Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Puskesmas sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dasar merupakan ujung tombak
terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Puskesmas berfungsi sebagai pusat
pembangunan wilayah berwawasan kesehatan, pusat pelayanan kesehatan perorangan primer,
pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer dan pusat pemberdayaan masyarakat. Sebagai unit
pelayanan kesehatan memiliki berbagai potensi bahaya yang berpengaruh buruk pada tenaga
kesehaan dan non kesehatan yang bekerja di Puskesmas, pasien, pengunjung dan masyarakat
disekitarnya. Potensi bahaya tersebut meliputi golongan fisik, kimia, biologi, ergonomic dan
psikososial. Khususnya golongan biologi merupakan bahaya potensial yang paling sering
menyebabkan gangguan kesehatan di Puskesmas.

1.2 TUJUAN
1. UMUM
Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk petugas Puskesmas,
pasien, pengunjung / pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan sekitar Puskesmas
2. KHUSUS
a. Terbentuknya kelompok kerja atau tim sebagai penanggung jawab kegiatan Manajemen
risiko
b. Teridentifikasinya potensi bahaya / risiko dan cara pengendaliannya
c. Tersusunnya rencana kerja Manajemen risiko
d. Terlaksananya kegiatan Manajemen risiko
e. Terlaksananya monitoring dan evaluasi kegiatan Manajemen risiko

1.3 SASARAN
Sasaran pedoman Manajemen risiko di Puskesmas adalah petugas Puskesmas dan Pengguna
jasa Puskesmas.

1.4 RUANG LINGKUP


1. Pengenalan potensi bahaya di Puskesmas dan masalah kesehatan yang ditimbulkannya.
2. Indikator keberhasilan

1.5 PENGERTIAN
1. Bahaya adalah suatu potensi yang dapat menimbulkan kerugian, gangguan kesehatan,
cidera, kerusakan property dan lingkungan atau kerugian dalam produksi
2. Manajemen risiko adalah proses pengendalian risiko secara berkelanjutan mulai dari
identifikasi, penilaian risiko, penetapan program pengendalian, pelaksanaan program
pengendalian, monitoring dan evaluasi.

1
3. Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kota Surabaya yang
merupakan ujung tombak penyelenggara pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di
wilayah kerjanya.
4. Penilaian Risiko adalah proses perkiraan kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang
tidak diinginkan disertai perkiraan besarnya akibat dalam jangka waktu tertentu.
5. Risiko adalah kesempatan untuk terjadi cidera / kerugian dari suatu bahaya atau
kombinasi dari kemungkinan dan akibat.
6. Risiko kesehatan adalah besarnya kemungkinan yang dimiliki oleh suatu bahan, proses
atau kondisi untuk menimbulkan kesakitan, gangguan dan penyakit akibat kerja yang
dipengaruhi oleh magnitude of hazard (konsentrasi & dosis), efek rating (tingkat dampak:
Fatality, very serious, serious, moderate, lov, trivial), probabilitas (kemungkinan), frekwensi
pajanan, durasi pajanan.
7. Standar Prosedur Operasional (SPO/SOP) adalah standar pelaksanaan pekerjaan baik
secara resmi maupun tidak resmi oleh manajemen tentang tahapan kegiatan yang akan
dilaksanakan pekerja sebagai acuan dalam bekerja.

BAB 2

1
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien Puskesmas adalah suatu system dimana puskesmas membuat asuhan
pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang tidak
sengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat
dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
Kejadian Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian Potensial Cedera (KPC) dengan rincian definisi sebagai
berikut:
1. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.
2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke
pasien
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul
cedera.
4. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan
cederra, tetapi belum terjadi insiden
5. Kejadian Sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
6. Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden adalah
suatu system untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan
solusi untuk pembelajaran

