Anda di halaman 1dari 14

Makalah

UPAYA KESELAMATAN PASIEN


DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah
Etikolegal dan Keselamatan Pasien dalam Praktik Kebidanan
Dosen Pembimbing Yuni Fitriani

Disusun Oleh: Kelompok 3 2A


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Ulfa Febria Herdyani


Diah Setiyaningrum
Annisaa Fitria Handayani
Lia Sofyani Mubarokah
Kurnia wati Halim
Mar Atusholihah
Rini Ambar Astuti
Florentina Tika Rima N
Erna Sufiyani

(140021)
(140022)
(140023)
(140024)
(140026)
(140027)
(140028)
(140029)
(140030)

AKADEMI KEBIDANAN YOGYAKARTA


YOGYAKARTA
2015

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alloh Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat, hidayah, dan inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas
Makalah Upaya Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kebidanan.
Makalah ini tidak akan selesai dengan baik tanpa dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada
orang tua yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil dan kepada
dosen pengampu mata kuliah Etikolegal dan Keselamatan Pasien dalam
Praktik Kebidanan.
Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka
dari itu, diperlukan kritik dan saran yang membangun, khususnya dari para
pembaca agar menjadi lebih baik di masa mendatang.
Yogyakarta, 25 April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tenaga kesehatan secara umum merupakan satu kesatuan


tenaga yang terdiri dari tenaga medis, tenagaparamedis dan tenaga
non medis. Dari semua katagori tenaga kesehatan yang bekerja di
rumah sakit, tenaga bidanan dan kebidanan merupakan tenaga yang
mempunyai waktu kontak dengan pasien lebih lama dibandingkan
tenagakesehatan yang lain, sehingga mereka mempunyai peranan
penting dalam menentukan baik buruknya mutu pelayanan kesehatan
di puskesmas (Simmons, et al. 2001).
Peningkatan mutu pelayanan tidakada artinya jika keselamatan
pasien

terancam.

Kegagalan

untuk

mencegah

kejadian

yang

merugikan pasien, atau timbulnya efek samping proses diagnosis dan


pengobatan, telah mengakibatkan kematian dan penderitaanyang
tidak perlu. Kejadian-kejadianyang sebagian besar dapat dihindari
meliputi: pasien jatuh, dicubitus, plebitis, strangulasi akibat ikatanikatan,tindakan bunuh diri dan kegagalan pengobatan pencegahan
(profilaksis).
Seorang tenaga kebidanan profesional yang menjalankan
pekerjaan berdasarkan ilmu sangat berperan dalam penanggulangan
tingkat

komplikasi

penyakit,

terjadinya

infeksi

nosokomialdan

memperpendek hari rawat. Hal ini termasuk langkah menuju


penerapan program keselamatan pasien (patient safety) di rawat inap.
Tidak semua bidan mendapatkan informasi yang baik tentang program
patient safetyyang dilaksanakan rawat inap, sehingga perlu adanya
pelatihan yang untuk memperkenalkan program patien safetytersebut
kepada setiap bidan yang diharapkandapat meningkatkan motivasi
bidan untuk melaksanakan program patient safety.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana upaya keselamatan pasien dalam pelayanan
kebidanan?

C. Tujuan
Tujuan Umum
1. Menjelaskan upaya keselamatan pasien dalam pelayanan
kebidanan.
Tujuan Khusus
1. Menjelaskan pengertian keselamatan pasien.
2. Menjelaskan tujuan keselamatan pasien.
3. Menjelaskan standar keselamatan pasien.
D. Manfaat
1. Bagi manajemen rumah sakit, sebagai bahan masukan dan
pertimbangan kepada pihak rumah sakit untuk mengembangkan
program peningkatan keselamatan pasien dalam upaya
peningkatan mutu,pelayanan rumah sakit
2. Bagi peneliti, menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan
dibidang manajemen administrasi rumah sakit.
3. Bagi penelitian selanjutnya, secara ilmiah hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi referensi.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A Pengertian Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien rumh sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,

kemampuan

belajar

dari

insiden

dan

tindak

lanjutnya

serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (Fitri, 2011).


Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera
yang diebebkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes,
2006).
Sistem Keselamatan pasien umumnya terdiri dari beberapa
komponen seperti sistem pelaporan insiden, analisis belajar dan riset
dari insiden yang timbul, pengembangan dan penerapan solusi untuk
menekan kesalahan dan kejadian yang tidak diharapkan (KTD), serta
penetapan

berbagai

standar

keselamatan

pasien

berdasarkan

pengetahuan dan riset (KKP-RS, 2007).


