Maaci cayannkk
KEPERAWATAN JIWA
OLEH :
KELAS 3A
D-IV KEPERAWATAN TINGKAT III SEMESTER V
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul "Asuhan Keperawatan pada Padien KIS"mata kuliah Keperawatan Jiwa di Politeknik
Kesehatan Denpasar tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan motivasi berbagai pihak. Untuk itu, dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan penulis.
Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif sehingga kami dapat
menyempurnakan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................2
1.3 Tujuan ..........................................................................................2
1.4 Manfaat ..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Aspek Legal Keperawatan ..................................................................3
2.2 Fungsi Aspek Legal Pelayanan Kesehatan Gawat
Darurat Bagi Perawat ..................................................................5
2.3 Peran Perawat dalam Penanganan Kasus Emergensi ..................5
2.4 Aspek Legal Mengenai Keperawatan
Kegawatdaruratan .............................................................................6
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan .......................................................................................12
3.2 Saran .......................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
2.3 Tujuan
2.4 Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kerusakan interaksi sosial atau isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang
individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang di sekirarnya. Menurut Depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial adalah suatu
gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel
menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam kubungan
sosial. Balitbang (2007) berpendapat, kerusakan interaksi sosial merupakan upaya
menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan
kegagalan. Kemudian, menurut Stuart dan Sudeen (1998), kerusakan interaksi sosial
adalah satu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptif, dan
mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosialnya. Towsend mengemukakan,
kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang berpartisipasi dalam
pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami
kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain, salah
satunya mengarah pada menarik diri.
2.2 Rentang Respon Sosial
Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon yang adaptif
sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku. Sedangkan respon maladaptif
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang
dapat diterima oleh norma sosial dan budaya setempat.
Adaptif Maladaptif
2.3 Etiologi
2.3.1 Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi (pendukung) terjadi gangguan hubungan sosial yaitu:
1. Faktor perkembangan, kemampuan membina hubungan yang sehat
tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap
tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dialui individu dengan sukses,
karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Kurangnya stimulasi, kasih
sayang, perhatian, dan kehangatan dari orang tua/ pengasuh akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
tidak percaya.
Perilaku ini biasanya disebabkan karena harga diri rendah, yang menyebabkan timbulnya
perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih
lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori, halusinasi dan risiko
mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan.
HALUSINASI
HDR
Isolasi Sosial
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
Klien menceritakan perasaan kesepiam atau ditolak oleh orang lain
Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
Klien merasa tidak berguna
Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan observasi, adalah:
Klien banyak diam dan tidak mau bicara
Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
Kontak mata kurang
Orientasi:
“Om Swastyastu Bapak/Ibu....Saya perawat dari puskesmas. Nama Bapak/Ibu siapa? Senang
dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
“Baiklah, sekarang kita mau diskusikan mengenai bagaimana hubungan Bapak/Ibu dengan
orang di sekitar sini. Berapa lama kita mau berdiskusi? Mau dimana?”
Kerja:
“dengan siapa bapak/Ibu tinggal serumah? Siapa yang paling dekat?”
“Apa yang membuat Bapak/Ibu tidak dekat dengan orang lain?”
“apa saja kegiatan yang biasa Bapak/Ibu lakukan saat bersama keluarga? Bagaimana dengan
teman-teman yang lain?”
“Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul dengan orang lain?”
“Apakah ada yang menghambat Bapak/Ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan
orang lain?”
Terminasi:
“Baiklah, bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita bercakap-cakap?”
“Jadi apa saja tadi yang membuat Bapak/Ibu tidak senang bercakap-cakap dengan orang
lain?” (Perawat merangkum beberapa alasan Klien tidak mau berinteraksi dengan orang lain
melalui percakapan yang telah dilakukan)
”Coba dalam dua hari ini Bapak/Ibu mengingat hal-hal apa yang membuat tidak ingin
bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Dua hari lagi saya akan kemari, jam....., kita akan bercakap-cakap tentang keuntungan
bercakap-cakap dengan orang lain dan kerugian tidak bergaul.”
“saya mohon pamit, Ibu/Bapak. Selamat pagi.”
Isolasi Sosial
Batasan Karakteristik:
Batasan Mayor
Subjektif Objekyif
o Ingin sendirian o Menarik diri
o Merasa tidak aman di o Tidak
tempat umum berminat/menolak
berinteraksi dengan
orang lain atau
lingkungan.