Dalam rangka melaksanakan tugas, tim Manajemen risiko Puskesmas memiliki peran dan
fungsi adalah sebagai berikut;
a. Mengembangkan program keselamatan pasien di Puskesmas sesuai dengan kekhususan
Puskesmas Jemursari
b. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien
c. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan (monitoring)
dan penilaian (evaluasi) tentang terapan (implementasi) program keselamatan pasien
d. Bekerjasama dengan bagian pendidikan dan pelatihan Puskesmas untuk melakukan pelatihan
internal keselamatan pasien Puskesmas
e. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta pengembangan solusi untuk
pembelajaran.
f. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada Kepala Puskesmas dalam rangka
pengambilan kebijakan Keselamatan Pasien Puskesmas
g. Membuat laporan kegiatan kepada kepala Puskesmas

1.1. STANDAR KESELAMATAN PASIEN

1
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera
maka diperlukan standar keselamatan pasien puskesmas yang merupakan acuan bagi puskesmas
untuk melaksanakan kegiatannya.
Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan di puskesmas dan penilaiannya dilakukan
dengan menggunakan Instrumen Akreditasi Puskesmas
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode - metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:


Standar I. Hak pasien
Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar
kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga


Standar:
Puskesmas harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien
yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di puskesmas harus ada sistem
dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien.
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan - pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan Puskesmas.

1
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan


Standar:
Puskesmas Jemursari menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat
pasien keluar dari puskesmas.
2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi
antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi
dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan,
pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

Standar IV. Penggunaan metode - metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
Standar:
Puskesmas harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor
dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
1. Puskesmas Jemursari harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu
pada visi, misi, dan tujuan puskesmas, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan,
kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor - faktor lain yang berpotensi risiko
bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Puskesmas”.
2. Puskesmas Jemursari harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait
dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, mutu pelayanan.
3. Puskesmas Jemursari harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua insiden, dan
secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4. Setiap puskemas harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien
terjamin.

Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien


Standar:

1
1. Kepala Puskesmas mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien
secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Puskesmas“.
2. Kepala Puskesmas menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
3. Kepala Puskesmas mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit
dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4. Kepala Puskesmas mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji,
dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
5. Kepala Puskesmas mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan
kinerja Puskesmas dan keselamatan pasien.
Kriteria:
1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan
insiden.
3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen puskesmas
terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar
dan jelas untuk keperluan analisis.
5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk
penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris
Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani
“Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko,
termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan di dalam puskesmas dengan pendekatan antar disiplin.
8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan
kinerja puskesmas dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja puskesmas dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar:
1. Puskesmas memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2. Puskesmas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner
dalam pelayanan pasien.

1
Kriteria:
1. Puskesmas harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang
memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
2. Puskesmas Siwalankerto harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3. Puskesmas Siwalankerto harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.

Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien
Standar:
1. Puskesmas merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan
pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
1. Puskesmas Siwalankerto perlu menyediakan anggaran untuk merencanakan dan
mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.

1.2. SASARAN KESELAMATAN PASIEN


Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di Puskemas yang
diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Puskesmas. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-
Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas
permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum
difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh. Enam sasaran keselamatan pasien adalah
tercapainya hal-hal sebagai berikut :

SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN


Standar SKP I
Puskesmas mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/ meningkatkan ketelitian
identifikasi pasien.
Maksud dan Tujuan :
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi dihampir semua aspek/
tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien
yang dalam keadaan terbius/ tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat

1
tidur/ kamar/ lokasi di puskesmas, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud
sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu:
1. Untuk identifikasi pasien sebagai individu yangakan menerima pelayanan atau pengobatan.
2. Untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki
proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian
obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan atau prosedur
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien,
nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain.
Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/ atau
prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di
puskesmas, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau termasuk identifikasi
pada pasien koma tanpa identitas.
Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/ atau prosedur
agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.
Elemen Penilaian Sasaran I
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua
situasi dan lokasi.

SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF


Standar SKP II
Puskesmas mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar
para pemberi layanan.

Maksud dan Tujuan :


Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien,
akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi
dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan
kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit
pelayanan.
Puskesmas secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke komputer) perintah yang
lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah
membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi

1
bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau
prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan
pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti situasi gawat darurat di UGD.
Elemen Penilaian Sasaran II:
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara
lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan
atau melalui telepon secara konsisten.

SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH-ALERT)


Standar SKP III
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat
yang perlu diwaspadai (high-alert).
Maksud dan Tujuan :
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus
berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu
diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak
yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan
kPEedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun
Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau
yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =
50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi
dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih
dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk
mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses
pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari
unit pelayanan pasien ke farmasi.
Puskesmas secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di puskesmas.
Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan
elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar
pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses,
untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-hati.
Elemen Penilaian Sasaran III
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan
lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.

1
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area
tersebut sesuai kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT - LOKASI, TEPAT - PROSEDUR, TEPAT PASIEN


Standar SKP IV
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat-
prosedur, dan tepat- pasien.
Maksud dan Tujuan
Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu yang
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di puskesmas. Kesalahan ini adalah akibat dari
komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim, kurang/tidak
melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang
catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota
tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca
(illegible handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering
terjadi.
Puskesmas perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan
juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO
Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong
Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang
dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di puskesmas dan harus dibuat
oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan
sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi
operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari
kaki, lesi) atau multipel level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
1. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar.
2. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan
tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan
3. Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant2 yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan
diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum
tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana
proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.
Elemen Penilaian Sasaran IV

1
1. Puskesmas menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi
operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Puskesmas menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia,tepat, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out”
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan
dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

SASARAN V : PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN


Standar SKP V
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan :
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan
pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan
kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections)
dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene)
yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi
nasional dan internasional.
Puskesmas mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara
umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran V
1. Puskesmas mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Puskesmas menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

SASARAN VI : PENGURANGAN RISIKO PASIEN JATUH


Standar SKP VI
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera
karena jatuh.
Maksud dan Tujuan :
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat jalan.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan

1
fasilitasnya, puskesmas Siwalankerto perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil
tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat
jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat
bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan puskesmas.
Elemen Penilaian :
1. Puskesmas menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan, dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap berisiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh
dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

BAB 4
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO dan PPI

1.3. MANAJEMEN RISIKO DAN PPI dan PPI LINGKUNGAN


A. Definisi
Manajemen risiko dan PPI lingkungan di Puskesmas adalah penerapan manajemen risiko dan
PPI dengan tujuan meminimalkan dampak yang mungkin terjadi sebagai akibat dari aktifitas
atau kegiatan pelayanan kesehatan pada pasien terhadap pasien, pengunjung, petugas
maupun lingkungan di Puskesmas.

B. Ruang Lingkup Penerapan Manajemen risiko dan PPI Lingkungan


Lingkup pelaksanaan manajemen risiko dan PPI lingkungan di Puskesmas meliputi :
- Penilaian persyaratan bangunan, sarana prasarana dan kondisi lingkungan Puskesmas

1
- Identifikasi risiko kondisi lingkungan yang berdampak pada pasien, petugas dan lingkungan
sekitar Puskesmas
- Tatalaksana penerapan manajemen risiko dan PPI lingkungan
- Pemantauan penerapan manajemen risiko dan PPI lingkungan

Penerapan manajemen risiko dan PPI lingkungan di Puskesmas Siwalankerto meliputi:


- Sarana dan prasarana bangunan Puskesmas
- Sarana prasarana fasilitas Puskesmas termasuk rasio jumlah pasien dan toilet, dsb
- Sarana prasarana fasilitas Puskesmas termasuk rasio jumlah karyawan dan toilet, dsb
- Tata ruang dan penetapan zona risiko
- Pemantauan kualitas lingkungan termasuk suplai air bersih, keadaan udara, penghawaan,
kebisingan, pencahayaan, kelembaban, kelicinan lantai, pegangan untuk lansia
- Pemantauan fasilitas sanitasi Puskesmas
1) Toilet dan Kamar Mandi,
2) Pembuangan sampah,
3) Penyediaan air minum dan air bersih,
4) Hygiene dan sanitasi makanan
5) Pengolahan limbah,
6) Pengolahan limbah medis
7) Pengelolaan linen
8) Pengendalian serangga dan binatang pengganggu
9) Dekontaminasi dan sterilisasi
10) Promosi hygiene dan sanitasi

C. Penerapan Manajemen risiko dan PPI Lingkungan Di Puskesmas


Manajemen risiko dan PPI lingkungan di Puskesmas diterapkan pada seluruh kegiatan yang
menimbulkan dampak risiko terhadap lingkungan yaitu:
1. Kegiatan pelayanan klinis di Puskesmas
2. Kegiatan pelayanan kesehatan di Pustu, Poskeskel, Posyandu, Pusling, Posbindu, Kegiatan
screening.
3. Kegiatan pasien/ pengunjung Puskesmas
4. Kegiatan karyawan/ staf Puskesmas

Kegiatan penerapan manajemen risiko dan PPI lingkungan


a. Penilaian persyaratan bangunan, sarana dan prasarana Puskesmas
o Bangunan Puskesmas terdiri dari bangunan dengan konstruksi kuat, atap tidak bocor,
lantai tidak licin, permukaan dinding kuat dan rata serta menggunakan bahan bangunan
yang tidak membahayakan tidak banjir.
o Lingkungan Puskesmas tidak panas, ventilasi cukup, pencahayaan cukup, seluruh
ruangan tidak lembab dan tidak berdebu.

1
o Terdapat fasilitas pemadam kebakaran dan petunjuk jalur evakuasi dan pintu darurat jika
terjadi kecelakaan
o Rasio kecukupan toilet karyawan mengikuti indeks perbandingan jumlah karyawan
dengan toilet yaitu 1:20 artinya setiap penambahan 20 karyawan harus ditambah I toilet
dan 1 kamar mandi.
o Tata ruang
o Zona ruang dengan
 Risiko rendah : meliputi ruang administrasi TU, Ruang Kepala Puskesmas, Ruang
pertemuan, ruang penyimpanan rekam medis bersatu dengan loket (unit pendaftaran),
ruang penyimpanan obat, dapur dan Musholla.
 Risiko sedang: meliputi poli rawat jalan (selain poli P2) , poli KIA
 Risiko tinggi: meliputi Poli P2, Laboratorium, UGD dan tempat penampungan
limbah/sampah medis, Poli Gigi.
o Penataan ruangan memperhatikan zona risiko penularan
b. Identifikasi risiko kondisi lingkungan
Setiap unit kerja melakukan identifikasi risiko kondisi lingkungan antara lain:
1. Sarana
o Kerusakan bangunan atau sarana prasarana
o Fasilitas sanitasi seperti wastafel buntu, air tidak lancar, sampah medis tidak
tersedia, toilet rusak, jenis kran bertangkai panjang.
2. Kondisi pencahayaan, penghawaan, kelembaban, kebisingan peralatan.
3. Kebersihan ruangan dan fasilitas
4. Limbah: jadwal pengambilan limbah, paparan limbah pada lingkungan.
c. Tatalaksana penerapan manajemen risiko dan PPI lingkungan
1. Toilet dan Kamar Mandi,
o Tersedia sabun cair
o Dinding dalam keadaan bersih
o Lantai kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan
o Bak air dalam keadaan bersih dan tidak ada jentik
o Ada pegangan untuk lansia
o Closet duduk untuk pasien lansia
o Terpisah antara karyawan dan pasien
2. Pembuangan sampah,
o Tersedia fasilitas tempat sampah medis dan non medis setiap ruangan
o Tempat sampah pedal dan tertutup
o Sampah/ limbah non medis padat ditampung dalam kantong warna hitam.
Sampah medis ditampung dalam kantong warna kuning.
o Sampah setiap hari dibuang di tempat penampungan sampah sementara
3. Penyediaan air minum dan air bersih,
o Tersedia air bersih

