Anda di halaman 1dari 15

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA

Nama Kelompok :

1. Maharani Avia.p 1714201002


2. Intan Kanira 1714201003
3. Nurbaiti Rahmadani1714201004
4. Zulijah Umami1714201005
5. Cabela Milanda1714201023
6. Siti Jasmini1714201033

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  LatarBelakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan orang lain
karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir
bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang
kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa
yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk
memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan
mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai
untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan
dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana
dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart,
2001 : 188).
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non
verbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada
perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada terhadap
perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi.
Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan
kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi
proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal
tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi terapiutik pada lansia “.

1.2.  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi komunikasi terapeutik ?
2.      Apa manfaat komunikasi terapeutik ?
3.      Bagaimana karakteristik lansia ?
4.      Bagaimana cara pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ?
5.      Bagaimana teknik komunikasi pada lansia ?
6.      Apa saja hambatan berkomunikasi dengan lansia ?
7.      Bagaimana teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan ?
8.      Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi dengan lansia ?
1.3.   Tujuan

1.      Untuk mengetahui definisi komunikasi terapeutik ?


2.      Untuk mengetahui manfaat komunikasi terapeutik ?
3.      Untuk mengetahui karakteristik lansia ?
4.      Untuk mengetahui cara pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ?
5.      Untuk mengetahui teknik komunikasi pada lansia ?
6.      Untuk mengetahui hambatan berkomunikasi dengan lansia ?
7.      Untuk mengetahui teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan ?
8.      Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi dengan lansia ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Terapiutik


Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien.
Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar
menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim
terapeutik (Stuart dan Sundeen).
Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan
dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping
itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.

2.2  Manfaat Komunikasi Terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja
sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi.
mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh
perawat (Indrawati, 2003 : 50).

2.3 Karakteristik Lansia


Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut
menjadi empat macam meliputi:
a)   Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
b)      Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
c)      Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
d)     Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-
perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek
fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran.
Perubahan- perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interprestasi
terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada
tingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi
yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a)   Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang di berikan
petugas kesehatan
b)   Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima keliru
c)   Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d)   Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan yang
mengikut sertakan dirinya
e)    Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila
nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

2.4 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi


    a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang
dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di
kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya. Pendekatan ini
relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di
observasi.

          b. Pendekatan psikologis


Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku,
maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan
pendekatan ini perawat
berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu
yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai
sahabat yang akrab bagi klien.

           c. Pendekatan social


Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi
dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau
mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan
ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas
kesehatan.

d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.

2.5 Teknik Komunikasi Pada Lansia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman
yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau  perawat juga harus
mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara
lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika
pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif
merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu
petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.

b. Responsif  
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana
bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan
sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi
tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang
sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…?  berespon berarti bersikap
aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas
kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi
komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di
luar materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud
pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang
menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas
kesehatan.

d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara
bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di
sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan ,
senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai
sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan
kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya.
Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai
dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun
moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini
dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri
klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih
berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila
diperlukan kami dapat membantu’.

e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi
tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan
ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar
maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien
‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong
bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.

f. Sabar dan Ikhlas


Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-
perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak
di sikapai dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat
sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat
komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara
klien dengan petugas kesehatan.

2.6. Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia


Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu
apabila ada sikap agresif dan sikan nonasertif.

a. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di
bawah ini:
a)      Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b)      Meremehkan orang lain
c)      Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d)     Menonjolkan diri sendiri
e)      Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun
tindakan.
b. Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :

a)     Menarik diri bila di ajak berbicara


b)    Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c)     Merasa tidak berdaya
d)    Tidak berani mengungkap keyakinaan
e)     Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f)     Tampil diam (pasif)
g)    Mengikuti kehendak orang lain
h)   Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan
orang lain.
           
          Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring dengan
menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat
di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips
tertentu yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan gengan efektif antara lain:

a) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien


b) Keraskan suara anda jika perlu
c)  Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat
melihat mulut anda.
d) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik.
Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e)  Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya.
Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak
kooperatif.
f) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang
tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang
tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat  pendek
dengan bahasa yang sederhana.
h)  Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i)  Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika
melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita
tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan nada
suara anda yang menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria atau tertawa
secukupnya).
j) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
l) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan
keinginan anda menyelesaikan kalimat.
m) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya
n) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
o)  Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda. Orang
ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu
proses komunikasi.
Saat perawat berkomunikasi dengan lansia tidak sedikit hambatan yang terjadi
saat melakukan komunikasi. Apanila hal ini dibiarkan terus akan menghambat
kemajuan komunikasi. Hambatan tersebut antara lain :

1. Internal Distraksi
Gangguan yang terjadi pada lansia saat melakukan omunikasi misalnya lansia
mengantuk, men. guap atau mengatakan lapar saat melakukan kmunikasi
dengan perawat.
2. Sensory Overload.
3. Gangguan neurologi.
4. Defisit pengetahuan.
5. Hambatan Verbal. 
6. Setting yang tidak tepat.
7. Perbedaan budaya.

