak pada mutu pelayanan yang tidak sama di setiap rumah
2. Definisi
Budaya keselamatan di rumah sakit dapat diartikan sebagai berikut yaitu,
sebuah lingkungan kolaboratif yang menekankan pada prilaku semua staf yang
menekankan pada keselamatan pasien, petugas, sarana prasarana dan
lingkungan. Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap,
persepsi, kompetensi, dan pola perilaku dari individu maupun kelompok, yang
menentukan komitmen terhadap keselamatan, serta kemampuan manajemen
rumah sakit, dicirikan dengan komunikasi yang berdasarkan rasa saling percaya,
dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan, dan dengan
keyakinan akan manfaat langkah-langkah pencegahan.
1. Keterbukaan komunikasi
Dengan adanya keterbukaan komunikasi diharapkan staf medis dapat
berkomunikasi dengan baik dan benar pada saat serah terima/pengoperan
pasien yang meliputi keluhan pasien, terapi yang sudah maupun akan
diberikan serta insiden terkait keselamatan pasien jika ada dan juga merasa
bebas untuk bertanya kepada yang lebih berwenang. Keterbukaan komunikasi
juga harus dilakukan antara manajer dengan staf selain diantara sesama staf
untuk peningkatan keselamatan pasien.
2. Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan
Diartikan sebagai sejauh mana staf diberitahu tentang kesalahan yang
dilakukan, menerima umpan balik masukan dari staf dan mendiskusikan
upaya untuk mencegah kesalahan tidak terulang kembali.
3. Frekuensi pelaporan kejadian Kesalahanyang dilaporkan yaitu dalam bentuk :
a. Kesalahan yang diketahui dan diperbaiki karena menyangkut pasien
b. Kesalahan yang tidak berpotensi membahayakan pasien.
c. Kesalahan yang dapat membahayakan pasien.
4. Handoff dan transisi
Pertukaran informasi mengenai perawatan pasien disebarkan antar unit dalam
rumah sakit dan disebarkan ketika pergantian shift jaga.
5. Dukungan organisasi untuk keselamatan pasien
Manajemen rumah sakit menyediakan lingkungan kerja yang mempromosikan
keselamatan pasien dan menunjukkan bahwa keselamatan pasien merupakan
prioritas dalam manajemen rumah sakit.
6. Nonpunitive respon to error / respon tidak menghakimi pada kesalahan yang
dilakukan
Staf merasa bahwa kesalahan dan kejadian yang dilaporkan tidak ditujukan
untuk menyalahkan dirinya, dan kesalahan tersebut tidak hanya menjadi
masalah pribadinya saja.
7. Organizational learning - pembelajaran berkelanjutan
Kesalahan akan mendorong perubahan positif dan perubahan tersebut akan
dievaluasi untuk menilai keefektifannya.
8. Persepsi keseluruhan tentang keselamatan pasien
Diartikan persepsi dari seluruh staf berkaitan dengan KP termasuk
pemahaman tentang prosedur dan sistem yang baik untuk mencegah
kesalahan
Pembelajaran Dukungan
Organisasi Struktural
2. WAKTU PELAKSANAAN
a. Pelaksanaan monitoring 6 sasaran keselamatan pasien dilakukan
setiap hari dan data direkap setiap bulan
b. Pelaksanaan monitoring 7 langkah dan dimensi budaya keselamatan
pasien menggunakan survey dilakukan 1 tahun sekali,
c. Sebelum dilakukan survey dilakukan Sosialisasi pelaksanaan survey
d. Waktu Pelaksanaan survey dilakukan dalam waktu 1 minggu
e. Tabulasi dan analisa hasil survey dilakukan dalam waktu 2 minggu
f. Pembuatan laporan pelaksanan survey dalam waktu 1 minggu.
3. MELAKUKAN ANALISA
1. Rancangan Penelitian
Penelitian deskriptif dilakukan dengan menggunakan rancang potong lintang
(cross sectional) untuk mencari gambaran budaya keselamatan pasien di
RSUD Siti Aisyah Kota Lubuklinggau.
2. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai RSUDSiti Aisyah Kota
Lubuklinggautanpa memandang status kepegawaian yang terdiri dari Badan
Layanan Umum Daerah(BLUD) Pegawai Negeri Sipil (PNS), Traning, atau
Magang.