Batasan Minor
Subjektif Objektif
o Merasa berbeda o Afek datar
dengan orang lain o Afek sedih
o Riwayat ditolak
o Merasa asyik o Menunjukkan
dengan pikiran permusuhan
sendiri o Tidak mampu
o Merasa tidak memenuhi
mempunyai tujuan harapan orang
yang jelas lain
o Merasa waktu o Kondisi difabel
berjalan lambat o Tindakan tidak
(bosan). berarti
o Tidak ada
kontak mata
o Perkembangan
terlambat
o Tidak
bergairah/lesu
o Sakit
o Tindakan tidak
berani
o Tidak ada
sistem
pendukung
o Ketidaksesuaian
budaya
Faktor yang berhubungan
Keterlambatan perkembangan Ketidaksesuaian nilai-nilai dengan
Gangguan kesehatan norma budaya
Ketidakmampuan menjalin hubungan Perilaku sosial tidak sesuai norma
yang memuaskan Perubahan penampilan fisik
Ketidaksesuaian minat terhadap tahap Perubahan status mental
perkembangan Ketidakadekuatan sumber daya
personal (mis., pencapaian buruk,
kesadaran diri buruk, tidak ada afek
dan pengendalian diri buruk).
2.8 Evaluasi
1. Evaluasi kemampuan klien
Klien menjelaskan kebiasaan interaksi.
Klien menjelaskan penyebab tidak bergaul dengan orang lain.
Klien menyebutkan keuntungan bergaul dengan orang lain.
Klien menyebutkan kerugian tidak bergaul dengan orang lain.
Klien memperagakan cara berkenalan dengan orang lain.
Klien bergaul/berinteraksi dengan perawat, keluarga dan tetangganya.
Klien menyampaikan perasaan setelah interaksi dengan orang lain.
Klien menggunakan obat dengan patuh.
2. Evaluasi kemampuan keluarga
Keluarga menyebutkan masalah isolasi sosial dan akibatnya.
Keluarga menyebutkan penyebab dan proses terjasinya isolasi sosial.
Keluarga membantu klien berinteraksi dengan orang lain.
Keluarga melibatkan klien melakukan kegiatan di rumah tangga.
Lampiran
SP 1 Klien: Membina Hubungan Saling Percaya (merupakan bagian orientasi dari tiap
percakapan), membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial.
Orientasi
“selamat pagi Bapak/Ibu”
“saya AK saya senang dipanggil A, saya perawat di ruang mawar ini. yang akan merawat Ibu.”
“siapa nama ibu?”
“senang dipanggil siapa?”
“bagaimana perasaan S hari ini?”
“apa keluhan S hari ini?”
“bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman S hari ini?”
“mau dimana kita bercakap-cakap”
“mau berapa lama kita bercakap-cakap?”
“bagaimana kalau 15 menit?”
“Bagaimana kalau kita mengobrol selama setengah jam?”
Kerja:
“dengan siapa bapak/Ibu tinggal serumah? Siapa yang paling dekat?”
“siapa yang jarang bercakap-cakap dengan S”
“Apa yang membuat Bapak/Ibu tidak dekat dengan orang lain?”
“apa saja kegiatan yang biasa Bapak/Ibu lakukan saat bersama keluarga? Bagaimana dengan
teman-teman yang lain?”
“Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul dengan orang lain?”
“Apakah ada yang menghambat Bapak/Ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan
orang lain?”
Terminasi:
“Baiklah, bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita bercakap-cakap?”
“Jadi apa saja tadi yang membuat Bapak/Ibu tidak senang bercakap-cakap dengan orang
lain?” (Perawat merangkum beberapa alasan Klien tidak mau berinteraksi dengan orang lain
melalui percakapan yang telah dilakukan)
”Coba dalam dua hari ini Bapak/Ibu mengingat hal-hal apa yang membuat tidak ingin
bercakap-cakap dengan orang lain.”
“besok saya akan kemari, jam 10 pagi., kita akan bercakap-cakap tentang keuntungan
bercakap-cakap dengan orang lain dan kerugian tidak bergaul.”
“saya mohon pamit, Ibu/Bapak. Selamat pagi.”
