Anda di halaman 1dari 15

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

Organisasi, Manajemen Rumah Sakit dan Manajemen Unit

DR Rokiah Kusumapradja, SKM, MHA

Patient Safety

Abdullah Himawan Narpati Wargahadibrata

20190309040

PASCASARJANA

PROGRAM ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

2020
PENDAHULUAN

TEORI

Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan


kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen
kualitas. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko
(Depkes 2008). Tujuan dilakukannya kegiatan Patient Safety di rumah sakit adalah untuk
menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkan akuntabilitas rumah
sakit, menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit, terlaksananya
program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting dalam sebuah
rumah sakit, maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang dapat digunakan
sebagai acuan bagi rumah sakit di Indonesia

Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat,
jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), kesalahan medis didefinisikan sebagai suatu kegagalan tindakan
medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan).
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss (Nyaris Cedera/KNC) atau
Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD). Near Miss atau Kejadian Nyaris Cedera
(KNC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai
pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya pasien terima suatu
obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat
diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosislethal diberikan, diketahui secara
dini lalu diberikan antidotenya). Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.

Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau


keterlambatan diagnosis, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara
pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau
observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi,
metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak
layak, tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow
up yang tidak adekuat atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi,
kegagalan alat atau sistem yang lain. Dalam kenyataannya masalah medical error dalam
sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi
umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang
lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat atau justru luput dari perhatian kita semua.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit
untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap
kemanusiaan, maka dikembangkan sistem Patient Safety yang dirancang mampu menjawab
permasalahan yang ada.
MENGAPA PERLU ADA PATIENT SAFETY

1. Laporan WHO:
 Di Negara maju : 1 dari 10 pasien dirawat mengalami cedera
 Di Negara berkembang lebih tinggi (risiko infeksi 20 kali lipat)
 Setiap saat 1,4 juta orang di dunia menderita infeksi di Rumah Sakit
 Minimal 50% peralatan medis di negara berkembang tidak layak
 Setiap tahun 1,3 juta kematian disebabkan injeksi yang tidak aman
 Di Penerbangan dan Nuklir keselamatan 1 : 1 juta tapi di Yankes rasio.

2. Di Amerika Serikat
 Kesalahan pemberian obat di Amerika Serikat 34-56%
 Kesalahan bedah 1: 50 pasien rawat
3. Di Inggris
 Tiap hari terjadi kesalahan medis
4. Di Indonesia (Yogyakarta) menurut Iwan D. MMedSc., Phd
 Medication Errors di ICU mencapai 96% (tidak sesuai indikasi, tidak sesuai
dosis, dll)
 Medication di Puskesmas mencapai 80%.
5. Di Indonesia (di Jakarta tahun 2005)
 Pidana : 48 kasus di Polda Metro
 Perdata : 160 kasus di LBH Kesehatan
6. Laporan Insiden ke KKPRS Persi September 2006 sampai Agustus 2007
 Asal provinsi yang melapor 9 provinsi dengan 3 terbanyak adalah DKI, Jateng,
dan Yogyakarta
PENGERTIAN PATIENT SAFETY (KESELAMATAN PASIEN)

Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan
pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi : Assesment Risiko, Identifikasi
dan Pengelolaan Risiko (Laporan dan Analisa), Belajar dari Insiden (Tindak Lanjut dan
Implementasi Solusi)

TUJUAN PATIENT SAFETY

 Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit


 Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
 Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di Rumah Sakit
 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan
 Menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan dan pengunjung
 Mempertahankan reputasi Rumah Sakit
 Memberikan pelayanan yang efektif dan efisien

MANFAAT PATIENT SAFETY

 Budaya safety meningkat dan berkembang


 Komunikasi dengan pasien berkembang
 Kejadian Tidak Diharapakan (KTD) menurun
 Risiko klinis menurun.
 Keluhan berkurang
 Mutu pelayan Rumah Sakit meningkat
 Citra Rumah Sakit dan kepercayaan masyarakat meningkat, diikuti dengan kepercayaan
diri yang meningkat
LANGKAH MENUJU PATIENT SAFETY

 Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien


 Memimpin dan mendukung staf untuk komitmen dan fokus pada keselamatan pasien di
Rumah Sakit
 Integrasikan manajemen risiko
 Sistem pelaporan di Rumah Sakit
 Komunikasi terbuka dengan pasien
 Belajar dan berbagi pengalaman keselamatan pasien
 Cegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien

SEMBILAN SOLUSI LIFE SAVING KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi
menerbitkan Nine Life Saving Patient Safety Solutions (Sembilan Solusi Life-Saving
Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
mendorong rumah sakit - rumah sakit di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-
Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi langsung atau bertahap, sesuai
dengan kemampuan dan kondisi rumah sakit masing-masing. Antara lain:

1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike


Medication  Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana
adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication
error).
Solusi :
a. NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko
b. Memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih
dulu
c. Pembuatan resep secara elektronik
2. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan mengidentifikasi pasien kesalahan pengobatan, transfusi,
pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi kepada bukan
keluarganya,dsb.
Rekomendasi:
a. Verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini 
b. Standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem
layanan kesehatan
c. Partisipasikan pasien dalam konfirmasi ini.
d. Penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang
sama.

3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima / Pengoperan Pasien.


Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-
unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan terputusnya kesinambungan
layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera
terhadap pasien.
Rekomendasi :
a. Memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis.
b. Memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima
c. Melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.

4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.


Penyimpangan pada hal ini pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi
tubuh yang salah. Sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya
informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya
terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-
bedah yang distandardisasi.
Rekomendasi :
a. Mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses
verifikasi pra-pembedahan
b. Pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur
c. Adanya tim yang terlibat dalam prosedur sesaat sebelum memulai prosedur untuk
mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.