6. Alur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara paper-based survey pada bulan 16 Mei – 19
Mei tahun 2022. Untuk meningkatkan response rate, maka survei dilakukan
selama 4 hari melalui google form berupa link, yang dibuat oleh tim komite
mutu RSUD Siti Aisyah Kota Lubuklinggau. Responden dibagi dalam 3
kelompok secara acak untuk menentukan waktu pengisian.Cara pengisian
kuesioner sesuai dengan petunjuk dari HSoPSC.
7. Analisis data
Data yang telah diperoleh dari penelitian dimasukkan dan diolah dengan
menggunakan program pengolah data Excell 2010. Jumlah respon positif dari
digunakan untuk menilai budaya keselamatan pada masing – masing dimensi.
Jika Nilai budaya< 50% maka dianggap sebgai nilai budaya Tidak Baik, jika
Nilai budaya 50% sampai 75% maka dianggap nilai budaya Cukup Baik, dan
Jika Nilai budaya 75% sampai 90% maka dianggap sebagai nilai budaya yang
Baik, jika >90% maka nilai budaya dianggap sangat Baik.
Respon
Respon
Respon
Respon
Respon
Negatif
Persen
positif
Netral
Total
Total
No Dimensi Item Dimensi
akan bekerjasama
sebagai tim untuk
menyelesaikan
pekerjaan tersebut 64%
Karyawan diunit
kami bekerja
dengan waktu yang
lebih lama dari 79 86 100 265 30%
normal untuk
perawatan pasien
Diunit kami
kesalahan yang
terjadi digunakan
untuk membuat
245 12 8 265 92%
perubahan kearah
yang positif dan
lebih baik lagi
Hanya karena
kebetulan saja bila
insiden yang lebih
serius dan sangat 123 69 73 265 46%
serius tidak terjadi
diunit kami
Sesudah membuat
perubahan-
perubahan untuk
meningkatkan
keselamatan pasien 228 31 6 265 86%
kami melakukan
evaluasi tentang
efektivitasnya
Karyawan merasa
khawatir kesalahan
yang mereka buat
akan dicatat
diberkas pribadi 105 29 131 265 40%
mereka, bukan
untuk mencari akar
masalahnya
Manajemen/case
2. Manajer/Ka.
Manajemen/caseManajer/Ka. Instalasi/Ka.
Instalasi/Ka.
Ruangan/Ka. Tim
diunit kami
memberi reward
jika melihat 162 60 43 265 61%
pekerjaan
diselesaikan sesuia
prosedur
keselamatan pasien
yang berlaku
Ruangan
Manajemen/case
Manajer/Ka.
69%
Instalasi/Ka.
Ruangan/Ka. Tim
kami member
pujian jika melihat 177 59 29 265 67%
pekerjaan
diselesaikan sesuai
prosedur
keselamatan pasien
Manajemen/case
Manajer/Ka.
Instalasi/Ka.
206 45 14 265 78%
Ruangan/Ka. Tim
dengan serius
memperimbangkan
LAPORAN SURVEI BUDAYA KESELAMATAN PASIEN TAHUN 2022 25i
masukan staf untuk
meningkatkan
keselamatan pasien
Manajemen/case
Manajer/Ka.
Instalasi/Ka.
Ruangan/Ka. Tim
kami selalu
mengabaikan 78%
206 24 35 265
masalah
keselamatan pasien
yang terjadi
berulang kali diunit
kami
3. Karyawan diunit
kami mendapatkan
umpan balik/tindak
lanjut mengenai
perubahan yang 85 117 63 265 32%
dilaksanakan atas
dasar hasil laporan
insiden
Komunikasi
Karyawan diunit
kami bebas bicara
jika melihat sesuatu 46%
yang dapat
122 82 61 265 46%
berdampak negative
pada pelayanan
pasien
Karyawan diunit
kami mendapatkan
informasi mengenai
139 94 32 265 52%
insiden apapun yang
terjadi diunit ini.
