Anda di halaman 1dari 31

BUDAYA

KESELAMATAN
RUMAH SAKIT

KOMITE MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

RS UMUM MUHAMMADIYAH BABAT


2022
BAB I
DEFINISI

A. PENDAH U LUA N
Semua organisasi mempunyai budaya kerja masing-masing .
Biasanya budaya kerja dalam organisasi ini bisa langsung dirasakan setelah
masuk kedalamnya. Misalnya ketika masuk ke salah satu unit di rumah
sakit, maka akan bisa segera menilai apakah petugasnya ramah, siap
membantu, pelayanannya cepat, dll. lni adalah contoh dari dimensi budaya
patient safety yang bisa dirasakan. Seperti model gunung es, dimensi budaya
patient safety yang bisa langsung dirasakan hanyalah sebagian kecil dari
budaya patient safety. Dimensi lainnya yang sulit untuk langsung diidentifikasi
antara lain nilai (values) dan asumsi-asumsi ( assumptions ).
Salah satu tantangan dalam pengembangan patient safety adalah
bagaimana mengubah budaya yang ada menuju budaya patient safety. Langkah
panting pertama adalah dengan menempatkan patient safety sebagai salah satu
prioritas utama dalam organisasi pelayanan kesehatan, yang didukung oleh
eksekutif , tim klinik, dan staf di semua level organisasi dengan
pertanggungjawaban yang jelas .
Perubahan budaya sangat terkait dengan pendapat dan perasaan
individu-individu dalam organisasi . Kesempatan untuk mengutarakan opini
secara terbuka, dan keterbukaan ini harus diakomodasi oleh sistem sehingga
memungkinkan semua individu untuk melaporkan dan mendiskusikan terjadinya
adverse events. Budaya tidak saling menyalahkan memungkin individu untuk
melaporkan dan mendiskusikan adverse events tanpa khawatir akan dihukum.
Aspek lain yang panting adalah memastikan bahwa masing-masing individu
bertanggung jawab secara personal dan kolektif terhadap patient safety dan
bahwa keselamatan adalah kepentingan semua pihak.
B. DEFINISI

Secara umum budaya patient safety dapat didefinisikan sebagai pola


terpadu perilaku individu dan organisasi yang berorientasi pada nilai-nilai dan
asumsi dasar yang terus menerus berupaya meminimalkan kejadian-kejadian
yang tidak diharapkan karena dapat membahayakan pasien. Patient-safety
culture adalah budaya rumah sakit yang berorientasi pada keselamatan pasien;
dengan kata lain bahwa layanan medis dijalankan secara professional dan
sangat careful agar Adverse Events (AEs) tidak terjadi. Budaya patient-safety
akan menurunkan AEs secara signifikan sehingga akuntabilitas di RS di mata
pasien dan masyarakat akan meningkat sehingga pada akhirnya kinerja RS
pun akan meningkat.
Budaya keselamatan pasien adalah produk dari nilai, sikap,
kompetensi dan pola perilaku individu dan kelompok yang menentukan
komitmen, style dan kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan
terhadap program keselamatan pasien. Jika suatu organisasi pelayanan
kesehatan tidak mempunyai budaya keselamatan pasien maka kecelakaan
bisa terjadi akibat dari kesalahan laten, gangguan psikologis dan fisiologis
pada stat, penurunan produkvititas, berkurangnya kepuasaan pasien dan
menimbulkan konflik internal (Kemenkes, 2017).
·Budaya keselamatan pasien merupakan suatu kondisi di mana budaya
organisasi mendukung dan mempromosikan keselamatan pasien. Budaya
keselamatan pasien merujuk pada keyakinan, nilai dan norma-norma yang
ditunjukkan oleh praktisi pelayanan kesehatan dan stat lain dalam suatu
organisasi yang mempengaruhi tindakan dan sikapnya. Budaya keselamatan
pasien merupakan sesuatu yang bisa diukur dengan cara menghargai apa
yang dilakukan oleh pegawai, dukungan yang diberikan dan penerimaan dari
organisasi terhadap sesuatu yang terkait dengan keselamatan pasien (Sorra et
al., 2016).
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup Penerapan Budaya Keselamatan Pasien meliputi


1. Poli
2. Instalasi Rawat Inap Lantai 4 (Janatul Na’im)
a. Ruang Janatul Na’im 1
b. Ruang Janatul Na’im 2
c. Ruang Janatul Na’im 3
d. Ruang Janatul Na’im 4
e. Ruang Janatul Na’im 5
f. Ruang Janatul Na’im 6
g. Ruang Janatul Na’im 7 ( isolasi)
h. Ruang Janatul Na’im 8
i. Ruang Janatul Na’im 9
j. Ruang Janatul Na’im 10
k. Ruang Janatul Na’im 11
l. Ruang Janatul Na’im 12
3. Instalasi Rawat Inap Lantai 4 (Janatul Firdaus)
a. Ruang Janatul firdaus 1
b. Ruang Janatul firdaus 2
c. Ruang Janatul firdaus 3
d. Ruang Janatul firdaus 4
e. Ruang Janatul firdaus 5 (vvip)
f. Ruang Janatul firdaus 6 (vvip)
g. Ruang Janatul firdaus 7
h. Ruang Janatul firdaus 8
i. Ruang Janatul firdaus 9
j. Ruang Janatul firdaus 10