Orientasi:
“selamat pagi bapak/ibu”
“bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini? Masih ada hal-hal yang membuat bapak/ibu tidak ingin
bercakap-cakap dengan orang lain?”
“seperti janji seminggu yang lalu, hari ini kita akan diskusi tentang apa yang menyebabkan
bapak/ibu kurang suka bergaul, keuntungan bergaul, dan kerugian bila tidak bergaul dengan orang
lain. Mau berapa lama kita mengobrol bapak/ibu? Disini saja ya Bapak/ibu?”
Kerja:
“menurut bapak/ibu apa saja keuntungan kalau kita mempunyai teman? Wah, benar, ada teman
bercakap-cakap. Apa lagi? (sampai Klien menyebutkan beberapa). Nah, kalau kerugianya tidak
mempunyai teman apa ya bapak/ibu? Ya, apa lagi? (sampai Klien dapat menyebutkan beberapa).
Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah bapak/ibu belajar bergaul
dengan orang lain?
Terminasi:
“bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita tahu untungnya bergaul dan ruginya tidak
bergaul?”
“iya, ada 3 keuntungannya (sebutkan!) dan ada 4 kerugian tidak bergaul (sebutkan!)”
“coba nanti diingat-ingat lagi apa untungnya bergaul dan ruginya tidak bergaul.”
“nah, dua hari lagi saya akan datang, dan kita akan bicarakan cara bergaul dengan orang
lain.”
“selamat pagi pak, sampai jumpa”
SP 3 Klien: Melatih Klien Beinteraksi Secara Bertahap (mengajarkan Klien berkenalan)
Orientasi:
“selamat pagi bapak/ibu. Bagaimana perasaan hari ini? Masih ada untungnya bergaul dengan
ornga lain yang belum kita bicarakan? Bagaimana kegiatannya? Masih ada? Bagus sekali.”
“hari ini kita akan belajar tentang bagaimana memulai berhubungan dengan orang lain. Kita
akan belajar berapa lama? Mau dimana bapak/ibu?”
Kerja:
“begini lho pak/ibu, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dlu nama kita dan nama
panggilan yang kita sukai. Contoh: bama saya Pak Made Ranggi, senang dipanggil Made.”
“selanjutnya Bapak/Ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya: nama
bapak/ibu siapa? Senang dipanggil siapa?”
“ayo pak/bu dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan bapak/ibu. Coba berkenalan dengan
saya!”
“ya, bagus sekali. Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“setelah bapak/ibu berkenalan dengan orang tersebut, bapak/ibu bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan Bapak/ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang
hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi
“bagaimana perasaan S setelah latihan berkenalan ini?”
“coba bapak/ibu peragakan lagi berkenalan dengan orang lain.”
“bagus sekali.”
“Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada
sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau mempraktekkan ke orang
lain? Mau jam berapa mencobanya? Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
“besok saya akan kemari lagi untuk mengajak S berkenalan dengan teman saya, Perawat N.
Bagaimana, S mau kan?”
“baik kalau begitu saya undur diri, selamat pagi S”
SP 4 Klien: Melatih Klien Beinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan orang
pertama, seorang perawat)
Oreintasi
“selamat pagi S, bagaimana perasaan S hari ini?”
“sudah diingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan? Coba sebutkan lagi sambil
bersalaman dengan suster.”
“bagus sekali, S masih ingat. Nah, seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengan teman saya, perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit.”
“ayo kita temui perawat N.”
Kerja
(bersama-sama S, saudara mendekati perawat N)
“selamat pagi perawat N, S ingin berkenalan dengan anda.”
“baiklah S, S bisa berkenalan dengan peawat N seperti yang kita praktikkan kemarin.”
(Klien mendemonstrasikan cara berkenalan dengan perawat N: memberi salam, menyebutkan
nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
“ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N? Coba tanyakan tentang keluarga perawat
N.”
“kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat
janji bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti.”
“baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan
S. Selamat pagi.”
(bersama-sama Klien, saudara akan meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi
dengan S di tempat lain)
Terminasi
“bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N?”
“S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”
“Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain
supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya.
Bagaimana? Mau coba dengan perawat lain? Mari kita masukkan pada jadwlanya. Mau berapa
kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali? Baik, nanti S coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau
jam berapa? Jam 10? Baik, sampai besok S.