1
o Tersedia air minum untuk karyawan sesuai kebutuhan
4. Pengolahan limbah
o Limbah cair ditampung dalam septic tank khusus
5. Pengolahan limbah medis
o Limbah medis tajam ditampung dalam safety box
o Limbah medis padat ditampung dalam tempat sampah medis dengan kantong
warna kuning
o Limbah medis padat selanjutnya ditampung pada penampungan sementara untuk
dikirim ke tepat pemusnahan
6. Pengelolaan linen
o Dilakukan pemisahan linen yang infeksius dan non infeksius
o Linen / kain yang terkontaminasi dilakukan proses desinfeksi
o Linen / kain secara berkala dikumpulkan dan dikirim ke tempat pencucian
7. Pengendalian serangga dan binatang pengganggu
o Dilakukan pengamatan terhadap serangga nyamuk, kecoa, ulat tanaman dan
tikus
o Kebersihan ruangan dijaga untuk mencegah binatang pengganggu
o Dilakukan pemberantasan jika terdapat binatang pengganggu
8. Dekontaminasi dan sterilisasi
o Seluruh peralatan yang terkontaminasi dilakukan proses dekontaminasi dan
sterilisasi
o Proses dekontaminasi dilaksanakan segera setelah proses pelayanan, sterilisasi
dilakukan di sterilisator.
9. Promosi hygiene dan sanitasi
o Tersedia promosi untuk menjaga kebersihan ruangan, membuang sampah,
menjaga kebersihan kamar mandi, cara mencuci tangan dengan 7 langkah, dan
etika batuk.

d. Pemantauan penerapan manajemen risiko dan PPI lingkungan


Pemantauan penerapan manajemen risiko dan PPI lingkungan dilaksanakan oleh
petugas sanitasi yang dibantu oleh cleaning service, dan dipantau serta di evaluasi oleh Tim
Manajemen Risiko dan PPI.

D. Dokumentasi
Seluruh kegiatan manajemen risiko dan PPI lingkungan didokumentasikan dan dilaporkan
kepada Kepala Puskesmas. (Data Terlampir)

1.4. MANAJEMEN RISIKO DAN PPI LAYANAN KLINIS


A. Definisi

1
Manajemen risiko dan PPI merupakan proses identifikasi, evaluasi, mengendalikan dan
meminimalkan risiko dalam suatu organisasi secara menyeluruh. Manajemen risiko dan PPI
layanan klinis adalah suatu pendekatan untuk mengenal keadaan yang menempatkan pasien
pada suatu risiko dan tindakan untuk mencegah terjadinya infeksi.
Manajemen risiko dan PPI layanan klinis di Puskesmas dilaksanakan untuk meminimalkan
risiko akibat adanya layanan klinis oleh tenaga kesehatan di Puskesmas yang dapat
berdampak pada pasien maupun petugas.
Tujuan utama penerapan manajemen risiko dan PPI layanan klinis di Puskesmas adalah untuk
keselamatan pasien dan petugas dari penularan penyakit. Penyusunan panduan manajemen
risiko dan PPI layanan klinis bertujuan untuk memberikan panduan bagi petugas kesehatan
dalam memberikan pelayanan kesehatan yang paling aman untuk pasien, pengunjung dan
petugas puskesmas.

B. Ruang Lingkup Penerapan Manajemen risiko dan PPI Layanan Klinis


Manajemen risiko dan PPI layanan klinis mencakup adanya prosedur untuk mencegah
kejadian yang membahayakan (preventing harm) dan prosedur untuk meminimalkan risiko
(patient safety).
Lingkup penerapan manajemen risiko dan PPI layanan klinis di Puskesmas Siwalankerto
meliputi:
1. Risiko yang berhubungan dengan pasien/pengunjung Puskesmas
2. Risiko yang berhubungan dengan petugas kesehatan
3. Risiko yang berhubungan dengan staf Puskesmas lainnya
4. Risiko yang berhubungan dengan peralatan kesehatan dan properti Puskesmas lainnya

Penerapan manajemen risiko dan PPI layanan klinis di Puskesmas Siwalankerto dilaksanakan
di unit pelayanan yang menyelenggarakan layanan klinis yaitu:
1. Unit pendaftaran
2. Poli Gigi
3. Poli Umum
4. Pojok TB
5. Poli IMS
6. Poli Konsultasi (Gizi-Sanitasi-Promkes)
7. Poli PKPR
8. Poli KIA/KB
9. Kamar Obat
10. Unit Laboratorium

Ruang lingkup penerapan manajemen risiko dan PPI pelayanan klinis juga dilaksanakan di
jaringan pelayanan Puskesmas Siwalankerto yang melaksanakan layanan klinis seperti
pemeriksaan, pengobatan dan tindakan termasuk imunisasi. Jaringan pelayanan Puskesmas
yang dimaksud meliputi: Puskesmas Pembantu (Pustu), Poskeskel, Posyandu, Pusling dan
Posbindu.