4. Instalasi Rawat Inap Lantai 5 (Janatul Ma’wa)


a. Ruang Janatul Ma’wa 1
b. Ruang Janatul Ma’wa 1
c. Ruang Janatul Ma’wa 1
d. Ruang Janatul Ma’wa 1
e. Ruang Janatul Ma’wa 1
f. Ruang Janatul Ma’wa 1
g. Ruang Janatul Ma’wa 1
h. Ruang Janatul Ma’wa 1
i. Ruang Janatul Ma’wa 1
j. Ruang Janatul Ma’wa 1

5. IGD (ISNTALASI GAWAT DARURAT)


a. ODC (One Day Care)
b. DECONTAMINASI
c. TRIAGE MERAH
d. TRIAGE KUNING
e. TRIAGE HIJAU
f. ISOLASI
g. PONEK
h. OK KECIL
6. RUANG DARUSSALAM (VK)
a.

7. IBS (INSTALASI BEDAH SENTRAL)


a. Kamar operasi 1
b. Kamar operasi 2
c. Kamar operasi 3
8. INSTALASI ANANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
a. ICU (lntensif Care Unit)
b. ICCU (lntensif Cardio care Unit)
c. RR(recovery Room /PACU
d. Anastesi
9. INSTALASI GIZI
10.INSTALASI FARMASI
11. INSTALASI LABORATORIUM
a. Laboratorium Klinik
b. Laboratorium Patologi Anatomi
12. INSTALASI RADIOLOGI
13. IPDE (INSTALASI PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK)
14. IPL (INSTALASI PENYEHATAN LINGKUNGAN
15. IPAM-E (INSTALASI PEMELIAHARAAN ALAT MEDIS DAN
ELEKTRONIKA)
16. IKF (INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK)
17. IPMS (INSTALASI PEDULI MASYARAKAT DAN SECURITY)
18. ISS (INSTALASI STERILISASI SENTRAL)
19. BAGIAN KEUANGAN
20. BAGIAN TATA USAHA
21. BAGIAN PPE (PERENCANAAN ,PROGRAM DAN EVALUASI)
22. BIDANG PELAYANAN MEDIS
24. BIDANG KEPERAWATAN
25. BIDANG PENUNJANG MEDIS
26. BIDANG PENDIDIKAN DAN PENELITIAN

B. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien


Dimensi dalam budaya keselamatan pasien yaitu (Sorra et al., 2016) :
1. Keterbukaan komunikasi
Stat merasa bebas untuk berbicara jika melihat sesuatu yang negatif yang
berpengaruh terhadap pasien dan staf merasa bebas untuk bertanya lebih
dalam dengan menggunakan otoritas yang mereka miliki.
2. Feedback dan komunikasi tentang kesalahan yang terjadi
Staf diinformasikan mengenai kesalahan yang terjadi, diberikan feedback
mengenai perubahan yang akan diimplementasikan , dan mendiskusikan
cara untuk mencegah kesalahan.
3. Frekuensi pelaporan kejadian
Kesalahan yang dilaporkan yaitu dalam bentuk :
a. Kesalahan yang diketahui dan diperbaiki karena menyangkut pasien.
b. Kesalahan yang tidak berpotensi membahayakan pasien.
c. Kesalahan yang dapat membahayakan
pasien. 4. Handoff dan transisi
Pertukaran informasi mengenai perawatan pasien disebarkan antar unit
dalam rumah sakit dan disebarkan ketika pergantian shift jaga.
5. Dukungan organisasi untuk keselamatan pasien
Manajemen rumah sakit menyediakan lingkungan kerja yang
mempromosikan keselamatan pasien dan menunjukkan bahwa
keselamatan pasien merupakan prioritas dalam manajemen rumah sakit.
6. Nonpunitive respon to error I respon tidak menghakimi pada kesalahan
yang dilakukan
Staf merasa bahwa kesalahan dan kejadian yang dilaporkan tidak ditujukan
untuk menyalahkan dirinya, dan kesalahan tersebut tidak hanya menjadi
masalah pribadinya saja.
7. Organizational learning - pembelajaran berkelanjutan
Kesalahan akan mendorong perubahan positif dan perubahan tersebut
akan dievaluasi untuk menilai keefektifannya.
8. Persepsi keseluruhan mengenai keselamatan pasien
Sistem dan prosedur yang ada sudah bagus untuk pencegahan kesalahan
dan hanya terdapat sedikit masalah mengenai keselamatan pasien.
9. Stating
Staf yang ada di rumah sakit sudah cukup untuk mengatasi beban kerja
yang tinggi dan jam kerja sudah sesuai untuk melakukan perawatan dan
pelayanan terbaik untuk pasien.
10.Supervisor I harapan manajer dan tindakan yang dilakukan untuk
meningkatkan keselamatan pasien
Supervisorlmanajer mempertimbangkan saran dari staf untuk meningkatkan
keamanan pasien, memberikan respon positif terhadap staf yang mengikuti
prosedur keselamatan pasien dengan benar dan tidak berlebihan dalam
melakukan pembahasan mengenai masalah keselamatan pasien.
11.Kerjasama lintas unit
Unit-unit dalam rumah sakit bekerja sama dan berkoordinasi satu sama lain
untuk menyediakan pelayanan terbaik untuk pasien.
12.Kerjasama antar unit I dalam unit
Staf dalam unit saling mendukung satu sama lain, saling menghargai satu
sama lain dan bekerja sama sebagai satu tim.