E. Tujuan Keselamatan Pasien
Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit diantaranya
adalah :
a. Terciptanya budaya keselamatan passien di rumah sakit
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
massyarakat
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
F. Standar Keselamatan Pasien
Who Collaborating Center For Patien Safety (2007), menetapkan 9
solusi life saving kesalamatan pasien rumah sakit yang disusun oleh
lebih dari 100 negara dengan mengidentifikasi dan mempelajari
berbagai masalah kesalamatan pasien.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong
seluruh Rumah Sakit se-idonesia untuk menerapkan 9 solusi
keselamatan rumah sakit baik secara langsung maupun bertahap.
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip

Nama obat, rupa dan ucapan obat, yang membingungkan stap


pelaksana addalah salah satu penyebab yang paling sering
dalamkesalahan obat (medication error) dan ini merupakan salah
satu keprihatinan diseluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang
ada saat ini dipasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya
kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta
kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol
untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label,
atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun
pembuatan resep secara elektrolit.
2. Pastikan identifikasi pasien
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi
pasien

secara

benar

sering

mengarah

kepada

kesalahan

pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan, pelaksaan prosedur


yang keliru orang, penyerahan bayi yang bukan keluarganya, dsb.
Rekomendasi ditekankan kepada metode untuk verifikasi terhadap
identifikasi pasien termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini,
standarisasi dalam metode identifikasi disemua rumah sakit dalam
suatu sistem layanan kesehatan, dan partisipasi pasien dalam
konfirmasi ini, serta penggunaan protokol untuk membedakan
identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan
pasien.
Kesenjangan

dalam

komunikasi

saat

serah

terima

atau

pengoperan pasien antara unit-unit layanan, dan didalam serta


antar

tim

pelayanan,

bisa

mengakibatkan

terputusnya

kesinaambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan


potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini harusnya sepenuhnya dapat dicegah.
Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau

pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat


dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya
tidak benar.
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)
Sementara obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk
injeksi khususnya hal berbahaya.
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi atau
pengalihan.
7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube)
Selang, kateter, dan spuit yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya kejadian
tidak diharapkan yang bisa menyebabkan cedera atas pasien
melalui penyambungan selang dan spuit yang salah, serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV,
HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pemakaian ulang dari jarum
suntik.
9. Tingkatan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial
diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang
diseluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah sakit.

BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
A Kasus

Dokter Mengaku Salah Beri Obat


kepada Ayah Sang Bayi
Rabu, 10 April 2013 13:16

KOMPAS.com/FABIAN JANUARIUS KUWADO


Edwin Timothy Sihombing (2,5 bulan) terpaksa kehilangan separuh jari
telunjuk kanannya setelah digunting oleh dokter rumah sakit, tempat
bayi itu dirawat, Selasa (9/4/2013). Ia diduga menjadi korban
malpraktik.
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Salah satu dokter yang melakukan
penanganan pertama terhadap bayi berusia 2,5 bulan bernama Edwin
Timothy Sihombing sempat mengaku kepada orangtua Edwin bahwa
telah salah memberikan komposisi obat kepada bayi itu. Hal itulah
yang menyebabkan pembengkakan, bahkan pembusukan pertama
pada telunjuknya.
Gonti Laurel Sihombing (34), ayah sang bayi, menjelaskan, dirinya
mendapatkan penjelasan kesalahan pemberian komposisi obat
tersebut pada tanggal 2 April 2013. Penjelasan tersebut didapatkan
saat dia memberikan somasi kepada rumah sakit atas amputasi
sepihak yang telah dilakukan dokter, 31 Maret 2013 sebelumnya.
"Tanggal segitu saya kasih somasi ke rumah sakit kenapa jari anak
saya dipotong. Waktu itu ada dokter yang pertama nanganin mengakui
obat yang diberikan terlalu pekat atau apa gitu hingga akibatnya bisa
begitu," ujarnya saat ditemui wartawan, Selasa (9/4/2013) malam.
Gonti mengatakan, menurut sang dokter, obat yang diberikan kepada
Edwin saat pertama kali masuk ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD)
khusus anak Rumah Sakit Harapan Bunda, 20 Februari 2013 silam,
memang memiliki efek samping bagi sebagian kecil pasien. Namun,
sang dokter sendiri mengaku tak menyangka efek samping tersebut
terjadi pada Edwin.

