Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MUTU PELAYANAN KESEHATAN

“ ANALISIS PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT”

Dosen Pengajar: Dr. Haerawati Idris, S.KM., M.Kes.

OLEH :
KELOMPOK

1. Maya Apriani NIM. 10012621923007


2. An Nisa Elca Putri
NIM. 10012681822008
3. M. Prima Cakra R
4. Reni Mitrasari NIM. 10012621923010
NIM. 10012681822019

PROGRAM MEGISTER (S2)


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbil ‘alamiin.
Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan ridha serta petunjuk-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Analisis Patient Safety di
Rumah Sakit.”
Ucapan terima kasih saya haturkan kepada dosen pengasuh Bapak Dr. Haerawati
Idris S,KM., M.Kes. selaku dosen mata kuliah Mutu Pelayanan Kesehaatn sehingga
kami dapat mempelajari lebih terkait patient safety. Kami menyadari bahwa tugas ini
masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami selaku penulis, membuka diri
terhadap kritik dan saran yang membangun sebagai bahan pembelajaran saya agar lebih
baik lagi di masa mendatang. Semoga Allah SWT. senantiasa meridhoi dan membarakahi
setiap langkah kita. Aamiin.
Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

Palembang, Maret 2019

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ I


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 3
1.4Manfaat ........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 4


2.1 Pasient Safety ............................................................................................... 4
2.2 Tujuan Pasient Safety................................................................................. 5
2.3 Langkah-Langkah Keselamatan Pasien Safety………………………… 5
2.4 Hubungan Patient Safety dengan Akreditasi Rumah Sakit ....................... 6
2.4.1 Standar Pelayanan Berfokus pada Pasien................................................... 6
2.4.2Standar Manajemen Rumah Sakit...…….................................................... 7
2.4.3 Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety) di Rumah Sakit.................. 7
2.4.4.1 Sasaran Ketepatan Identifikasi Pasien….................................................... 8
2.4.4.2 Peningkatan Komunikasi yang Efektif....................................................... 9
2.4.4.3Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai............................... 10
2.4.4.4 Kepastian Tempat Lokasi, Tempat Prosedur, Tempat Pasien Operasi… 11
2.4.4.5 Pengurangan Risiko Infeksi terkait Pelayanan kesehatan ……………… 12
2.4.4.6 Pengurangan Risiko Psien Jatuh Standar………………………………. 13
2.4.4 Sasaran Milenium Development Goals (SMDGs)……………………… 14

BAB III KESIMPULAN & SARAN .................................................................... 15


3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 15
3.2 Saran ......................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 16


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BEKALANG

Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan
pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit (Undang-Undang tentang Kesehatandan Rumah Sakit Pasal 29b UU No.44/2009).
Pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan berhak memperoleh keamanan dan
keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit (Undang-Undang tentang
Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 32 UU No.44/2009). Keselamatan menjadi isu global dan
terangkum dalam lima isu penting yang terkait di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien
(patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan
peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas,
keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran
lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup
rumah sakit. Lima aspek keselamatan tersebut penting untuk dilaksanakan, namun harus
diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien.
Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan terkait dengan isu
mutu dan citra perumahsakitan (Depkes, 2006). WHO (World Health Organitation) tahun
2004 mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara yaitu Amerika,
Inggris, Denmark dan Australia dan ditemukan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) dengan
rentang 3,2% – 16,6%. Data tersebut menjadi pemicu diberbagai negara untuk melakukan
penelitian dan pengembangan sistem keselamatan pasien (Depkes, 2006).
Keselamatan pasien merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Berbagai
studi melaporkan masalah ketidakamanan dalam sistem pelayanan yang bersifat kronis di
berbagai negara.2-5Medical error yang terjadi di Amerika Serikat, diestimasikan
mengakibatkan kematian 100.000 orang pertahun.6Studi yang dilakukan diRumah Sakit New
South Wales, Australiamelaporkan kejadian medical errorpada 16,6% pasien, yang
mengakibatkan terjadinya kecacatan tetap pada 13,7% pasien dan kematian sekitar
4,9%.7Selain itu, Bates etal8melaporkan angka kejadian efek samping 6,5% di dua rumah
sakit KotaBoston yakni28% di antaranya terjadi akibat medical error. Dampak yang

