Anda di halaman 1dari 22

PENERAPAN ILMU FISIKA DALAM

BIDANG KEPERAWATAN
Dosen Pembimbing : Kurnia Mustikasari

Disusun Oleh :

1. FANNY IRAWAN

DIII KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH KENDAL


TAHUN PELAJARAN 2018-2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu
diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien. Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan
asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat
kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu
tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah
sepatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien.
Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan
pelayanan kepada pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien
dalam menerima pelayanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi
tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu,
keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat
beberapa pasal dalam undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci
mengenai hak dan keselamatan pasien.
Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh
setiap petugas medis yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien. Tindakan pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien
sudah seharusnya menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut.
Oleh karena itu, tenaga medis harus memiliki pengetahuan mengenai hak pasien
serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga
keselamatan diri pasien.

1
1.2 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari patient safety.
2. Untuk mengetahui standar keselamatan pasien rumah sakit.
3. Untuk mengetahui patient safety dalam tinjauan hukum.
4. Untuk mengetahui aplikasi patient safety saat memberikan pelayanan
kesehatan.
1.3 MANFAAT PENULISAN
1. Mampu memahami pengertian dari patient safety.
2. Mampu memahami standar keselamatan pasien rumah sakit.
3. Mampu memahami patient safety dalam tinjauan hukum.
4. Mampu memahami aplikasi patient safety saat memberikan pelayanan
kesehatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PATIENT SAFETY DAN CLINICAL RISK MANAGEMENT


Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang
dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu
rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada pasien secara aman termasuk
didalamnya pengkajian mengenai resiko, identifikasi, manajemen resiko terhadap
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan
menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta
meminimalisir timbulnya risiko. Yang dimaksud dengan insiden keselamatan
pasien adalah keselamatan medis (medical errors), kejadian yang tidak
diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near miss).
Menurut Institute of Medicine (IOM), Patient Safety didefinisikan
sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error
yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah
dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu
tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission). Accidental injury dalam prakteknya berupa kejadian tidak diinginkan
atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near miss ini dapat
disebabkan karena:
1. Keberuntungan
Contoh : pasien menerima suatu obat kontra indikasi, tetapi tidak timbul reaksi
obat.
2. Pencegahan
Contoh : suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain
mengetahui dan membatalkannya sebelum obat tersebut diberikan.

3
3. Peringanan
Contoh : suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, tetapi diketahui secara dini
lalu diberikan antidotenya.
Resiko terjadinya kesalahan atau kecelakaan kerja saat memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien dapat diminimalisir dengan pengorganisasian risiko
atau risk management secara benar. Risk management tersebut meliputi :
1. Identifikasi risiko.
Bertujuan untuk mengidentifikasi konsekuensi serta kemungkinan risiko yang
akan terjadi serta untuk membagi penanganan terhadap suatu risiko berdasarkan
tingkat prioritas atau kebutuhan.
2. Analisis risiko.
Bertujuan untuk menganalisis serta memisahkan risiko kecil yang dapat
diterima dengan risiko besar yang tidak dapat diterima. Selain itu, analisis risiko
juga bertujuan untuk mengumpulkan data yang dapat bermanfaat dalam proses
evaluasi dan perencanaan penanganan risiko.
3. Evalausai terhadap risiko yang terjadi.
Bertujuan untuk membandingkan tingkat atau level dari suatu risiko yang
ditemukan dengan kriteria risiko yang tidak dapat dihindari. Hasil akhir dari tahap
ini adalah menyusun prioritas risiko sebagai dasar dalam melakukan tindakan
yang lebih lanjut.
4. Penanganan terhadap risiko yang terjadi
Bertujuan untuk mengidentifikasi atau menentukan pilihan tindakan yang dapat
dilakukan untuk menangani suatu risiko, mengkaji pilihan tindakan tersebut,
merencanakan persiapan untuk penanganan risiko, dan melakukan pilihan
tindakan tersebut.
5. Pengamatan secara terus menerus
Bertujuan untuk menjamin atau memastikan bahwa pengorganisasian tindakan
yang telah direncanakan bermanfaat dan dapat mengontrol pelaksanaan dari
penganganan risiko tersebut.