2.7   faktor- faktor yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia

1. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien
telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3. Pertahankan kontak mata dengan pasien
4. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif.
5. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat
yang sederhana.
7. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11.  Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan
yang cukup saat berinteraksi.
12. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13.  Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

2.8 PRINSIP KOMUNIKASI UNTUK LANSIA

Prinsip komunikasi untuk lansia (Ebersole dan Hess dalam Brunner dan Siddarth,


1996) adalah :

1. Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.


2. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
3. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa baterai).
4. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
5. Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung dengan telinga yang
dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di depan klien.
6. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
7. Beri kesempatan pada klien untuk mengenang.
8. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua,
kegiatan rohani.
9. Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai kebutuhan.
10. Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
11. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian.

a. Komuikasi Verbal dan Non Verbal


Komunikasi verbal dan non verbal yang digunakan untuk berkomunikasi dengan
lansia antara lain :
1. Saling mengenalkan nama dan jabat tangan, panggil klien dengan sapaan hormat
dan nama panggilan lengkap.
2. Gunakan sentuhan untuk memperkuat pesan verbal dan komunikasikan non
verbal.
3. Menjelaskan tujuan dari pertemuan, diskusikan hanya satu topik.
4. Dimulailah dengan pertanyaan yang sederhana dan gunakan bahasa yang sering
digunakan oleh klien secara singkat dan terstruktur.
5. Gunakan pertanyaan terbuka – tertutup dan ciptakan suasana yang nyaman.
6. Klarifikasi pesan secara periodik, validasikan apakah klien sudah mengerti dengan
maksud perawat.
7. Pertahankan kontak mata, tingkatkan perhatian, dan mendorong untuk memberi
informasi yang jelas.
8. Bersikaplah empati, jaga selalu privasi klien.
9. Mintalah izin sebelum menanyakan status mental, memori dan kemampuan yang
lain.
10. Tuliskan perintah atau hal – hal penting untuk diingat.

b. Komunikasi Terapeutik pada Lansia dengan Masalah Fisik Maupun Mental


1. Lansia dengan Gangguan Pendengaran :
a. Berdiri dekat menghadap klien.
b. Bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik.
c. Berikan perhatian dan tunjukkan wajah saudara.
d. Tegurlah nama sebelum pembicaraan dimulai.
e. Gunakan pembicaraan yang keras, jelas, pelan, dan diarahkan langsung pada
klien.
f. Hindari pergerakan bibir yang berlebihan.
g. Hindari memalingkan kepala, tidak berbalik atau berjalan saat bicara.
h. Jika klien belum memahami, ulangi dengan menggunakan kata – kata yeng
berbeda.
i. Membatasi kegaduhan lingkungan.
j. Gunakan tekanan suara yang sesuai.
k. Berilah instruksi sederhana untuk mengevaluasi pembicaraan.
l. Hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat bertanya.
m. Gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi.
2. Lansia dengan tidak dapat mendengar (deaf) :
Hampir sama dengan klien yang mengalami gangguan pendengaran, tetapi
ditambah dengan beberapa teknik, yaitu :
a. Menulis pesan jika klien dapat membaca.
b. Gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi.
c. Pernyataan dan pertanyaan yang singkat.
d. Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan, contoh : body
language.
e. Sempatkanlah waktu bersama klien.
3. Lansia dengan gangguan penglihatan :
a. Perkenalkan diri, dekati klien dari depan.
b. Jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada.
c. Bicaralah pada saat Anda mau meninggalkan tempat.
d. Pada saat saudara berbicara pastikan klien tahu tempat saudara.
e. Katakan pada klien apa yang dapat mebantunya seperti lampu, membacakan.
f. Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk dan jelaskan apa
yang sedang saudara kerjakan.
g. Jelaskan jalan – jalan apa bisa dilalui oleh klien.
h. Sanjunglah kemampuan beradaptasi dan kemandirian klien.
4. Lansia dengan Afasia
Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cidera atau
penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan kemampuan membaca dan menulis
dengan baik, demikian juga bercakap – cakap, mendengar, berhitung,
menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana penyebab afasia
pertama adalah stroke, cedera kepala, dan tumor otak (Brunner dan Siddart, 2001).