1
C. Penerapan Manajemen risiko dan PPI Layanan Klinis
Proses penerapan manajemen risiko dan PPI layanan klinis meliputi kegiatan:
1. Identifikasi risiko
Masing-masing unit pelayanan dan jaringan Puskesmas menyusun daftar risiko yang
berpotensi membahayakan pasien dan petugas yang bisa didapatkan dari:
- Hasil temuan pada audit internal
- Keluhan pasien/pelanggan Puskesmas
- Adanya insiden atau kejadian berbahaya yang pernah terjadi di unit pelayanan tersebut
Contoh daftar risiko pada layanan klinis di Puskesmas:
Unit Layanan Risiko
Unit Pendaftaran - Kesalahan pemberian identitas rekam medis
- Kesalahan pengambilan kartu rekam medis
- Kartu rekam medis tidak ditemukan
- Kartu berobat tidak dibawa beserta kelengkapannya
(KTP, KK, BPJS)

Poli umum, Poli - Kesalahan diagnosis


KIA/KB, Poli gigi - Kesalahan identifikasi pasien/salah orang
- Kesalahan pemberian terapi
- Kesalahan pemberian resep
- Kesalahan tindakan yang menimbulkan perlukaan
- Monitoring pengobatan atau tindakan yang kurang
baik
- Insiden tertusuk jarum bekas pakai
- Limbah medis tercecer
- Paparan dengan luka terbuka atau cairan tubuh pasien
- Tidak menggunakan Alat Pelindung Diri
- Menggunakan peralatan tidak steril

Pojok TB - Petugas tertular TB


- Berkas rekam medis pasien hilang
- Petugas tidak melakukan pencatatan dengan lengkap
dan benar di kartu status TB
- Petugas salah menghitung dosis FDC
Poli IMS - Petugas tidak memberikan penjelasan tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
- Petugas tidakmemberikan penjelasan tentang
penyakitnya dan KIE tentang penyakitnya
- Petugas tidak menyiapkan alat-alat pemeriksaan saat
pra pelayanan

1
Unit Layanan Risiko
- Petugas poli IMS mengirimkan sediaan laboratorium
tidak langsung
Poli Konsultasi - Jadwal konsultasi bersamaan dengan tugas lapangan
(Gizi-Sanitasi-Promkes) - Petugas berisiko tertular penyakit infeksi
- Pasien menolak dirujuk ke poli konsultasi
Poli PKPR - Petugas poli PKPR tidak berada di tempat karena
jadwal bersamaan dengan tugas lapangan
- Pasien tidak mau dirujuk ke Poli PKPR
Unit Laboratorium - Kegagalan pengambilan sampel sehingga
menimbulkan perlukaan
- Kesalahan pengambilan sampel
- Kesalahan pemberian label sampel laboratorium
- Kesalahan penulisan hasil pemeriksaan laboratorium
- Hasil pemeriksaan hilang
- Sampel rusak atau hilang
- Insiden tertusuk jarum bekas pakai
- Limbah medis tercecer
- Paparan dengan luka terbuka atau cairan tubuh pasien
- Tidak menggunakan Alat Pelindung Diri
- Menggunakan peralatan tidak steril
- Alat rusak / error
- Aliran listrik padam
Kamar Obat - Kesalahan membaca resep
- Kesalahan pemberian obat
- Kesalahan dosis/formula obat
- Kesalahan edukasi cara minum/pemakaian obat
- Kesalahan identifikasi pasien
- Kesalahan penulisan label
- Pemberian obat rusak
- Kesalahan pengambilan obat
- Temperatur kamar obat tidak sesuai

Daftar risiko yang telah teridentifikasi, dicatat dalam formulir identifikasi manajemen risiko dan
PPI Puskesmas dan dilaporkan kepada Tim Mutu Puskesmas.

