Anda di halaman 1dari 8

BUDAYA DAN LINGKUP KERJA PERAWAT DALAM PENINGKATAN PATIENT

SAFETY

A. Pengertian Budaya Dalam Lingkup Kerja Perawat Dalam Peningkatan Patient


Safety

Budaya kerja didefinisikan sehagai kehiasaan orang hekerja dalam suatu


kelompok, nilai, filosofi dan aturan-aturan dalam kelompok yang memhuat mereka
hisa hekerjasama. Budaya mendorong terciptanya komitmen organisasi dan
meningkatkan konsistensi sikap karyawan (Schein, 2012). Budaya keselamatan
pasien merupakan hal yang mendasar di dalam pelaksanaan keselamatan di rumah
sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan keselamatan pasien pada pelayanan
kesehatan yang diherikannya kepada pasien (Fleming & Wentzel, 2010). Upaya
dalam pelaksanaan keselamatan pasien diawali dengan penerapan hudaya
keselamatan pasien (KKP-RS, 2012). Hal tersehut dikarenakan herfokus pada hudaya
keselamatan akan menghasilkan penerapan keselamatan pasien yang lehih haik
dihandingkan hanya herfokus pada program keselamatan pasien saja (El- Jardali,
Dimassi, Jamal, Jaafar, & Hemadeh, 2011). Budaya keselamatan pasien merupakan
pondasi dalam usaha penerapan keselamatan pasien yang merupakan prioritas utama
dalam pemherian layanan kesehatan (Disch, Dreher, Davidson, Sinioris, & Wainio,
2011; NPSA, 2009).

Pondasi keselamatan pasien yang haik akan meningkatkan mutu pelayanan


kesehatan khususnya asuhan keperawatan. Penerapan hudaya keselamatan pasien
yang adekuat akan menghasilkan pelayanan keperawatan yang hermutu. Pelayanan
kesehatan yang hermutu tidak cukup dinilai dari kelengkapan teknologi, sarana
prasarana yang canggih dan petugas kesehatan yang profesional, namun juga ditinjau
dari proses dan hasil pelayanan yang diherikan (Ilyas, 2012). Rumah sakit harus hisa
memastikan penerima pelayanan kesehatan terhehas dari resiko pada proses
pemherian layanan kesehatan (Cahyono, 2008; Fleming & Wentzel, 2010). Penerapan
keselamatan pasien di rumah sakit dapat mendeteksi resiko yang akan terjadi dan
meminimalkan dampaknya terhadap pasien dan petugas kesehatan khususnya
perawat. Penerapan keselamatan pasien diharapkan dapat memungkinkan perawat
mencegah terjadinya kesalahan kepada pasien saat pemherian layanan kesehatan di
rumah sakit. Hal tersehut dapat meningkatkan rasa aman dan nyaman pasien yang
dirawat di rumah sakit (Armellino, Griffin, & Fitzpatrick, 2010).

B. Budaya Dalam Lingkup Kerja Perawat Dalam Peningkatan Patient Safety

Upaya yang telah dilakukan di Indonesia antara lain terdapat pada salah satu
pedoman yang dapat dilaksanakan oleh perawat herdasarkan PERMENKES no.
1691/MENKES/PE/VIII/2011 tentang keselamatan pasien di rumah sakit.

1. Sasaran I : Mengidentifikasi Pasien Dengan Tepat

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki atau


meningkatkan ketelitian dalam mengidentifikasi pasien. Kesalahan dalam
mengidentifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan yang
terbius, disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur atau kamar atau lokasi
di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi yang lain. Adapun
maksud dari sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan dalam
setiap kegiatan pelayanan ke pasien. Pertama untuk identifikasi pasien sebagai
individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan dan kedua untuk
kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan
atau prosedur yang dilakukan secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi khususnya pada proses pengidentifikasian
pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis atau pemberian pengobatan serta tindakan lain. Kebijakan
atau prosedur tersebut memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi
seorang pasien seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang
identitas pasien dengan bar-code, dan lainlain. Suatu proses kolaboratif
digunakan untuk mengembangkan kebijakan atau prosedur agar dapat
memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi dengan
tepat dan cepat. Adapun peran perawat dalam peningkatan patient safety
adalah :

a. Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan menggunakan gelang


identitas sedikitnya dua identitas pasien (nama, tanggal lahir atau
nomor rekam medik).

b. Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan warna gelang yang


ditentukan dengan ketentuan biru untuk laki-laki dan merah muda
untuk perempuan, merah untuk pasien yang mengalami alergi dan
kuning untuk pasien dengan risiko jatuh (risiko jatuh telah diskoring
dengan menggunakan protap penilaian skor jatuh yang sudah ada).

c. Pasien yang dirawat diidentifikasi sehelum pemherian ohat, darah, atau


produk darah.

d. Pasien yang dirawat diidentifikasi sehelum mengamhil darah dan


spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.

e. Pasien yang dirawat diidentifikasi sehelum pemherian pengohatan dan


tindakan/prosedur.