Teknik Komunikasi yang digunakan adalah :

a. Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.


b. Sabar dan meluangkan waktu.
c. Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami pertanyaannya, sikap
tubuh, gambar, dan objek atau media lain yang dapat membantu untuk
menjawab keinginannya.
d. Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.
e. Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan
kesempatan untuk membaca dengan keras.
f. Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu
meningkatkan pemahaman.
g. Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan, meningkatkan rasa
aman.
5. Lansia dengan penyakit Alzheimer :
Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer
atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT) merupakan penyakit neurologis
degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul tiba – tiba dan ditandai dengan
penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku dan efek
(Brunner dan Siddart, 2001).
Keadaan yang terjadi pada pasien yang menderita Alzheimer diantaranya
terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan bahkan klien dapat kehilangan
kemampuannya mengenal wajah, tempat, dan objek yang sudah dikenalnya serta
kehilangan suasana kekeluargaannya. Perubahan kepribadian biasanya negatif.
Pasien dapat menjadi depresif, curiga, paranoid, kasar, dan bahkan kejam.
Kemampuan berbicara buruk sampai pembentukan suku kata yang tidak masuk
akal. Perawatan diri memerlukan bantuan, termasuk makan dan toileting.

Teknik komunikasi yang digunakan adalah :

a. Selalu berkomunikasi dari depan lansia.


b. Bicaralah dengan cara dan nada yang normal.
c. Bertatap muka.
d. Mnimalkan gerakan tangan.
e. Menghargai dan pertahankan jarak.
f. Cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang banyak.
g. Pertahankan kontak mata dengan senyum.
h. Ikuti langkah klien dan bicaralah padanya.
i. Bertanyalah hanya dengan satu pertanyaan.
j. Mengangguklah dantersenyum bila memahami perkataannya.

6. Lansia yang menunnjukkan kemarahan :


a. Klarifikasi penyebab marah yang terjadi.
b. Bantu dan dorong klien mengungkapkan marah dengan konstruktif.
c. Gunakan pertanyaan terbuka.
d. Luangkan waktu setiap hari bersama klien.
e. Puji dan dukung setiap usaha dari klien.
7. Lansia yang mengalami kecemasan :
a. Dengarkan apa yang dibicarakan klien.
b. Berikan penjelasan secara ringkas dan jelas apa yang terjadi.
c. Identifikasi bersama klien sumber – sumber yang menyebabkan ketegangan
atau keemasan.
d. Libatkan staf dan anggota keluarga.
8. Lansia yang menunjukkan penolakan :
a. Kemukakan kenyataan perlahan lahan.
b. Jangan menyokong penolakan klien.
c. Bantu klien mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya.
d. Libatkan keluaraga.
9. Lansia yang mengalami depresi :
a. Lakukan kontak sesering mungkin.
b. Beri perhatian terus – menerus.
c. Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri.
d. Gunakan pertanyaan terbuka.
e. Libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian.

2.9 TAHAP-TAHAP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Hubungan terapeutik memiliki tahapan yang meliputi tahap pra-interaksi,


pengenalan, tahap kerjadan terminal.

a) Tahap I ( pra-interaksi)Pada tahap ini perawat sudah memiliki beberapa informasi


tentang klien lansia, seperti nama,alamat, umur, jenis kelamin, riwayat kesehatan,
dan lain-lain. Pertemuan pertama dengan lansiadapat membuat cemas perawat
yang belum mempunyai pengalaman. Ada baiknya apabila perawatmenyadari
perasaan ini.
b) Tahap II (pengenalan)Perawat dan klien lansia saling mengenal dan mencoba
menumbuhkan rasa percaya satu sama lain.Pada tahap pertemuan ini perawat
mengusahakan untuk membuat klien lansia merasa nyamandengan beberapa
interaksi sosial seperti membicarakan tentang cuaca. Ada kemungkinan
perawatmelihat sikap penolakan dari lansia. Hal ini mungkin karena lansia belum
siap untuk mengungkapkandan menghadapi masalahnya, ada rasa malu untuk
mengakui bahwa lansia memerlukan bantuan,tidak siap mengubah pola
tingkah laku yang menyebabkan masalah kesehatannya, dan lainsebagainya