5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).


Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras memiliki profil
risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah
berbahaya.
Rekomendasi :
a. Membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah
b. Pencegahan atas campur aduk / bingung tentang cairan elektrolit pekat yang
spesifik.

6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.


Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi / pengalihan. Rekonsiliasi
(penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah
salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien.
Rekomendasi:
a. Menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi
yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai
perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dan / atau perintah
pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi
b. Komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien
akan ditransfer atau dilepaskan.

7. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).


Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar
mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa
menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah,
serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasi :
Menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail / rinci bila
sedangmengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang
benar) dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan
sambungan& slang yang benar).

8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.


Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV, HBV, dan HCV yang
diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasi:

a. Perlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan

b. Pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan


khususnyatentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien
dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah.

c. Praktek jarum sekali pakai yang aman.

9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi Nosokomial.


Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah sakit - rumah sakit. Kebersihan Tangan yang
efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini.
Rekomendasi:

a. Mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs”


tersedia pada titik titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran air.

b. Pendidikan staf mengenai teknik kebersihan tangan yang benar dan


mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja

c. Pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan /


observasi dan tehnik-tehnik yang lain
TUJUH STANDAR KESELAMATAN PASIEN

Hak Pasien

Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).

Kriteria: 

a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan


b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas
dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD

Mendidik Pasien Dan Keluarga

Rumah sakit harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien.

Kriteria:

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien


adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di Rumah sakit harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:

a. Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur


b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakat.

 
Keselamatan Pasien Dan Kesinambungan Pelayanan

Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan
antar unit pelayanan.

Kriteria:

a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh


b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

Penggunaan Metode-Metode Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan Evaluasi Dan Program


Peningkatan Keselamatan Pasien

Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP

Kriteria:

a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
sesuaidengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis

Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien

Standar:

a. Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7 Langkah


Menuju KPRS ”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program
mengurangi KTD.
c. Pimpinan dorong dan tumbuhkan komunikasi serta koordinasi antar unit dan individu
berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan
kinerja RS dan KP.

Kriteria:

a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien


b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi
d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien
yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif
untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien

Standar:

a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas
b. RS menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien
Kriteria:

a. Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan
pasien
b. Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training
dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
c. Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna
mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Keselamatan Pasien

Standar

a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi KP untuk


memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria:

a. Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk


memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada

LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PELAKSANAAN PATIENT SAFETY

Di Rumah Sakit

 Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan
organisasi sebagai berikut:
Ketua : dokter
Anggota : dokter, dokter gigi, perawat, tenagakefarmasian dan tenaga kesehatan
lainnya.
 Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal
tentang insiden
 Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KKPRS) secara rahasia
 Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan
tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit
 Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil
dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru
dikembangkan.

Di Provinsi/Kabupaten/Kota

 Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di


wilayahnya
 Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait
dengan program keselamatan pasien rumah sakit
 Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit

Di Pusat

 Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah


Sakit Seluruh Indonesia
 Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
 Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan
Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan
jejaring pendidikan
 Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatan pasien
KASUS DAN PEMBAHASAN

CONTOH KASUS

Kasus yang pernah terjadi di Kinik kami terjadi pada instalasi farmasi dengan kasus
terjadinya kesalahan pemberian obat di apotek rawat jalan dikarenakan penulisan resep yang
terbalik nama pasiennya antara pasien yang berasal dari poliklinik umum yang merupakan
pasien “langganan” dengan pasien yang datang dengan melanjutkan obat (pasien kontrol
rutin) atau sudah sering berobat ke RS.

Pasien bernama Asep Jaelani dan Asep Farhani.

Pasien Asep Jaelani membawa resep dengan dari poliklinik umum sedangkan pasien
Asep Farhani membawa resep kontrol. Namun pada saat pasien menyerahkan resep pada
petugas penerima resep, kemudian di cek sediaan, kekuatan dan jenis sediaan, dikerjakan
etiket dan pengemasan sesuai dengan yang diperintahkan dalam resep. Setelah obat siap
diserahkan kepada pasien, petugas penyerahan resep memanggil pasien yang bernama Asep
Jaelani. Petugas memberikan konseling mengenai sediaan yang diterima pasien. Namun
kemudian pasien sedikit curiga dengan penjelasan yang diberikan petugas kepada beliau.
Menurut pasien bahwa obat yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi penyakit yang
diderita pasien. Petugas kemudian segera mengecek resep tersebut. Dari hasil cek dan ricek
ternyata petugas tidak salah menuliskan resep pada pasien Asep Jaelani namun identitas
pasien yang ada pada resep tersebut tertukar. Pada saat di panggil nama Asep Farhani, yang
datang menghampiri justru pasien dengan nama Asep Jaelani, tentu saja pasien tersebut
menerima obat yang tidak sesuai keluhannya dan kondisi penyakitnya.

KESIMPULAN

Adanya kemiripan atas nama pasien membuat kesalahan pada saat pemberian obat
yang akan dibawa pasien. Hal ini dimungkinkan adanya kesalahan pada petugas instalasi
farmasi yang tidak atau kurang teliti dalam memeriksa identitas pasien. Petugas instalasi
farmasi kurang berkonsentrasi pada saat pelayanan pasien dengan adanya kemiripan pada
nama pasien pada saat pemeriksaan sehingga membingungkan petugas dan pasien.

Petugas kurang memperhatikan Sembilan solusi life saving di rumah sakit yang
dikeluarkan oleh WHO.

Anda mungkin juga menyukai