4
2.2 STANDAR KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
Dalam melakukan prosedur perawatan pada pasien, terdapat tujuh standar
keselamatan. Standar ini mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA,tahun 2002. Tujuh standar tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Hak pasien
Standar :
Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan).
Kriteria :
1) Harus ada dokter sebagai penanggung jawab pelayanan
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3) Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang
rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standar :
Rumah sakit harus mampu mendidik pasien dan keluarga mengenai kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien dimana pasien berperan sebagai partner dalam proses pelayanan. Karena
itu, rumah sakit harus memiliki sistem dan mekanisme untuk mendidik pasien dan
keluarga mengenai kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

5
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga memiliki
kemampuan untuk :
1) Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standar :
Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria :
1) Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2) Koordinasi pelayanan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
3) Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
4) Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode dalam peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standar :
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif kejadian tidak diharapkan, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja.

6
Kriteria :
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik sesuai
dengan ‘Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit’.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standar :
1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien melalui penerapan ‘Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.’
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
mengidentifikasi risiko keselamatan pasien dan program mengurangi
kejadian tidak diharapkan.
3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi serta koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
Kriteria :
1) Terdapat tim pendisiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk mengidentifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden atau kejadian tidak diharapkan.
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi.

7
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain,
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden.
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden.
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan.
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan.
9) Tersedia sasaran terukur, serta pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar :
1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas.
2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria :
1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
mengenai keselamatan pasien
2) Mengintegerasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok guna
mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.

8
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Standar :
1) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
2) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria :
1) Tersedia anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan
keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.

2.3 PATIENT SAFETY DALAM TINJAUAN HUKUM


Perlindungan kepentingan manusia merupakan hakekat hukum yang
diwujudkan dalam bentuk peraturan hukum, baik perundangan-undangan maupun
peraturan hukum lainnya. Peraturan hukum tidak semata dirumuskan dalam
bentuk perundang-undangan, namun berlaku dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh perundangan-undangan. Undang-undang
sebagai wujud peraturan hukum dan sumber hukum formal merupakan alat
kebijakan pemerintah negara dalam melindungi dan menjamin hak-hak
masyarakat sebagai warga negara.
UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 menyatakan pelayanan kesehatan
yang aman merupakan hak pasien dan menjadi kewajiban rumah sakit untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang aman (Pasal 29 dan 32). UU Rumah
Sakit secara tegas menyatakan bahwa rumah sakit wajib menerapkan standar
keselamatan pasien. Standar tersebut dilakukan dengan cara melaporkan insiden,
menganalisa dan menetapkan pemecahan masalah.

9
Untuk pelaporan, rumah sakit menyampaikannya kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri (Pasal 43). UU
Rumah Sakit juga memastikan bahwa tanggung jawab secara hukum atas segala
kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan berada pada rumah sakit bersangkutan
(Pasal 46).
Organisasi untuk melindungi keselamatan pasien di rumah sakit lengkap
karena UU Rumah Sakit menyatakan pemilik rumah sakit dapat membentuk
dewan pengawas. Dewan pengawas yang terdiri dari unsur pemilik, organisasi
profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat tersebut bersifat
independen dan non struktural. Salah satu tugas dewan adalah mengawasi dan
menjaga hak dan kewajiban pasien. Pada level yang lebih tinggi, UU Rumah Sakit
juga mengamanatkan pembentukan badan pengawas rumah sakit Indonesia.
Badan tersebut bertanggung jawab kepada menteri kesehatan dan berfungsi untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit. Komposisi badan
tersebut terdiri dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan,
dan tokoh masyarakat (Pasal 57).
Ketentuan mengenai keselamatan pasien juga diatur dalam UU Kesehatan
No. 36 tahun 2009. Beberapa pasal yang berkaitan dengan keselamatan pasien
dalam UU Kesehatan tersebut adalah :
1. Pasal 5 ayat 2, menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
2. Pasal 19, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien,
dan terjangkau.
3. Pasal 24 ayat 1, menyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi
ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan,
standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
4. Pasal 53 ayat 3, menyatakan pelaksanaan pelayanan kesehatan harus
mendahulukan keselamatan nyawa pasien.

10
5. Pasal 54 ayat 1, menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan
non diskriminatif.
Selain itu, tanggung jawab hukum keselamatan pasien diatur dalam Pasal
58 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut :
1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.
2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku bagi
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
Tanggung jawab hukum rumah sakit terkait keselamatan pasien diatur
dalam Pasal 46 UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009, dimana dikatakan bahwa
rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit. Selain
itu, terdapat pula batas tanggung jawab rumah sakit yang tertuang dalam UU
Rumah Sakit Pasal 45 No. 44 tahun 2009. Pasal tersebut menyatakan bahwa :
1. Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat
kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.
2. Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.

2.4 SAFETY AND NURSING PROCESS


Definisi dari keselamatan pasien adalah prinsip paling fundamental dalam
pemberian pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang
paling kritis dari manajemen kualitas.