1
ditimbulkan dari ketidakamanan dalam pelayanan kesehatan pun beragam. Mulai dari
kesakitan ringan, kecacatan,kematianserta berdampak ke biaya pelayanan. Pasien dapat lebih
lama dirawat di rumah sakit dan tentunya berakibat pada besarnya biaya pelayanan kesehatan
yang harus dikeluarkan. (Haerawati, 2017).
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk mengukur dan
mengevaluasi kualitas pelayanan di rumah sakit. Sejak malpraktik menggema di seluruh
belahan bumi melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik hingga ke jurnal-
jurnal ilmiah ternama, dunia kesehatan mulai menaruh kepedulian yang tinggi terhadap issue
keselamatan pasien. Program keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk menurunkan
angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sering terjadi pasien selama dirawat di rumah
sakit sehingga sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun pihak rumah sakit (Mulyadi,
2005).
Bedasarkan Peraturan Mentreri Kesehatan Republik Indonesia Keselamatan pasien di
rumah sakit (Hospital Patient Safety) merupakan suatu sistem pelayanan rumah sakit yang
memberikan asuhan agar pasien menjadi lebih aman. Termasuk di dalamnya adalah
mengukur risiko, identifikasi, dan pengelolaan risiko terhadap pasien, pelaporan, dan
analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden serta merupakan
solusi untuk mencegah, mengurangi, serta meminimalkan risiko. Kejadian risiko yang
mengakibatkan pasien tidak aman (patient not safety) tersebut sebagian besar masih
dapat dicegah (preventable adverse event) diminimalisasi dengan beberapa cara, antara lain
petugas pelayanan kesehatan selalu meningkatkan kompetensi melakukan kewaspadaan
dini melalui identifikasi yang tepat, serta komunikasi aktif dengan pasien.
Pelayanan rumah sakit yang bermutu sesuai standar profesi dan standar pelayanan
merupakan harapan semua masyarakat pengguna rumah sakit. Untuk meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit, Kementerian Kesehatan telah telah melakukan berbagai upaya
diantaranya melalui akreditasi rumah sakit. Sebagaimana yang diungkap dr. Chairul saat
acara Workshop Bimbingan Teknis Akreditasi Rumah Sakit dengan Standar Internasional,
“Sejak tahun 2012, akreditasi RS mulai beralih dan berorientasi pada paradigma baru dimana
penilaian akreditasi didasarkan pada pelayanan berfokus pada pasien. Keselamatan pasien
menjadi indikator standar utama penilaian akreditasi baru yang dikenal dengan Akreditasi RS
versi 2012 ini. Dalam standar Akreditasi RS versi 2012 mencakup standar pelayanan
berfokus pada pasien, standar manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien di rumah
sakit dan standar program Milenium Development Goals (MDGs) (Astuti, 2013).

2
1.2 Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam
makalah ini yaitu:
1. Apakah itu keselamatan pasien (pasient Safety) di Rumah Sakit?
2. Apa tujuan pasient Safety dan ,engapa pasient Safety perlu dilakukan?
3. Apa saja Langkah-langkah pasient Safety?
4. Apa hubungan pasient Safety dengan akreditasi di rumah sakit?

1.3 Tujuan
Makalah ini ditulis dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui keselamatan pasien (pasient Safety) di Rumah Sakit
2. Mengetahui tujuan dan mengapa pasient Safety perlu dilakukan
3. Langkah-langkah pasient Safety
4. Megetahui Hubungan pasient Safety dengan akreditasi Rumah Sakit

1.4 Manfaat
Manfaat bagi penulis atau mahasiswa dalam makalah ini yaitu dapat memahami lebih
dalam terkait pasient Safety khususnya dirumah sakit sehingga dapat dijadikan suatu
pelajaran mengetahui insiden yang terjadi dirumah sakit dan mengetahui solusi untuk
mencegah, mengurangi, serta meminimalkan risiko.

