PENDAHULUAN
Kesalahan dalam penanganan pasien yang justru merugikan pasien sejauh mungkin
harus dihindari, baik yang dilakukan oleh dokter, perawat serta petugas rumah sakit lain.
Untuk itu pasien dan keluarganya membutuhkan suatu jaminan hukum bagi penanganan
1
petugas rumah sakit. Sehingga hal-hal penanganan pasien di luar standar sejauh mungkin
bisa dihindarkan. (Wahyati, 2012)
Begitupun dalam lingkup yang lebih luas tentang keselamatan dan kesehatan kerja
Fasilitas kesehatan saat ini memiliki banyak sekali potensi bahaya yang membahayakan
kesehatan. Jika dibandingkan dengan tenaga kerja umum, pekerja di fasilitas kesehatan
memiliki presentase terkena keseleo dan cidera, infeksi, dan penyakit berasal dari parasit,
dermatitis,hepatitis, gangguan mental, penyakit mata, influenza, dan lain lain.
Perkembangan Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan di Indonesia
akhirakhir ini sangat pesat, baik dari jumlah maupun pemanfaatan teknologi kedokteran.
Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan harus mengedepankan peningkatan
mutu pelayanan kepada masyarakat tanpa mengabaikan upaya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) bagi seluruh pekerja Rumah Sakit.Dengan meningkatnya
pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat maka tuntutan pengelolaan
program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi
karena Sumber Daya Manusa (SDM) Rumah Sakit, pengunjung/pengantar pasien, pasien
dan masyarakat sekitar Rumah Sakit ingin mendapatkan perlindungan dan gangguan
kesehatan dan kecelakaan kerja, maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada
di Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar. (Kepmenkes, 2010).
Rumah Sakit RSUD Sanjiwani yang secara historis berdiri dari tahun 1995 dimana
saat ini berlokasi di Jalan Ciung Wanara no 2 Gianyar Bali yang merupakan salah satu
Rumah Sakit Pemerintah yang ada di Kabupaten Gianyar. Rumah Sakit ini memberikan
pelayanan komprehensif meliputi upaya kesehatan yang bersifat promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif, dengan jangkauan pelayanan luas hingga ke lapisan masyarakat
2
tingkat bawah. Di samping itu keterbukaan dan dukungan dari pihak manajemen Rumah
Sakit serta komitmen para staffnya sangat besar untuk menerapkan tindakan medis dalam
pelayanan kepada masyarakat mengacu pada keselamatan pasien. Berdasarkan hal
tersebut kami dari mahasiswa STIKes Wira Medika Bali bermaksud melakukan
pemantauan tentang sejauh mana pnerapan K3 dan patient safety di Rumah Sakit
Sanjiwani Gianyar khusus nya di ruang Nakula
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
3. Rumah Sakit wajib menerapkan standart keselamatan pasien.
4. Evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien akan dilakukan melalui program
akreditasi rumah sakit.
2.1.5.Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit
1. Pelaporan insiden, laporan bersifat anonim dan rahasia.
2. Analisa, belajar, riset masalah dan pengembangan taxonomy.
3. Pengembangan dan penerapan solusi serta monitoring/evaluasi.
4. Penetapan panduan, pedoman, SOP, standart indikator keselamatan pasien
berdasarkan pengetahuan dan riset.
5. Keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan keluarganya.
2.1.6.Standar Patient Safety
Tujuh Standar Keselamatan Pasien :
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
5
2.2.1.Faktor - Faktor Tersebut Diatas Dalam Jumlah Yang Cukup Dapat
Mengganggu Daya Kerja Seseorang Tenaga Kerja
6
4. Membuat program pelatihan untuk meningkatkan jumlah dan kompetensi
personel yang bekerja dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja
5. Membuat peraturan baku yang wajib diperhatikan dan dilaksanakan
dalambidang keselamatan dan kesehatankerja
6. Mendukung kegiatan analisis, ealuasi, pengembangan, dan pengesahan program
keselamatan dan kesehatan kerja
KETERKAITAN ANTARA K3 DAN PRODUKTIVITAS
Karyawan yang memiliki kesejahteraan buruk akan mempengaruhi
produktivitasnya. Mereka tidak akan mempunyai motivasi dan minat, apatis dalam
bekerja, serta loyalitas terhadap pekerjaan akan berkurang.
Menurut Rachmawati (2008:176), beberapa faktor yang dapat
meningkatkan produktivitas kerja sebagai berikut.