11
Dalam proses keperawatan terdapat lima tahapan :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Dalam proses pengkajian, seorang perawat bertugas untuk
mengumpulkan informasi berkenaan dengan kondisi pasien, baik melalui
pasien pribadi atau melalui keluarga, rekam medis, tenaga kesehatan, dan
lainnya. Informasi yang dikumpulkan oleh seorang perawat haruslah
berupa fakta dan aktual.
Keselamatan awal seorang pasien ditentukan dari cara seorang perawat
melakukan proses pengkajian. Seorang perawat harus mampu
mengunpulkan informasi mengenai kondisi pasien secara akurat, tepat, dan
aktual. Jika seorang perawat melakukan kesalahan pada tahap awal ini,
maka akan terjadi pula kesalahan pada tahap selanjutnya yang dapat
mengancam keselamatan nyawa pasien. Oleh karena itu, pada tahap ini
perawat harus mampu mengidentifikasi secara benar dan meningkatkan
komunikasi secara efektif agar tidak terdapat informasi yang salah
dimengerti oleh perawat atau informasi yang tidak tepat dan tidak cukup.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif
untuk membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa ini merupakan dasar
untuk seorang perawat merumuskan tindakan keperawatan. Analisis data
yang telah didapat oleh perawat merupakan kunci keberhasilan dari proses
keperawatan. Seorang perawat harus mampu mendiagnosa kondisi tubuh
pasien dan kebiasaan pasien secara tepat dan teliti. Jika terdapat kesalahan
pada saat perawat melakukan proses diagnosa atau terdapat hal yang
terlewatkan oleh perawat, maka rencana tindakan yang akan disusun
menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, dalam melakukan proses diagnosa,
seorang perawat harus mampu berpikir secara kritis dan tepat sehingga
tidak terjadi kesalahan yang dapat mengancam nyawa pasien.

12
3. Intervensi
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dapat mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi
perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan
pada klien berdasarkan analisis pengkajian. Perencanaan merupakan dasar
bagi seorang perawat dalam melaksanakan implentasi. Oleh karena itu,
pada tahap ini, perawat harus mampu menyusun rencana tindakan yang
akan diberikan kepada pasien secara sistematis dan tepat. Hal ini bertujuan
agar tidak terjadi kekurangan yang dapat mengancam keselamatan pasien
saat proses implementasi dijalankan.
4. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Jalannya proses implementasi harus mendukung keselamatan pasien.
Perawat saat melakukan proses implentasi harus menjamin bahwa
tindakan yang akan dilakukan adalah tindakan yang tepat. Perawat juga
harus mampu menilai kemampuan secara pribadi dalam melaksanakan
proses impelentasi agar tidak terjadi kesalahan saat memberikan tindakan
pada pasien. Selain itu, keselamatan pasien juga ditentukan dari peralatan
medis dan lingkungan sekitar pasien. Hal tersebut perlu diperhatikan agar
pasien dapat terhindar dari infeksi lain akibat melakukan kontak dengan
benda asing atau lingkungan di luar tubuhnya.
5. Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap
ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan
dapat berhasil atau gagal. Proses evaluasi merupakan cermin bagi seorang
perawat terhadap setiap tindakan yang telah dilakukannya.

13
Jika pada saat melakukan proses evaluasi perawat menemukan tindakan
atau kejadian yang salah, maka hal-hal tersebut dapat segera diperbaiki
sehingga mencegah terjadinya kondisi buruk pada pasien serta menjaga
keselamatan pada pasien.
Proses keperawatan sangat berhubungan dengan patient safety atau
keselamatan pasien. Proses tersebut dikatakan berhubungan karena apabila
seorang perawat melakukan kesalahan saat menjalani salah satu proses
keperawatan dalam menangani pasien, maka kesalahan tersebut akan
memungkinkan timbulnya kecelakaan kerja yang dapat mengancam keselamatan
pasien.