SP 5 klien: Melatih Klien Beinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan orang kedua,
seorang Klien)
Oreintasi
“selamat pagi S, bagaimana perasaan S hari ini?”
“Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang?.”
(jika jawabannya ya, saudara bisa melanjutkan komunikasi berikutnya ke orang lain)
“bagus sekali. Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin
siang?”
“Bagus sekali, S menjadi senang karena punya teman lagi.”
“kalau begitu, S ingin punya banyak teman lagi?”
“bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu Klien O?”
“mari kita temui dia di ruang makan”
Kerja
(bersama-sama S, saudara mendekati O)
“selamat pagi, ini ada Klien saya yang ingin berkenalan.”
“baiklah, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan sebelumnya.”
(Klien mendemnstrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama
panggilan, asal, dan hobi dan menyanyakan hal yang sama)
“ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O?”
“kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat
janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti.”
(S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
“baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S. Selamat
pagi.”
(bersama-sama Klien, saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi dengan S
di tempat lain.)
Terminasi
“bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O?”
“dibandungkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O.”
“Pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O
jam 4 sore nanti.”
“delanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita
tambahkan lagi di jadwal harian? Jadi satu hari S dapat berbincang-bincang dengan orang
lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang, dan jam 8 malam. S bida bertemu dengan N
dan tambah dengan Klien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain
lagi secara bertahap. Bagaimana S, apakah S setuju?”
“baiklah, besok kita bertemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama
dan tempat yang sama, ya. Sampai besok.”
Orientasi
“selamat pagi, Bpk/Ibu! Bagaimana perasaan anda hari ini? Bagaimana keadaan anak bapak/ibu
sekarang?”
“hari ini kita berdiskusi tentang masalah tidak mau bergaul dengan orang lain yang dialami oleh anak
bapak/ibu dan cara mengatasinya. Kita diskusi disini saja ya? Barapa lama bapak/ibu punya waktu?
Bagaimana kalau satu jam?”
Kerja
“masalah yang dialami oleh anak bapak/ibu disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit
yang juga dialami oleh Klien-Klien gangguan jiwa yang lain.”
“tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, kalaupun berbicara
hanya sebentar dengan wajah menunduk dan tidak menatap.”
“biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat berhubungan
dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang-orang terdekat.”
“apabila masalah ini tidak diatasi, maka Klien bisa mengalami halusinasi, yaitu mendengar suara atau
melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada.”
“untuk menghadapi keadaan Klien yang demikian keluarga harus sabar. Pertama keluarga harus
membina hubungan saling percaya dengan Klien yang caranya adalah bersikap peduli dengan Klien
dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada Klien untuk
bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan
mencela kondisi Klien.”
“seperti ini cara memberikan pujian : bagus.... bagus. Kamu sudah mampu bergaul dengan teman-teman
di sekitar rumah ini!”
“coba bapak/ibu peragakan! Selanjutnya jangan biarkan Klien sendiri. Buat rencana atau jadwal
bercakap-cakap dengan Klien. Misalnya sembahyang bersama, makan bersama, rekreasi
bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”
“nah, sekarang bagaimana kalau kita sekarang latihan untuk melakukan semua cara tersebut?”
“begini contoh komunikasinya, Pak/Ibu : S, Bapak/Ibu lihat sekarang kamu sudah bisa
bercakap-cakap dengan orang lain. Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak dan ibu
senang sekali melihat perkembangan kamu, Nak. Coba kamu berbincang-bincang dengan
saudara yang lain. Bagaimana kalau mulai sekarang kamu sembahyang bersama? Kalau di
rumah sakit ini kamu sembahyang dimana? Kalau nanti di rumah kamu bisa sembahyang
bersama keluarga atau bersama teman-teman di pura. Bagaimana S, kamu mau coba?”
“nah, seperti itu contohnya Bapak/Ibu. Coba sekarang bapak/ibu praktikkan.”
“bagus, bapak/ibu. Bapak/Ibu sudah memperagakan dengan baik sekali.”
“bapak/ibu juga harus menjaga supaya Klien terus minum obat sesuai program. Jangan
menghentikan obat tanpa konsultasi dengan petugas kesehatan (perawat atau dokter
puskesmas)”
“apabila Klien tidak membaik dan sama skali tidak bisa mengurus dirinya sendiri, Bapak/Ibu
bisa membawanya ke RSJ untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Sampai disini apakah
ada yang ingin ditanyakan?”