2. Analisis risiko (Risk Assessment)


Daftar risiko yang telah diidentifikasi kemudian dilakukan analisis oleh Tim Mutu. Analisis
risiko dilakukan dengan cara menilai tingkat kegawatan dari risiko (severity assessment)

1
dan dengan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) seperti dalam Formulir
berikut:
Formulir Analisis FMEA
Risiko Pelayanan Klinis Puskesmas per bulan
FREKUE KEMUD
PROGRAM/ NSI AHA RPN
KEGA
(OCC VALIDASI
MASALAH PENYEBAB EFEK WATA SOLUSI
UNIT/ TERJADI TERDET X SV X SOLUSI
N (SV)
PELAKSANA NYA EKSI DT)
(OCC) (DT)

1. Petugas
Petugas wajib
lupa tidak dapat
melakukan tekanan
melakukan terdeteksinya
pemeriksaan darah
pemeriksaan tekanan darah pasien
tekanan darah tertulis
POLI GIGI tekanan petugas lalai yang dapat 5 8 9 360
pada semua didalam
darah mempengaruhi
pasien yang rekam
sebelum tindakan yang akan
akan dilakukan medik
melakukan dilakukan oleh dokter
tindakan
tindakan

Keterangan:
- Rentang nilai OCC mulai 0-10; dimana 0= tidak mungkin terjadi dan 10 = sangat sering terjadi
- Rentang nilai SV mulai 0-10; dimana 0= tidak gawat dan 10= sangat gawat
- Rentang nilai DT mulai 0-10; dimana 0= mudah dideteksi dan 10= sangat sulit dideteksi

Evaluasi risiko
Evaluasi risiko dilakukan pada kasus yang terpilih berdasarkan kegawatan risiko.Evaluasi
dilakukan dengan mencari penyebab masalah menggunakan Analisis Akar Masalah
(RCA/Root Cause Analysis) kemudian ditentukan apakah memerlukan tindakan perbaikan
(treatment) atau tidak.

3. Tindakan atau perbaikan


Jika diperlukan tindakan perbaikan maka Tim Mutu merekomendasikan rencana tindakan
perbaikan dan monitoring terhadap tindakan perbaikan. Setiap tindakan perbaikan
dikonsultasikan kepada Kepala Puskesmas dan dikomunikasikan kepada petugas Puskesmas
lainnya.

D. Dokumentasi
Seluruh kegiatan manajemen risiko dan PPI layanan klinis didokumentasikan dan dilaporkan
kepada Kepala Puskesmas.(Terlampir)

1.5. MANAJEMEN RISIKO DAN PPI PELAKSANAAN PROGRAM


A. DEFINISI
Manajemen risiko dan PPI pada pelaksanaan program Puskesmas merupakan upaya untuk
mengidentifikasi, menganalisa dan meminimalkan dampak atau risiko atas pelaksanaan
program Puskesmas.

1
B. RUANG LINGKUP
Manajemen risiko dan PPI pelaksanaan Program Puskesmas meliputi risiko :
- Risiko pelaksanaan program terhadap masyarakat sasaran
- Risiko pelaksanaan program terhadap lingkungan
- Risiko pelaksanaan program terhadap petugas pelaksana program
Tempat pelaksanaan program dan sasaran program termasuk pada pelaksanaan kegiatan
Posyandu balita dan Posyandu lansia

C. PENERAPAN
Penerapan manajemen risiko dan PPI pelaksanaan program meliputi kegiatan
1. Identifikasi risiko
Risiko yang dapat timbul karena pelaksanaan program antara lain:
Contoh Identifikasi risiko kegiatan/Pelayanan Program :
Program Risiko
Posyandu Balita - Kesalahan penentuan kebutuhan imunisasi
- Kesalahan cara pemberian imunisasi
- Kesalahan waktu pemberian imunisasi
- Kesalahan jenis imunisasi
- Kesalahan dosis vaksin
- Insiden kegagalan pemberian imunisasi
- Insiden efek samping imunisasi
- Ceceran limbah medis
- Insiden petugas tertusuk jarum
- Insiden balita terluka pada proses penimbangan
menggunakan dacin
- Kesalahan cara penimbangan
- Kesalahan pencatatan hasil pengukuran dan
pemeriksaan
- PMT tidak sesuai dengan ketentuan

