Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN SURVEI BUDAYA KESELAMATAN

RS TOELOENGREDJO

2022

RS TOELOENGREDJO
Jl. A. YANI NO. 25
PARE - KEDIRI

RS HVA Toeloengredjo
Jl. A. Yani No 25 Pare
Kediri – Jawa Timur
Telepon : (0354) 391047, 391145
Fax : (0354) 392883
Email : rstoel@yahoo.co.id
DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan …………………………………………………………… 1


BAB II Pelaksanaan Survey Budaya Keselamatan …………………………. 3
BAB III Kesimpulan ……………………………………………………………. 19
BAB IV Penutup ………………………………………………………………… 21
BAB I
PENDAHULUAN

Budaya keselamatan suatu organisasi adalah produk dari nilai-nilai individu dan
kelompok, sikap, kompetensi dan pola perilaku yg menentukan komitmen, dan gaya
serta kecakapan terhadap program K3 organisasi. Organisasi dengan budaya
keselamatan positif ditandai dengan komunikasi yang didirikan dari saling percaya, oleh
persepsi bersama tentang pentingnya keselamatan, dan dengan keyakinan tentang
keberhasilan langkah-langkah pencegahan.” (ACSNI, 1993). Budaya Keselamatan di
Rumah Sakit adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif di mana staf klinis
memperlakukan satu sama lain dengan hormat, dengan melibatkan dan
memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan mendorong staf klinis pemberi asuhan
bekerja sama dalam tim yang efektif dan mendukung proses kolaborasi interprofesional
dalam asuhan berfokus pada pasien. Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari
nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku dari individu maupun
kelompok, yang menentukan komitmen terhadap keselamatan, serta kemampuan
manajemen rumah sakit, dicirikan dengan komunikasi yang berdasarkan rasa saling
percaya, dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan, dan dengan
keyakinan akan manfaat langkah-langkah pencegahan.
BAB II
PELAKSANAAN SURVEY BUDAYA KESELAMATAN

2.1 Materi Survey Budaya Keselamatan


Pelaksanaan survey budaya keselamatan dilakukan kepada semua karyawan rumah
sakit dengan menggunakan kuisioner berbasis online (google form). Isi dari materi
kuesioner mengadopsi dari AHRQ, U.S Department for Health and Human Services
yang memuat 12 dimensi budaya keselamatan pasien. Dimensi tersebut meliputi :
a. Keterbukaan komunikasi
b. Timbal Balik dan Komunikasi tentang Kesalahan
c. Frekuensi pelaporan Insiden
d. Handoffs (pemindahan) dan Transisi (peralihan)
e. Dukungan Manajemen untuk Keselamatan Pasien
f. Respon nonpunitif terhadap kesalahan
g. Pembelajaran Organisasi-Perbaikan berkelanjutan
h. Persepsi Keselamatan Pasien secara keseluruhan
i. Ketenagaan j. Ekspektasi dan Upaya atasan dalam meningkatkan Keselamatan
Pasien
k. Kerjasama antar unit
l. Kerjasama intra unit
Waktu pengumpulan data: 13 Juli – 13 Agustus 2022

Adapun pengertian 12 dimensi budaya keselamatan pasien adalah:


No. Dimensi Budaya Definisi
Keselamatan Pasien
1 Keterbukaan komunikasi Staf bebas berbicara ketika mereka melihat
sesuatu yang berdampak negatif bagi pasien dan
bebas menanyakan
2 Timbal Balik dan Staf diberi tahu tentang kesalahan yang terjadi,
Komunikasi tentang diberikan umpan balik tentang implementasi
Kesalahan perbaikan dan mendiskusikan cara untuk
mencegah kesalahan.
3. Frekuensi pelaporan Insiden Kesalahan dari jenis-jenis berikut dilaporkan:
a. Kesalahan diketahui dan dikoreksi sebelum
No. Dimensi Budaya Definisi
Keselamatan Pasien
mempengaruhi pasien,
a. Kesalahan tanpa potensi membahayakan
pasien
b. Kesalahan yang bisa membahayakan pasien
tetapi tidakterjadi
4. Handoffs (pemindahan) dan Informasi mengenai perawatan pasien yang
Transisi (peralihan) penting dapat dikomunikasikan dengan baik antar
unit dan antar shift di rumah sakit.
5. Dukungan Manajemen Manajemen rumah sakit memberikan iklim kerja
untuk keselamatan Pasien yang mengutamakan keselamatan pasien dan
menunjukkan bahwa keselamatan pasien adalah
prioritas utama
6. Respon nonpunitif terhadap Staf merasa bahwa kesalahan dan laporan insiden
Kesalahan tidak digunakan untuk menyalahkan mereka dan
tidak dimasukkan kedalam penilaian personal.
7. Pembelajaran Organisasi- Kesalahan dipergunakan untuk perubahan kearah
Perbaikan Berkelanjutan positif dan perubahan tersebut dievaluasi
efektifitasnya.
8. Persepsi Keselamatan Prosedur dan sistem sudah baik dalam mencegah
Pasien secara Keseluruhan kesalahan dan hanya ada sedikit masalah
keselamatan pasien.
9. Ketenagaan Jumlah staf cukup untuk menyelesaikan beban
kerja dan jumlah jam kerja untuk memberikan
pelayanan yang terbaik untuk keselamatan pasien
10. Ekspektasi dan Upaya a. Supervisi / Pengawas/ atasan
atasan dalam meningkatkan mempertimbangkan saran /masukan staf untuk
Keselamatan Pasien meningkatkan keselamatan pasien,
b. Memberikan pujian bagi staf yang
melaksanakan tugas sesuai prosedur
keselamatan pasien dan tidak terlalu
membesar-besarkan masalah keselamatan
pasien.
11. Kerjasama antar unit Unit kerja di Rumah Sakit bekerja sama dan saling
berkoordinasi untuk memberikan pelayanan terbaik
bagi pasien.
12. Kerjasama intra unit Staf saling mendukung satu sama lain,
memperlakukan satu sama lain dengan hormat,
dan bekerja bersama sebagai sebuah tim.
Asal unit kerja dari responden :
a. Rawat Jalan (Poli umum & Spesialis, Poli Gigi, Hemodialisa, Fisioterapi)
b.IGD
c. AKS h. Farmasi RJ
d. Rekam Medis j. Farmasi RI
e. Rawat Inap k. Gizi
f. Kamar Operasi l. Radiologi
e. Kebidanan Kandungan m. Laboratorium
f. ICU n. Gizi
g. Linen dan Tata Graha
Jenis profesi atau pekerjaan responden:
a. Dokter Spesialis g. Asisten Apoteker
b. Dokter umum h. Ahli gizi & staf gizi
c. Dokter Gigi i. Administrasi/manajemen
d. Perawat j. Analis Laboratorium
e. Bidan k. Radiografer
f. Apoteker

3.2 Hasil Pengukuran Budaya Keselamatan


Jawaban responden terhadap pertanyaan survey budaya keselamatan adalah sebagai
berikut:
a. Tentang lama bekerja di RS

Dari data tersebut didapatkan bahwa sebagian besar responden bekerja di


rumah sakit belum 6 tahun. Indikator lama bekerja ini dapat mewakili
pemahaman mereka terhadap budaya keselamatan di rumah sakit dan
mencerminkan seberapa besar dukungan rumah sakit terhadap budaya
keselamatan.
b. Lama bekerja di unit

Untuk hasil survey tentang lama bekerja di unit tidak jauh berbeda dengan hasil
survey lama bekerja di rumah sakit, dan hasil presentasi tersebut dapat
mengambarkan tingkat pemahaman responden terhadap budaya keselamatan
dan keikutsertaan dalam mendukung budaya keselamatan di rumah sakit.
c. Jam kerja tiap minggu