C. SASARAN KESELAMATAN PASIEN NASIONAL

Di Indonesia secara nasional untuk seluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan,


diberlakukan Sasaran Keselamatan Pasien Nasional yang terdiri dari :

SKP.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar


SKP.2 Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
SKP.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai
SKP.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang
Benar, Pembedahan Pada Pasien Yang Benar
SKP.5 Mengurangi Risiko lnfeksi Akibat Perawatan Kesehatan
SKP.6 Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

SASARAN 1: MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR

Fasilitas pelayanan Kesehatan menyusun pendekatan untuk


memperbaiki ketepatan identifikasi pasien

MAKSUD DAN TUJUAN


Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek
diagnosis dan pengobatan . Keadaan yang dapat mengarahkan
terjadinya error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien
yang dalam keadaan terbius I tersedasi , mengalami disorientasi , atau
tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di
dalam fasilitas pelayanan kesehatan; mungkin mengalami disabilitas
sensori ; atau akibat situasi lain.
Tujuan ganda dari sasaran ini adalah : pertama , untuk dengan cara
yang dapat d i percay alreliable mengidentifikasi pasien sebagai individu
yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan ;
dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif
dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi , khususnya
proses yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian
obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan
lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara
untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, dengan
dua nama pasien, nomor identifikasimenggunakan nomor rekam
medis, tanggal lahir, gelang (-identitas pasien) dengan bar-code , atau
cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk
identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan
dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda
di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di pelayanan ambulatori atau
pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat,atau kamar
operasi. ldentifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga
termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan
kebijakan dan/atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua
situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi.

SASARAN 2: MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

Fasilitas pelayanan kesehatan menyusun pendekatan agar komunikasi


diantara para petugas pemberi peraw atan semakin efektif.

MAKSUD DAN TUJUAN


Komunikasi efektif, yang tepat waktu , akurat , lengkap , jelas , dan yang
dipahami oleh resipien/penerima , akan mengurangi kesalahan , dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat
secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah
mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang
diberikan melalui telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan .
Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon
unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito .
Fasilitas pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui
telepon termasuk : menuliskan (atau memasukkan ke komputer)
perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima
informasi ; penerima membacakan kembali (read back) perintah atau
hasil pemeriksaan ; dan mengkonfirmasi bahw a apa yang sudah
dituliskan dan dibacakan ulang dengan akurat.untuk obat-obat yang
termasuk obat NORUM/LASA dilakukan eja ulang. Kebijakan dan/atau
prosedur mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses
pembacaan kembali (read back) tidak memungkinkan seperti di kamar
operasi dan dalam situasi gaw at darurat/emergensi di IGD atau ICU.

SASARAN 3: MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG HARUS


DIWASPADAI

Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan pendekatan untuk


memperbaiki keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.

MAKSUD DAN TUJUAN


Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka
penerapan manajemen yang benar penting/krusial untuk memastikan
keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert
medications ) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam
menyebabkan terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel
(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang
tidak diinginkan (adverse outcome) demikian pula obat-obat yang
tampak mirip/ucapan mirip (Nama Obat , Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM , atau Look-Alike Sound-Alike/ LASA). Daftar obat-obatan
yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO . Yang sering disebut
sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat
secara tidak sengaja (misalnya , kalium/potasium klorida [sama denga
n
2 mEq/ml atau yang lebih pekat)], kalium/potasium fosfat [{sama
dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium klorida [lebih
pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih
pekat]. Kesalahan ini bisa terjadi bila stat tidak mendapatkan orientasi
dengan baik di unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak
diorientasikan sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien,
atau pada keadaan gawat darurat/emergensi. Cara yang paling efektif
untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan
mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai
termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien
ke farmasi. Fasilitas pelayanan kesehatan secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk menyusun
daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan datanya sendiri.
Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang
membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana
ditetapkan oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau
kamar operasi, serta menetapkan cara pemberian label yang jelas serta
bagaimana penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa,
sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak
disengaja/kurang hati-hati.