2.5 APLIKASI PATIENT SAFETY


Pelayanan keperawatan yang baik adalah pelayanan keperawatan yang
memperhatikan keselamatan pasien. Setiap tindakan keperawatan yang dilakukan
beserta dengan peralatan dan lingkungan sekitar sudah seharusnya dikondisikan
secara sempurna untuk menunjang keselamatan pasien. Oleh karena itu,
diperlukan pengkajian terhadap keselamatan pasien. Pengkajian tersebut meliputi
pengkajian dalam bidang sebagai berikut :
1. Struktur
2. Lingkungan
3. Peralatan dan teknologi
4. Proses
5. Orang
6. Budaya
Mengacu kepada enam bidang tersebut, maka aplikasi keselamatan pasien dapat
dilakukan pada tempat dan dengan standar aplikasi sebagai berikut.
1. Kamar operasi
Kamar operasi adalah suatu unit khusus di dalam rumah sakit yang
berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif
maupun akut.
14
Secara umum, lingkungan kamar operasi terdiri dari tiga area, yaitu:
1) Area bebas terbatas (unrestricted area)
Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar
operasi.
2) Area semi ketat (semi restricted area)
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang
terdiri atas topi, masker, baju dan celana operasi.
3) Area ketat atau terbatas (restricted area).
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap
dan melaksanakan prosedur aseptik. Selain itu, petugas wajib mengenakan
pakaian khusus kamar operasi lengkap yang berupa topi, masker, baju dan celana
operasi.
Pelaksanaan atau aplikasi patient safety dalam kamar operasi dapat berupa
hal sebagai berikut :
1. Semua peralatan yang ada di dalam kamar operasi harus beroda dan mudah
dibersihkan.
2. Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaaanya harus menempel pada alat
tersebut agar mudah dibaca.
3. Sistem pelistrikan harus aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk
memusatkan arus listrik mencegah bahaya gas anestesi.
4. Air yang tersedia dalam kamar operasi harus bersih, yaitu air yang tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak mengandung kuman pathogen,
tidak mengandung zat kimia, dan tidak mengandung zat beracun.
5. Setiap petugas medis yang akan melakukan tindakan operasi wajib
mengenakan pakaian khusus operasi.
6. Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aspetik, salah satu contohnya
adalah mencuci tangan.

15
2. Unit Gawat Darurat
Unit Gawat Darurat (UGD) adalah suatu unit di dalam rumah sakit yang
menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera yang
dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Sifat pasien yang mendapatkan
perawatan di UGD adalah sebagai berikut :
1. Perlu mendapatkan pertolongan segera, cepat, tepat, dan aman
2. Mempunyai masalah patologis, psikologis, lingkungan, dan keluarga
3. Perlu mendapatkan informasi secara cepat dan tepat
4. Unik
Selain itu, pasien yang mendapatkan perawatan di UGD, diklasifikasikan
berdasarkan kondisi atau keadaan jasmani pasien. Klasifikasi tersebut meliputi :
1. Pasien TGDG “false emergency” (Label Hijau)
Merupakan pasien yang memerlukan tindakan medis tidak segera
2. Pasien DTG (Label Kuning)
Merupakan korban tidak gawat tetapi memerlukan pertolongan medik untuk
mencegah keadaan yang lebih gawat atau mencegah cacat.
3. Pasien GD (Label Merah)
Merupakan korban yang berada dalam keadaan nyawa terancam apabila tidak
memperoleh pertolongan dengan segera.
4. Pasien GTD (Label Putih)
Merupakan pasien dalam keadaan parah yang tidak memiliki harapan atau
harapan yang tipis jika diberikan pertolongan.
5. Pasien yang meninggal atau death on arrival (Label Hitam)

Aplikasi keselamatan pasien dalam unit gawat darurat dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1. Fasilitas yang terdapat dalam UGD terlah tersedia dengan lengkap.
2. Peralatan medis yang terdapat pada UGD adalah alat yang steril.
3. Menggunakan alat injeksi sekali pakai.

16
4. Petugas medis harus menerapkan komunikasi antar petugas dengan baik
saat melakukan serah terima pasien sehingga tidak terjadi kesalahan saat
melakukan tindakan kepada pasien.
5. Petugas medis harus mampu mengatasi pasien secara cepat dan tepat.
6. Petugas medis harus memiliki kognitif yang baik dalam menangani pasien.
7. Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aseptik mencegah infeksi
nosokomial.
3. Intensif Care Unit (ICU)
Intensive Care Unit (ICU) atau Unit Perawatan Intensif (UPI) adalah tempat
atau unit tersendiri di dalam rumah sakit yang menangani pasien-pasien gawat
karena penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain. Intensive Care Unit (ICU)
merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life
support atau organ support pada pasien-pasien sakit kritis yang
membutuhkan monitoring intensif.
Pasien yang perlu mendapatkan perawatan di ruang ICU adalah pasien
yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu-waktu karena kegagalan atau
disfungsi satu atau multiple organ atau sistem dan masih ada kemungkinan dapat
disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif.
Pasien yang memperoleh perawatan di ruang ICU berbeda dengan pasien yang
memperoleh perawatan di ruang rawat inap biasa. Pasien yang dirawat di ruang
ICU mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat dan dokter.
Pasien yang berada di ruang ICU adalah pasien yang berada dalam keadaan kritis
atau kehilangan kesadaran atau mengalami kelumpuhan sehingga segala sesuatu
yang terjadi dalam diri pasien hanya dapat diketahui melalui monitoring yang baik
dan teratur.