Dari data tersebut didapatkan bahwa sebagian besar bekerja responden dalam
1 minggu waktu bekerjanya rerata 40 jam atau lebih.
d. Posisi Jabatan di RS

Dari data tersebut didapatkan bahwa responden yang mengisi survey sebagian
besar adalah perawat karena memang bisnis jasa rumah sakit staf tenaga inti
adalah perawat, staf medis baik spesialis maupun dokter umum juga
berpartisipasi, selanjutnya bagian penunjang dalam poses kelancaran
pelayanan yang meliputi apoteker, bidan, admisitrasi, tenaga farmasi, ahli gizi,
analis laborat, radiographer.
e. Pekerjaan secara langsung berhubungan dengan pasien

Dari data tersebut didapatkan bahwa mayoritas responden dalam bekerja


berhubungan dengan pasien.
f. Lama bekerja sesuai profesi saat ini

Dari data tersebut didapatkan bahwa staf yang bekerja di rumah sakit dalam
pelayanan sesuai dengan bidang/keahliannya, sedangkan untuk jabatan
structural disesuaikan dengan persyaratan jabatan yang sudah ditentukan.

g. Penerapaan budaya keselamatan

a. Penerapan di unit kerja dengan pencapaian diatas standar.


Penilaian yang diukur terkait jumlah tenaga di ruangan, kerjasama dalam tim
untuk menyelesaikan pekerjaan dan tanggung jawabnya, saling menghargai,
mengingatkan dan membantu dalam pekerjaan untuk keselamatan pasien
serta proses pembelajaran atas insiden mencapai 83%.
b. Peran serta atasan / kepala ruang dalam penerapan budaya keselamatan
mencapai 78% dan belum mencapai standar. Hal ini dimungkinkan karena
peran atasan/kepala ruang belum memberikan apresiasi seperti pujian dan
semangat saat penyelesaian pekerjaan sudah sesuai dengan prosedur
keselamatan pasien.
c. Komunikasi dalam penerapan budaya keselamatan mencapai 80% diatas
standar. Penilaian ini terkait informasi feedback atas pelaporan insiden,
diskusi untuk mencegah supaya tidak terulang dan kepastian untuk
pelaporan yang bersifat no name, no shame, no blame.
d. Pelaporan insiden belum optimal dan dari hasil pengukuran didapatkan 82%
yang mau melaporkan. Hal inii dimungkinkan karena yang melakukan
dan/yang mengetahui insiden adalah karyawan baru, merasa takut untuk
melaporkan atau karena insiden tidak terjadi maka tidak dilaporkan.
e. Tingkat penerapan budaya keselamatan di rumah sakit mencapai 86%,
sudah mencapai standar.
f. Jumlah pelaporan masih mecapai 73% dan belum mencapai standar.
h. Dimensi budaya keselamatan
No. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien Prosentase
1 Persepsi Keselamatan Pasien secara keseluruhan 72.6%
2 Frekuensi pelaporan Insiden 75.6%
3. Ekspektasi dan Upaya atasan dalam meningkatkan
Keselamatan Pasien 97.3%
4. Pembelajaran Organisasi-Perbaikan Berkelanjutan 88.0%
5. Kerjasama intra unit 94.0%
6. Keterbukaan komunikasi 83.3%
7. Timbal Balik dan Komunikasi tentang kesalahan 77.3%
8. Respon nonpunitif terhadap kesalahan 79.9%
9. Ketenagaan 75.3%
10. Ekspektasi dan Upaya atasan dalam meningkatkan
Keselamatan Pasien 96.3%
11. Kerjasama antar unit 85.3%
12. Handoffs (pemindahan) dan Transisi (peralihan) 89.6%
1) Persepsi Keselamatan Pasien secara keseluruhan
Responden memberikan jawaban tentang persepsi mereka terhadap keselatan