BAB II
PEMBAHASAN

3
2.1 Pasient Safety
2.1.1 Definisi Keselamatan Pasien (Pasient Safety)
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indoensia Keselamatan pasien (Pasient
Safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi, dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan, dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Keselamatan pasien
(patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. Menurut Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit oleh Depkes
Republik Indonesia (2006). terdapat tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Langkah langkah tersebut yaitu :
Dalam pelaksanaan patient safety rumah sakit harus membentuk Tim Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (TKPRS). Tim ini ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana
kegiatan keselamatan pasien. Anggota tim keselamatan pasien rumah sakit terdiri dari
manajemen rumah sakit dan unsur dari profesi kesehatan di rumah sakit. Tugas dari tim ini
adalah :
a. mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan kekhususan
rumah sakit tersebut.
b. menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
c. menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan
(monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan (implementasi) program keselamatan
pasien rumah sakit.
d. bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk melakukan
pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit.
e. melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden, dan mengembangkan solusi

4
untuk pembelajaran.
f. memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit dalam rangka
pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah sakit membuat laporan kegiatan kepada
kepala rumah sakit.

2.2. Tujuan Pasient Safety


Menurut Departemen Kesehatan (2006) Tujuan sistem keselamatan pasien rumah sakit
adalah:
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
c. Menurun nya kejadian tak diharapkan (KTD) dirumah sakit
d. Terlaksana nya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
a. Mengidentifikasi pasien secara benar
b. Meningkatkan komunikasi yang efektif
c. Meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi
d. Mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan
pasien dan kesalahan prosedur operasi
e. Mengurangi resiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
f. Mengurangi resiko pasien terluka karena jatuh
Keselamatan pasien merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Banyak
studi menyatakan bahwa masalah ketidakamanan dalam sistem pelayanan yang bersifat
kronis di berbagainegara. Medical Error yang terjadi di Amerika Serikat, diestimasikan
mengakibatkan kematian 100.000 orang pertahun (Charatan, 1999). Pentingnya budaya
keselamatan pasien telah dijelaskan dalam sebuah laporan Institute of Medicine (IOM) “to
err is human” (2000) yang menjelaskan bahwa organisasi pelayanan kesehatan perlu
mengembangkan budaya patient safety sehingga dapat menciptakan reliabilitas dan
keamanan pasien. Keselamatan pasien sangat penting karena budaya keselamatan pasien
yang buruk akan menjadi faktor risiko dan menjadi ancaman terhadap pasien (Permadhi,
2013).
Meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan kepercayaan masyarakat
terhadap rumah sakit dapat meningkat. Selain itu, keselamatan pasien juga dapat mengurangi
KTD yang apabila terjadi, selai berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan juga dapat
berdampak pada rumah sakit yaitu ke arena blamming, menimbulkan permasalahan antara

5
dokter atau petugas kesehatan dengan pasien, menyebabkan sengketa dalam medis, tuntutan
dan proses hukum, tuduhan malpraktek, blow up ke media massa yang akhirnya
menimbulkan opini yang negatif terhadap pelayanan yang diberikan oleh sebuah rumah sakit.
Hal lain yang terjadi yaitu rumah sakit dan dokter akan bersusah payah untuk melindungi diri
dengan asuransi, pengacara dan sebagainya namun akhirnya tidak ada pihak yang menang
bahkan akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadapa pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh rumah sakit (Lestari, 2013).
2.3. Langkah-langkah Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Bedasarkan peraturan kementrian kesehatan (2011) Keselamatan pasien dalam
standar akreditasi rumah sakit terdiri dari standar keselamatan pasien rumah sakit,
menurut Menteri Kesehatan Republik Indoensia No 1691, terdapat tujuh langkah
keselamatan pasien rumah sakit, serta sasaran keselamatan pasien rumah sakit.
a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, menciptakan kepemimpinan dan
budaya yg terbuka dan adil.
b. Memimpin dan mendukung staf, membangun komitmen fokus yang kuat serta jelas tentang
keselamatan pasien di rumah sakit.
c. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko, mengembangkan sistem dan proses
pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah.
d. Mengembangkan sistem pelaporan, memastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian / insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada KKP-RS.
e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien, mengembangkan cara-cara komunikasi yang
g terbuka dengan pasien.
f. Melakukan kegiatan belajar & berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, mendorong
staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian
itu timbul .
g. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, menggunakan
informasi yang ada tentang kejadian/ masalah untuk melakukan perubahan pada sistem
pelayanan.