SASARAN 4: MEMASTIKAN LOKASI PEMBEDAHAN YANG BENAR,


PROSEDUR YANG BENAR, PEMBEDAHAN PADA PASIEN YANG BENAR

Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan


untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
operasi.

MAKSUD DAN TUJUAN


Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian
yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di fasilitas pelayanan
kesehatan. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak
efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak
melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking) , dan tidak
ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga
asesmen pasien yang tidak adekuat , penelaahan ulang catatan medis
tidak adekuat , budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar
anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep
yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan
adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Fasilitas
pelayanan kesehatan perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminas i
masalah yang mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari
operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang
menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan kel ai nanldisorder
pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang , mengubah ,
atau menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik . Kebijakan berlaku
atas setiap lokasi di fasilitas pelayanan kesehatan dimana prosedur ini
dijalankan. Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam
Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The
Joint Commission 's Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi
melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang segera dapat
dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan; dan harus dibuat oleh orang yang akan
melakukan tindakan ; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar ; jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan dan
diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), struktur multipel Uari tangan , jari kaki, lesi), atau multiple
level (tulang belakang) .

Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :


- memverifikasi lokasi, prosedur , dan pasien yang benar;
- memastikan bahwa semua dokumen , foto (images) , dan hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia , diberi label dengan baik, dan
dipampang;
- Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant
implant yang dibutuhkan.

Tahap "Sebelum insisi"/Time out memungkinkan setiap pertany aan


yang belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan . Time out
dilakukan di tempat tindakan akan dilakukan , tepat sebelum dilakukan
tindakan .

SASARAN 5: MENGURANGI RISIKO INFEKSI AKIBAT PERAWATAN


KESEHATAN

Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan


untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

MAKSUD DAN TUJUAN


Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi
dalam kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan , dan peningkatan
biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. lnfeksi umumnya dijumpai dalam
semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih
terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan
pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis) .
Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku
secara internasional bisa diperoleh dari WHO , fasilitas pelayanan
kesehatan mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan
kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi
pedoman hand hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi
pedoman itu di Fasilitas pelayanan Kesehatan.

SASARAN 6 MENGURANGI RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT


TERJATUH

Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan suatu pendekatan


untuk mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh .
MAKSUD DAN TUJUAN.
Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera
pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani,
pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, fasilitas pelayanan
kesehatan perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil
tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi
bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan
konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.
Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang
tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk
mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar dari alat
penghalang atau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan
cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun.
Program tersebut harus diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan.

D. TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN


Sangat penting bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat
menilai kemajuan yang telah dicapai dalam memberikan asuhan yang
lebih aman. Dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien
Fasilitas pelayanan Kesehatan dapat memperbaiki keselamatan
pasien, melalui perencanaan kegiatan dan pengukuran kinerjanya.
Melaksanakan tujuh langkah ini akan membantu memastikan bahwa
asuhan yang diberikan seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu hal
yang tidak benar bisa segera diambil tindakan yang tepat. Tujuh
langkah ini juga bisa membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan
mencapai sasaran-sasarannya untuk Tata Kelola Klinik , Manajemen
Risiko, dan Pengendalian Mutu.
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari :
1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien.
Ciptakan budaya adil dan terbuka
2. Memimpin dan mendukung stat.
Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di seluruh
Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko.
Bangun system dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi
kemungkinan terjadinya kesalahan
4. Mengembangkan sistem pelaporan.
Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal (lokal)
maupun eksternal (nasional) .
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien.
Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan
pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien.
Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran
tentang bagaimana dan mengapa terjadi insiden.
7. mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan
Pasien.
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek , proses
atau sistem. Untuk sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas
pelayanan Kesehatan untuk mencapai hal-hal di atas dibutuhkan
perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf
dalam waktu yang cukup lama.

E. Kerangka Budaya Keselamatan Pasien

Dukungan Struktural
Pembelajara - - - - -Organisasi
n ,
Organisa
&
I
I
I I
Budaya Keselamatan Outcome
I
i----. I--+
II
Pasien
Kerjasama Tim lndikator
dan Kolaborasi - Keselamatan

Gambar . Kerangka Budaya Keselamatan Pasien


BAB Ill
TATA LAKSANA

Mengacu kepada Standar Keselamatan Pasien, maka RSUD dr. Soedono


mendesign (merancang) proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif insiden keselamatan pasien dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja.
Proses perancangan tersebut mengacu pada Visi, Misi dan Tujuan RSUD dr.
Soedono, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini,
praktik bisnis yang sehat dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien
sesuai dengan " Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit".
Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh
langkah keselamatan pasien tersebut.

A. TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN ADALAH SEBAGAI


BERIKUT:

Tabel. 1. Langkah Bangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien

di RSUD dr. Soedono ( Ciptakan budaya yang terbuka dan adil )

Langkah Penerapan
No Satuan Kerja

Memastikan memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus


1. RSUD dr.
dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-
Soedono
langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa
yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga.