pasien secara keseluruhan dalam pelaksanaan kegiatan dalam pelayanan
meliput:
a. Dalam menyelesaikan pekerjaan selalu mengutamakan keselamatan
pasien
b. Prosedur dan system di bagian kami cukup baik untuk mencegah
terjadinya kesalahan
c. Kesalahan yang serius tidak terjadi dengan sengaja di unit kami
d. Unit kami memiliki masalah keselamatan pasien.
Dari uraian pemahaman persepsi dari masing-masing karyawan tersebut diatas,
ada ungkapan bahwa unit tempat mereka bekerja memiliki masalah keselamatan
pasien. Kondisi ini dimungkinkan kurangnya pemahaman tentang keselamatan
pasien dalam hal;
a. Bagaimana pekerjaan yang mengutamakan keselamatan pasien
b. Pentingnya kepatuhan SPO
c. Bagaimana mencegah dan memperbaiki kesalahan
Rekomendasi:
a. Meningkatkan pemahaman keselamatan pasien (sosialisasi dan pelatihan
keselamatan pasien).
2) Frekuensi pelaporan Insiden
a. Ketika kesalahan terjadi, tetapi diketahui dan telah diperbaiki sebelum
sampaipada pasien, seberapa seringkah hal tsb dilaporkan?
b. Ketika kesalahan terjadi, tetapi tidak berpotensi membahayaka npasien,
seberapa seringkah dilaporkan?
c. Ketika kesalahan terjadi yang mungkin membahayakan pasien, tetapi
hal tersebut tidak terjadi. Seberapa seringkah hal tsb dilaporkan?
Frekuensi pelaporan masih jauh dari yang diharapkan, keungkinan penyebab
adalah :
a. Adanya anggapan bahwa tidak perlu lapor karena tidak mencederai
pasien.
b. Formulir terlalu banyak isiannya.
c. Tidak paham alur pelaporan.
d. Tidak ada dukungan dari Ka. Unit
Rekomendasi:
a. Memahamkan kembali tentang Keselamatan Pasien dengan melakukan
sosisalisasi Keselamatan Pasien.
b. Menyederhanakan Formulir.
c. Memberikan Pelatihan Keselamatan Pasien khusus kepada kepala unit/
ruang.
3) Ekspektasi dan Upaya atasan dalam meningkatkan Keselamatan Pasien
Responden memberikan jawaban tentang ekspektasi dan upaya atasan dalam
meningkatkan Keselamatan Pasien adalah:
a. Kepala unit kami senang memuji ketika melihat pekerjaan yang
dilakukan sesuai prosedur keselamatan pasien.
b. Kepala unit kami memperhatikan saran dari stafnya untuk
peningkatankeselamatan pasien.
c. Pada suatu kondisi tekanan perkerjaan, kepala unit kami menginginkan
kami bekerja lebih cepat meskipun tidak sesuai standar.
d. Kepala unit kami secara berlebihan membahas masalah keselamatan
pasien.
Kemungkinan Penyebab:
a. Pemahaman Keselamatan Pasien kurang.
Rekomendasi:
a. Meningkatkan pemahaman Keselamatan Pasien bagi Kepala unit
(Pelatihan Keselamatan Pasien, Pelatihan Leadership).
4) Pembelajaran Organisasi-Perbaikan berkelanjutan Responden memberikan
jawaban tentang proses Pembelajaran Organisasi
Perbaikan berkelanjutan:
a. Kami bekerja aktif untuk meningkatkan keselamatan pasien
b. Di unit kmi kesalahan yang terjadi membawa perubahan positif
c. Setelah kami membuat perubahan untuk meningkatkan keselamatan
pasien, kami mengevaluasi efektifitasnya.
5) Kerjasama intra unit
Responden memberikan jawaban atas pertanyaan tentang kerjasama intra unit:
a. Kami di unit ini saling mendukung dalam bekerja.
b. Ketika ada pekerjaan yang harus cepat diselesaikan, kami bekerjasama
menyelesaikannya.
c. Di unit ini kami saling menghargai.