Kadang-kadang klien lansia juga ingin menguji ketulusan perawat yang


membantunya. Disini perawat perlu menunjukkan sikap ketulusan dan kepedulian.
Sebenarnya sikap perawat sangatmenentukan apakah hubungannya dengan klien
lansia terapeutis atau tidak.Tahap pengenalan ini mempunyai tujuan menumbuhkan
rasa percaya klien lansia kepada perawat :

a. Lansia dapat mellihat perawat sebagai seorang professional yang mampu mem
bantunya.
b. Lansia dapat melihat perawat sebagai individu yang jujur, terbuka, dan peduli 
lansia.
c. Lansia percaya bahwa perawat akan menghargai kerahasiaan hubungan merek
a, nilai,keyakinan, sosio-kulutralnya.
d. Lansia merasa aman dan nyaman dalam mengungkapkan perasaanya.
c) Tahap III (kerja)Pada tahap ini perawat dank lien lansia menemukan, menghargai
dan menerima keunikannyamasing-masing. Rasa peduli dan empati juga akan
timbul. Perawat membantu klien lansia melihat secara mendalam perasaannya agar
lansia dapat memperoleh “insight” tentang masalahnya.
Dengan memeriksa secara mendalam tentang perasaannya, komunikasi dapat
diperlancar apabilaperawat menunjukkan:
1. Empati
Perawat akan mampu berempati dengan klien lansia bila mereka “merasakan”
apa yang dialami lansia. Semua teknik komunikasi yang dipakai akan terjadi
kaku, tidak spontan dantidak genume, tetapi “sharing” tentang kesulitan klien
lansia akan membuat perawatmenjadi spontan dan tulus meresponnya dan sikap
ini dapat dirasakan oleh lansia.
2. Menghargai Perawat perlu memiliki keyakinan tentang martabat
setiap manusia, bahwa manusia pada dasar nya adalah baik,ia adalah ciptaan
Tuhan, dan cenderung menjadi manusia patut dihargai dan dicintaitanpa
memperhatikan perbuatannya melainkan dirinya. Keyakinan ini akan
membantu perawat menerima, mencintai dan menghargai lansia tanpa syarat.
3. GenuinessPerawat sebagai pemberi asuhan keperawatan disebut genuiness
bila:
a. Tidak bersembunyi dalam peran, status, tingkat pendidikannya, dan sebagai
nya.
b. Bersikap spontan
c. Tidak defensif, menerima, dan menanggapi kritikan dari lansia tanpa memb
alas atau mencarialasan untuk membernarkan diri.
d. Konsisten dengan ekspresi wajah, nada suara, dan sikap tubuh sesuai denga
n apa yangdirasakannya.
e. Mampu membuka diri dan membagi pengalaman bila perlu.
4. Konkret/ specificPerawat perlu terampil dalam member pertanyaan terbuka.
Melalui pertanyaan terbuka, perawatdapat membantu lansia yang cenderung
berbicara secara umum menjadi lebih konkret dan spesifik.
5. KonfrontasiKonfirmasi bila perlu dipakai dengan hati-hati dan penuh
pengertoan. Konfrontasi akan lebih mudahditerima lansia bila ia merasa bahwa
ia dihargai dan diterima oleh perawat. Dengan konfrontasi,perawat
menunjukkan kepada lansia ketidakcocokkan antara pikiran, kata-kata atau
perbuatannya.Ketidakcocokan ini akan menghambat pemeriksaaan dan
penyadaran diri. Penyangkalan terhadapperasaan dapat membuat lansia tidak
mampu mengatur tingkah lakunya.

d) Tahap IV (terminal)
Tahap ini dapat disertai bermacam-macam perasaan. Mungkin lansia merasa
kehilangan sesuatu,measa bimbang tentang kemampuannya tanpa bantuan dari
perawat, merasa ditinggalkan, dan lainsebagainya. Pada tahap ini, perawat
perlu mengungkapkan kesediannya membantu bila diperlukanagar klien lansia
merasa aman.

2.10 LINGKUNGAN WAWANCARA

a. Posisi duduk berhadapan


b. Jaga privasi.
c. Penerangan yang cukup dan cegah latar belakang yang silam
d. Kurangi keramaian dan berisik
e. Komunikasi dengan lansia kita mencoba untuk mengerti dan menjaga
kitamengekspresikan diri kita sendiri efek dari kmunikasi adalah pengaruh timbal
balik seperticermin.Mood dan Privasi
BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
       Dari pemaparan diatas, dapat kami tarik kesimpulan :
1. Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar
menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim
terapeutik (Stuart dan Sundeen).
2. Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja
sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien
3. Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut
menjadi empat macam meliputi:usia pertengahan, usia lanjut, usia lanjut usia dan usia
tua.
4. Pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ada pendekatan fisik,
psikologis, social, dan spiritual
5. Teknik komunikasi pada lansia terdiri dari : teknik asertif, responsif, focus, supportif ,
klarifikasi, sabar dan ikhlas.
6. Hambatan berkomunkasi dengan lansia : agresif, non-asertif.
7. Teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan : kenali segera reaksi penolakan klien,
orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri, libatkan keluarga
atau pihak keluarga terdekat dengan tepat.
8. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia: menunjukkan rasa
hormat hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien, pertahankan kontak
mata dengan pasien dan lainnya

Anda mungkin juga menyukai