Posyandu - Kesalahan identifikasi


Lansia - Kesalahan pemeriksaan dan diagnosis
- Insiden perlukaan karena penggunaan alat periksa
- Kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium
- Insiden perlukaan karena pemeriksaan
laboratorium
- Insiden tertusuk jarum
- Insiden kontak dengan cairan tubuh penderita
- Tidak menggunakan APD
- Kesalahan pemberian obat

1
Program Risiko
- Kesalahan dosis obat
- PMT tidak sesuai untuk Lansia
- PMT tidak sesuai dengan ketentuan
2. Analisis risiko

PROGRAM/ PENYE FREKUENSI KEMUDAHAN RPN (OCC


KEGAWATAN VALIDASI
MASALAH TERJADINYA TERDETEKSI X SV X SOLUSI
(SV) SOLUSI
UNIT BAB (OCC) (DT) DT)

PROGRAM petugas
wajib
P2 (TBC) melakukan semua
1. Petugas anamnesa pasien telah
lupa Petugas tidak teliti dengan teliti dilakukan
melaksanakan dalammelaksanakan dan contact
6 7 5 210
pemeriksaan anamnesa, petugas melakukan treashing
contact lalai pendataan dan telah
treashing anggota dilakukan
keluarga pencatatan
yang tinggal
satu rumah

3. Evaluasi risiko
Risiko yang teridentifikasi dianalisi menggunakan formulir FMEA dan analisis
penyebab dengan menggunakan metode RCA (Root Caused Analysis).Tingkat risiko
yang memiliki nilai yang tinggi merupakan prioritas untuk dilakukan pemecahan
masalah. Identifikasi risiko dilaporkan kepada Tim Mutu Puskesmas
4. Tindakan perbaikan
Jika diperlukan tindakan perbaikan maka Tim Mutu merekomendasikan rencana
tindakan perbaikan dan monitoring terhadap tindakan perbaikan. Setiap tindakan
perbaikan dikonsultasikan kepada Kepala Puskesmas dan dikomunikasikan kepada
petugas Puskesmas lainnya

D. Dokumentasi
Seluruh kegiatan manajemen risiko dan PPI layanan klinis didokumentasikan dan dilaporkan
kepada Kepala Puskesmas.(Terlampir)

1
1
BAB 5
PENUTUP

Demikian Pedoman Manajemen risiko dan PPI Puskesmas Siwalankerto disusun dengan
harapan bahwa pedoman ini dapat dijadikan pedoman dan acuan para petugas tenaga medis, dan
tenaga non medis yang saling bekerjasama dalam malaksanakan tugas dan tanggung jawab di
Puskesmas Siwalankerto dengan harapan dapat memberikan peningkatan pelayanan klinis medis
kepada masyarakat meminimalisir risiko-risiko yang belum terjadi, kemungkinan terjadi, sedang
terjadi dan yang telah terjadi.
Dalam penyusunan pedoman ini penyusun menyadari masih banyak kekurangan yang
ditemui, untuk itu mohon kiranya masukan, kritikan dan saran yang baik dan membangun guna
terwujudnya pedoman Manajemen risiko dan PPI Puskesmas Siwalankerto ini yang sempurna.
Kesempurnaan hanyalah milik Tuhan namun manusia mempunyai kewajiban melakukan
yang sebaik-baiknya pekerjaan yang telah ditekuni dan menjadi tanggung jawab seluruh tenaga
medis dan tenaga medis dalam bekerja di Puskesmas Siwalankerto.

1
BAB 6
DAFTAR PUSTAKA

1. Bina Pelayanan Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, Standar Puskesmas, Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Timur, 2013
2. Dirjen Bina Kesehatan Kerja & Olah Raga, Dirjen Bina Gizi & KIA, Pedoman Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Puskesmas, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011.
3. Dirjen P2M & PL, Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan,
Depatemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010
4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1087/MENKES/SK/VIII/2010, tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010
5. Peratuan Menteri Kesehatan No. 73 TAHUN 2013, tentang Jabatan Fungsional Umum di
Lingkungan Kementrian Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011, tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004

Anda mungkin juga menyukai