d. Jika bagian ini sibuk, maka bagian yang lain turut membantu
6) Keterbukaan komunikasi Responden memberikan jawaban tentang keterbukan
dalam komunikasi:
a. Staf bebas berbicara ketika melihat sesuatu yang berdampak negatif
bagi pasien.
b. Staf merasa bebas untuk bertanya terhadap keputusan atau tindakan
oleh atasannya.
c. Staf merasa takut untuk bertanya ketika sesuatu terlihat tidak wajar.
Kemungkinan Penyebab:
a. Hubungan kerja yang kurang baik dengan sesama staf dan atasan.
Rekomendasi:
a. Meningkatkan komunikasi yang lebih baik dengan rekan kerja dan
atasan sehingga bisa saling mendukung dalam bekerja. (Pelatihan
Kerjasama, Pelatihan komunikasi efektif)
b. Dukungan dari atasan untuk selalu terbuka dalam berkomunikasi.
(Pelatihan Kepemimpinan, Pelatihan komunikasi efektif)
7) Timbal Balik dan Komunikasi tentang kesalahan
Responden memberikan jawaban tentang timbal balik dari manajemen dan
komunikasi tentang kesalahan,
a. Kami diberi masukan (feedback) terhadap suatu kejadian yang telah
dilaporkan.
b. Kami diinformasikan apabila terdapat kesalahan di unit ini.
c. Di unit ini kami berdiskusi bagaimana cara mencegah kesalahan agar
tidak terulang lagi.
8) Respon nonpunitif terhadap kesalahan
Responden memberikan jawaban tentang respon nonpunitif terhadap
kesalahan,
a. Staf merasa disalahkan atas kesalahan yang dilakukan.
b. Ketika ada pelaporan kasus, yang menjadi focus adalah individu
/petugas bukan pada masalahnya
c. Para staf khawatir jika kesalahan mereka akan disimpan dalam
dokumen kepegawaian RS.
Dari hasil survey didapatkan bahwa untuk respon punitive terhadap kesalahan,
staf meras bahwa,
a. Staf merasa disalahkan
b. Berfokus pada individu pembuat kesalahan
c. Catatan kesalahan individu dicatat di arsip kepegawaian
Kemungkinan Penyebab:
a. Tidak ada jaminan dari manajemen bahwa staf tidak disalahkan.
b. Tidak ada promosi bahwa keselamatan pasien tidak akan disalahkan.
Rekomendasi
a. Membuat regulasi Keselamatan Pasien yang menjamin tidak
menyalahkan Staf.
b. Promosi bahwa “staf tidak akan disalahkan”.
9) Ketenagaan Responden memberikan jawaban tentang pola / jumlah
ketenagaan,
a. Jumlah staf di unit kami cukup memadai untuk mengatasi keseluruhan
pekerjaan kami.
b. Kami bekerja lebih lama dari jam kerja demi pelayanan dan keselamatan
pasien
c. Bila diperlukan kami bersedia dimobilisasi demi pelayanan pasien d.
Pola kerja kami melakukan lebih banyak hal secara terburu-buru.
Dari hasil survey tersebut didapatkan ungkapan tentang kondisi di unitnya
masing-masing yang tidak terbatas pada jumlah tenaga;
a. Kecukupan jumlah staf di unit
b. Bekerja lebih lama untuk keselamatan pasien
c. Pola kerja melakukan lebih banyak hal secara terburu-buru.
Penyebab kondisi tersebut di atas kemungkinan antara lain:
a. Jumlah tenaga di unit kurang sesuai.
b. Beban kerja tinggi.
c. Pola Kerja yang tidak standar
Rekomendasi:
a. Menghitung kembali kebutuhan tenaga di tiap Unit.
b. Melakukan analisis Beban kerja di setiap unit.
c. Evaluasi tingkat kedisiplinan staf (keterlambatan masuk kerja).
d. Evaluasi kepatuhan staf terhadap SPO.
10) Dukungan Manajemen untuk keselamatan Pasien Responden memberikan