Diunit kami
didiskusikan cara
untuk mencegah
183 55 27 265 69%
agar insiden tidak
terulang Kembali
Karyawan diunit
kami takut bertanya
jika terjadi hal yang
142 78 45 265 54%
kelihatannya tidak
benar
Bila terjadi
kesalahan, tetapi
tidak berpotensi
menciderai pasien, 94 90 81 265 35%
seberapa sering hal
ini dilaporkan
4. Bila terjadi
kesalahan, terapi
Frekuensi pelaporan insiden dan Grading
sempat diketahui
dan dikoreksi
sebelum berdampak 122 76 67 265 46%
pada pasien,
seberapa sering hal
ini dilaporkan
Bila terjadi
kesalahan, tetapi
tidak berpotensi
menciderai pasien, 96 90 79 265 36%
Risk
Bila terjadi
kesalahan yang
dapat mencederai
pasien tetapi
ternyata tidak 98 81 86 265 37%
terjadi cedera,
seberapa sering hal
ini dilaporkan
Dalam 12 bulan
terakhir jumlah
218 0 47 265 82%
laporan kejadian
yang telah anda isi
LAPORAN SURVEI BUDAYA KESELAMATAN PASIEN TAHUN 2022 27i
dan kirimkan
Westafel di salah
satu unit mengalami
kebocoran sehingga
mengakibatkan
lantai basah dan
icin, dalam situasi
tersebut 2 orang
dari keluarga pasien 23 31 211 265 9%
mengalami luka
robek didaerah
pelipis mata, table
resiko terkait
termasuk dalam
tingkat resiko?
Berdasarkan kasus
sebelumnya, dari
tabel resiko terkait
probabilitas berikut
termasuk dalam 103 0 162 265 39%
tingkat resiko
manakah kasus di
atas
5. Pilih tingkat
keselamatan pasien 190 65 10 265 72%
Menejemen RS
membuat suasana
Tingkat keselamatan Pasien
Antar unit di RS
kami tidak saling
berkoordinasi 43 95 127 265 16%
dengan baik
dengan informasi
dan status pasien
Terdapat kerjasama
yang baik antar unit
di RS yang 167 85 13 265 63%
dibutuhkan untuk
menyelesaikan
Informasi penting
mengenai
pelayanan pasien
sering hilang saat 145 86 34 265 55%
pergantian jaga
(Shif)
Masalah sering
timbul dalam
pertukaran
informasi antar unit
di RS tindakan
manajemen RS 100 102 63 265 38%
menunjukan bahwa
keselamatan pasien
merupakan
perioritas utama
Manajemen RS
kelihatan tertarik
pada keselamatan
104 88 73 265 39%
pasien hanya
sesudah terjadi KTD
Unit RS
berkerjasama
dengan baik untuk
memberikan 195 64 6 265 74%
pelayan yang
terbaik untuk pasien
Dari hasil analisa data diatas, didapatkan bahwa setiap Elemen dimensi sebagai
berikut:
1. Dimensi Unit kerja, yang terdiri dari 16 elemen pertanyaan, didapatkan Nilai
64%, diartikan budaya keselamatan pasien terkait dimensi unit kerja masuk
dalam kategori Cukup Baik.
2. Dimensi Manajemen/Case Manager/Kepala Instalasi/Kepala Ruangan yang
terdiri dari 5 elemen pertanyaan, didapatkan Nilai 69%, diartikan nilai budaya
keselamatan pasien terkait Dimensi Manajemen/Case Manager/Kepala
Instalasi/Kepala Ruangan Cukup Baik.
Selain dimensi yang belum sesuai dengan standar , dari penelitian ini
menunjukkan bahwa RS Siti Aisyah mempunyai kekuatan yang dapat digunakan
sebagai modal dalam melakukan perbaikan dalam budaya keselamatan pasien.
Dimensi – dimensi Kerjasama staf dalam satu unit, Dukungan manajemen
terhadap upaya keselamatan pasien dan Perbaikan yang berkesinambungan
itulah yang harus dioptimalkan. Smits (2009) menyebutkan bahwa budaya
keselamatan pasien di unit kerja merupakan faktor utama yang menggambarkan
budaya keselamatan di rumah sakit dan tinggi rendahnya insiden keselamatan
pasien. Dimensi yang menggambarkan budaya di tingkat menejemen rumah sakit
hanya tiga yaitu, Kerjasama antar unit, Penempatan pegawai, dan Dukungan
manajemen terhadap upaya peningkatan keselamatan pasien. Selebihnya dimensi
yang lain menggambarkan aktifitas budaya di unit kerja.
Kekuatan penelitian ini antara lain adalah pada tingkat respon kehadiran
yang cukup tinggi dengan cara pengambilan sampel secara stratified random
sampling dan melibatkan seluruh unit kerja. Selain itu penggunaan kuesioner
HSoPSC yang sudah terstandarisasi merupakan poin penting dalam penilaian.
Kesimpulan
Kami menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan laporan ini, untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
dalam rangka penyempurnaan laporan ini. Akhir kata kami berharap Laporan
tentang Survei Budaya Keselamatan Pasien ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.