2.4 Hubungan Patient Safety dengan Akreditasi Rumah Sakit


Pelaksanaan patient safety menjadi suatu sistem yang harus ada di semua rumah
sakit di dunia begitu juga di Indonesia (Idris, 2017). Hal ini merupakan bagian dari
standar akreditasi rumah sakit no 12 tahun 2012 yang terdiri dari empat kelompok,
yaitu:

6
2.4.1 Standar pelayanan berfokus pada pasien
peraturan kementrian kesehatan (2011) berikut ini standar pelayanan berfokus pada pasien
yaitu:
a. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)
b. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
c. Asesmen Pasien (AP)
d. Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP)
e. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
f. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
g. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
2.4.2 Standar manajemen rumah sakit
Bedasarkan peraturan kementrian kesehatan (2011) berikut ini standar manajemen
berfokus pada pasien yaitu:
a. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
b. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
c. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
d. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
e. Kompetensi danKewenangan Staf (KKS)
f. ManajemenInformasi dan Rekam Medis (MIRM)
Pelaksanaan program patient safety khususnya identifikasi pasien pada kondisi awal di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta belum dilakukan dengan baik, pemberian edukasi
tentang manfaat penggunaan gelang identitasbelum dilakukan oleh petugas. Dalam proses
identifikasi petugas lebih suka menggunakan nama pasien dan nomor kamar pasien,
klarifikasi baik secara verbal maupun visual belum dilakukan. Dalam penelitian yang telah
dilakukan intervensi tentang patient safety yang berupa sosialisasi kebijakan, SPO dan
insiden keselamatan pasien, ronde patient safety serta pemasangan poster identifikasi pasien
diruang rawat inap, IGD dan Laboratorium (lestari, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan kepemimpinan atasan terhadap
implementasi keselamatan pasien oleh perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety.
Penelitian ini didukung oleh Anugrahini yang menemukan bahwa ada hubungan bermakna
antara kepemimpinan atasan langsung dengan implementasi keselamatan pasien. Hal ini
diperkuat oleh Schulke, yang menemukan bahwa ada hubungan antara Chief Nursing
Officers (CNO) dengan kepala ruangan dibangsal keperawatan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan dalam penerapan patient safety (Selleya, 2013).
2.4.3 Sasaran keselamatan pasien (Patient Safety) di rumah sakit
Bedasarkan peraturan kementrian kesehatan (2011) Sasaran Keselamatan Pasien
merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi
Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient

7
Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission
International (JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan
spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam
pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan
keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin
sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh. Menurut Menteri
Kesehatan Republik Indoensia No 1691, terdapat enam sasaran keselamatan pasien antara
lain:
2.4.3.1 Sasaran Asaran ketepatan Identifikasi Pasien
Standar Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan
ketelitian identifikasi pasien. Maksud dan Tujuan Kesalahan karena keliru dalam
mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan
pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di
rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah
untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu:
a. Untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau
pengobatan
b. Untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan
dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses
identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat,
darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis;
atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan
sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor
rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor
kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau
prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di
rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi
termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif
digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan
semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.
Adapun Elemen Penilaian Sasaran yaitu:

8
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien.
b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
e. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua
situasi dan lokasi.
Petugas lebih menyukai penggunaan nama dan nomor kamar dalam proses identifikasi
pasien didapatkan bahwa petugas lebih menyukai pelaksanaan identifikasi pasien dengan
nama pasien dan nomor kamar pasien karena dianggap lebih praktis. Sedangkan identitas
gelang pasien sering tak sesuai dengan identitas pasien (penulisan nama disingkat sehingga
nama panggilan dan yang tertulis di gelang identitas tidak sesuai, jenis kelamin sering
berbeda), tulisan dalam gelang identitas terhapus, gelang identitas tidak terpasang, perawat
terlalu sibuk sehingga tidak sempat ngecek gelang identitas, susah menghafal identitas pasien
secara lengkap, gangguan komunikasi/ pasien kurang kooperatif ( stroke, koma, pendengaran
kurang, pasien menolak ditanya berulang-ulang ) dan biasanya tindakan yang dilakukan tidak
menimbulkan resiko.
Sementara pelaksanaan patient safety ini masih ditemukan beberapa item yang masih
kurang seperti di Rumah Sakit Umum Daerah Bantul tentang pengendalian cairan elektrolit
masih ditemukan kesalahan pemasangan kateter dan salah sambung selang (Sanjaya, 2012)..
2.4.3.2 Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi
antar para pemberi layanan. Maksud dan Tujuan Sasaran Komunikasi efektif, yang tepat
waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan,
dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah
terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui
telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit
pelayanan. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke
komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian
penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan
mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat.