jawaban tentang
a. Pihak RS mengembangkan budaya kerja yang selalu mempromosikan
keselamatan pasien
b. Tindakan manajemen adalah menempatkan keselamatan pasien yang
paling utama
c. Pihak RS, baru melakukan sesuatu ketika kasus atau kesalahan terjadi
(KTD).
Ungkapan Respon positif:
a. Pihak RS, baru melakukan sesuatu ketika kasus atau kesalahan terjadi
(KTD).
Kemungkinan Penyebab:
a. Staf tidak melihat upaya dan dukungan manajemen yang “NYATA”
dalam keselamatan Pasien.
Rekomendasi:
a. Memperlihatkan komitmen dan dukungan Manajemen RS terhadap
Keselamatan pasien:
 Mempromosikan Keselamatan Pasien melalui poster, spanduk,
baliho, website, dll.
 Merubah visi misi
 Membuat event lomba keselamatan pasien, dsb.
 Memberikan Sosialisasi atau Pelatihan Keselamatan Pasien kepada
Staf secara berkala.
 Memberikan Feedback hasil analisa insiden yang telah dilaporkan
(khususnya KPC, KNC) dan upaya perbaikannya kepada unit kerja.
11) Kerjasama antar unit
Responden memberikan jawaban tentang kerjasama antar unit
a. Adanya kerjasama yang baik antara unit kerja di RS
b. Unit kerja di RS saling berkerjasama untuk pelayanan terbaik bagi
pasien
c. Antar unit kerja di RS tidak terkoordinasi dengan baik
d. Tidak menyenangkan jika bekerja dengan unit kerja lain di RS
Dari hasil survey didapatkan ungkapan staf terkait kerjasama antar unit, adalah:
a. “Antar unit kerja di RS tidak terkoordinasi dengan baik”.
b. “Tidak menyenangka n jika bekerja dengan unit kerja lain di RS”.
Kemungkinan Penyebab:
a. Belum adanya komunikasi yang baik dan efektif antar unit.
Rekomendasi:
a. Menetapkan Standar Prosedur Operasional Komunikasi Efektif.
b. Mensosialisasikan Standar Prosedur Operasional di suatu unit yang
berkaitan dengan unit lain.
c. Pelatihan Komunikasi Efektif.
12) Handoffs (pemindahan) dan Transisi (peralihan)
Responden memberikan jawaban tentang handoffs (pemindahan) dan transisi
(peralihan),
a. Biasanya masalah akan muncul ketika terjadi pemindahan pasien dari
satu bagian ke bagian lain;
b. Informasi penting mengenai pasien sering hilang ketika pergantian shift
(serah terima pasien) terjadi;
c. Permasalahan sering muncul ketika saling tukar menukar informasi antar
unit kerja
d. Pertukaran shift adalah masalah bagi pasien di RS ini.
Dari hasil survey didapatkan bahwa ada kendala terkait informasi pada proses
pemindahan / transfer pasien,
a. Masalah terjadi pada saat pemindahan pasien ke unit lain, informasi
penting sering hilang saat pergantian shif, masalah ketika tukar menukar
informasi antar unit kerja dan masalah pergantian shif.
Kemungkinan Penyebab:
a. Belum ada ketetapan hal penting, informasi penting yang akan
diserahterimakan.
b. Belum ada SPO serah terima di semua unit.
c. Jika sudah ada, tidak ada evaluasi kepatuhan SPO
Rekomendasi:
a. Membuat SPO serah terima di semua unit
b. Menetapkan hal2 penting, informasi penting yang diserahterimakan
c. Menetapkan bahwa Serah terima pasien antar unit dan antar shif harus
ada bukti tertulis
d. Form Serah terima atau rekam medis.
e. Evaluasi kepatuhan SPO serah terima.
Secara keseluruhan hasil dari survey budaya keselamatan adalah:
BUDAYA KESELAMATAN