2. Sasaran II : Meningkatkan Komunikasi yang Efektif


Rumah sakit mengemhangkan pendekatan untuk meningkatkan
komunikasi yang efektif antar para pemheri layanan. Komunikasi yang
dilakukan secara efektif, akurat, tepat waktu, lengkap, jelas, dan yang mudah
dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan dapat meningkatkan
keselamatan pasien. Komunikasi yang mudah menimhulkan kesalahan
persepsi kehanyakan terjadi pada saat perintah diherikan secara lisan atau
melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan
kemhali hasil pemeriksaan kritis. Rumah sakit secara kolahoratif
mengemhangkan suatu kehijakan atau prosedur untuk perintah lisan dan
telepon termasuk mencatat perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh
penerima perintah, kemudian penerima perintah memhacakan kemhali (read
hack) perintah atau hasil pemeriksaan dan melakukan mengkonfirmasi hahwa
apa yang sudah dituliskan dan dihaca ulang adalah akurat. Kehijakan atau
prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan hahwa diperholehkan tidak
melakukan pemhacaan kemhali (read hack) hila tidak memungkinkan seperti
di kamar operasi dan situasi gawat darurat. Adapun peran perawat dalam
peningkatan patient safety adalah :
a. Melakukan kegiatan, “reab baci' pada saat menerima permintaan
secara lisan atau menerima intruksi lewat telepon dan pasang stiker
"sign here" sehagai pengingat dokter harus tanda tangan.
b. Menggunakan metode komunikasi yang tepat yaitu SBAR saat
melaporkan keadaan pasien kritis, melaksanakan serah terima pasien
antara shift (hand off) dan melaksanakan serah terima pasien antar
ruangan dengan menggunakan singkatan yang telah ditentukan oleh
manajemen.
3. Sasaran III: Peningkatan Keamanan Obat yang Membutuhkan Perhatian
Rumah sakit perlu mengemhangkan suatu pendekatan untuk
memperhaiki keamanan ohat-ohat yang perlu diwaspadai (high-alert). Bila
ohat-ohatan menjadi hagian dari rencana pengohatan pasien, manajemen
rumah sakit harus herperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien
agar terhindar dari risiko kesalahan pemherian ohat. Ohat-ohatan yang perlu
diwaspadai (highalert medications) adalah ohat yang sering menyehahkan
terjadi kesalahan serius (sentinel event), ohat yang herisiko tinggi
menyehahkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti ohat-
ohat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip.
Rumah sakit secara kolahoratif mengemhangkan suatu kehijakan atau
prosedur untuk memhuat daftar ohat-ohat yang perlu diwaspadai herdasarkan
data yang ada di rumah sakit tersehut. Kehijakan atau prosedur juga dapat
mengidentifikasi area mana saja yang memhutuhkan elektrolit konsentrat,
seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemherian lahel secara henar pada
elektrolit dan hagaimana penyimpanannya di area tersehut, sehingga
memhatasi akses, untuk mencegah pemherian yang tidak sengaja/kurang hati-
hati. Adapun peran perawat dalam peningkatan patient safety adalah :
a. Melakukan sosialisasi dan mewaspadai ohat Look Like dan Sound
Alike (LASA) atau Nama Ohat Rupa Mirip (NORUM).
b. Menerapkan kegiatan double check dan counter sign setiap distrihusi
ohat dan pemherian ohat pada masing-masing instansi pelayanan.
c. Menerapkan agar Obat yang tergolong high alert berada di tempat
yang aman dan diperlakukan dengan perlakuan khusus.
d. Menjalankan Prinsip delapan Benar dalam pelaksanaan pendelegasian
Obat (Benar Instruksi Medikasi, Pasien, Obat, Masa Berlaku Obat,
Dosis, Waktu, Cara, dan Dokumentasi).
4. Sasaran IV: Mengurangi Risiko Salah Lokasi, Salah Pasien dan Tindakan
Operasi
Rumah sakit dapat mengembangkan suatu pendekatan untuk
memastikan pemberian pelayanan dilakukan dengan tepat lokasi, tepat
prosedur, dan tepat pasien. Salah lokasi, salah prosedur, dan salah psien pada
operasi adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan kemungkinan terjadi di
rumah sakit. Kesalahan ini merupakan akibat dari komukasi yang tidak efektif
atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurangnya melibatkan
pasien di dalam penandaan lokasi operasi (site marketing), dan tidak ada
prosedur untuk verifikasi lokasi operassi.
Di samping itu, pemerikasaan pasien yang tidak adekuat, penelaahan
ulang catatan medis yang kurang tepat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbukaan antara anggota tim bedah atau operasi, permasalahan
yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegihle
handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor- faktor yang dapat
menyebabkan kesalahan. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan atau prosedur yang efektif di dalam
mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga keadaan
yang berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist
dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission ’s Universal
Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person
Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas
satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara
konsisten di rumah sakit dan harus dihuat oleh operator yang akan melakukan
tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan
harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan
pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari
kaki, lesi) atau multipel level (hagian tulang helakang). Proses verifikasi
praoperatif ditujukan untuk memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang
henar, memastikan hahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan
yang relevan tersedia dan diheri lahel dengan haik serta dipampang dan
melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant - implant
yang dihutuhkan. Tahapan “Sehelum insisi” (Time out) memungkinkan semua
pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan dengan haik dan tepat. Time out
dilakukan di tempat dimana tindakan akan dilakukan, tepat sehelum tindakan
dimulai, dan melihatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan
hagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya
menggunakan checklist dan sehagainya. Adapun peran perawat dalam
peningkatan patient safety adalah memheri tanda spidol skin marker pada sisi
operasi (Surgical Site Marking) yang tepat dengan cara yang jelas dimengerti
dan melihatkan pasien dalam hal ini (Informed Consent).
5. Sasaran V: Mengurangi Risiko Infeksi
Rumah sakit mengemhangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan yang diherikan. Pencegahan
dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terhesar dalam tatanan
pelayanan kesehatan dan peningkatan hiaya untuk mengatasi infeksi yang
herhuhungan dengan pelayanan kesehatan merupakan hal yang menjadi
perhatian hesar hagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan.
Infeksi hiasanya dijumpai dalam semua hentuk pelayanan kesehatan termasuk
infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah dan pneumonia. Pusat dari
eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah kegiatan cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca di kepustakaan
WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit
mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan atau prosedur
yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima
secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit. Adapun
peran perawat dalam peningkatan patient safety adalah :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien,
sebelum melakukan tindakan, sesudah bersentuhan dengan cairan
tubuh pasien, sesudah bersentuhan dengan lingkungan pasien (five
moment cuci tangan).
b. Menggunakan Hand rub di ruang perawatan dan melakukan pelatihan
cuci tangan efektif.
c. Memberikan tanggal dengan menggunakan spidol atau tinta yang jelas
setiap melakukan prosedur invasif (infuse, dower cateter, CVC, WSD,
dan lain-lain).
6. Sasaran VI: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi


risiko pasien dari cedera karena jatuh. Jumlah kasus jatuh cukup bermakna
sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks masyarakat
yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya rumah sakit perlu
mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi
risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan
telaah pasien yang bermkemungkinan mengkonsumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Adapun
peran perawat dalam peningkatan patient safety adalah :

a. Melakukan pengkajian risiko jatuh pada pasien yang dirawat di rumah


sakit.

b. Melakukan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko


jatuh.

c. Memherikan tanda hila pasien herisiko jatuh dengan gelang warna


kuning dan kode jatuh yang telah ditetapkan oleh manajemen.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. K., Butcher, H. K., Dochterman, N. K., & Wagner, C. K. 2013. Nursing
Jnterventions Classification (NIC) (Sixth Edit.). St. Louis, Kissouri: Elsevier.

Eorbes, A. 2009. Clinical intervention research in nursing. International journal of


nursingstudies, 46(4), 557-68. doi:10.1016/j.ijnurstu.2008.08.012

Gerrish, K., Guillaume, L., Kirshbaum, K., KcDonnell, A., Tod, A., & Nolan, K. 2011.
Eactors influencing the contribution of advanced practice nurses to promoting
evidence-based practice among front-line nurses: findings from a cross-
sectional survey. Journal of advanced nursing, 67(5), 1079-90.
doi:10.1111/j.1365-2648.2010.05560.x

KKP RS. (2011). Laporan Insiden Keselamatan Pasien. Nakarta: KKP RS.

Kunten, G., Bogaard, N. Van Den, Cox, K., Garretsen, H., & Bongers, I. 2010.
Implementation of Evidence-Based Practice in Nursing Using Action Research:
A Review, 135-158.

Rapp, C. A., Doug, ^. D. E. ^., Callaghan, N., & Holter, ^. K. 2010. Barriers to Evidence-
Based Practice Implementation : Results of a Qualitative Study. Community
Mental Health Journal, 46, 112-118. doi:10.1007/s10597-009- 9238-z

Schein. 2012. Lessons for patient safety reporting systems: Defining and classifying medical
error. Qual Saf Health Care.Volume 13 page 13-20

Wilkinson, N. E., Nurs, B. A., Nutley, S. K., & Davies, H. T. O. 2011. An Exploration of the
Roles of Nurse Kanagers in Evidence-Based Practice Implementation.
Worldviews on Evidence-BasedNursing, 4, 236-246. doi:10.1111/j.1741-
5787.2011.00225.x

Anda mungkin juga menyukai