Namun, yang paling disesali Gonti adalah, mengapa informasi bahwa


obat yang diberikan kepada putra pertamanya tersebut memiliki efek
samping negatif dan tidak diberitahukan kepada orangtuanya terlebih
dahulu. Menurut Gonti, peristiwa tersebut mencederai kepercayaan
dirinya terhadap profesionalitas dokter itu.
"Kalau tahu begitu, saya minta kepada dokter untuk tidak memberikan
obat itu pada anak saya. Nah, kalau sekarang mau bagaimana lagi,
anak saya sudah cacat tangan kanannya," sesal Gonti.
Di sisi lain, Gonti tetap menghormati rumah sakit yang telah
membebaskan biaya perawatan sang bayi pascasomasi yang
dilayangkan ke pihak rumah sakit pada 2 April 2013 tersebut. Namun,
masalah belum selesai. Gonti beserta sang istri, Romauli Manurung
(28), akan tetap terus memperjuangkan keadilan bagi anaknya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Edwin, bayi berusia 2,5 bulan,
terpaksa kehilangan separuh jari telunjuk kanannya setelah digunting
dokter RS Harapan Bunda. Semula, Edwin dibawa orangtua datang ke
RS itu karena keluhan demam tinggi.
Di ruang IGD khusus anak, dokter memberikan sejumlah penanganan
pertama, mulai dari cairan infus di punggung tangan kanan, obat
antikejang lewat dubur, hingga peralatan bantu pernapasan. Namun,
keanehan mulai tampak pada hari ketiga perawatan. Jari telunjuk
hingga titik infus di tangan kanannya mengalami pembengkakan.
Lama-kelamaan mengeluarkan nanah hingga tampak membusuk.
Kondisi itulah yang berujung pada upaya dokter mengamputasi dua
ruas

jari

telunjuknya

menggunakan

sepengetahuan kedua orangtua bayi.

gunting

operasi

tanpa

Kini, dua ruas jari telunjuk kanan Edwin hilang berganti balut perban.
Gonti dan Romauli hanya bisa pasrah atas insiden itu. Mereka
berharap manajemen rumah sakit menepati janjinya mengobati jari
Edwin hingga sembuh. Hingga berita ini diturunkan, belum ada satu
pun pihak rumah sakit yang bisa ditemui untuk konfirmasi.(*)
Editor: evn
Sumber: Kompas.com.

G. Pembahasan
Berdasarkan berita diatas dapat diketahui bahwa kurangnya ketelitian
tenaga kesehatan dapat membahayakan keselamatan pasien, karena
seringkali

tenaga

kesehatan

tidak

cermat

dalam

memberikan

pelayanan seperti pemberian obat mulai dari efek samping bahkan


dosis obatnya. Kebiasaan yang membuat tenaga kesehatan merasa
remeh justru dapat menimbulkan efek samping yang lebih besar pula.
Sudah banyak kasus-kasuh yang terjadi, seperti contoh anak yang
bernama Edwin Timothy Sihombing berumur 2,5 bulan ini harus
kehilangan separuh jari telunjuk kanannya setelah digunting oleh
dokter rumah sakit, tempat bayi itu dirawat. Hal ini dapat terjadi sebab
dokter yang dulu dimana tempat anak tersebut priksa memberikan
obat dengan dosis yang salah, dan beliau tidak memberikan informasi
kepada orangtua anak tersebut bahwa terdapat efek samping
,walaupun efek samping tersebut hanya minim sekali. Seharusnya
sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan tetap memberikan
informasi seutuh-utuhnya kepada pasien dan memberikan sesuai
dengan apa yang telah dianjurkan. Kasus ini diketahui orangtua bayi
tersebut saat pemotongan jari dilakukan dan dokter mengakui akan
kesalahan dosis yang telah diberikan.

BAB IV
PENUTUP
A Kesimpulan
Keselamatan pasien
H. Saran
1. Bagi

manajemen

rumah

sakit,

dapat

meningkatkan

upaya

keselamatan pasien khususnya dalam menangani pemberian obat


ke pasien supaya lebih waspada dalam keamanan rumah sakit.
2. Bagi mahasiswa kebidanan, agar selalu disiplin dan taat saat
melakukan prosedur tindakan medis sesuai peraturan hukum yang
berlaku.

DAFTAR PUSTAKA
http://jogja.tribunnews.com/2013/04/10/dokter-mengaku-salah-beri-obatkepadahttp://thesis.umy.ac.id/datapublik/t29860.pdf

Anda mungkin juga menyukai