17
Pengelolaan pasien yang mendapatkan perawatan di ruang ICU adalah sebagai
berikut.
1. Pendekatan Pasien ICU
Anamnesis
Merupakan tindakan pengobatan sebelum diagnosis definitif ditegakkan.
2. Serah Terima Pasien
Bertujuan untuk mengetahui riwayat tindakan pengobatan sebelumnya dan
sebagai bentuk aspek legal.
3. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan fisik secara umum, penilaian neurologis, sistem pernafasan,
kardiovaskuler, gastro intestinal, ginjal dan cairan, anggota gerak, haematologi
dan posisi pasien.
4. Kajian hasil pemeriksaan
Meliputi biokimia, hematologi, gas darah, monitoring TTV, foto thorax, CT scan,
efek pengobatan.
1. Identifikasi masalah dan strategi penanggulangannya
2. Informasi kepada keluarga
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang diberikan kepada pasien meliputi :
1. ABC
2. Jalan nafas dan kepala
3. Sistem pernafasan
4. Sistem sirkulasi
5. Sistem gastrointestinal
6. Anggota gerak
7. Monitoring rutin
8. Intubasi dan Pengelolaan Trakhea
9. Cairan
Diberikan pada pasien dengan kondisi dehidrasi.

18
5. Perdarahan Gastrointestinal
Stress ulcer dapat merupakan kompensasi dari penyakit akut.
6. Nutrisi
Berdasarkan penjelasan diatas, maka aplikasi keselamatan pasien dalam ICU
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Fasilitas dalam ruang ICU tersedia lengkap sehingga monitoring terhadap
kondisi pasien dapat berjalan dengan baik.
2. Tenanga medis harus berhati-hati saat hendak melakukan pemasangan
kateter dan slang atau tube sehingga tida terjadi kesalahan.
3. Menggunakan alat injeksi sekali pakai.
4. Peralatan medis yang tersedia harus dalam kondisi steril.
5. Petugas medis wajib melakukan prosedur aseptik.
6. Tenaga kesehatan harus menerapkan komunikasi yang baik antar petugas
sehingga tidak terjadi kesalahan saat serah terima pasien dilakukan.
7. Tenaga kesehatan harus mampu melaksanakan prosedur pengelolaan pasien
secara tepat dan aman.

19
BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Keselamatan pasien adalah proses dalam suatu rumah sakit yang
memberikan pelayanan pasien secara aman. Proses tersebut meliputi pengkajian
mengenai resiko, identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan
menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko.
Pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga medis kepada pasien mengacu kepada
tujuh standar pelayanan pasien rumah sakit yang meliputi hak pasien, mendididik
pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan,
penggunaan metode- metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien, peran kepemimpinan dalam
meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan pasien, dan
komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Selain mengacu pada tujuh standar pelayanan tersebut, keselamatan pasien
juga dilindungi oleh undang-undang kesehatan sebagaimana yang diatur dalam
UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 serta UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009.
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien sudah seharusnya
menunjang keselamatan pada pasien karena proses keperawatan tersebut sangat
berhubungan dengan patient safety atau keselamatan pasien. Proses keperawatan
tersebut meliputi proses pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi.
Jika terjadi kesalahan saat menjalani salah satu proses keperawatan, maka
kesalahan tersebut akan memungkinkan timbulnya kecelakaan kerja yang dapat
mengancam keselamatan pasien. Aplikasi keselamatan pasien dapat diterapkan
pada beberapa tempat yang terdapat di rumah sakit, seperti kamar operasi, ICU,
dan UGD. Aplikasi keselamatan pasien tersebut diterapkan dengan
memperhatikan sisi struktur, lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang,
dan budaya.
20
DAFTAR PUSTAKA

Nenny, dkk., 2014. Konsep Manajemen Keselamatan Pasien Berbasis Program di


RSUD Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah,
(pustaka.unpad.ac.id>uploads>2014/01.htm.,)

Muninjaya,Gde., 1999. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC.

Regina pung pung, A., 2014. Patient Safety Administrasi Dan Manajemen
Kesehatan,

(www.academia.edu/9191556/patient_safety.htm., )

Wijono,Joko., 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya :


Airlangga University Press.

22

Anda mungkin juga menyukai