• Memastikan RSUD dr. Soedono memiliki Kebijakan yang


menjabarkan peran dan akuntabilitas individual bilamana ada
insiden.
• Menumbuhkan Budaya Pelaporan dan belajar dari insiden yang
terjadi di RSUD dr. Soedono
• Melakukan Assesmen dengan menggunakan survey penilaian
keselamatan pasien

2. Komite • Memastikan seluruh karyawan mampu berbicara mengenai


kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden
Mutu dan • Mendemonstrasikankepadaseluruhsatuankerjatentang
Keselamatan Pasien ukuran-ukuran
serta Satuan Kerja
yang dipakai di RSUD dr. Soedono untuk
Terkait memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelaja

Tabel.2. Langkah Pimpin dan Dukung Staf anda RSUD dr. Soedono.

( Membangun komitmen tentang Keselamatan Pasien )

Satuan
No Langkah Penerapan
Kerja

1. RSUD dr. • Memastikan ada Pimpinan yang bertanggung jawab atas


Soedono keselamatan Pasien
• Mengidentifikasi di tiap satuan kerja orang-orang yang diandalkan
menjadi "Penggerak" dalam Gerakan Keselamatan Pasien
• Memprioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat
Pimpinan maupun rapat-rapat manajemen RSUD dr. Soedono
• Memasukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan
staf RSUD dr. Soedono dan memastikan pelatihan tersebut diikuti
dan diukur efektifitasnya.
2. Komite • Menominasikan "Champions" di masing-masing Satuan Kerja
Mutu dan untuk memimpin Gerakan Keselamatan Pasien di Satuan Kerja
Keselamatan masing-masing.
Pasien serta • Menjelaskan kepada seluruh anggota Komite Mutu dan
Satuan Kerja Keselamatan Pasien serta "Penggerak" tentang relevansi dan
Terkait pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan menjalankan
Gerakan Keselamatan Pasien
• Menumbuhkan sikap kesatria dan menghargai pelaporan insiden

Tabel.3. Langkah lntegrasikan Aktifitas Pengelolaan Risiko

( Mengembangkan Sistem dan Proses Pengelolaan Risiko )

Satuan
No Kerja Langkah Penerapan

1. RSUD dr. • Menelaah kembali struktur dan proses yang ada dalam
Soedono manajemen risiko klinis dan non klinis serta memastikan hal
tersebut mencakup terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan
Staf.
• Mengembangkan indikator- indikator kinerja bagi sistem
pengelolaan yang dapat dimonitor oleh Direksi/ Pimpinan RSUD
dr. Soedono.Menggunakan informasi yang benar dan jelas yang
diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan assesmen risiko
untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap
pasien.
2. Komite • Membentuk forum-forum dalam RSUD dr. Soedono untuk
Mutu mendiskusikan isu-isu Keselamatan Pasien guna memberikan
dan umpan balik kepada manajemen
Keselamatan • Memastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam
Pasien serta proses assesmen risiko RSUD dr. Soedono.
Satuan Kerja • Melakukan proses assesmen risiko secara teratur untuk
Terkait menentukan aksetabilitas setiap risiko dan mengambil langkah
langkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut.
• Memastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai
masukan proses assesmen dan pencatatan risiko RSUD dr.
Soedono.

label. 4. Langkah Kembangkan Sistem Pelaporan

( Staf di RSUD dr. Soedono melaporkan kejadian/ insiden )

Satuan Langkah Penerapan


No Kerja

1.RSUD dr. Melengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke


Soedono dalam maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS-PERSI

2. Komite • Memberikan semangat kepada seluruh staf dan rekan kerja untuk
Mutu dan Keselamatan Pasien
secara aktif serta Satuan setiap
melaporkan Kerja insiden yang terjadi dan insiden
Terkait yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran y

Tabel.5. Langkah Libatkan dan Berkomunikasi dengan Pasien

( Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien)

Satuan
No Kerja Langkah Penerapan

RSUD dr. • Memastikan RSUD dr. Soedono memiliki kebijakan yang secara
Soedono jelas menjabarkan cara-cara komunikasi terbuka selama proses
asuhan tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya.
• Memastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi
yang benar dan jelas bilamana terjadi insiden.
• Memberikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada
stat agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya.
• Memastikan anggota Komite Mutu dan Keselamatan Pasien serta
Komite Mutu
" Champions" menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
dan
keluarganya bila terjadi insiden.
Keselamatan
Pasien serta • Memprioritaskan pemberiitahuan kepada pasien dan keluarga
Satuan Kerja bilamana terjadi insiden dan segera memberikan kepada mereka
Terkait informasi yang jelas dan benar secara tepat.
• Memastikan, segera setelah kejadian, KMKP dan "Penggerak"
menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya.

Tabel.6. Langkah Belajar dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien

( Staf RSUD dr. Soedono melakukan analisis akar masalah )

Langkah Penerapan
Satuan
No
Kerja

• Memastikan staf dan satuan kerja terkait telah terlatih untuk


1. RSUD dr.
melakukan kajian insiden secara tepat yang dapat digunakan
Soedono
untuk mengidentifikasi penyebab.
• Mengembangkan Kebijakan yang menjabarkan dengan jelas
kriteria pelaksanaan Analisa Akar Masalah (Root Cause Analysis/
RCA) yang mencakup insiden yang terjadi.
• Mendiskusikan bersama Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
2. Komite Mutu
serta Satuan Kerja terkait tentang pengalaman dari hasil analisis
dan
Keselamatan insiden.
Pasien serta • Mengidentifikasi satuan kerja lain yang mungkin terkena dampak
Satuan Kerja di masa depan dan membagi pengalaman tersebut secara lebih
Terkait luas

Tabel.7. Langkah Cegah Cedera melalui lmplementasi Sistem Keselamatan Pasien

( Menggunakan informasi yang ada tentang proses pelayanan untuk melakukan


perubahan/ redisign )

Langkah Penerapan
No Satuan Kerja

1. RSUD dr. • Menggunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari
Soedono sistem pelaporan, assesmen risiko, kajian insiden dan audit serta
analisis untuk menentukan solusi setempat.
• Solusi tersebut mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan
proses), penyesuaian pelatihan staf dan/ atau kegiatan klinis,
termasuk penggunaan instrument yang menjamin keselamatan
pasien.
• Melakukan assesmen risiko untuk setiap perubahan yang
direncanakan.
• Mensosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh (KKP-RS) PERSI
• Memberi umpan balik kepada Staf tentang setiap tindakan yang
diambil atas insiden yang dilaporkan.
• Minimum satu kali pertahun melakukan Failure Modes and Effect
Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.
• Melibatkan anggota Komite Mutu dan Keselamatan Pasien serta
2. Komite Mutu
"Champions" dalam mengemban
dan
Keselamatan • gkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien menjadi lebih baik
Pasien serta dan lebih aman.
Satuan Kerja • Menelaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat KMKP dan
Terkait memastikan pelaksanaannya .
• Memastikan KMKP dan Para Penggerak menerima umpan balik atas
setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan.

B. PENERAPAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN

Penerapan Sasaran keselamatan pasien meliputi


1. Mengidentifikasi Pasien Denga
Benar Meningkatkan
Komunikasi YangEfektif
2. Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai
3. Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang
Benar, Pembedahan Pada PasienYang Benar
4. Mengurangi Risiko lnfeksi Akibat Perawatan
Kesehatan
5. Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat
Terjatuh

C. PENERAPAN 12 DIMENSI BUDAYA KESELAMATAN PASIEN


Dimensi dalam budaya keselamatan pasien yaitu (Sorra et al., 2016) :
1. Keterbukaan komunikasi
2. Feedback dan komunikasi tentang kesalahan yang terjadi
3. Frekuensi pelaporan kejadian.
4. Handoff dan transisi
5. Dukungan organisasi untuk keselamatan pasien.
6. Nonpunitive respon to error I respon tidak menghakimi pada kesalahan
yang dilakukan
7. Organizational learning - pembelajaran berkelanjutan .
8. Persepsi keseluruhan mengenai keselamatan pasien
9. Staf yang cukup.
10.Supervisor I harapan manajer dan tindakan yang dilakukan untuk
meningkatkan keselamatan pasien
11.Kerjasama lintas unit
12.Kerjasama antar unit I dalam unit

D. MELAKUKAN MONITORING DAN EVALUASI BUDAYA KESELAMATAN


PASIEN
1. MONITORING DAN EVALUASI DILAKUKAN OLEH KOMITE MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN
a. Monitoring 6 sasaran keselamatan pasien menggunakan indikator
mutu , yang mana pengambilan data dilakukan oleh petugas
pengambil data mutu unit, yang kemudian dimasukkan dalam
SISMADAK
b. Monitoring tujuh langkah menuju keselamatan pasien dan 12 dimensi
keselamatan pasien dengan menggunakan survey pada seluruh ruang
lingkup penerapan budaya keselamatan pasien
c. Petugas penyiapan kebutuhan survey adalah komite Mutu dan
keselamatan pasien
d. Petugas monitoring /survey adalah penanggung jawab pengambil data
di setiap unit
e. Petugas analisa data adalah komite mutu dan keselamatan pasien
f. Petugas pembuat laporan pelaksanaan kegiatan komite mutu dan
keselamatan pasien
g. Survey Budaya keselamatan pasien menggunakan Kuesioner dari
HSOPC ( Hospital Survey on Patient Safety Culture) yang
dikembangkan oleh AHRQ (Agency for Healthcare Research and
Quality) 2016.dan disesuaikan dengan kondisi rumah Sakit umum dr
Soedono madiun

2. WAKTU PELAKSANAAN
a. Pelaksanaan monitoring 6 sasaran keselamatan pasien dilakukan
setiap hari (data dimasukkan ke sismadak)dan data direkap setiap
buIan
b. Pelaksanaan monitoring 7 langkah dan 12 dimensi budaya
keselamatan pasien menggunakan survey dilakukan 1 tahun sekali,
c. Sebelum dilakukan survey dilakukan Sosialisasi pelaksanaan survey d
d. Waktu Pelaksanaan survey dilakukan dalam waktu 2 minggu
e. Tabulasi dan analisa hasil survey dilakukan dalam waktu 2 minggu
f. Pembuatan laporan pelaksanan survey dalam waktu 1 minggu

D. MELAKUKAN ANALISA
1. Analisa 6 sasaran keselamatan pasien dilakukan setiap 3 bulan
2. Analisa 12 dimensi budaya keselamatan pasien,dilakukan setiap dimensi
budaya Keselamatan pasien
3. Analisa dibuat menggunakan grafik
4. Analisa mencakup analisa pencapaian dan permasalahan
5. Hasil pengumpulan data dan analisa dilaporkan pada pimpinanldirektur
rumah sakit

E. MELAKUKAN TINDAK LANJUT PERBAIKAN


Data yang telah dianalisa , apabila sudah baik dipertahankan atau ditingkatkan ,
namun apabila masih kurang dilakukan upaya perbaikan .
BAB IV
DOKUMENTASI

A. PENCATATAN
1. Kegiatan Survey budaya keselamatan pasien
Kegiatan survey budaya keselamatan pasien menggunakan kuisioner 12
dimensi budaya keselamatan , yang mana form untuk kuisioner terdapat
dalam lampiran
2. Pencatatan capaian indikator sasaran keselamatan pasien
Formulir Pengumpulan data indikator keselamatan pasien terdapat dalam
lampiran dan data dimasukkan dalam sismadak
3. Pencatatan laporan insiden keselamatan pasien
Pencatatan laporan insiden keselamatan pasien menggunakan formulir
yang terdapat dalam panduan pelaporan insiden keselamatan pasien

8. PELAPORAN
1. Pelaporan kegiatan survey budaya keselamatan pasien dilaporkan pada
direktur RSUD dr soedono Madiun untuk di tindak lanjuti
2. Pelaporan digunakan untuk mengevaluasi sejauh mana budaya
keselamatan pasien diterapkan di Rumah Sakit Umum dr Soedono
Madiun

1
LAMPIRAN I

Kuesioner Budaya keselamatan Pasien

Kuesioner ini meminta pendapat anda mengenai isu keselamatan pasien (patient
safety),kejadian tidak diinginkan (KTD), pelaporan kejadian di RSUD dr. Soedono
Madiun dan akan membutuhkan waktu sekitar 15-20 menit untuk menyelesaikan
kuesioner ini.
A. Latar Belakang Responden
Isilah infonnasi dibawah ini. Untuk membantu menganalisis hasil kuesioner ini.
Berl tanda centang (Y) pada salah satujawaban anda

J
1 Berapa lama anda telah berkerja di RS ini?

D < l tahun
' l- 5 tahun CJ 11 - 15 tahun

B
16 - 20 tahun

D 6 - lO > 21 tahun

tahun

2 Berapa lama anda telah berkerja di bagian anda?


§
§
< l tahun 11 - 15 tahun
1- 5 tahun 16 - 20 tahun
> 21 tahun
6 - 10 tahun

§
3 Biasanya, berapa jam anda berkerja setiap minggunya di RS ini? (jarn/minggu)

§
< 20 jam/minggu 60 - 79 jam
20-39 jam 80 - 99 jam
40-59 jam > 100jam
4 Apa posisi anda di RS ?
a. dokter spesialis
b. dokter umwn
c. perawat
d. bidan
e. terapis
f.ahligizi
g.Laborat
h.fannas
i.lainnya
sebutkan
5 Apakah pekerjaan anda sekarang secara langsung berhubungan dengan pasien ?

YA, pekerjaan saya langsung berbubungan dengan pas1en


B
TIDAK, perkerjaan saya tidak secara langsung berhubungan
denganpasien
§
< 1 tahun

1- 5 tahun
6 - 10 tahun
§
6 Berapa lama anda telah berkerja sebagai profesi anda saat ini ?

11 - 15 tahun
16 - 20 tahun
> 21 tahun

B. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien


Dimensi dalam budaya keselamatan pasien yaitu (Sorra et al., 2016) :
1. Keterbukaan komunikasi

Seberapa seringkah kasus terjadi di bagian tempat anda bekerja ?


Sangat Tidak Tidak
setuju setuju Sangat Setuju
No Pernyataan Netral Setuj u

1 Kami akan melakukan timbal balik I evaluasi terhadap kasus yang dilaporkan

2 Stafbebasberbicara ketika
melihat sesuatu yang berdampak
negatif bagi pasien
3 Staf merasa bebas untuk bertanya kepada mereka yang lebih tinggi jabatannya guna mengambil keputusan at

4 Di bagian ini kami berdiskusi bagaimana caranya mencegah kesalahan agar tidak terulang lagi

5 Staf tidak takut untuk bertanya ketika sesuatu terlihat tidak wajar

6 Staf tidak takut melaporkan saat


ia mendapat perilaku yang tidak layak (inappropriate) seperti kata kata yang merendahkan/menyinggung pe
staf/mengumpat/memaki .
7 Staf tidak takut melaporkan saat ia
mendapat perilaku yang
mengganggu (disruptive) seperti
mengintimidasi/komentar
sembrono di depan pasien/
dimarahi staf klinis lain di depan
pasien/ kemarahan dengan
membuang rekam medis atau alat
kesehatan .

8. Staf tidak takut melaporkan


apabila ia mendapatkan pelecehan
(harrasment) terkait dengan
ras,agama,suku atau gender

9. Staf tidak takut melaporkan


apabila ia mendapatkan pelecehan
seksual

2. Umpan Balik dan kom unikasi tentang kesalahan yang terjadi


Sangat
No Pernyataan Tidak Tidak Netral Sanga
setuju setuju t
Setuju Setuju
1. IUmpan balik tentang perubahan
diberikan sesuai dengan laporan
insiden
2. Kami diinformasikan tentang hal-
hal mengenai kesalahan yang terjadi
di bagian ini
3 Cara cara untuk mencegah insiden
erjadi dibahas di unit

3. Frekuensi pelaporan kejadian


Di bagian anda bekerja ketika terjadi suatu kesalahan, seberapa seringkah kasus
itudilaporkan.

Tidak Hampir
No Pernyataan Jarang Kadang Selalu
Pemah Selalu

1 Ketika kesalahan terjadi,


tetapi telah diketahui dan
telah diperbaiki sebelum
sampai pada pasien (Kejadian
nyaris cidera), seberapa
seringkah hal tersebut
dilaporkan?
2 Ketika kesalahan terjadi,
tetapi tidak berpotensi
membahayakan pas1en
(kejadian tidak cidera),
seberapa seringkah
dilaporkan?

3 Ketika kesalahan terjadi


yang membahayakan pasien.
Seberapa seringkah hal
tersebut dilaporkan?

4. Ketika terjadi kondisi potensi


cidera, Seberapa seringkah
hal tersebut dilaporkan?

4. Operan dan transisi


Sangat
Tidak Sangat
No Pernyataan Tidak Netral Setuju
setuju Setuju
setuju
1 Informasi penting mengena1
pas1en senng hilang ketika
pergantian shift(aplusan) terjadi
2 Pertukaran shift adalah masalah
bagi pasien di RS ini
3 Biasanya masaIah akan muncul
ketika terjadi pernindahan pasien
dari satu bagian ke bagian lain

5. Dukungan organisasi untuk keselamatan pasien


Sangat
Tidak Sangat
No Pernyataan Tidak Netral Setuju
setuju Setuju
setuju
1. IPihak RS mengembangkan budaya
lkerja yang selalu mempromosikan
lkeselamatan pasien

- Keselamatan pasien tidak pernah


dikorbankan untuk menyelesaikan
pekerjaan

l3 Strategi manajemen adalah


menempatkan keselamatan pasien
yang paling utama
6. Nonpunitive respon to error I respon tidak menghakimi pada kesalahan yang
dilakukan

Sangat
No Pemyataan Tidak Tidak Netral Setuju Sangat
setuju setuju Setuju
1. Regulasi serta lingkungan ke1ja
mendorong staf tidak takut
mendapatkan hukuman bila membuat
laporan tentang kejadian tidak
diharapkan dan kejadian nyaris
cidera
2. Staf merasa kesalahan yang ada
selalu diselesaikan secara bersama
3. Ketika ada pelaporan kasus, yang
menjadi fokus adalah individu
l fpetugas bukan pada masalahnya
. Para staf takut jika kesalahan
mereka akan disimpan dalam file
dokumen RS

7. Organizational learning - pembelajaran berkelanjutan


Sangat
Tidak Sangat
No Pemyataan Tidak Netral Setuju
setuju Setuju
setuju
1 Setelah kami membuat perubahan
uutuk meningkatkan keselamatan
tpasien, kami selalu mengevaluasi
fektifitasnya

. !Di bagian ini kami berdiskusi


lbagaimana caranya mencegah
lkesalahan agar tidak terulang lagi
s. IKami selalu aktif guna
meningkatkan keselamatan pasien
fi IKesalahan yang terjadi membuat
tperubahan yang positif disini

8. Persepsi keseluruhan mengenai keselamatan pasien


Sangat
No Pemyataan Tidak Tidak Netral Setuju Sangat
setuju setuju Setuju
I IKeselamatan pasien tidak pernah
dikorbankan untuk menyelesaikan
tpekerjaan
2 Han.ya sesekali saja kesalahan yang
berat/ serius terjadi
3 Kami mempunyai masalah tentang
lkeselamatan pasien di bagian ini

Anda mungkin juga menyukai