9
Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa
diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan
seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.
Elemen Penilaian Sasaran komunikasi efektif yaitu:
a. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah.
b. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara
lengkap oleh penerima perintah.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
d. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi
lisan atau melalui telepon secara konsisten.
Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) mengungkapkan masalah
komunikasi seperti kegagalan komunikasi verbal dan nonverbal, miskomunikasi antar staf,
antar shif, komunikasi yang tidak terdokumentasikan dengan baik merupakan hal yang
dapat menimbulkan kesalahan. Penelitian yang dilakukan oleh Manojlovich2 menyatakan
bahwa buruknya komunikasi antara dokter dan perawat merupakan salah satu penyebab
terjadinya kejadian yang tidak diharapkan oleh pasien yang berdampak pada kematian
pasien, terutama diruanganruangan intensif yang menangani kondisi kritis pasien. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa komunikasi memiliki hubungan yang bermakna dengan
implementasi keselamatan pasien oleh perawat. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan hasil penelitian Mulyadi4 yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara
komunikasi dengan kinerja perawat dalam mengendalikan mutu pelayanan keperawatan
diruang rawat inap RSKM Cilegon. Hal ini disebabkan karena peneliti berasumsi bahwa
keterbukaan dalam komunikasi dapat menurunkan produktifitas kerja (Budiharjo, 2008).
2.4.3.3 Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (high-alert)
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-
obat yang perlu diwaspadai (high-alert).Maksud dan Tujuan Sasaran ini bila obat-obatan
menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis
untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert
medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan
(adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama
Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA).

10
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian
elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih
pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau
lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik
di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu
sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut
adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara
kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-
obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau
prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat,
seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan
bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah
pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-hati.
Elemen Penilaian Sasaran Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (high-
alert) yaitu:
a. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan
lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
b. Implementasi kebijakan dan prosedur.
c. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area
tersebut sesuai kebijakan.
d. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
2.4.3.4 Kepastian Tempat Lokasi, Tempat Prosedur, Tempat Pasien Operasi
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-lokasi, tepat-
prosedur, dan tepat- pasien. Maksud dan Tujuan Sasaran Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-
salah pada operasi, adalah sesuatu yang menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah
sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat
antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site
marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen
pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan

11
dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible handwritting) dan pemakaian singkatan
adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.
Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety
Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal
Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.Penandaan
lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat
dikenali.
Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh
operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar
jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi
dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki,
lesi) atau multipel level (tulang belakang). Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar; memastikan bahwa semua
dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik,
dan dipampang; dan melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant2
yang dibutuhkan. Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau
kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat
sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan
bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.
Elemen Penilaian Sasaran Kepastian Tempat Lokasi, Tempat Prosedur, Tempat Pasien
Operasi yaitu:
a. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
b. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-
out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
d. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis
dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
2.4.3.5 Pengurangan Risiko Infeksi terkait Pelayanan Kesehatan

12
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang
terkait pelayanan kesehatan. Maksud dan Tujuan Sasaran Pencegahan dan pengendalian
infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan
biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan
keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan.
Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi
saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali
dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-
infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca
kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit
mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang
menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan
untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
yaitu:
a. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
b. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
c. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
2.4.3.6 Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Standar
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari
cedera karena jatuh. Maksud dan Tujuan Sasaran Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai
penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani,
pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien
jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi
bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus
diterapkan rumah sakit.

Elemen Penilaian Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Standar


a. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan, dan lain-lain.

13
b. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada
hasil asesmen dianggap berisiko jatuh. 3.Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik
keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak
diharapkan. 4.Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
2.4.4 Sasaran Milenium Development Goals (SMDGs)
Sasaran Milenium Development Goals (SMDGs) berubah nama menjadi Program
Nasional dimana terdiri dari:
a. menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta meningkatkan angkakesehatan ibu dan
bayi2.
b. menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS3
c. menurunkan angkakesakitan tuberkulosis
d. pengendalian resistensi antimikroba
e. pelayanan geriatri

BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indoensia Keselamatan pasien (Pasient
Safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil.
2. Menurut Departemen Kesehatan (2006) Tujuan sistem keselamatan pasien rumah
sakit adalah terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit, meningkatnya

14
akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurun nya kejadian tak
diharapkan (KTD) dirumah sakit, dan terlaksana nya program-program pencegahan
sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD
3. Dengan dimasukkannya pasien safety kedalam system akreditasi rumah sakit, semua
tujuan dari program keselamatanpasien rumah sakit, beserta seluruh unsure yang
termasuk didalamnya, dapat diterapkan di seluruh rumah sakit di Indonesia,
mengingat akreditasi telah diwajibkan bagi rumah sakit.

4.2 Saran
1. Semua rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja didalamnya wajib menjaga
keselamatan pasien (patient safety), agar tindakan yang dapat membahayakan
nyawa dan merugikan pasien tidak terjadi
2. Semua rumah sakit hendaknya menerapkan sepenuhnya standar keselamatan pasien
yang sudah diatut dalam peraturan perundang-undangan.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Tri Puji. 2013. Analisis Penerapan Manajemen Pasien Safety dalam Rangka
Peningkatan Mutu Pelayanan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun
2013. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Budiharjo,A. (2008). Pentingnya safety culture di rumah sakit RSKM Cilegon; upaya
meminimalkan adverse events. Jurnal manajemen bisnis, Vol Kanisius1)
Depkes RI. 2006. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Saki(Patient Safety):
Utamakan Keselamatan Pasien. Jakarta:Depkes RI

Depkes RI. 2008. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. (konsepdasar dan
prinsip). Jakarta: Depkes RI
Depkes RI. 2008. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Bhakti
Husada.

15
Depkes RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
755/Menkes/Per/vi/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit.

Depkes RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Idris, Haerawati. 2017. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien.Jurnal Ilmu Kesehatan


Masyarakat. Maret 2017. Vol 8. 1-9

Mulyadi. Hubungan Kepemimpinan Efektif Kepala Ruang dengan Kinerja Perawat Pelaksana
dalam Pengendalian Mutu Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSKM Cilegon
[Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2005

Permenkes RI. 2017. Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.

Presiden Republik Indonesia, 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun


2009 Tentang Rumah Sakit, Jakarta.

Permadhi, A. (2013). Hubungan Budaya Keselamatan Pasien Dalam Pelayanan Keperawatan


dan Insiden Keselamatan Pasien di Instalasi Rawat Inap RSD dr. Soebandi Jember.
Retrieved 11 23, 2015, from http://repository.unej.ac.id/bitstream/ha
ndle/123456789/56073/AGUNG%20PE RMADHI_1.pdf?sequence=1

Puji lestari, Maidin, dan Anggraeni.2013. Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Oleh
Perawat Dalam Melaksanakan Pelayanan di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Wahidin
Sudirohusodo tahun 2013 Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Volume 10.
Makasar. Universitas Hasanudin. http://journal.unhas.ac.id/index
.php/mkmi/article/view/484

Sanjaya IDGW, Suarjana K dr. Faktor-Faktor Managerial Yang Melatar Belakangi Tinginya
Kejadian Jumlah Pasien Dekubitus (indikator Patien safety) Pada Pasien Rawat Inap
RSU Puri Raharja 2012. IKM Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2012;

Selleya C.B., Sinolungan, dan Hamel.2013.Hubungan Pengetahuan dan Sikap perawat


Dengan pelaksanaan Keselamatan Pasien (Patient Safety) di Ruang Rawat Inap RSUD
Liun Kendade Tahun. Jurnal keperawatan Volume 01. Universitas Sam Ratulangi
Fakultas Kedokteran pragram studi keperawatan: https://ejournal.unsrat.ac.id/ind
ex.php/jkp/article/view/2237.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

WHO: 2004. World Alliance for Patient Safety Forward Programme, hal 6

WHO: World Alliance for Patient Safety. Forward Programme, 2004

16
World Health Organization. 2011. WHO Patient Safety Curricullum Guide: Multi
Professional Edition.

17

Anda mungkin juga menyukai