1. Pengaturan jam kerja
Kemudahan menghemat waktu dan efisiensi kerja
Jam kerja normal adalah 40 jam seminggu, namun tidak semua pekerjaan memiliki
jam kerja yang sama. Perusahaan paling rida harus memikirkan pengaturan jam
kerja yang tepat dan meminimalkan risiko, terutama untuk pekerjaan yang
berbahaya dan menanggung risiko, maka tenaga kerja akan merasa lebih puas dan
nyaman.
Organisasi sebaiknya mengatur sistem shift dalam kesepakatan kerja bersama
berdasar peraturan organisasi sehingga mutu dan kemampuan fisik pekerja dapat
terjamin. Biasanya pengaturan jam kerja yang efisien diikuti dengan tingkat upah
yang berbeda menurut jenis pekerjaannya.
Kenyaman kerja perlu diupayakan di semua sektor mengingat jenis pekerjaan di
setiap sektor masing-masing memiliki kerawanan yang berbeda.
Keamanan dalam melakukan suatu pekerjaan ditandai adanya kesempurnaan dalam
lingkungan kerja, alat kerja, dan bahan kerja yang dikendalikan oleh sebuah sistem
manajemen yang baik. Rasa keamanan dalam bekerja menjadi hal yang sangat vital
bagi peerjaan untuk memperbarui motivasi dalam menjalankan pekerjaan.
Pola K3 pada masa lalu masih bersifat konvensional dan pasif terhadap teknologi.
Jadi teknologi industri diciptakan terlebih dahulu, baru disusul denn teknologi
keselamatan dan kesehatan kerja. Dukungan K3 pada peralatan yang ada bersifat
7
suplemen sehingga aktivitas K3 cenderung lamban dalam mengikuti suatu teknologi
baru.
Dalam keselamatan dan kesehata kerja gaya baru setiap teknologi herus merupakan
paket utuh (built-in) dengan teknologi yang dipakai dalam semua sektor.
Biaya dalam paket yang utuh antara teknologi canggih dan tenolgi K3 merupakan
perpaduan dalam biaya produksi yang menjamin peningkatan mutu barnag sebesar
0,5% untuk teknologi yang sederhana dan 1% untuk teknologi yang mahal.
Menurut Rachmawati (2008:179), syarat keselamatan dan kesehatan kerja gaya
baru ditandai oleh teknologi K3 yang teruji seperti:
1. Penggunaan bahan label menurut waktu
2. Daya kerja uatu instrumen yang terkendali
3. Penempatan instrumen pada tempat yang aman
4. Keterampilan kerja telah teruji
5. Menetapakan standar kerja baru
6. Asuransi bagi pekerja
Kebijaksanaan Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja
Menurut Rachmawati (2008:179), kebijaksanaan terhadap perlindungan tenaga
kerja sebagai berikut.
1. Budayakan K3 melalui pendidikan formal dengan rancangan kurikulum dengan
menampilkan simulasi program K3 yang lebih menarik dan menimbulkan etos
kerja dan partisipasi
2. Mempersiapkan tenaga ahli K3 di semua sektor pekerjaan
3. Memperkenalkan konsep K3 lewat sistem built-in
4. Perlu ada pendelegasian wewenang tentang teknologi perlindungan K3 dan
dikoordinasi departemen tenaga kerja
5. Teknologi perlindungan K3 dapat menciptakan lapangan kerja baru
6. Membuat standariasi baru dengan tambahan omponen K3
7. Meningkatkan pengaawsan mutu melalui uji coba teknologi
8. Perlu ada tinjauan untuk selalu memperbarui konsep K3 dalam periode tertentu
Untuk mencegah gangguan kesehatan dan daya kerja, menurut Rachmawati
(2010:180), ada beberapa usaha yang dapat dilakukan agar karyawan tetap produktif
dan mendapatkan jaminan perlindungan keselamatan kerja sebagai berikut.
8
1. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja. Periksa kesehatan calon karyawan
untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan yang
akan diberikan,baik fisik, maupun mentalnya.
2. Pemeriksaan kesehatan berkala untuk evaluasi. Apakah faktor-faktor penyebab
itu telah menimbulkan gangguan-gangguan atau kelainan-kelainan kepada
tubuh karyawan atau tidak.
3. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada karyawn secara kontinu.
Itu penting agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.
4. Penerangan dan penjelasan sebelum bekerja, agar para karyawan mengetahui
dan menaati peraturan-peraturan dan lebih berhati-hati.
5. Pakaian pelindung, misalnya masker, kacamata, sarung tangan, sepatu, topi
pakaian kerja, dan sebagainya.
6. Isolasi, yaitu mengisolasi operasi atau proses produksi dalam memperoleh yang
membahayakan karyawan, misalnya mengisolasi mesin yang sangat berisik agar
tida menjadi mengganggu kinerja pekerja lain.
7. Venasi setempat, ialah alat untuk menghisap udara di suatu tempat kerja
tertentu, agar bahan-bahan dari suatu tempat di hisap dan di alirkan keluar.
8. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang kurang
bahaya atau tidak berbahaya sama sekali.
9. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan ke
dalam ruang kerja.hal tersebut bertujuan agar kadar dari bahan-bahan yang
berbahaya oleh pemasukan udara ini bisa lebih rendah hingga mencapai nilai
ambang batas.
2.4. Observasi Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Rumah Sakit : Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani
Ruangan : Nakula
Kelompok : Kelompok Iii
1. Pelaksanaan Cuci Tangan Efektif
Pelaksanaan Cuci tangan di Ruang Nakula sudah berjalan dengan baik, semua
perawat yang bertugas diruangan Nakula maupun tim tenaga kesehatan yang
lainnya yang bertugas di Ruang Nakula melakukan cuci tangan 6 langkah dan
9
menerapkan 5 momen cuci tangan dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang
ada.
5 momen cuci tangan :
1) Sebelum kontak dengan pasien : yaitu bertujuan untuk melindungi pasien
dari kuman yang dibawa oleh perawat
2) Sebelum tindakan aseptic : yaitu bertujuan untuk melindungi pasien.
3) Setelah terkena cairan tubuh pasien : yaitu melindungi perawat dan
lingkungan dari kuman
4) Setelah kontak dengan pasien : yaitu melindungi perawat dan lingkungan
dari kuman
5) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien : yaitu bertujuan untuk
melindungi perawat dan lingkungan dari kuman
6 langkah cuci tangan :
2. Medication Safety
Medication Safety yang diterapkan di Ruang Nakula penerapannya sudah sangat
baik, penempatan obat pasien sudah tertata dengan sangat rapi, penempatan obat
pasien sesuai dengan nama dari masing – masing pasien. Seperti Infus, Spuit,
Vial, dll.
Hal yang lain dari medication safety :
- Setiap pemberian obat melalui Injeksi perset kepada pasien spuit yang
digunakan bebeda – beda pada setiap pasien, untuk obat vial yang diberikan
pada masing – masing spuit sudah ditempelkan label obal masing – masing
- Pada saat tindakan Injeksi dilakukan, perawat di Ruang Nakula
menggunakan troly.
- Pada setiap pasien yang menggunakan gelang kuning / pasien yang memiliki
kemungkinan resiko jatuh sudah dipasangkan side riel. Side riel dipasang
saat sesudah melakukan tindakan keperawatan.
3. Pemakaian Gelang
Pada seluruh pasien yang di rawat di Ruang Nakula memakai gelang pada
tangannya, gelang itu digunakan oleh pasien hingga pasien itu dinyatakan boleh
pulang.
10
Jenis – jenis gelang :
1) Gelang Kuning
Gelang Kuning diberikan kepada pasien yang memiliki resiko jatuh tinggi
atau pasien memerlukan pengawasan ekstra. Contoh pada pasien pasca
operasi, pasien yang mengalami penurunan kesadaran, dan lain sebagainya.
2) Gelang Merah
Gelang Merah diberikan kepada pasien yang memiliki alergi tinggi terhadap
obat.
3) Gelang Ungu
Gelang Ungu diberikan kepada pasien yang memiliki harapan hidup rendah
atau dikeal dengan istilah Do Not Resuscitation (DNR).
4) Gelang Hijau
Gelang Hijau diberikan kepada pasien yang memiliki alergi latek.
5) Gelang Abu – abu
Gelang Abu – abu diberikan pada pasien yang sedang menjalani kemoterapi
6) Gelang Biru
Gelang Biru diberikan pada pasien yang berjenis kelamin laki – laki.
7) Gelang Merah Muda
Gelang Merah Muda diberikan pada pasien yang berjenis kelamin
perempuan
4. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri yang disediakan untuk melakukan tindakan kepada pasien
yaitu masker dan handscoon. Ketika perawat pergi keruangan Isolasi untuk
memberikan tindakan, semua perawat yang bertugas di Ruang Nakula
menggunakan handscoon dan masker N95 untuk pergi ke Ruang Isolasi.
5. Ergonomy
Secara ergonomis peletakan alat yang berada di Ruang Nakula sudah sangat baik,
namun tampak masih sedikit belum rapi untuk penataan obat yang dimiliki oleh
pasien. Hal yang menyangkut masalah ergonomis :
- Penempatan tempatsampah medis sudah sangat baik, pada setiap tempat
sampah medis sudah diberi label masing – masing.
- Pada troly tersusun dengan rapi yaitu untuk hipapix, handscoon dan handrub.
11
- Penempatan alat – alat medis seperti cairan dan peralatan medis sudah baik,
dan di tata dengan rapi.
6. Infeksi Nosokomial
Angka kejadian Infeksi Nosokomial pada Ruang Nakula sangat kecil, dikarenakan
perawatan yang diberikan oleh perawat kepada pasien sudah sangat baik sesuai
dengan SOP yang berlaku, pada semua pasien yang dirawat pada ruangan Nakula
semua pasien menggunakan Infus dan mendapatkan Injeksi IV. Semua alat – alat
medis yang berada pada bed pasien sudah di letakkan dengan baik, agar tidak
mengganggu aktivitas pasien.
Faktor penyebab infeksi Nosokomial :
1) Pathogen (bakteri, jamur, virus, parasit).
Jumlah dan virulensi (kekuatan) bakteri yang tinggi, serta resistensi bakteri
terhadap antibiotic dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi Nosokomial.
Umumnya,infeksi Nosokomial disebabkan oleh bakteri yang ada di rumah
sakit. Bakteri tersebut bias didapat dari orang lain yang ada dirumah sakit,
bakteri yang menjadi flora normal (bakteri yang secara normal ada di dalam
tubuh dan pada keadaan normal tidak menyebabkan gangguan) orang itu
sendiri, atau bakteri yang mengkontaminasi lingkungan dan alat – alat di
rumah sakit.
2) Kondisi pasien
Selain bakteri, kondisi dari pasien tersebut juga mempengaruhi dapat atau
tidaknya terkena infeksi Nosokomial. Beberapa kondisi pasien yang membuat
lebih mudah terserang infeksi Nosokomial :
- Usia
Pasien lansia (usia diatas 70 tahun) dan bayi mudah terserang infeksi
Nosokomial.
- Daya tahan tubuh dan penyakit yang dimiliki
Pasien dengan penyakit kronis seperti diabetes, gagal ginjal, dan kanker
meningkatkan risiko seseorang terkena infeksi Nosokomial. Keadaaan
akut seperti koma, gagal ginjal akut, cedera berat (seperti habis kecelakaan
atau luka bakar), dan syok juga berkontribusi dalam meningkatkan risiko
infeksi Nosokomial.
12
- Prosedur yang dilakukan terhadap pasien.
Prosedur seperti tindakan operasi, pemasangan alat bantu pernafasan
(ventilator), endoskopi,atau kateter meningkatkan risiko seseorang untuk
terkenal infeksi nosocomial melalui kontaminasi langsung dengan alat
yang masuk ke dalam tubuh.
3) Faktor lingkungan
Lingkungan rumah sakit yang padat, kegiatan memindahkan pasien dari satu
unit ke unit yang lain, dan penempatan pasien dengan kondisi yang mudah
terserang infeksi Nosokomial (misalnya pada ruang perawat intensif, ruang
perawatan bayi, ruang perawatan luka bakar) di satu tempat dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi Nosokomial.
7. Resiko Infeksi
Resiko Infeksi yang mungkin muncul pada pasien dikarenakan ada beberapa
tindakan yang diberikan kepada pasien bersifat steril diantara lainny :
- Pembesihan luka Post. OP pada pasien, yang dimana disaat perawatan luka
dilakukan yaitu prinsip yang digunakan yaiu prinsip steril
- Pemasangan Kateter.
8. Lain – lain
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
3.2. Saran
14
Dalam pelayanan rumah sakit haruslah sesuai dengan aturan- aturan yang di
tetapkan oleh rumah sakit yang sesuai standar dan mutu dari rumah sakit itu sendiri.
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit
dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu
perusahaan atau negara oleh itu kesehatan dan keselamatan kerja harus di kelola
secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.
15
Lampiran Dokumentasi
(Kekurangan yang kami temukan di Ruang Nakula
16