Budaya keselamatan
N Valid 299
Missing 0

Cumulativ
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Cukup
Baik 49 16.4% 16.4% 16.4%
Baik 250 83.6% 83.6% 100%
Total 299 100% 100%

Dari data tersebut diatas didapatkan bahwa mayoritas responden


mengetahui dan memahami tentang budaya keselamatan di rumah sakit
dengan baik beserta tata cara pelaporan dan feedback terhadap hasil pelaporan
budaya keselamatan (83,6 %), sedangkan sisanya (16,4%) hanya mengetahui
tentang budaya keselamatan di rumah sakit akan tetapi belum mengetahui
tentang cara pelaporan atau belum berani melaporkan dengan alasan takut.
Untuk responden yang masuk dalam angka 16,4% tersebut mayoritas masuk
baru bekerja di rumah sakit kurang lebih 2 tahun dan ada rasa takut untuk
melaporkan saat ada insiden dengan berbagai alasan seperti masih baru, takut
bila disalahkan, ada intimidasi, takut tidak dapat bekerja kembali. Berdasarkan
data tersebut, maka perlu dilakukan review ulang tentang budaya keselamatan
ke staf rumah sakit. 83,6% baik 16,4% cukup baik
BAB III
KESIMPULAN

1. Dilakukan surveylans budaya keselamatan di rumah sakit selama 4 minggu


mulai tanggal 13 Juli s.d 13 Agustus 2022.
2. Responden surveylans budaya keselamatan pada karyawan rumah sakit
sebanyak 299 responden.
3. Sebaran sampling jumlah responden sudah mewakili dari masing-masing
subdivisi.
4. Kondisi lama bekerja di rumah sakit dan lama bekerja di sub divisi saat ini dapat
mewakili respon jawaban dari survey.
5. Hasil dari surveylans adalah
a. Persepsi keselamatan pasien secara keseluruhan sudah memahami
b. Belum optimlanya peran responden yang mau berpartisipasi dalam
melaporan insiden
c. Ekspektasi dan upaya atasan dalam meningkatkan keselamatan pasien
dirasa belum optimal
d. Ada pembelajaran organisasi dalam upaya perbaikan yang
berkelanjutan dari rumah sakit terbukti
e. Belum terlaksananya dengan optimal tentang keterbukaan dalam
berkomunikasi antar karyawan
f. Timbal balik dan komunikasi tentang kesalahan diapresiasikan oleh
karyawan
g. Masih ada anggapan bahwa bila ada kesalahan, maka pencarian
masalah hanya seputar ke personal
h. Jumlah ketenagaan dianggap masih memadai.
i. Adanya dukungan dari manajemen untuk keselamatan pasien.
j. Kerjasama antar unit terlaksana cukup baik
k. Untuk handover antar unit masih belum mencukupi seperti yang
diharapkan, sehingga perlu ditingkatkan
6. Secara keseluruhan mayoritas responden mengetahui dan memahami tentang
budaya keselamatan, mulai pengertian, cara melaporkan dan penerimaan
feedback atas laporan budaya keselamatan.
7. Ada upaya dari manajemen untuk perbaikan dalam pelaksanaan budaya
keselamatan rumah sakit.
BAB IV
PENUTUP

Demikian hasil laporan survey budaya keselamatan rumah sakit yang dilakukan
di RS Toeloengredjo pada tahun 2022. Semoga hasil survey ini dapat dipergunakan
untuk meningkatkan pelayanan, menjaga mutu pelayanan kepada pasien dan
menciptakan rasa aman bagi staf yang bekerja di rumahs akit.

Pare, 14 Agustus 2022


RUMAH SAKIT TOELEONGREDJO

Drg. Daniel Lestantyo


Ketua

Anda mungkin juga menyukai