Terminasi
“baiklah karena waktunya sudah habis, bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita bercakap-
cakap?”
“coba bapak/ibu ulangi lagi cara menangani Klien yang tidak mau bergaul.”
“selanjutnya silakan bapak/ibu coba cara yang tadi kita bahas”
“minggu depan kita akan diskusi tentang pengalaman bapak/ibu mempraktikan latihan kita hari
ini dan hal-hal lain yang perlu dilakukan. Saya akan datang kembali jam 10.00 Wita.”
ORIENTASI
“selamat pagi Pak/Bu”
“bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
“Bapak masih ingat dengan latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari beberapa
hari yang lalu?”
“kalau begitu, mari kita praktikkan langsung ke S! Kita akan mencobanya selama 30 menit.”
“sekarang, mari kita temui S”
KERJA
“ selamat pagi S, bagaimana perasaan S hari ini?”
“Bapak/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya.”
(kemudian saudara berbicarakepada keluarga S sebagai berikut)
“nah, Pak/Bu, sekarang bapak/ibu bisa mempraktikkan latihan yang sudah kita lakukan pada
pertemuan sebelumnya.”
(saudara mengobservasi kelarga mempraktikkan cara merawat pasien seperti yang telah
dilatihkan pada pertemuan sebelumnya)
“bagaimana perasaan S setelah berbincang dengan orang tua S?”
Baiklah, sekarang saya dan orang tua S ke ruang perawat dulu.”
(saudara bersama keluarga meninggalkan klien dan menuju ruang perawat untuk melakukan
terminasi)
TERMINASI
“bagaimana perasaan Bapa/Ibu setelah kita praktikkan tadi? Bapak/Ibu bagus sekali.”
“mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada S”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman bapak/ibu melakukan
cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang, ya
Pak/Bu.”
“selamat pagi”
Orientasi
“selamat pagi, Bapak/Ibu”
“karena besok S sudah boleh pulang, maka perlu kita bicarakanperawatan di rumah.”
“bagaimana kalau kita membicarakan jadwal S tersebut disini saja?”
“berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja
“bapak/ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah jadwalkan di rumah?
Di rumah, bapak/ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal
kegiatan maupun jadwal minum obatnya.”
“hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak
Bapak/Ibu selama di rumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau bergaul dengan orang
lain, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal
ini terjadi, segera hubungi perawat K di puskesmas Indara Puri, Puskesmas terdekat di rumah
Bapak. Ini nomor telepon puskesmas tersebut (0361) xxxxx. Selanjutnya perawat K tersebut
yang akan memantau perkembangan S selama di rumah.”
Terminasi
“bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa pulang.
Ini surat rujukan untuk perawat K di Puskesmas Indrapuri. Jangan lupa kontrol ke puskesmas
sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya.”
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kerusakan interaksi sosial atau isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang di
sekirarnya. Menurut Depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial adalah suatu gangguan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan
perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam kubungan sosial. Dalam
membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon yang adaptif sampai
dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku. Sedangkan respon maladaptif
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang
dapat diterima oleh norma sosial dan budaya setempat. Beberapa faktor predisposisi
(pendukung) terjadi gangguan hubungan sosial yaitu faktor perkembangan, faktor
komunikasi dalam keluarga, faktor biologis, dan faktor sosial budaya. Kemudian stressor
presipitasi terdiri dari stresor sosial budaya dan Stressor psikologis. Menurut Towsend,
M.C. (1998) yang dikutip dari Abdul Muhith (2015), tanda dan gejala dari seseorang yang
mengalami kerusakan interaksi sosial atau isolasi sosial adalah sebagai berikut: kurang
spontan, apatis (acuh tak acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri
(berekspresi sedih), afek tumpul, tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri,
komunikasi verbal menurun atau tidak ada, klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain
atau perawat, mengisolasi diri (menyendiri), pemasukan makan dan minuman terganggu,
retensi urine dan feses, aktivitas menurun, kurang energi, harga diri rendah, posisi janin
pada saat tidur, menolak berhubungandengan orang lain.
3.2 Saran
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat
menerapkannya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA